Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

TANAH LONGSOR

Kelompok 3

Kelas 6B

Disusun oleh :

Ana Sulistiya 201702054


Berliana Crishmawati 201702057
Lulut Oktavia 201702079
Reka Riesta Ardiyanti 201702089
Tsalisa Regita Cahyani 201702097
Yoqi Putra Prastya 201702102

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA MULIA MADIUN
2020

11
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat serta
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan judul
“PENANGGULANGAN KONDISI BENCANA : TANAH LONGSOR”
Makalah ini disusun bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Bencana.
Selain itu sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan memotivasi mahasiswa dalam
menyusun makalah.
Terimakasih kepada Bu Tantri Arini,S.Kep.,Ns.,M.Kep Selaku dosen Keperawatan
Bencana dan juga kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Selain
itu sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan memotivasi mahasiswa dalam menyusun
makalah.
            Penyusun menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dan keterbatasan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik dari pembaca
sekalian demi memperbaiki  makalah ini dalam penulisan lain di kemudian hari.
            Dan semoga makalah ini dapat mendatangkan manfaat bagi kita semua. Sekian dan
terimakasih.

Madiun, 13 Maret 2020


Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, oleh karena
itu manusia tidak dapat dipisahkan dari alam. Alam memang sangat erat kaitannya dengan
kehidupan manusia, akan tetapi selain menguntungkan alam juga dapat merugikan bagi
manusia, contohnya akhir-akhir ini banyak sekali bencana alam khususnya di Indonesia.
Melihat fenomena tersebut sehausnya manusia dapat berpikir bagaimana untuk dapat hidup
selaras dengan alam. Karena alam tidak dapat ditentang begitu pula dengan bencana.
Tanah longsor merupakan jenis bencana terbesar ke 3 (tiga) di Indonesia setelah
bencana banjir dan puting beliung. Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di
Indonesia adalah hasil letusan gunung api. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar
lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di atas
batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal
berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan
berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan
dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor. (Nandi. 2007)

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana faktor penyebab kondisi bencana?
2. Bagaimana penilaian resiko bencana tanah longsor?
3. Apa saja perencanaan dalam menghadapi kondisi bencana?
4. Bagaimana pemberdayaan masyarakat dalam kondisi tanah longsor?
5. Bagaimana permasalahan kesehatan dan solusi dalam kondisi tanah longsor?
6. Bagaimana prinsip penanggulangan tanah longsor?
7. Bagaimana teknik evakuasi?
8. Bagaimana perawatan saat dan setelah tanah longsor?
9. Bagaimana upaya pencegahan tanah longsor?
10. Bagaimana pemenuhan kebutuhan jangka panjang?
11. Bagaimana contoh kasus bencana tanah longsor yang pernah terjadi di suatu daerah?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui faktor penyebab kondisi bencana


2. Untuk mengetahui penilaian resiko bencana tanah longsor
3. Untuk mengetahui perencanaan dalam menghadapi kondisi bencana
4. Untuk mengetahui pemberdayaan masyarakat dalam kondisi tanah longsor
5. Untuk mengetahui permasalahan kesehatan dan solusi dalam kondisi tanah longsor
6. Untuk mengetahui prinsip penanggulangan tanah longsor
7. Untuk mengetahui teknik evakuasi
8. Untuk mengetahui perawatan saat dan setelah tanah longsor
9. Untuk mengetahui upaya pencegahan tanah longsor
10. Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan jangka panjang
11. Untuk mengetahui contoh kasus bencana tanah longsor yang pernah terjadi di suatu
daerah
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 Faktor Penyebab Kondisi Bencana Tanah Longsor
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar
daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan
kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air,
beban serta berat jenis tanah batuan (Moch Bachri, 2006 & Nandi, 2007). Menurut
Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 faktor-faktor penyebab terjadinya tanah
longsor antara lain :
a. Hujan
Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena
meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan
terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan
munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah
permukaan.
Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat
mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya
sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat.
Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah
yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga
menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat
dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi
mengikat tanah.
b. Lereng terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal
terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut
lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang
longsorannya mendatar.
c. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan
lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk
terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan
terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa
terlalu panas.
d. Batuan yang kurang kuat
Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran
antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah
menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah
longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.
e. Jenis tata lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan
adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat
untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air
sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah
karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya
terjadi di daerah longsoran lama.
f. Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin,
dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan,
lantai, dan dinding rumah menjadi retak.
g. Susut muka air danau atau bendungan
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi
hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah
yang biasanya diikuti oleh retakan.
h. Adanya beban tambahan
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan
memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada
daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang
arahnya ke arah lembah.
i. Pengikisan/erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat
penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.
j. Adanya material timbunan pada tebing
Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan
pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum
terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan
akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.
k. Bekas longsoran lama
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material
gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit
bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri :
1) Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda.
2) Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan
subur.
3) Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.
4) Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.
5) Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada
longsoran lama.
6) Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil.
7) Longsoran lama ini cukup luas.
l. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)
Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:
1) Bidang perlapisan batuan
2) Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar
3) Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat.
4) Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak
melewatkan air (kedap air).
5) Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.
6) Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai
bidang luncuran tanah longsor.
m. Penggundulan hutan
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana
pengikatan air tanah sangat kurang.
n. Daerah pembuangan sampah
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah
banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan,
seperti yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana
ini menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal.

2.2 Penilaian Resiko Bencana Tanah Longsor


Penilaian risiko merupakan suatu metodologi untuk menentukan proses dan keadaan-
keadaan risiko melalui melalui analisis-analisis potensi potensi bahaya (hazards) dan
evaluasi kondisi kini dari kerentanan yang dapat berpotensi membahayakan orang, harta,
kehidupan, dan lingkungan tempat tinggal (ISDR –Living with Risk, 2004). Smith dan
Petley (2009) mendefinisikan penilaian risiko (risk assessement) sebagai suatu proses
evaluasi tentang pentingnya risiko, baik secara kuantitatif atau kualitatif. Penilaian risiko
bencana tanah longsor tersusun dari ancaman bencana tanah longsor, kerentanan tanah
longsor, dan kapasitas bencana. Dalam penyusunan penilaian risiko bencana diperlukan
penghitungan komponen berdasarkan penghitungan indeks-indeks dan data yang akan
dijelaskan sebagai berikut.
1) Indeks Ancaman Bencana Tanah Longsor
Dalam penyusunan peta ancaman risiko bencana, komponen-komponen utama ini
dipetakan dengan menggunakan perangkat GIS. Pemetaan baru dapat dilaksanakan setelah
seluruh data indikator pada setiap komponen diperoleh dari sumber data yang telah
ditentukan. Data yang diperoleh kemudian dibagi dalam 3 kelas ancaman, yaitu rendah,
sedang dan tinggi. Peta ancaman gerakan tanah diperoleh dari overlay beberapa parameter,
diantaranya kondisi kelerengan, tutupan vegetasi, jarak sesar/patahan, intensitas
guncangan, dan curah hujan. Tingkat ancaman bencana tanah longsor diperoleh dengan
menggabungkan hasil indeks ancaman dan indeks penduduk terpapar (indeks penduduk
terpapar). Penentuan tingkat ancaman dilakukan dengan menggunakan matriks yang
terlihat pada tabel di bawah.
T
Indeks Penduduk Terpapar
Tingkat Ancaman
Rendah Sedang Tinggi
Rendah
Indeks
Sedang
Ancaman
Tinggi
ingkat AncamanSumber:Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012
Tingkat Ancaman Rendah
Tingkat Ancaman Sedang
Tingkat Ancaman Tinggi
2) Indeks Kerentanan Bencana Tanah Longsor
Kerentanan dapat didefinisikan sebagai wilayah terbuka (exposure) atau tempat yang
sangat rentan terkena bahaya dengan aset-aset wilayah terkena dampak kerusakan
(sensitivity). Indeks yang digunakan dalam analisis kerentanan terutama adalah informasi
keterpaparan. Dalam dua kasus informasi disertakan pada komposisi paparan (seperti
kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio orang cacat dan rasio
kelompok umur).
3) Kapasitas Bencana
Kapasitas merupakan seperangkat kemampuan yang memungkinkan masyarakat
untuk meningkatkan daya tahan terhadap efek bahaya yang mengancam/merusak, dan
meningkatkan ketahanan serta kemampuan masyarakat untuk mengatasi dampak dari
kejadian yang membahayakan. Kekuatan/potensi yang ada pada diri setiap individu dan
kelompok sosial. Kapasitas ini dapat berkaitan dengan sumberdaya, keterampilan,
pengetahuan, kemampuan organisasi, dan sikap untuk bertindak dan merespon suatu krisis
(Anderson dan Woodrow, 1989 dalam Paripurno 2001).

2.3 Perencanaan dalam Menghadapi Kondisi Bencana


Berdasarkan siklus waktunya, kegiatan perencanaan bencana dapat dibagi 4 kategori
yaitu sebagai berikut :
a. kegiatan sebelum bencana terjadi (mitigasi)
b. kegiatan saat bencana terjadi (perlindungan dan evakuasi)
c. kegiatan tepat setelah bencana terjadi (pencarian dan penyelamatan)
d. kegiatan pasca bencana (pemulihan/penyembuhan dan perbaikan/rehabilitasi).
2.4 Pemberdayaan Masyarakat dalam Kondisi Tanah Longsor
Pemberdayaan sangat penting untuk meningkatkan ketangguhan dalam mengadapi
bencana mengingat setiap terjadi bencana selalu terjadi ada sebagian desa yang yang
terisolasi dan karena sudah dibekali ilmu maka masyarakat yang terisolir bisa bertahan
hidup dengan persediaan yang dipunyai. Berikut tujuan pemberdayaan masyarakat :
a. Terwujudnya komitmen masyarakat dalam menghadapi bencana.
b. Terlaksananya kesiap dan kemampuan masyarakat dalam upaya penanggulanga
bencana.
c. Terwujudnya kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam melaksanakan upaya
pengurangan risiko bencana
d. Terwujudnya masyarakat sadar dan akrab bencana.
Pemberdayaan masyarakat adalah upaya fasilitasi proses individu, keluarga dan
masyarakat untuk:
1) Mengambil tanggung jawab atas diri, keluarga dan masyarakat dalam pengurangan
risiko bencana.
2) Mengembangkan kemampuan untuk berperan dalam upaya pengurangan risiko
bencana bagi diri sendiri dan masyaraat sehingga termotivasi untuk mengenali
ancaman bencana dan risikonya.
3) Menjadikan pelaku/perintis dalam upaya pengurangan risiko dan menjadi pemimpin
pergerakan masyarakat yang dilandasi semangat gotong royong, kebersamaan dan
kemandirian.

2.5 Permasalahan Kesehatan dan Solusi dalam Kondisi Tanah Longsor


Permasalahan bencana terhadap kesehatan masyarakat relatif berbeda-beda, antara
lain tergatung dari jenis dan besaran bencana yang terjadi. Seperti halnya pada kondisi
bencana tanah longsor termasuk daalam jangka pendek yang dapat mengakibatkan korban
meninggal, cedera berat yang memerlukan perawatan intensif, peningkatan risiko penyakit
menular, kerusakan fasilitas kesehatan dan sistem penyediaan air (pan American Health
Organization,2006). Adapun cara mencegah agar tidak terjadinya bencana tanah longsor
yaitu :
1. Tidak membuat rumah dibawah, tepat di pinggir, atau dekat tebing.
2. Membuat teraserig atau sengkedan di lereng jika membuat pemukiman.
3. Tidak membuat kolam atau perkebunan di lereng yang dekat pemukiman.
4. Tidak memotong tebing menjadi tegak, biarkan miring.
5. Membuat saluran pembuangan air yang otomatis bisa menjadi saluranpenampungan air
tanah.
6. Menanam tanaman keras dan ringan dengan jenis akar dalam, di wilayah curam.

2.6 Prinsip Penanggulangan Tanah Longsor


Dalam Undang-Undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana,
disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan yaitu :
a. Cepat dan tepat
Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam
penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan
tuntutan keadaan. Keterlambatan dalam penanggulangan akan berdampak pada
tingginya kerugian material maupun korban jiwa.
b. Prioritas
Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi bencana,
kegiatan penggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan pada kegiatan
penyelamatan jiwa manusia.
c. Koordinasi dan keterpaduan
Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penanggulangan bencana
didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan
“prinsip keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai
sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling
mendukung.
d. Berdaya guna dan berhasil guna
Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam mengatasi
kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya
berlebihan. Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan
penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan
masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya berlebihan.
e. Transparansi dan akuntabilitas
Yang dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa penanggulangan
bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud
dengan “prinsip akuntabilitas” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara
terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.
f. Nondiskriminatif
Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminatif” adalah bahwa negara dalam
penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis
kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apa pun.

2.7 Teknik Evakuasi dalam Kondisi Bencana Tanah Longsor


Menurut BNPB ada upaya untuk melakukan evakuasi mandiri, antara lain :
A. Prabencana :
1. Mengurangi tingkat keterjalan lereng permukaan maupun airtanah. (Perhatikan fungsi
drainase adalah untuk menjauhakan airdari lereng, menghindari air meresap ke dalam
lereng atau menguras air ke dalam lereng ke luar lereng. Jadi drainase harus dijaga
agar jangan sampaitersumbat atau meresapkan air ke dalam tanah).
2. Pembuatan bangunan penahan, jangkar (anchor) dan pilling.
3. Hindarkan daerah rawan bencana untuk pembangunan pemukiman dan fasilitas utama
lainnya.
4. Terasering dengan sistem drainase yang tepat (drainase pada teras - teras dijaga jangan
sampai menjadi jalan meresapkan air ke dalam tanah).
5. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam dan jarak tanam yang
tepat (khusus untuk lereng curam, dengan kemiringan lebih dari 40 derajat atau sekitar
80% sebaiknya tanaman tidak terlalu rapat serta diseling-selingi dengan tanaman yang
lebih pendek dan ringan, di bagian dasar ditanam rumput).
6. Melakukan pemadatan tanah di sekitar perumahan. Pengenalan daerah rawan longsor.
7. Pembuatan tanggul penahan untuk runtuhan batuan (rock fall).
8. Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air masuk secara cepat ke dalam
tanah.
9. Pondasi tiang pancang sangat disarankan untuk menghindari bahaya liquefaction
(infeksi cairan).
10. Dalam beberapa kasus relokasi sangat disarankan. Menanami kawasan yang gersang
dengan tanaman yang memiliki akar kuat, banyak dan dalam seperti nangka, durian,
pete, dan sebagainya.
11. Tidak mendirikan bangunan permanen di daerah tebing dan tanah yang tidak stabil
(tanah gerak).
12. Membuat selokan yang kuat untuk mengalirkan air hujan.
13. Waspada ketika curah hujan tinggi.
14. Jangan menggunduli hutan dan menebang pohon sembarangan.
15. Utilitas yang ada di dalam tanah harus bersifat fleksibel.
B. Saat Bencana
1. Segera evakuasi untuk menjauhi suara gemuruh atau arah datangnya longsoran.
2. Apabila mendengar suara sirine peringatan longsor, segera evakuasi ke arah zona
evakuasi yang telah ditentukan. (Beberapa wilayah di Indonesia telah terpasang Sistem
Peringatan Dini Longsor).
C. Pascabencana
1. Hindari wilayah longsor karena kondisi tanah yang labil.
2. Apabila hujan turun setelah longsor terjadi, antisipasi longsor susulan.

2.8 Perawatan Saat dan Setelah Tanah Longsor


A. Perawatan saat terjadi tanah longsor sebagai berikut :
1. Jangan panik dan tetap tenang ; berusaha bersikap tenang, karena kondisi panik akan
mengakibatkan masyarakat itu sendiritidak dapat bertindak dengan tepat.
2. Cepat tinggalkan rumah, jika tanah longsor terjadi di sekitar rumah. Berlindung ke
tempat yang aman dan jangan mendekati daerah longsoran, karena longsor susulan
masih mungkin terjadi.
3. Bila memungkinkan bantu keluarga dan orang lain yang mengalami situasi sulit
akibat longsor.
4. Segera hubungi petugas dilinkungan tempat tinggal.
5. Jika kondisi di sekitar tempat tinggal membahayakan, mengungsilah.
6. Pantau terus informasi apabila informasi menyatakan kondisi belum aman, jangan
dulu kembali kerumah.
B. Perawatan setelah terjadi tanah longsor sebagai berikut :
1. Jauhi kawasan yan terkena longsor dan tetap berada di tempat yang aman.
2. Ikuti terus informasi untuk memastikan sudah berada ditempat yang tepat dan aman.
3. Berikanlah pertolongan bagi yang membutuhkan tanpa membahayakan keselamatan
diri sendiri.
4. Laporkan kondisi dan kejadian dengan singkat dan jelas.
5. Kembalilah ke rumah jika situasi dan kondisi di tempat tinggal sudah dinyatakan
aman.
6. Ikuti perintah relokasi apabila telah diputuskan oleh pihak yang berwenang.

2.9 Upaya Pencegahan Tanah Longsor


Pada masyarakat yang tinggal di pengunungan ataupun di berada tanah rawan
longsor untuk melakukan pencegahan terhadapbencana longsor, berikut upaya pencegahan
yang bisa dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, antara lain :
1. Tidak menebang atau merusak hutan
2. Melakukan penanaman tumbuh-tumbuhan berakar kuat, seperti nimba, bambu, akar
wangi, lamtoro, dsb, maupun pada lereng-lereng yang gudul
3. Membuat saluran air hujan
4. Membangun dinding penahan di lereng-lereng yang terjal
5. Memeriksaan keadaan tanah secara berkala
6. Mengukur tingkat kederasan hujan.

2.10 Pemenuhan Kebutuhan Jangka Panjang


Sedangkan berdasarkan UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
pemenuhan kebutuhan dasar bidang kesehatan lingkungan dalam penanggulangan bencana
yang harus dipenuhi antara lain:
a. Kebutuhan air bersih dan sanitasi.
b. Pangan.
c. Sandang.
d. Pelayanan Kesehatan.
e. Pelayanan psikososial.
f. Penampungan dan tempat hunian.
Standar minimal kebutuhan bidang kesehatan lingkungan saat bencana telah diatur
dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
1357/Menkes/SK/XII/2001 tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah Kesehatan
Akibat Bencana dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
12/MENKES/SK/I/2002 tentang Pedoman Koordinasi Penanggulangan Bencana Di
Lapangan.

2.11 Contoh Kasus Bencana Tanah Longsor yang Pernah Terjadi Di Suatu Daerah

Longsor di Banjarnegara, Satu Orang Tewas


Tertimbun
CNN Indonesia | Sabtu, 02/11/2019 13:59 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Satu orang tewas akibat tanah longsor yang terjadi di
Kelurahan Parakancanggah, Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi
Jawa Tengah, Sabtu (2/11) pagi. Korban tewas bernama Winoto (45), warga Desa
Plumbungan, Kabupaten Banjarnegara.
"Tanah longsor terjadi akibat hujan dengan intensitas tinggi dan ada saluran irigasi yang
jebol," ujar Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) Agus Wibowo seperti dikutip dari Antara.
Longsor itu juga menyebabkan dua orang luka berat yakni Sabar (30) dan Darto (50).
Agus menuturkan keduanya kini masih dirawat di RSUD Kabupaten Banjarnegara.
Selain korban luka dan tewas, longsor turut menyebabkan satu unit rumah rusak
parah karena tertimbun tanah dan satu unit rumah rusak ringan. Kerugian akibat longsor ini
ditaksir mencapai Rp40 juta.
Dari keterangan saksi, kata Agus, longsor itu dipicu retakan tanah di sisi timur salah
satu rumah sejak Jumat (1/11) malam. Akibatnya air dari irigasi merembes dan masuk ke
jalan warga.
"Kemudian saksi membersihkan dan menutup rekatannya pagi tadi. Selang satu jam
setelah pembersihan ditinggal pulang, tiba-tiba banyak warga teriak 'longsor' sekitar pukul
06.00 WIB," kata Agus.
Warga lantas mendatangi lokasi longsor dan berupaya menyelamatkan penghuni
rumah yang terjebak timbunan tanah. Warga yang tertimbun ini, menurut Agus, merupakan
warga pendatang yang berprofesi sebagai penjual bakso pikul.
"Dua orang selamat dan satu orang dievakuasi pukul 07.50 WIB, Winoto, dalam
kondisi meninggal dunia," ucapnya. Agus mengatakan saat ini Tim Reaksi Cepat BPBD
telah mengkaji peristiwa longsor yang terjadi. Sejumlah tim gabungan dari TNI, Polri, dan
relawan juga mulai membersihkan material longsor.
Pembahasan kasus  :
a. Faktor penyebab tanah longsor terjadi akibat hujan dengan intensitas tinggi dan ada
saluran irigasi yang jebol dipicu retakan tanah di sisi timur salah satu rumah. Akibatnya
air dari irigasi merembes dan masuk ke jalan warga, di daerah Kelurahan
Parakancanggah, Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa
Tengah Kelurahan Parakancanggah, Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara,
Provinsi Jawa Tengah.
b. Permasalahan bencana terhadap kesehatan masyarakat dalam kondisi tanah longsor
sehingga menyebabkan satu orang tewas, dan dua orang luka berat.
c. teknik evakuasi pada saat bencana warga lantas mendatangi lokasi longsor dan berupaya
menyelamatkan penghuni rumah yang terjebak timbunan tanah.
BAB III
PENUTUP

3.1   Kesimpulan

Berikut beberapa faktor penyebab tanah longsor : Hujan, Lereng terjal, Tanah yang
kurang padat dan tebal, Batuan yang kurang kuat, Jenis tata lahan, dll.
Permasalahan bencana terhadap kesehatan masyarakat relatif berbeda-beda, antara
lain tergatung dari jenis dan besaran bencana yang terjadi. Seperti halnya pada kondisi
bencana tanah longsor termasuk daalam jangka pendek yang dapat mengakibatkan korban
meninggal, cedera berat yang memerlukan perawatan intensif, peningkatan risiko penyakit
menular, kerusakan fasilitas kesehatan dan sistem penyediaan air (pan American Health
Organization,2006). Adapun cara mencegah agar tidak terjadinya bencana tanah longsor
yaitu : Tidak membuat rumah dibawah, tepat di pinggir, atau dekat tebing, membuat
teraserig atau sengkedan di lereng jika membuat pemukiman, tidak membuat kolam atau
perkebunan di lereng yang dekat pemukiman, dll.
Menurut BNPB ada upaya untuk melakukan evakuasi mandiri, antara lain :
Prabencana, Saat Bencana, Pascabencana.

3.2 Saran
  

Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam mengikuti


proses pembelajaran mengenai bencana tanah longsor yang ada di indonesia. Sebagai
petugas kesehatan perlu mengetahui pengetahuan masyarakat tentang kesehatan. Dengan 
mengetahui pengetahuan masyarakat, maka petugas kesehatan akan mengetahui mana yang
perlu ditingkatkan, diubah dan pengetahuan mana yang perlu dilestarikan dalam
memperbaiki status kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

https://siaga.bnpb.go.id/hkb/po-content/uploads/documents/Buku_Saku-10Jan18_FA.pdf, di akses
pada tanggal 13 Maret 2020.
http://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id/index.php/jki/article/download/21/15, 13 Maret 2020.

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191102134427-20-445068/longsor-di-banjarnegara-satu-
orang-tewas-tertimbun, 13 Maret 2020.

Anda mungkin juga menyukai