Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diketahui bahwa tsunami adalah salah satu ancaman bahaya bencana alam
yang dapat menimbulkan risiko terhadap kehidupan manusia, kerugian harta
benda dan kerusakan lingkungan. Secara umum wilayah indonesia merupakan
wilayah rawan tsunami. Potensi rawan tsunami ini disebabkan oleh posisi
Indonesia yang mempunyai garis pantai yang panjang dan wilayah rawan gempa
bumi yang juga bisa menimbulkan tsunami. (Anhert F, 1996)

Pulau-pulau Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng aktif, yaitu


lempeng Indo-Australia dibagian selatan, Lempeng Euro-Asia dibagian utara dan
lempeng Pasifik dibagian timur. Ketiga lempeng tersebut bergerak dan saling
bertumbukan sehingga lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah lempeng
Euro-Asia dan menimbulkan gempa buni tektonik, jalur gunung api, dan sesar
atau patahan kulit bumi. Lempeng Indo-Asia yang bergerak ke utara bertemu dan
menunjam ke bawah lempeng Euro-Asia yang bergerak ke selatan

Pertemuan dan penunjaman kedua lempengan ini menimbulkan jalur gempa


bumi dan rangkaian gunung api aktif sepanjang Pulau di Sumatra, Pulau Jawa,
Bali dan Nusa Tenggara yang sejajar dengan pertemuan kedua lempeng tersebut.
Disamping itu jalur gempa bumi juga terjadi sejajar dengan jalur penunjaman dan
pada jalur sesar (patahan) regional seperti sesar di Sumatera. Oleh karena itu
Indonesia yang terletak di zona gempa bumi yang mempunyai potensi gempa
bumi tinggi dan tsunami, khususnya di daerah sepanjang pantai.

Tsunami dahsyat pernah terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004. Gempa


bumi tektonik 9.2 skala Richter yang telah menimbulkan gelombang tsunami.
Gempa bumi ini juga menerjang Malaysia, Thailand, Sri Langka, Pantai timur
India dan Pantai timiur Afrika. Tsunami du Samudra India ini telah menewaskan
lebih dari 283,100 orang dan 124 ribu lebih orang terluka. (Beni,2006)

Di Aceh, tsunami ini diketahui telah menelan 260 ribu lebih korban tewas dan
hilang. Tsunami ini juga menghancurkan ribuan bangunan rumah tinggal, kantor,
fasilitas kesehatan peribadatan dan pendidikan. Tsunami ini telah menghancurkan
ratusan infrastruktur seperti jalan, jembatan, saluran irigasi, jaringan listrik,
telepon dan pipa air bersih, serta dermaga. Demikian pula tsunami dipangandaran
pada Juli 2006 yang terjadi setelah gempa hebat berkekuatan 7,2 skala Richter.
Tsunami ini tetelah menewaskan sebanyak 557 korban manusia. Disamping itu
terdapat banyak infrastruktur yang rusak akibat tsunami seperti jalan, jembatan,
saluran listrik, saluran irigasi, dermaga dan sebagainya.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengatahuan tentang bencana tsunami?
2. Bagaimana cara mitigasi bencana tsunami?
3. Bagaimana kesiapsiagaan menghadapi bencana tsunami?
4. Bagaimana cara pemulihan bencana tsunami?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian , proses, proses terjadinya, cara perusakan,
Kerusakan, Korban dan Kerugian, Gejala dan Tanda, dan tindankan
penanggulangan Bencana Tsunami.
2. Mengetahui cara mitigasi bencana tsunami
3. Mengetahui kesiapsiagaan menghadapi bencana tsunami
4. Mengetahui cara pemulihan bencana tsunami

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGETAHUAN TENTANG TSUNAMI


1. Pengertian Tsunami

Tsunami (berasal dari Bahasa Jepang: Tsu = pelabuhan, Nami =


gelombang, secara harafiah berarti “ombak besar di pelabuhan”) yang artinya
adalah perpindahan badan air atau gelombang laut yang terjadi karena adanya
gangguan impulsif. Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya perubahan
bentuk dasar laut yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal
dengan tiba-tibaatau dalam arah (Pond and Pickard, 1983).

Tsunami adalah gelombang laut yang besar dengan periode panjang yang
ditimbulkan oleh adanya tekanan kuat dari dasar laut. Tekanan ini bisa berasal
dari gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran yang terjadi di laut.
Penyebab tsunami ini berupa gempa bumi yang diikuti dengan dislokasi
(perpindahan) massa tanah/bebatuan yang sangat besar di bawah air (laut atau
danau), tanah longsor dibawah laut, letusan gunung api di bawah laut atau letusan
gunung api pulau.( Diposaptono,2006)

Sebagai contoh, lempeng Indo-Australia yang bergerak dan menunjam ke


bawah lempeng Euro-Asia akan menimbulkan gempa bumi tektonik yang besar di
dasar laut. Saat lempeng ini bergerak dan menimbulkan gempa bumi maka terjadi
sentakan dan celah yang sangat besar, celah ini kemudian terisi dengan air laut
dengan isi dan tenaga yang sangat besar pula.

Saat air laut mengisi celah ini, permukaan air laut menurun dengan drastis
sehingga pantai yang semula penuh air laut menjadi surut dan kering. Setelah
celah penuh terisi, air laut kemudian berbalik arah dan menyebar ke seluruh
penjuru berupa semburan dan gelombang pasang laut dengan tenaga yang sangat
besar dan kuat. Semburan dan gelombang pasang dari dasar laut ini kemudian
naik ke permukaan laut dan menuju pantai dengan kekuatan, volume dan
kecepatan yang maha dahsyat. Gelombang pasang inilah yang disebut tsunami.
Ketika tiba di pantai tsunami menghancurkan semua yang ada di pantai.
Sebaliknya, air laut yang kembali ke pantai akan menyapu bersih semua yang
dilaluinya.

Kecepatan tsunami adalah antara 25-100 km/jam. Di indonesia, pada


umumnya tsunami terjadi dalam waktu kurang dari 40 menit setelah terjadinya
gempa bumi tektonik besar di bawah laut. Ketinggian tsunami yang naik ke
daratan di indonesia yang pernah tercatat adalah 36 meter di atas permukaan laut.
Ini terjadi pada saat letusan Gunung Krakatau 1883 di Selat Sunda.

3
Gambar 1. Tren Kejadian Bencana 10 tahun terakhir dari BNPB

Berdasarkan data dari PNPB terkait bencana tsunami terjadi terakhir kali
pada tahun 2004 yang menimpa Banda Aceh. Maka dari itu untuk bencana
tsunami 10 tahun terakhir belum terjadi kembali, mengingat kerusakan yang
ditimbulkan oleh tsunami yang menimpa Banda aceh tersebut.

2. Penyebab
Ada beberapa penyebab terjadinya tsunami :
 Gempa bumi tektonik di dasar laut atau danau yang diikuti dengan
pergeseran atau perpindahan masa tanah atau batuan yang sangat besar.
 Tanah longsor di bawah air laut atau danau
 Letusan gunung api di bawah laut dang gunung api pulau
3. Proses Kejadian
Secara sederhana proses kejadian tsunami dapat digambarkan sebagai
berikut :
 Gempa bumi, tanah longsor atau letusan gunung api di bawah air (laut atau
danau) membuat dasar air merekah.
 Air laut mengisi rekahan sehingga air laut di pantai menjadi surut.
 Rekahan atau lubang di dasar laut yang terisi air laut menyemburkan
kelebihan air laut yang mengarah ke segala penjuru termasuk ke arah
pantai.

4
 Mengingat besarnya rekahan tadi, air laut yang menyebar kembali juga
sangat besar dan kuat sehingga terjadi gelombang besar dan kuat yang
menerpa pantai dan masuk ke daratan sejauh 5 km, Gelombang besar ini
akan menerjang apa saja yang ada di daratan

Gambar 2. Data jumlah kejadian bencana dari BNPB

4. Cara Perusakan

Tsunami mempunyai kecepatan bergerak yang berbanding lurus dengan


kedalaman laut. Semakin besar kedalam laut maka kecepatan tsunami semakin
besar. Selama penjalaran dari tengah laut (pusat terbentuknya tsunami) menuju
pantai, kecepatan semakin berkurang karena gesekan dengan dasar laut yang
semakin dangkal. Akibatnya tinggi gelombang di pantai menjadi semakin besar
karena adanya penumpukkan massa air akibat dari penurunan kecepatan. Ketika
mencapai pantai, kecepatan tsunami menjadi sekitar 25-100 km/jam.

Gelombang yang berkekuatan besar ini bisa menghancurkan kehidupan


dan semua bangunan di daerah pantai dan saat kembalinya air laut bisa menyeret
semuanya ke laut. Dataran rendahpun dapat menjadi tergenang membentuk laut
baru. Tsunami mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan harta benda
serta dapat merobohkan bangunan, jembatan, merusak jalan raya, memutuskan
jaringan listrik, jaringan telpon dan infrastruktur lainnya. Sarana air bersih, lahan
pertanian dan kesuburan tanah pun terganggu karena terkontaminasi air laut.
(Sutowijoyo,2005)

5
Gambar 3. Setelah diterjang stunami 26 Desember 2004
Kapal mendarat di atap rumah di Lampulo, Banda

5. Kerusakan, Korban dan Kerugian Akibat Bencana


Tsunami mengakibatkan kerugian berupa korban manusia dan
harta benda, baik milik perorangan maupun milik umum. Ini dapat
mengganggu dan bahkan melumpuhkan kegiatan sosial dan ekonomi
penduduk. (Djunire,2009)
Manusia akan meninggal, hilang, sakit, luka dan mengungsi.
Prasarana umum, sosial dan ekonomi serta transportasi yang rusak, roboh
atau hancur, seperti : jalan, jembatan, angkutan umum, sekolah, rumah
ibadah, pasar, gedung pertemuan, puskesmas, rumah sakit, fasilitas
pemerintahan, industri, jasa, serta prasarana pertanian dan perikanan serta
pengairan.
Secara umum tsunami akan merusak dan menghancurkan :
 Perkampungan padat rumah dengan konstruksi bangunan yang
lemah dan padat penghuni yang berada di daerah pantai
 Bangunan dengan desain teknis yang buruk, bangunan tembok
tanpa perkuatan.
 Bangunan tua dengan kekuatan dan kualitas rendah.
 Pelabuhan penumpang dan tempat pendaratan ikan.
 Kapal penumpang dan kapal penangkap ikan.
 Tambak ikan dan lahan pertanian..

6. Gejala dan Tanda


Kejadian tsunami dapat diketahui dari gejala dan tanda-tanda berikut :
 Terjadi gempa tektonik yang besar di dasar laut
 Beberapa saat setelah gempa besar di dasar laut, air laut di pantai
tiba-tiba surut dengan cepat dan sangat luas.
 Dari laut tercium bau garam yang sangat menyengat

6
 Dari laut terdengar suara gemuruh yang sangat keras.
 Terlihat gelombang tinggi berwarna hitam tebal digaris cakrawala
 Gelombang air laut datang secara mendadak dan berulang dengan
energi yang sangat kuat
 Terdapat selang waktu antara terjadinya gempa bumi sebagai
sumber tsunami dan waktu tiba tsunami di pantai mengingat
kecepatan gelombang gempa jauh lebih besar dibandingkan
kecepatan tsunami.
 Metode untuk pendugaan secara cepat dan akurat memerlukan
teknologi tinggi
 Di Indonesia, pada umumnya tsunami terjadi dalam waktu kurang
dari 40 menit setelah terjadinya gempa bumi besar di bawah laut.
7. Tindakan yang dilakukan sebelum, pada saat dan sesudah terjadinya
bencana
Masyarakat harus secara aktif sendiri-sendiri atau bersama-sama
melakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya tsunami.Untuk
masyarakat yang tinggal di wilayah rawan tsunami perlu membentuk
kelompok pemantau tsunami. Kelompok pemantau angin puting beliung
ini harus di bekali dengan pengetahuan dan alat pemantau tsunami.
Masyarakat dan kelompok pemantau tsunami harus tahu dan melakukan
pelatihan untuk mengetahui gejala-gejala tsunami.
a. Pelajari keadaan sekeliling :
 Tandai tempat-tempat dan bangunan-bangunan tinggi dan kuat,
menara, serta pohon-pohon tinggi dan kokoh sebagai tujuan evakuasi
tsunami.
 Gunakan bangunan tinggi sebagai tujuan evakuasi jika tidak dapat
mencapai dataran tinggi dalam 30 menit.
 Pelajari peta evakuasi, berapakah jarak, ketinggian, posisi rumah dan
sekolah dari tepi pantai.
 Pelajari program penanggulangan bencana tsunami dari pemerintah
daerah.
b. Tindakan yang dilakukan saat tsunami
 Jangan ke pantai dan berusaha menunggu dan ingin melihat
datangnya gelombang tsunami
 Segera menjauh dari pantai pada jarak kurang lebih 500 meter dari
garis pantai.
 Berjalan atau lari ke tempat yang lebih tinggi dan aman, misalnya
bukit atau yang lainnya.
 Tempat aman dapat dicapai dalam waktu kurang dari 30 menit
dengan berjalan kaki.
 Berlindung dengan naik ke bangunan yang tinggi, kuat dan kokoh.

7
 Jika memungkinkan, segera menuju ke tempat evakuasi.
 Pastikan keadaan telah aman baru kembali kerumah.
c. Tindakan setelah terjadi tsunami :
 Jangan keluar rumah atau turun dari tempat penyelamatan bila
permukaan air masih tinggi
 Jangan kembali ke rumah bila permukaan air masih tinggi dan belum
surut benar.
 Keluar dari bangunan rumah dan/atau turun dari tempat
penyelamatan dengan tertib.
 Apabila ada korban terluka, segera lakukan P3K.
 Minta pertolongan apabila anda/orang lain mengalami luka parah.

Setelah tsunami berhenti periksalah kembali lingkungan sekitar :

 Periksa apakah lingkungan sekitar sudah aman untuk dilalui.


 Tetap waspada terhadap gempa susulan.
 Hidupkan radio untuk mengetahui informasi tentang gempa yang
terjadi dan kemungkinan terjadi tsunami lagi.
 Hubungi pihak yang terkait untuk melaporkan situasi yang ada, serta
meminta bantuan/pertolongan bila diperlukan.

Pastikan :

 Tidak akan terjadi gempa susulan yang kuat dan tidak akan terjadi
tsunami.
 Bagi yang tinggal di daerah pesisir pantai lihat keadaan pantai dan
dengarkan instruksi petugas BMKG untuk memastikan tidak akan
terjadi tsunami lagi
8. Rencana menghadapi Bencana
Untuk menghadapi tsunami setiap orang yang tinggal di daerah
rawan tsunami harus mempunyai rencana.
Rencana ini antara lain meliputi :
 Bergabung dengan kegiatan PRB berbasis masyarakat, khususnya
masyarakat siaga bencana tsunami
 Dianjurkan untuk membentuk kelompok Pengurangan Risiko Bencana
Berbasis Masyarakat (PRBBK) bagi masyarakat yang belum
memilikinya.
 Turut serta dan mendukung pendidikan PRB secara formal dan informal
sejak usia dini
 Mengikuti kegiatan pelatihan/penyuluham teknis dan ketrampilan kerja
dalam rangka PRB (Pertukangan, Pertanian, Peternakan, Ketrampilan
usaha, Industri rumah tangga dan sejenisnya). Ini dimaksudkan untuk

8
meningkatkan keadaan ekonomi masyarakat sehingga tidak rentan
dalam menghadapi bencana tsunami.
 Pembagian peran ketiks terjadi bencana
 Identifikasi kebutuhan pada saat bencana berdasarkan kebutuhan
spesifik laki-laki dan perempuan (gender sensitif)
 Seluruh tahapan kegiatan harus sensitif gender.
(Ihsan,2017)

B. MITIGASI TSUNAMI

Mitigasi meliputi segala tindakan yang mencegah bahaya, mengurangi


kemungkinan terjadinya bahaya, dan mengurangi daya rusak suatu bahaya yang
tidak dapat dihindarkan. Mitigasi adalah dasar managemen situasi darurat.
Mitigasi dapat didefinisikan sebagai “aksi yang mengurangi atau menghilangkan
resiko jangka panjang bahaya bencana alam dan akibatnya terhadap manusia
dan harta-benda” (FEMA, 2000). Mitigasi adalah usaha yang dilakukan oleh
segala pihak terkait pada tingkat negara, masyarakat dan individu.
Untuk mitigasi bahaya tsunami atau untuk bencana alam lainnya, sangat
diperlukan ketepatan dalam menilai kondisi alam yang terancam, merancang dan
menerapkan teknik peringatan bahaya, dan mempersiapkan daerah yang terancam
untuk mengurangi dampak negatif dari bahaya tersebut. Ketiga langkah penting
tersebut: 1) penilaian bahaya(hazard assessment), 2) peringatan (warning), dan
3) persiapan (preparedness) adalah unsur utama model mitigasi. Unsur kunci
lainnya yang tidak terlibat langsung dalam mitigasi tetapi sangat mendukung
adalah penelitian yang terkait (tsunami-related research).

Upaya mitigasi bencana tsunami dibagi menjadi dua bagian, yaitu upaya
mitigasi non-struktural(bukan upaya pembangunan fisik) dan mitigasi struktural
(upaya pembangunan fisik)

1. Mitigasi non-Struktural
 Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami
 Melakukan latihan simulasi menghadapi tsunami, khususnya memahami
peta, tempat evakuasi dan cara-cara menuju tempat evakuasi tsunami
 Peningkatan pengetahuan masyarakat pantai tentang bahaya tsunami,
pengenalan sifat dan tanda-tanda bahaya tsunami dan cara-cara
penyelamatan diri terhadap bahaya stunami
 Memberikan laporan sesegera mungkin jika mengetahui tanda-tanda akan
terjadinya tsunami kepada petugas yang berwenang
 Melengkapi diri dengan alat komunikasi dan turut serta dalam penyebaran
peringatan dini tsunami

9
2. Mitigasi Struktural
 Pembangunan Sistim Peringatan Dini Tsunami (SPDT)
 Pembangunan tembok atau pemecah ombak pada garis pantai yang
berisiko
 Penanaman pohon bakau serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai
untuk meredam terjangan air laut Tsunami
 Pembangunan tempat-tempat evakuasi disekitar daerah pemukiman yang
cukup tinggi, aman, memiliki jalan yang lebar dan mudah dijangkau untuk
menghindari terjangan tsunami
 Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami

C. KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI BENCANA TSUNAMI

Kesiapsiagaan menghadapi bencana tsunami dilakukan bila upaya


pencegahan dan miigasi bencana tsunami telah dilaksanakan namun bencana
tsunami tidak dapa dielakkan untuk terjadi maka perlu upaya kesiapsiagaan. Hal
seperti ini harus dilakukan untuk meminimalisisr risiko bencana tsunami saat
bencana terjadi. (Yulianto,2008)

Kesiapsiagaan menghadapi bencana tsunami yang dilakukan meliputi:

1. Penilaian bencana dan perencanaan siaga


 Penilaian resiko bencana tsunami dengan melihat kearifan dan pengeahuan
masyarakat lokal meliputi: menggidentifikasi ancanamn bencana tsunami,
menganalisis resiko bencana tsunami, penentuan tingkat resiko bencana
tsunami, dan pemetaan wilayah resiko bencana tsunami.
 Penilaian kemampuan dan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat did
daerah rentan tsunami
 Membuat skenario kejadian untuk bencana tsunami seperti dikaji kebutuhan,
diinvenarisasi sumber dayanya
 Pelatihan pengelolaan dan teknis pelaksanaan penanggulanga bencana
secara berkelanjutan
 Forum koordinasi dan pertemuan rutin dengan saling tukar informasi dan
menyusun rencana pada tingkat masyarakat dan jajaran pemerintahan.
2. Pengelolaan tanggap darurat bencana
Kegiatan ini melakukan tugas seperti penyiapan poso bantuan, tempat
evakuasi, dan tim reaksi cepat evakuasi dan prosedur tetap. Berikut ini ada hal-
hal yang harus dilakukan dan di sediakan untuk bencana tsunami:
 Penentuan lokais evakuasi, jalur evakuasi, papan tanda menuju lokasi, dan
peta jalan menuju lokasi evakuasi
 Penyediaan perlengkapan dan fasilias dilokasi evakuasi.
 Membuat pedoman prosedur evakuasi pada saat bencana tsunami.
 Penyediaan saran mandi

10
 Penyediaan air bersih dilokasi evakuasi
 Pertolongan pertama, pengobatan darurat dan obat-obatan penting dolokasi
evakuasi.
 Adanya layanan medis dilokasi evakuasi.
3. Peringatan dini bencana
 Pembangunan, pemasangan, dan pengoperasian peralaan untuk mengamati
gejala bencana tsunami
 Metode untuk menganalisa hasil pemngamatan gejala bencana
 Proses pembuatan keputusan status becana berdasarkan hasul analisa
 Ketersediaan alat penyebaran informasi peringatan dini (telepon, radio,
televisi, dan sebagainya.)
 Uji coba latihan sistem peringatan dini.
4. Managemen informasi
 Sistem informasi yang dikembangkan untuk peringatan dini bencana
tsunami. Khususnya yang berkaitan dengan akan terjadinya tsunami
 Masyarakat dan tiap rumah tangga harus pula memiliki informasi penting
terkini berkaitan dengan kesiapsiagaan bencana tsunami.
5. Gladi simulasi bencana
Hal ini termasuk dalam simulais kesiapsiagaan menghadapi bencana.
Khususnya tentang peringatan dini dan evakuasi, harus dilakukan secara
berkala dan rutin dilapangan. Gunanya adalah untuk menguji tingkat
kesiapsiagaan dan membiasakan diri para petugas dan masyarakat menghadapi
bencana

D. PEMULIHAN : REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASCA


BENCANA TSUNAMI

Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang


penanggulangan bencana serta Perarturan pemerintah Nomor 11 Tahun 2008,
tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca bencana, adalah merupakan
tanggung jawab pemerintah daerah maupun masyarakat.

Setalah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati, maka
langkah berikutnnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi. Rehabilitasi
merupakan suatu usaha normalisasi, perbaikan dan pemulihan semua aspek
pelayanan masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana
baik pemerintahan maupun kehidupan masyarakat (bersifat sementara).
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua sarana dan prasarana di
wilayah pasca bencana dengan tujuan tumbuh dan berkembangnya kembali
kehidupan masyarakat (bersifat permanen).

11
Prinsip Dasar Untuk Rekonstruksi Daerah Bencana

Rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana memang harus mencakup


bidang yang luas, seperti infrastuktur, tata ruang, sumber daya alam dan
lingkungan hidup, ekonomi dan keamanan masyarakat, hukumdan hak asasi,
kelembagaan dan pemerintahan, dan sosial budaya serta agama. Namun demikian,
sejumlah prinsip dalam rahabilitasi dan rekonstruksi bidang-bidang tersebut harus
mendapatkan perhatian serius.

Prinsip dasar rahabilitasi menurut Peraturan BNBP Nomor 11 Tahun 2008


tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana, meliputi:

1. Menempatkan masyarakat tidak saja sebagai korban bencana, namun juga


sebagai pelaku aktif dalam kegiatan rehabilitasi.
2. Kegiatan rehabilitasi merupakan rangkaian kegiatan yang terkait dan
terintegrasi dengan kegiatan prabencana, tanggap darurat dan pemulihan dini
serta kegiatan rekonstruksi.
3. “Early recovery” dilakukan oleh “Rapid Assessment Team”
segerasetelahterjadibencana.
4. Program Rehabilitasi dimulai segera setelah masa tanggap darurat (sesuai
dengan Perpres tentang Penetapan Status dan Tingkatan Bencana) dan
diakhiri setelah tujuan utama rehabilitasi tercapai.
Sementara, Prinsip dasar rekonstruksi, meliputi:
1. Sejauh mana rekonstruksi dalam berbagai aspek tersebut sejalan dengan
konsepsi-konsepsi lokal yang ada dalam masyarakat yang telah menjadi dasar
bagi tindakan-tindakan dan penataan
2. Proses rekonstruksi sepatutnya juga disesuaikan dengan nilai dan norma yang
berlaku di masyarakat
3. Sosial capital yang dimiliki oleh masyarakat merupakan bagian dari model
pembanggunan yang perlu dipelihara dan diaktualisasikan
4. Rekonstruksi selain harus berarti membangun kembali peninggalan yang
rusak, juga berorientasi pada perwatan pada apa yang telah dianggap milik
bersama.

Pelaksaan kegiatan-kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana


tsunami harus dilaksanakan dalam rangka pengurangan risiko bencana tsunami di
masa yang akan datang, mengingat bahwa ancaman bahaya tsunami akan selalu
ada. Oleh karena itu, pasca terjadinya bencana tsunami harus dilakukan kegian
rehabilitasi dan rekonstruksi untuk memulihkan keadaan masyarakat baik dari
segi psikis dan fisik juga untuk mengantisipasi terjadinya bencana tsunami yang
akan.

12
Kegiatan-kegiatan pemulihan ini meliputi:

1. Rencana Tata Ruangdan Wilayah

Melakukan rancana tata ruang dan wilayah (RT RW) berdasarkan analisis
risiko bencana tsunami. Ini termasuk rencana tersruktur, polaruang wilayah, dan
penetapan kawasan dengan mempertimbangkan potensi risiko bencana tsunami
yang telah ditetapkan oleh lembaga berwenang.Yaitu ditetapkan dalam:

 Membangun kembali dan memperbaiki lingkungan daerah bencana tsunami


dan prasarana fisik serta upaya lain untuk meminimalkan risiko bencana
tsunami.
 Membangun kembali dan memperbaiki sarana dan prsarana publik, seperti
jalan raya, jembatan, rumah sakit, sekolah, pasar, gedung-gedung kantor
pemerintah dan olahraga, yang memenuhi standar teknis tata bangunan
(arsitektur) serta pemakaian alat yang lebih baik dengan mempertimbangkan
potensi risiko bencana tsunami.
 Membangun kembali dan memperbaiki rumah masyarakat yang memenuhi
standar teknis tata bagunan (arsitektur) dengan mempertimbangkan potensi
risiko bencana tsunami.
 Menyelenggarakan pendidikan, penyuluhan dan pelatihan mengenai hal-hal
tersebut.
 Menyelenggarakan pendampingan sosial, psikologi dan dukungan moral
kepada korban bencana, mengadakan dan memperbaiki kehidupan
masyarakat yang hancur karena bencana tsunami.
2. Menigkatkan kemampuan masyarakat
Pascabencana tsunami harus ada upaya untuk meningkatkan kemampuan
membangun kembali dan memperbaiki rumah, gedung dan bangunan
sejenisnya yang memenuhi standar teknis tata bangunan (arsitektur) dengan
mempertimbangkan potensi risiko bencana tsunami, yang telah ditetapkan
lembaga berwenang serta sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah (RT
RW). Berkaitan dengan hal tersebut, pascabencana masyarakat perlu
memperhatikan hal-hal berikut,yaitu:
 Tidak membangun kembali rumah dan sejenisnya di daerah rawan bencana
tsunami
 Tidak menggantungkan kembali sumber mata pencahariannya pada
kegiatan yang tidak aman dan rawan bahaya tsunami

Sementara itu perlu pula malaksanakan itu perlu pula melaksanakan


kegiatan pelatihan dan bantuang modal usaha untuk mengurangi
ketergantungan masyarakat kepada sumber mata pencaharian yang tidak aman
dan rawan bahaya tsunami. (PVMBG,2006)

13
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

 Tsunami adalah gelombang laut yang besar dengan periode panjang yang
ditimbulkan oleh adanya tekanan kuat dari dasar laut
 Salah satu penyebab terjadinya stunami adalah Gempa bumi tektonik di
dasar laut atau danau yang diikuti dengan pergeseran atau perpindahan
masa tanah atau batuan yang sangat besar.
 Masyarakat harus secara aktif sendiri-sendiri atau bersama-sama
melakukan pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya tsunami.
 Mitigasi meliputi segala tindakan yang mencegah bahaya, mengurangi
kemungkinan terjadinya bahaya, dan mengurangi daya rusak suatu bahaya
yang tidak dapat dihindarkan
 Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
penanggulangan bencana serta Perarturan pemerintah Nomor 11 Tahun
2008, tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi pasca bencana,
adalah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah maupun
masyarakat.
 Kesiapsiagaan menghadapi bencana tsunami dilakukan bila upaya
pencegahan dan miigasi bencana tsunami telah dilaksanakan namun
bencana tsunami tidak dapa dielakkan untuk terjadi maka perlu upaya
kesiapsiagaan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Pond, S., and Pickard, G., 1983, Introductory Dynamical Oceanography Second
Edition, Pergamon Press, Great Britain.

Anhert F. 1996. Introduction to Geomorphology. London (UK): Arnold.


Beni S Ambarjaya. 2006. Tsunami Sang Gelombang Pembunuh. Jakarta (ID): CV
Karya Mandiri Pratama.
Diposaptono S, Budiman. 2006. Tsunami. Bogor (ID): Buku Ilmiah Populer.
Djunire S. 2009. Kajian bahaya dan risiko tsunami berbasis geomorfologi untuk
menunjang rencana tata ruang kota Manokwari provinsi Papua Barat
[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[FEMA] Federal Emergency Management Agency. 2008. Guidelines for Design
of Structures for Vertical Evacuation from Tsunamis [internet].
[diunduh 2016 Des 25]. Tersedia pada: https://www.fema.gov/media-
library-data/2013 0726-1641-20490-9063/femap646.pdf.
Ihsan F. 2017. Perencanaan lanskap kota Pariaman provinsi Sumatera Barat
berbasis mitigasi tsunami [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Kementerian Pekerjaan Umum. 2009. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
2 Tahun 2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Penetapan Status
Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan
Barang Milik Negara di Lingkungan Departemen Pekerjaan Umum.
Jakarta (ID): Kementerian Pekerjaan Umum.
[PVMBG] Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2006. Gempa Bumi
dan Tsunami.
Sudrajat A. 1994. Sekilas tentang tsunami dan upaya penanggulangan bahayanya.
Makalah Seminar Masalah Tsunami di Indonesia dan Aspek-Aspeknya.
Bandung 6 September 1994.
Sutowijoyo AP. 2005. Tsunami, karakteristiknya dan pencegahannya. Jakarta
(ID): Badan Meteorologi dan Geofisika.
Yulianto E, F Kusmayanto, N Supriyatnam Dirhamsyah. 2008. Selamat dari
Bencana Tsunami, Pembelajaran dari Tsunami Aceh dan
Pangandaram. Jakarta (ID): UNESCO.

15

Anda mungkin juga menyukai