Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

EVALUASI PENANGANAN BENCANA TANAH LONGSOR

DI DESA BANARAN, PONOROGO , JAWA TIMUR

DISUSUN OLEH :

1. A. Khafivah Fitriani Kadir (PO713201181001)


2. Ainun Nariyah (PO713201181002)
3. Airmawati Febrilia H (PO713201181003)
4. Andra Tri Anandah (PO713201181004)
5. Cici Putri Andini (PO713201181006)
6. Dita Fauziah S. Syahban (PO713201181007)
7. Dwi Adelia Hidayah (PO713201181008)

KELOMPOK 1
TINGKAT 3A D3 KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR


PRODI D3 KEPERAWATAN
2020-2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Evaluasi penanganan bencana tanah longsor di Ponorogo “ ini tepat
pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas  dosen pada mata kuliah “Disaster Manajemen” Prodi D3 Keperawatan.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang evaluasi
penanganan bencana alam bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 24 September 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB 1 PENDAHULUAN 4
A. LATAR BELAKANG 4
B. RUMUSAN MASALAH 5
C. TUJUAN
PEMBAHASAN……………………………………………………………………5

BAB 2 PEMBAHASAN 6
A. PENYEBAB TANAH LONGSOR 6
B. DAMPAK TANAH LONGSOR 8
C. TAHAPAN
PENANGGULANGAN……………………………………………………………9

BAB 3 PENUTUP 12
A. KESIMPULAN 12
B. SARAN 12
DAFTAR PUSAKA……………………………………………………………………...13

LAMPIRAN ……………………………………………………………………………..14

A. ARTIKEL HASIL DOWNLOAD 14


B. DOKUMENTASI DISKUSI KELOMPOK 28

3
BAB 1

A. Latar Belakang

Longsor merupakan salah satu ancaman bencana terbesar di


Indonesia. Menurut data statistik Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB), longsor menduduki peringkat ketiga yang memiliki
frekuensi kejadian tertinggi setelah banjir dan puting beliung.
Sudibyakto (2011) mengemukakan bahwa tingginya angka kejadian
longsor di Indonesia disebabkan karena potensi curah hujan di
beberapa daerah yang tinggi, kondisi geologis, batuan yang lapuk,
kedalaman solum tanah yang cukup tebal, adanya bidang gelincir yaitu
lapisan batuan yang tidak tembus air (impermeable layers) di dalam
tanah, dan adanya kemiringan lereng lebih dari 30°. Khususnya di
Pulau Jawa, tatanan geologi, karakteristik topografi dan karakteristik
iklim menyebabkan tingginya paparan longsor (Christanto et al, 2009).
Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah
hasil letusan gunung api. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar
lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanah pelapukan
yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan
dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan
tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas
tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat
dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor.
( Nandi. 2007 )
Pada tanggal 1 April 2017 terjadi bencana tanah longsor di Desa
Banaran, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur. Bencana ini menyebabkan
28 orang dinyatakan hilang saat kejadian pertama dan sisanya
mengalami luka-luka. Selain itu, banyak rumah warga yang luluh
lantak akibat dampak bencana ini.

4
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan di atas, maka rumuskan masalahnya


adalah sebagai berikut :

i. Apa sajakah penyebab terjadinya tanah longsor


ii. Apa sajakah dampak terhadap masyarakat yang diakibatkan
oleh terjadinya bencana tanaah longsor di ponorogo ini
iii. Bagaimanakah prinsip penanggulangan bencana tanah
longsor ?

C. Tujuan Masalah
Mengetahui gambaran umum dan penanggulangan serta tahapan
penanggulanan pascabencana tanah longsor di Ponorogo tahun 2017 ini.

5
BAB 2

A. Penyebab Tanah Longsor

1. Kelerengan
Secara umum, geomorfologi terbentuk oleh perbukitan sedang
sampai terjal. Di bagian lereng dan bawah perbukitan ini
dipergunakan sebagai tempat pemukiman penduduk dan
perkebunan. Pengamatan pada puncak mahkota longsor di Dusun
Tangkil, Desa Banaran, ditunjukkan tebing dengan kelerengan
sekitar 70-140%, yang termasuk katagori sangat curam(very steep)
menurut klasifikasi Zuidam (1985)(Tabel 1). Kemiringan lereng di
bawahnya lebih landai lagi yang digunakan untuk permukiman dan
perladangan. Ketinggian mahkota longsor adalah 990-1.010 meter
di atas permukaan laut (dpal). Jarak antara mahkota longsor dengan
titik akhir terpanjang ke arah barat laut sekitar 1.500 meter.Arah
dari posisi tengah mahkota longsor ke arah selatan dan berbelok ke
arah timur. Keterbatasan data topografi yang detail sebelum
kejadian longsor menyebabkan kendala dalam interpretasi.
Berdasarkan pengolahan kontur yang diperoleh dari data rupabumi
skala 1:25.000 tahun 2016 maka dapat diidentifikasi wilayah
ketinggian dan kemiringan lereng sebelum terjadi longsor.
Ketinggian di lokasi longsor dan sekitarnya terbagi menjadi 4 kelas
yaitu 0-800 m, 800-900 m, 900-1000 m dan 1000-1200 m. Lokasi
longsor didominasi oleh ketinggian 800-900 meter. Sedangkan
permukiman di sekitar lokasi longsor berada di wilayah ketinggian
900-1000 meter

6
2. Pelapukan Batuan

Menurut peta geologi dari Sampurno & Samodra (1997),


batuan yang terdapat di Dusun Tangkil, Desa Banaran,
Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo terbentuk oleh Satuan
Morfoset Jeding-Paukbanteng (Qj),yang terdiri dari lava
andesit piroksen, breksi gunung api/breksi vulkanik dan sisipan
tuf dan batu apung. Lereng tersebut tersusun dari batuan
gunungapi yang bersifat urai dan banyak retakan, serta
menumpang pada batuan sedimen tersier yang dapat
membentuk bidang gelincir.

3. Retakan Batuan

Sebelum kejadian longsor biasanya didahului dengan


terbentuknya retakan atau rekahan batuan yang terjadi di
bagian atas mahkota longsor.Pertengahan bulan Maret 2017,
warga Dusun Tangkil sudah melihat rekahan/retakan batuan
yang terjadi di bagian atas mahkota longsor.Dijumpai adanya
rekahan di atas bukit yang longsor sebagai pertanda terjadinya
ketidakstabilan lereng.Rekahan ini menyebabkan air hujan
yang jatuh dapat lebih mudah untuk meresap ke dalam tanah
dan mempermudah terjadinya kejenuhan tanah.Menurut
PVMBG (2017), daerah kejadian tanah longsor merupakan
zona lemah, yang diperkirakan terdapat struktur patahan atau
sesar.

4. Penggunaan Lahan
Morfologi lahan sekitar lokasi longsor di Desa Banaran
Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo merupakan perbukitan
bergunung.Pada bagian lembah yang sempit mengalir sungai
dengan pola aliran yang berasal atau hulunya dari lereng lereng
perbukitan tersebut.Pada bagian bukit atau gunung kelerengan

7
lahannya sangat curam.Sedangkan lebar lembahnya tergolong
sempit yang sebagian dimanfaatkan untuk kawasan
permukiman penduduk

5. Curah hujan
Kondisi curah hujan sangat ekstrim menjadi salah satu pemicu
bencana tanah longsor di di Desa Banaran, Kec.Pulung.Curah
hujan tinggi telah terjadi pada hari-hari sebelum terjadi
longsor.Pemicu longsor besar di Desa Banaran adalah
tingginya curah hujan yang ada di sekitar kawasan lokasi
bencana.Hujan bahkan diinformasikan mengguyur selama tiga
hari sebelum kejadian secara terusmenerus dengan intensitas
tinggi.Sehari sebelum kejadian itu hujan terjadi mulai dari sore
hingga tengah malam.Kondisi itu memicu terjadinya serapan
air dalam tanah cukup tinggi, sehingga tanah dalam kondisi
jenuh air

6. Aktivitas Manusia
Faktor manusia dibeberapa bencana memang seringkali
menjadi faktor kunci terjadinya bencana.Terutama untuk
bencana tanah longsor. Ketidakseimbangan tanah akibat salah
pengelolaan budidaya manusia yang secara kumulatif dapat
memicu terjadi longsor yang sangat membahayakan
dikemudian hari

B. Dampak dari tanah longsor terhadap masyarakat


Berikut beberapa dampak tanah longsor terhadap masyarakat di
desa Banaran, Ponorogo :
1. Peningkatan morbiditas (angka kesakitan)
2. Tingginya angka kematian akibat tanah longsor

8
3. Masalah kesehatan lingkungan seperti kurangnya
penyediaan air bersih,tempat buang tinja, dan kepadatan
penampungan.
4. Kurangnya suplai makanan dan obat-obatan
menyebabkan kekurangan gizi,penyakit GERD ,
influenza, penyakit kulit, dsb.

C. Tahapan Penanggulangan

Adapun metode tahapan yang digunakan untuk memberi


pendampingan kepada Pemerintahan Desa Banaran Kecamatan
Pulung dalam menerapkan manajemen krisis dalam penanganan
bencana tanah Lonsor di Banaran, antara lain, yaitu:
1. Tahapan awal
Ada beberapa langkah yang dilakukan, antara lain,
yaitu:
- ekspos ke media sosial dalam rangka publikasi
dan penggalangan
- Rekruitmen relawan dari kalangan akademisi,
praktisi dan aktivis, termasuk membangun
kerjasama dengan stakeholder, didalamnya
Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBP) Kabupaten Ponorogo dan perguruan
tinggi.
- Penyusunan action-plans pendampingan

2. Tahapan Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan beberapa langkah, antara
lain, yaitu:

9
1. pemetaan relawan dan proses penangan bencana
tanah Lonsor di Banaran Kecamatan Pulung
Kabupaten Ponorogo, baik dalam tahap
pencegahan, tanggap darurat, rehabilitasi dan tahap
rekonstruksi. 2.
2. Melakukan studi banding ke Bantul dalam rangka
studi pengelolaan bencana, terutama pada tahap
rehabilitas dan tahap rekonstruksi.
3. Melakukan Focus Group Discutios (FGD), terutama
para relawan yang terlibat dalam tahap tanggap
darurat dan tahap rehabilitasi.
4. Melakukan pelatihan/ workshop Pemetaan Rawan
Bencana bagi relawan dan petugas BPBD dengan
melakukan kerjasama dengan Pemerintah
Kabupaten Ponorogo .

3. Tahapan monitoring dan evaluasi


Pada tahap ini yang dilakukan adalah melakukan
audensi dengan BPBD Kabupaten Ponorogo, BPBD
Kabupaten Bantul dan Perguruan Tinggi, terutama
UNIDA Gontor dan Unmuh Ponorogo untuk menjadi
mutu dan kelangsungan program tersebut.
Ini juga bertujuan mengembalikan dan memulihkan
fungsi bangunan dan infrastruktur yang mendesak
dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap darurat,
seperti rehabilitasi bangunan ibadah, bangunan sekolah,
infrastruktur sosial dasar, serta prasarana dan sarana
perekonomian yang sangat diperlukan. Sasaran utama
dari tahap rehabilitasi adalah untuk memperbaiki
pelayanan masyarakat atau publik sampai pada tingkat
yang memadai. Kerjasama antara unsur non-pemerintah

10
dan pemerintah, termasuk Polri dan TNI cukup baik.
Ada beberapa yang dilakukan, misalnya, memindahkan
siswa sekolah dasar Banaran, Kabupaten Ponorogo di
teras Masjid Jami di Dusun Krajan. Gedung SD
Banaran memang berada di jalur rawan longsor susulan.

11
BAB 3

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas ditarik kesimpulan,


bahwa bencana alam tanah longsor di desa Banaran ini
disebabkan oleh retakan batuan dan curah hujan yang
cukup tinggi beberapa waktu terakhir. Dan masih ada yang
perlu ditindak-lanjuti oleh pengabdian masyarakat yang
lain, yaitu perlunya peningkatan intensitas komunikasi dan
kerjasama dengan stakeholder, terutama dalam tahap
rekontruksi. Juga dalam tahap tanggap bencana sudah
sangat baik, tetapi perlu dibenahi dari segi manajemen
krisisnya. Sedangkan bagi pemerintahan perlu diformat
BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah).

B. SARAN

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat


bermanfaat. Apabila ada saran atau kritikan silahkan
disampaikan kepada kami.

Apabila terdapat kesalahan mohon dimaklumi dan


dimaafkan, karena kami adalah hamba Allah yang tak luput
dari kesalahan.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmulingkungan/article/vie
w/22202/pdf

https://www.slideshare.net/alfianisnan/makalah-pbl-2-
rehabilitasi-bencana-tanah-longsor-di-puncak-cisarua

https://wecare.id/tanah-longsor-ponorogo/

13
LAMPIRAN

1. ARTIKEL HASIL DOWNLOAD

© 2019 Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP

JURNAL ILMU LINGKUNGAN


Volume 17 Issue 2(2019) :272-282 ISSN
1829-8907

Analisis Penyebab Kejadian dan Evaluasi


Bencana Tanah Longsor di Desa Banaran,
Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo,
Provinsi Jawa Timur Tanggal 1 April 2017
Heru Sri Naryanto1, Hasmana Soewandita1, Deliyanti Ganesha1,
Firman Prawiradisastra1, dan Agus Kristijono1
1Pusat Teknologi Reduksi Risiko Bencana (PTRRB), Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT), Gedung Geostech, Kompleks Puspiptek, Serpong, Kota Tangerang
Selatan / Gedung 2 BPPT, Lantai 12, Jl.
MH Thamrin 8, Jakarta 10340
e-mail: heru.naryanto@bppt.go.id

ABSTRAK

Bencana tanah longsor di Indonesia semakin sering terjadi dari tahun ke tahun.Bencana tanah
longsor telah terjadi di Dusun Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten
Ponorogo, Provinsi Jawa Timur pada tanggal 1 April 2017. Lokasi tanah longsor di Desa
Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, terletak pada zona
kerentanan tinggi. Tipologi tanah longsor berupa longsoran bahan rombakan,yang kemudian
ke arah bawah (Sungai Tangkil) berkembang menjadi tipe aliran bahan rombakan. Faktor-
Faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya tanah longsor lokasi penelitian adalah:
kelerengan, batuan dan tanah, rekahan/retakan batuan, konversi lahan, drainase dan keairan,
curah hujan tinggi, dan aktivitas manusia. Dari kesemuanya faktor-faktor tersebut, yang paling
dominan dan berpengaruh terhadap tanah longsor adalah: lereng yang sangat curam, soil hasil
pelapukan sangat gembur dan tebal, alih fungsi lahan dan curah hujan yang tinggi. Material
longsoran tidak terkonsolidasi dengan baik sehingga masih mudah bergerak, dan kemungkinan
pembendungan pada Sungai Tangkil oleh material longsoran tersebut bisa berpotensi
terjadinya banjir bandang. Beberapa permukiman yang berada di sekitar lokasi longsor
mempunyai risiko tinggi dan sedang terhadap longsor, sehingga perlu dibangun kesiapsiagaan
masyarakat, pembangunan sistem peringatan dini longsor serta untuk jangka panjang adalah
relokasi jika memang kondisi semakin parah.Pertanian lahan kering pada lereng-lereng

14
sebaiknya menggunakan pola agroforestry. Kawasan sub DAS berisiko longsor, sebaiknya
dikembalikan fungsi lahan sebagai hutan konservasi atau hutan lindung seperti sebelumnya.

Kata kunci: longsor, Ponorogo, sangat curam, soil tebal, degradasi lahan, curah hujan tinggi, risiko

ABSTRACT

Landslides in Indonesia are becoming increasingly frequent from year to year.A landslide
disaster has occurred in Tangkil, Banaran Village, Pulung Sub-District, Ponorogo District, East
Java Province on April 1, 2017. The location of landslides in Banaran Village, Pulung Sub-
District, Ponorogo District, East Java, lies in the high vulnerability zone. The landslide typology
is a debris slide, which then in the downstream direction (Tangkil River) develop into a type
ofdebris flow. Factors that influence the occurrence of landslides in the study area are:very
steep slope, rock and soil, fracture, land conversion, drainage and irrigation, high rainfall, and
human activities. Of all the influential factors, the most dominant factors for landslides are:
steep slopes, weathered soil is very loose and thick,land conversion, and high rainfall.
Landslide material is not well consolidated so that it is still easy to move, and the possibility of
damming the Tangkil River by landslide material can potentially cause flash floods. Some
settlements located near landslide locations have high and moderate risks of landslides, so
community preparedness needs to be built, the establishment of landslide early warning
systems and long-term relocation if the condition is getting worse. Dryland farming on slopes
should use agroforestry patterns. Sub-watershed areas are at risk of landslides, the land
should be restored as conservation forest or protected forest as before.

Keywords: landslide, Ponorogo, steep slopes, thick soil, land degradation, high rainfall, risk

Citation: NaryantoH.S., Suwandita, H., Ganesha, D., Prawiradisastra, F., dan Kristijono, A.(2019). Analisis
Penyebab Kejadian dan Evaluasi Bencana Tanah Longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten
Ponorogo, Provinsi Jawa Timur Tanggal 1 April 2017. Jurnal Ilmu Lingkungan, 17(2), 272-282,
doi:10.14710/jil.17.2.272-282

15
Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907

1. Pendahuluan dapat digunakan sebagai pendidikan dasart anggap


Bencana tanah longsor atau sering disebut bencana bagi masyarakat (Damanik, 2012; Rahmad
gerakan tanah semakin sering terjadi di Indonesia et al., 2018).
dari tahun ketahun. Tanah longsor merupakan salah Yuniarta et al. (2015) mengatakan bahwa
satu kejadian alam yang terjadi di wilayah Kabupaten Ponorogo merupakan daerah yang
peggunungan, terutama di musim hujan. Kondisi berpotensi mengalami kejadian tanah longsor karena
tektonik di Indonesia yang membentuk morofolagi bentuk morfologi banyak berupa perbukitan. Data
tinggi, patahan, batuan vulkanik yang mudah rapuh tersebut didapatkan dari analisis GIS dengan
serta ditunjang dengan iklim di Indonesia yang menggunakan banyak parameter yang
berupa tropis basah, sehingga menyebabkan potensi ditumpangsusunkan (overlay) kemudian diberi
tanah longsor menjadi tinggi.Hal ini ditunjang pembobotan (skor). Dari hasil penelitian tersebut
dengan adanya degradasi perubahan tataguna lahan menunjukkan bahwa Kabupaten Ponorogo dapat
akhir-akhir ini, menyebabkan kejadian tanah longsor dikategorikan sebagai daerah dengan kondisi tanah
menjadi semakin meningkat.Kombinasi faktor longsor agak rawan di daerah perbukitan dan
antropogenik dan alam sering merupakan penyebab pegunungan, sedangkan pada bagian dataran rendah
terjadinya longsor yang memakan korban jiwa dan sebagai daerah sedikit rawan.
kerugian harta benda.(Naryanto, 2013; Naryanto, Bencana tanah longsor telah melanda Dusun
2017).Wang et al.(2017)mengatakan bahwa kejadian Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung,
tanah longsor berhubungan dengan berbagai faktor Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur pada hari
seperti presipitasi, geologi, jarak dari patahan, Sabtu 1 April 2017, jam 08.00 WIB, pada saat
vegetasi, dan topografi. masyarakat sudah melakukan aktivitas bekerja di
Tanah longsor adalah proses perpindahan kebun masing-masing. Berdasarkan data dari Badan
massa batuan (tanah) akibat gaya berat (gravitasi). Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Longsor terjadi karena adanya gangguan Ponorogo (2017), dilaporkan 6 orang korban
kesetimbangan gaya yang bekerja pada lereng, yaitu meninggal, 22 orang belum ditemukan akibat
gaya penahan dan gaya peluncur. Gaya peluncur tertimbun tanah longsor, dan 17 orang luka ringan.
dipengaruhi oleh kandungan air, berat massa tanah Korban yang tertimbun longsor yang berasal dari
itu sendiri berat beban bangunan. warga yang berada di dalam rumah dan bekerja
Ketidakseimbangan gaya tersebut diakibatkan memanen jahe saat longsor berlangsung.
adanya gaya dari luar lereng yang menyebabkan Lokasi tanah longsor di Desa Banaran
besarnya gaya peluncur pada suatu lereng menjadi terletak pada zona kerentanan tinggi berdasarkan
lebih besar daripada gaya penahannya, sehingga Peta Zona Gerakan Badan Geologi dari Pusat
menyebabkan massa tanah bergerak turun Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)
(Naryanto, 2011; Naryanto et al., 2016). (2009).Zona Kerentanan Tinggi merupakan daerah
Tanah longsor terjadi karena dua faktor yang berpotensi untuk terjadi gerakan tanah.Jika
utama yaitu faktor pengontrol dan faktor terjadi hujan dengan intensitas dan durasi yang lama,
pemicu.Faktor pengontrol adalah faktor-faktor yang gerakan tanah lama bisa aktif kembali.
memengaruhi kondisi material itu sendiri seperti Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui
kondisi geologi, kemiringan lereng, litologi, sesar dan fenomena kejadian tanah longsor, faktor-faktor yang
kekar pada batuan.Faktor pemicu adalah faktor yang berpengaruh terhadap kejadian longsor, faktor-
menyebabkan bergeraknya material tersebut seperti faktor dominan, mekanisme kejadian, risiko
curah hujan, gempabumi, erosi kaki lereng dan masyarakat yang berada di sekitar lokasi longsor
aktivitas manusia (Naryanto, 2013; Naryanto, 2017). serta rekomendasi pengurangan risiko bencana
Tanah longsor adalah bencana alam yang tanah longsor yang diperlukan.
mengakibatkan hilangnya nyawa manusia dan
menyebabkan kerusakan luas pada properti dan 2. Metode Penelitian
infrastruktur.Tanah longsor, secara umum mencakup Lokasi Penelitian
semua gerakan ke bawah atau tiba-tiba material Lokasi tanah longsor di Desa Banaran, Kecamatan
permukaan seperti tanah liat, pasir, kerikil dan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.Penelitian
batu.Tanah longsor merupakan salah satu bencana dilakukan pada bulan April 2017, dimulai pada dua
utama yang merusak di daerah pegunungan, yang hari pasca kejadian bencana tanah longsor di
diaktifkan karena pengaruh gempa bumi dan curah kawasan tersebut padatanggal 1 April 2017.
hujan (Pareta& Pareta, 2012).
Tingginya tingkat kerugian yang dialami oleh Metode Pengumpulan Data
masyarkat yang diakibatkan karena terjadinya Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah
bencana alam disebabkan karena kurangnya sebagai berikut:
informasi yang diperoleh masyarakat akan  Koordinasi dengan instansi terkait , yaitu Badan
kemungkinan kemungkinan bencana yang terjadi Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BPBD
disekitarnya, sehingga kesadaran masyarakat akan Kabupaten Ponorogo, Badan Meteorologi Klimatologi
tanggap bencana menjadi sangat minim. Oleh karena dan Geofisika (BMKG), PVMBG, Universitas, serta
itu, informasi awal mengenai potensi dan risiko Kementerian/Lembaga terkait.
bencana merupakan salah satu media informasi yang

© 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP


Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907

 Kajian referensi/data dengan drone. tri dengan lainnya. Pemrosesan


sekunder berkaitan data otomatis
Drone
dengan bencana Metode Salah satu sepenuhnya dengan
longsor di Dusun perangkat lunak
Analisis Data metoda pengumpulan
Tangkil, Desa Banaran,
data adalah dengan pix4dmapper dan
Analisis Spasial
Kecamatan Pulung,
pembuatan foto udara agisoft photoscan. Alur
Analisis spasial
Kabupaten Ponorogo,
menggunakan drone, metode pembuatan foto
dilakukan pada lokasi
Provinsi Jawa Timur.
untuk mendapatkan udara dengan drone
penelitian dengan
Data sekunder data lokasi survei. adalah: penetapan
tahapan proses sebagai
mencakup kajian Dalam kegiatan tersebut lokasi target,
berikut:
penelitian terdahulu digunakan dronetipe pembuatan rencana
 Analisis peta sub DAS
tentang longsor yang DJI Inspire. Pengambilan terbang, pengambilan
dengan melakukan data dengan drone,
terjadi, termasuk data dengan
pengolahan data pengolahan data
tentang daerah/lokasi, menggunakan kamera
kontur rupabumi BIG dengan drone,
waktunya, catatan-
skala 1:25.000 digital: compact,
catatan instansi mirrorless, SLR, built-in. pembuatan kontur dan
melalui software pembuatan peta.
terkait, cerita
Global Mapper. Pengumpulan data juga
penduduk, geologi, dilakukan dengan
 Analisis peta
geomorfologi, struktur melihat data peta yang Analisis
kemiringan lereng
geologi, geologi tata dapat diakses dan Mekanism
dengan melakukan
lingkungan, geologi digunatakan seperti
teknik, foto udara
pengolahan data googlemap, applemap, e Longsor
curah hujan, DAS dan
kontur rupabumi BIG maverick dan data peta Berbagai parameter
skala 1: 25.000 dalam analisis
sub DAS, keairan,
melalui extension mekanisme kejadian
sosial ekonomi, tata
spatial analyst pada longsor tersebut
ruang / RTRW,
software ArcGIS adalah: kondisi geologi,
penggunaan lahan,
10.6. topografi, tataguna
penduduk dan lain-lain lahan, curah hujan,
 Analisis overlay data
geologi tata keairan dan drainase
spasial infrastruktur
lingkungan, geologi dan pengaruh aktivitas
jalan, sungai, sub
teknik, foto udara, manusia. Analisis
DAS dan citra World
peta struktur geologi, mekanisme kejadian
Imagery dengan
peta jenistanah, peta longsor sangat penting
menggunakan
landsystem,
software Global untuk pembelajaran
Kabupaten Ponorogo dalam mengantisipasi
Mapper untuk
dalam Angka dan lain- kejadian serupa pada
mengetahui kondisi
lain. lokasi sekitar atau
tata ruang sebelum
 Survei lapangan pasca tempat lain.
terjadi longsor.
bencana tanah longsor
 Analisis peta
secara komprehensif.
penggunaan lahan 3. Hasil dan
Survei pasca longsor
meliputi pengamatan
dengan Pembahasan
menggunakan citra Tipologi Tanah Longsor
dampak kejadian,
hasil drone melalui Tipe tanah longsor
luasan, kemiringan
software ArcGIS 10.6 yang terjadi berupa
lereng, topografi, jenis
untuk delinisasi longsoran bahan
litologi, pengukuran
wilayah terdampak rombakan (debris slide)
kekuatan tanah, berbentuk rotasi, yaitu
longsor pada lokasi
tataguna lahan, gerakan massa tanah
penelitian, sehingga
kondisi hidrologi, yang membentuk
dapat diidentifikasi
curah hujan, mataair, cekungan atau tapal
sebaran
sub DAS, tataguna kuda dengan arah barat
permukiman,
lahan, jenis vegetasi, (N 270o E), yang
kerusakan akibat
sosial ekonomi
longsor dan untuk kemudian ke arah
masyarakat, diskusi bawah longsoran
dasar penataan
dengan masyarakat berbelok ke arah
kawasan
setempat/korban, selatan melewati
selanjutnya.
pemetaan longsor dan saluran air yang
analisis mekanisme berkembang menjadi
longsor pendahuluan, Analisis Data tipe aliran bahan
serta pemetaan Fotograme rombakan (debris flow)
akibat bercampur
© 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907

dengan masa air sekitar 70-140%, yang 900-1000 m dan 1000- ketinggian 800-900
dalam jumlah besar termasuk katagori 1200 m. Lokasi longsor meter.
dan menjadi lumpur. sangat curam(very didominasi oleh
Aliran bahan steep) menurut
rombakan secara aktif klasifikasi Zuidam
bergerak mengikuti (1985)(Tabel 1).
aliran Sungai Tangkil, Kemiringan lereng di
dan dalam beberapa bawahnya lebih landai
hari material longsor lagi yang digunakan
selalu bergerak untuk permukiman
khususnya apabila dan perladangan.
jumlah air sangat Ketinggian mahkota
banyak (Gambar 1 dan longsor adalah 990-
2). 1.010 meter di atas

ongsor) membelok dan berubah menjadi aliran bahan rombakan (aliran debris)

Gerakan tanah (longsor) tipe longsoran bahan rombakan (longsoran debris) yang berbentuk rotasi di sekitar mahkota longsor

permukaan laut (dpal).


Faktor-Faktor Jarak antara mahkota
longsor dengan titik
Penyebab akhir terpanjang ke
Terjadinya arah barat laut sekitar
1.500 meter.Arah dari
Tanah posisi tengah mahkota
Longsor di longsor ke arah selatan
Dusun dan berbelok ke arah
timur.
Tangkil, Keterbatasan
Desa data topografi yang
detail sebelum
Banaran kejadian longsor
Kelerengan menyebabkan kendala
Secara umum, dalam interpretasi.
geomorfologi Berdasarkan
terbentuk oleh pengolahan kontur
perbukitan sedang yang diperoleh dari
sampai terjal. Di data rupabumi skala
bagian lereng dan 1:25.000 tahun 2016
bawah perbukitan ini maka dapat
dipergunakan sebagai diidentifikasi wilayah
tempat pemukiman ketinggian dan
penduduk dan kemiringan lereng
perkebunan. sebelum terjadi
Pengamatan pada longsor. Ketinggian di
puncak mahkota lokasi longsor dan
longsor di Dusun sekitarnya terbagi
Tangkil, Desa Banaran, menjadi 4 kelas yaitu
ditunjukkan tebing 0-800 m, 800-900 m,
dengan kelerengan
© 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907

Interpretasi Sekitarnya antara batuan lunak dan


kemiringan lereng (Sumber: Batuan penutup batuan keras yang
sebelum terjadi longsor Analisis berupa soil di bagian berfungsi sebagai bidang
pada lokasi longsor Data) atas, berasal dari gelincir longsor apabila
dilakukan dengan cara pelapukan batuan terjadi kejenuhan akibat
mempelajari dan breksi vulkanik. Breksi masuknya air ke dalam
mengestimasi melalui vulkanik banyak pori-pori tanah.
pengolahan data kontur mengandung tufa dan Tipe tanah pada
RBI dan
Batuan dan material lain yang lapisan atas mempunyai
membandingkannya Tanah/Pel mudah mengalami warna yang lebih gelap,
dengan data drone. apukan pelapukan, sehingga mengindikasikan
Berdasarkan analisis bisa membentuk soil kandungan bahan
data tersebut maka Batuan dengan ketebalannya organiknyayang
dapat disimpulkan Menurut peta lebih dari 7 meter.Sifat tergolong tinggi, solum
bahwa kemiringan geologi dari Sampurno fisik tanah pelapukan tanah juga tebal,
lereng lokasi longsor & Samodra (1997), berupa lempung pasiran sehingga tanah ini
dengan permukiman di batuan yang terdapat di sampai, gembur, tidak tergolong mempunyai
lokasi longsor tersebut Dusun Tangkil, Desa kompak dan mudah kesuburan yang
didominasi lereng Banaran, Kecamatan lepas.Lapisan soil baik.Kondisi ini yang
sangat curam. Kondisi Pulung, Kabupaten kemudian bergradasi ke menyebabkan tekanan
ketinggian dan Ponorogo terbentuk batuan breksi vulkanik akitivitas manusia
kemiringan lereng pada oleh Satuan Morfoset yang relatif tidak (petani) untuk budidaya
lokasi kejadian tanah Jeding-Paukbanteng terlapukan di bagian pertanian baik tanaman
longsor bisa dilihat (Qj),yang terdiri dari bawahnya (ukuran semusim ataupun
pada Gambar 3 dan 4. lava andesit piroksen, komponen antara pasir tanaman
breksi gunung sampai dengan
Gambar 3. Kondisi api/breksi vulkanik
Ketinggian dan sisipan tuf dan
di Lokasi batu apung. Lereng
tersebut tersusun dari
Longsor
batuan gunungapi yang
dan
bersifat urai
dan banyak retakan, Gambar 4. Kondisi
serta menumpang pada Kemiringan Lereng di
batuan sedimen tersier Lokasi Longsor dan
yang dapat membentuk Sekitarnya (SRTM 30m)
bidang gelincir. (Sumber: Analisis Data)

bongkah, besar tahunan.Kondisi sifat


komponen rata-rata fisik tanah mempunyai
sekitar 5-10 cm; dengan tekstur lempung
matriks pasir halus- berdebu hingga lempung
lanau).Di bagian bawah liat berpasir,
material lapuk (soil)
yang berupa batuan
breksi vulkanik,
terdapat bidang batas

© 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP


Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907

struktur remah dan tanah di Bukit Gede subur. Model pertanian disinyalir turut menjadi
gembur, serta tanah setiap harinya. Sejak sudah menerapkan pemicu pintu masuk air
mempunyai saat itu, warga pun konsep mikro bisa terserap kedalam
kesuburan yang cukup diminta untuk waspada konservasi (terasering) tanah secara
baik juga merupakan mengingat potensi dengan lebar teras efektif.Pada saat
salah satu pilihan longsor Bukit Gede hanya berkisar 1 menanam tanah
petani untuk dapat terjadi kapan hingga maksimal 3 dilubangi, sementara
melakukan aktivitas saja.Warga juga telah m.Karakteristik sifat pada saat pertumbuhan
budidaya tanaman dihimbau untuk tanah yang gembur perakaran/buah
khususnya jahe dan mengungsi ke menyebabkan daya akanmenembus tanah
kacang tanah. pemukiman warga serap/infiltrasi yang dengan mudah karena
lainnya yang lebih sangat efektif bagi air tanah gembur. Begitu
Retakan tinggi dan jauh dari hujan.Pola sistem selanjutnya pada saat
Batuan jarak Bukit Gede. budidaya Jahe menjelang
Sebelum Himbauan untuk panen rumpun jahe budidaya tanaman
kejadian longsor mengungsi telah sudah mati sehingga semusim yang
biasanya didahului dilakukan warga dan tutupan lahan oleh tajuk terhampar pada lereng
dengan terbentuknya dilaksanakan pada daun akan berkurang, bukit membentuk teras
retakan atau rekahan malam hari, sementara kondisi ini yang turut teras searah kontur.
batuan yang terjadi di pada pagi hingga siang berkontribusi tanah Lokasi ini pada awalnya
bagian atas mahkota warga kembali ke akan melewatkan air merupakan hutan
longsor.Pertengahan pemukimannya kebawah dengan lindung dan pada lokasi
bulan Maret 2017, (Naryanto et al., 2017). mudah. puncak sekitarnya
warga Dusun Tangkil masih tersisa tanaman
sudah melihat Penggunaan a. Kawasan hutan keras seperti hutan
rekahan/retakan Lahan Berdasarkan kondisi pinus dibawah konsesi
batuan yang terjadi di Morfologi morfologi lahan, lahan Perum
bagian atas mahkota lahan sekitar lokasi sekitar lokasi longsor Perhutani.Kawasan
longsor.Dijumpai longsor di Desa merupakan kawasan hutan yang merupakan
adanya rekahan di atas Banaran Kecamatan dengan morfologi kawasan lindung ini
bukit yang longsor Pulung Kabupaten berbukit hingga terdesak oleh aktivitas
sebagai pertanda Ponorogo merupakan bergunung dengan kegiatan manusia yaitu
terjadinya perbukitan kemiringan lereng lebih budidaya tanaman
ketidakstabilan bergunung.Pada bagian semusim mengingat
dari 60. Kawasan ini
lereng.Rekahan ini lembah yang sempit kondisi tanahnya yang
secara fungsi
menyebabkan air mengalir sungai tergolong subur.
hidroorologis
hujan yang jatuh dapat dengan pola aliran sebenarnya merupakan
lebih mudah untuk yang berasal atau kawasan lindung.
meresap ke dalam hulunya dari lereng Nampak bahwa masih
tanah dan lereng perbukitan L
tersisa hutan pinus
mempermudah tersebut.Pada bagian a
yang berada pada
terjadinya kejenuhan bukit atau gunung h
puncak bukit, a
tanah.Menurut PVMBG sementara pada bagian n
(2017), daerah kelerengan lahannya lereng sudah berubah
kejadian tanah longsor sangat fungsi menjadi kawasan
merupakan zona curam.Sedangkan lebar t
budidaya tanaman
lemah, yang lembahnya tergolong e
semusim denganpola
diperkirakan terdapat sempit yang sebagian r
tumpangsari(multiple
struktur patahan atau dimanfaatkan untuk a
cropping) tanaman
sesar. kawasan permukiman s
keras.Tanaman keras
Informasi penduduk. lainnya yang
e
dari warga setempat, Dengan dibudidayakan dan
r
retakan awal sekitar topografi dan tersisa adalah tanaman
i
30 cm sebelumnya kelerengan tergolong n
mahoni, sengon, jati,
telah dideteksi di sangat curam, namun g
waru dan cengkeh.
lokasi longsor, setiap lereng lereng
hari bertambah sekitar perbukitan yang terjal d
b. Kawasan budidaya
8 cm hingga 10 cm. ini dimanfaatkan oleh e
dan vegetasi
Kepala Desa telah masyarakat/petani n
Tata guna lahan
mengintruksikan untuk aktivitas g
eksisting dilokasi
Jogoboyo (keamanan budidaya pertanian, a
longsor sebagian besar n
kampung) untuk mengingat tanahnya
merupakan kawasan
memantau retakan tergolong gembur dan
© 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907

t cocok untuk budidaya (upland), lahan Sekitarnya


a tanaman dan harus (Sumber:
n merupakan kawasan dimanfaatkan untuk
Analisis Data)
a konservasi/lindung. pertanian tegalan dan
m
Namun apabila dilihat pola pertanian
a
dari areal terdampak agroforestry(Gambar 5). Drainase dan
n
longsor morfologi lahan
pada kaki bukit relatif Berdasarkan
Keairan
b mempunyai kemiringan peta penggunaan tanah Terdapat
u drainase alami yaitu
lereng tidak terlalu diketahui bahwa
d Sungai Tangkil yang
curam.Pada lahan ini penggunaan tanah di
i berada dan mengalir
d
dimanfaatkan untuk lokasi longsor dan
persawahan padi sawah sekitarnya menurut pada kaki perbukitan
a
pada kaki bukit hingga data peta RBI Skala atau pada lembah
y
a pertengahan dan pada 1:25.000 BIG adalah lokasi longsor.Aliran air
kawasan yang lebih atas perkebunan (jahe, jati, ini sebagian berasal
kelapa, kebun atau hulunya berada
m
campuran), pada bukit yang longsor
a
permukiman dan tersebut. Nampak juga
y
agrikultur lahan aliran air tertoreh pada
o
r kering. Pada mahkota area potongan
i longsor dan perbukitan longsoran sebagai
t di sebelahnya memang bentuk jalan aliran air
a memiliki sedikit pohon yang keluar dari badan
s pohon besar namun bukit yang
dominan masih terlepas/terpotong
j ditutupi oleh karena longsor.Jalur
a perkebunan dan pola drainase
h agrikultur lahan kering permukaan juga
e (Gambar 6). nampak pada
kerapatan tanaman
keras yang tumbuh

Gambar 5. Pola
Budidaya Pertanaman
di Bagian Upland dan
diAtas Mahkota
Longsor, Berupa Kebun
dengan Mayoritas
Tanaman Jahe dengan
Sistem Terasering

Meskipun
merupakan perbukitan
dengan kelerengan
yang tergolong sangat
curam, perbukitan di
sekitar lokasi kejadian
bencana longsor telah
dimanfaatkan untuk
budidaya tanaman
khususnya tanaman
jahe.Dari segi aspek memotong kontur dan
Gambar 6. Kondisi
konservasi tanah, lahan Landuse di ini sebagai bentuk
dengan kelerengan Sekitar Lokasi drainase yang dibuang
sangat curam tidak Longsor dan dari lereng lereng yang
© 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907

berteras pada kegiatan membentuk parit yang . Sub DAS pada lokasi longsor (Sumber:
budidaya tanaman berfungsi membuang
semusim.Drainase kelebihan air/run off
yang berpola vertikal dari lereng lereng yang
memotong tidak terinfiltrasi pada
kontur/lereng ada lahan budidaya.
kecenderungan
Mata air kecil yang ada di lokasi
terbentuk pada bagian longsor dan sekitarnya
atas dan tengah bukit sehingga keluaran
Gunung Gede, kelihatan menjadi lebih detail
pada saat kejenuhan air dan fokus pada cell
sangat tinggi.Dari yang berisiko tinggi
kejauhan terlihat terkena longsor. Pada
adanya torehan- peta sub DAS dibuat
torehan pada tebing dengan akumulation
longsor membentuk aliran 10 hektar yang
alur-alur baik di bagian memperlihatkan sub
bawah mahkota DAS yang berada pada
longsor.Sistem drainase lokasi longsor dan arah
ini mengumpulkan aliran sungai yang
kelebihan air dilahan searah dengan
dan membuangnya pergerakan longsor
dalam arah horizontal (Gambar 9).
searah kontur dan
tegak lurus
kontur.Sistem ini Analisis Data)
disebut juga parit yang
secara tidak langsung
dibuat oleh petani
lahan dalam rangka
membuat guludan atau
petakan lahan. Pada
bagian tengah bukit
juga nampak aliran air
yang mengalir liar
terbuang kebawah
melewati alur alami
diantara reruntuhan
tanah pasca terjadinya
longsor, dan makin ke
bawah makin besar
mengalir ke sungai
dibagian barat yang
debitnya cukup besar.
Sementara itu lahan
pada kaki bukit
ditunjang oleh sistem
drainase yang sekaligus
berfungsi sebagai
saluran irigasi untuk
budidaya pertanian
padi sawah (Gambar 7
dan 8) (Naryanto et al.,
2017).

© 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP


Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907

terutama tanaman pembentukan undakan


jahe, memerlukan longsor kemungkinan
upaya penggemburan besar terganjal oleh
tanah untuk batuan kompak dan
kesuburan sehingga sangat massif dari batuan
menyebabkan andesit tersebut.
mudahnya terjadinya b. Lokasi longsor di
Aktivitas manusia yang secara resapan tanah sampai Dusun Tangkil, Desa
kumulatif dapat terjadi kejenuhan Banaran secara umum
Manusia memicu terjadi longsor tanah yang terletak pada morfologi
Faktor manusia yang sangat memudahkan yang
dibeberapa bencana membahayakan terjadinya
memang seringkali dikemudian hari. ketidakstabilan
menjadi faktor kunci Berdasarkan hasil lereng.
terjadinya pengamatan lapangan, d. Curah hujan yang
bencana.Terutama data sekunder, dan memiliki intensitas
untuk bencana tanah wawancara dengan lama yang terjadi
longsor. warga yang menjadi
Ketidakseimbangan pada hari-hari dan
saksi mata terjadinya
tanah akibat salah beberapa jam
bencana
pengelolaan budidaya sebelum terjadinya
tanah longsor.
longsor di Dusun Berpengaru
Tangkil, secara sosial
kultural kepala h Terhadap Analisis
keluarga yang Tanah Mekanisme
tertimbun longsor
memilki mata
Longsor Terjadinya
pencaharian bertani, Dari pembahasan di Tanah
khususnya tanaman atas, banyak faktor-
faktor yang Longsor
jahe, selain padi sawah, Berdasarkan
jagung, sengon, rumput mempengaruhi
terjadinya tanah pengamatan di
gajah, kopi, kakao, lapangan serta
bambu, sayur-sayuran longsor, tetapi dari hasil
analisis faktor-faktor informasi yang didapat
dan lain-lain. Mereka dapat diintepretasikan
bertani di sekitar utama yang
berpengaruh terhadap mekanisme terjadinya
rumahnya dan rata-rata longsor di Dusun
bukan petani bencana tanah longsor
di Dusun Tangkil, Desa Tangkil, Desa Banaran
penggarap melainkan adalah sebagai berikut:
mereka bertani di lahan Banaran ada empat (4),
yaitu : a. Batuan breksi
milik mereka sendiri.
a. Topografi pada vulkanik yang
Selain bertani mata
sumber terbentuknya membentuk perbukian
pencaharian penduduk
tanah longsor yang sangat curam, telah
Dusun Tangkil ini
mempunyai membentuk soil atau
adalah bekerja di
kampung lain, namun kelerengan tanah hasil pelapukan
jumlahnya hanya sangatcuram. batuan yang sangat
sedikit. Sebagian warga b. Batuan breksi tebal. Dijumpai adanya
Dusun Tangkil vulkanik yang mudah rekahan/retakan di atas
tertimbun longsor lapuk yang bukit yang longsor
karena kejadian membentuk soil hasil sebagai pertanda
longsor yang diikuti pelapukan sangat ketidakstabilan lereng.
aliran bahan rombakan, tebal (lebih dari 7 Rekahan ini
lokasi permukimannya meter), mempunyai menyebabkan air hujan
sebagian besar berada sifat menyerap air yang jatuh dapat lebih
pada sepanjang aliran sangat tinggi sehingga mudah untuk meresap ke
sungai di bawah mudah jenuh dan dalam tanah dan
longsor. membuat mempercepat kejenuhan
ketidakstabilan tanah. Komposisi breksi
Faktor Paling lereng. andesit yang sebagian
mempunyai fragmen
Dominan c. Pemanfaatan lahan
batuan andesit yang
terasering dengan
yang tanaman hortikultura sangat kompak,
© 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907

terjal. Pada lokasi awal sebelumnya, sehingga sangat banyak menjadi tipe aliran
di mahkota longsor tanah/batuan menjadi menghantam bagian bahan rombakan
terbentuk oleh jenuh air, menyebabkan depan arah longsor yang (debris). Semakin banyak
kemiringan lereng bobot masanya dan mengenai bukit dan air yang terkandung di
yang ekstrim. tekanan air pori berbelok mengalir ke dalamnya, maka
c. Lahan yang bertambah serta kuat selatan melalui lembah semakin tinggi
mendominasi kawasan gesernya menurun. Sungai Tangkil ke arah kecepatan aliran debris
lereng dan bagian e. Tanah yang hilir yang berubah bergerak.
puncak bukit bersifat mengandung air
mudah menyerap air menjadi semakin jenuh, Permukiman dominan berada di
tanah yang berasal dari oleh karenanya yang perbukitan yang
air hujan sehingga mengakibatkan pula memiliki ketinggian
aliran air relatif lebih
Berisiko 940-980 m dpl.
semakin berat
lancar terus masuk ke massanya. Tekanan Terhadap
lapisan soil. Pada bagian hidrostatis diperkirakan Bencana
atas dan samping timbul pada batas
mahkota longsor
Longsor
antara lapisan soil yang
kelihatan rekayasa Permukiman
jenuh air dengan lapisan dengan risiko tinggi
terasering untuk breksi vulkanik yang berada persis di bawah
pemanfaatan lahan relatif kedap air. lereng terjal sama
tanaman jahe, yang Terbentuknya batuan seperti kondisi
seharusnya bisa kedap air dan tanah permukiman pada
dijadikan hutan dengan yang jenuh, lokasi longsor dulu
akar yang kuat. Air menyebabkan lapisan sebelum kejadian
hujan yang masuk kedap air yang berupa longsor. Gambar 10
melalui rekahan batuan breksi vulkanik berikut ini merupakan
maupun melalui proses menjadi bidang gelincir kondisi sebelum longsor
infiltrasi biasa kemudian dari tanah penutup di dari LAPAN yang
menjenuhkan tanah atasnya, sehingga berasal dari citra SPOT-
penutup hingga ke memicu ketidak 6 dengan tanggal
batuan breksi vulkanik. seimbangan pada lereng akuisisi 23 Februari
Di dasar longsor terlihat dan terjadi gerakan 2017.
jelas jenis batuannya massa tanah tersebut.
yaitu breksi vulkanik f. Hujan yang
yang masih keras. menerus mengakibatkan
Karena curah hujan sebagian air tertahan di
tinggi, tanah mudah bagian atas dan tengah
menjadi jenuh dan tubuh longsor dan
breksi tersebut semakin membentuk kejenuhan
jenuh dengan air dan air yang luar biasa pada
tidak dapat terinfiltrasi tanah (soil). Air semakin
lebih jauh karena keras lancar masuk ke dalam
dan bidang batas pori-pori tanah sampai
tersebut berfungsi batas kontak dengan
sebagai bidang gelincir. batuan dasarnya. Pada
d. Pemicu utama saat beban massa tanah
dari kejadian bencana sudah lewat maka
tanah longsor tersebut kestabilan lereng
adalah curah hujan terganggu dan longsor
tinggi. Hujan yang turun dahsyat terjadi sekitar
terus menerus selama pada hari Sabtu tanggal
beberapa jam sebelum 1 April 2017 jam 08.00
terjadinya longsor WIB. Longsor tipe
menyebabkan air longsoran bahan
permukaan meresap rombakan
masuk ke dalam menyebabkan getaran
tanah/batuan melalui yang sangat keras
retakan/rekahan dan dirasakan penduduk
ruang antar butir karena massa yang
tanah/batuan yang longsor yang bergerak
sudah terbentuk
© 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907

Kondisi fisik di sebagian besar berada tersebut berada di


sekitar permukiman di barat laut lokasi lereng terjal dan
tersebut juga paling longsor. memiliki kondisi fisik
mirip dengan kondisi Hasil pemetaan yang sama dengan
lokasi longsor sebelum fotogrametri dan survei lokasi longsor yang
terjadi longsor. Kedua lapang dengan terjadi. Peta kondisi
lokasi tersebut juga menggunakan Drone fisik lainnya seperti
berlereng curam mirip dapat diolah menjadi geologi dan
dengan lokasi data kontur sehingga penggunaan lahan
permukiman yang didapatkan kondisi dapat dilihat pada
berada persis di bawah topografi lapangan pembahasan
lereng terjal, memiliki secara detail dan berikutnya. Gambar
formasi batuan yang deliniasi permukiman 11menunjukkan
terdiri dari tufa yang yang lokasinya mirip permukiman yang
bersifat mudah lapuk, dengan lokasi longsor Gambar 11. Permukiman berada di bawah
curah hujan yang sama tersebut. Data yang Berada Sekitar
dengan lokasi longsor ketinggian yang Longsor yang Berisiko
dan penggunaan tanah diperoleh dari SRTM Tinggi
yang sudah banyak 30m didetailkan dengan
terjadi bukaan lahan data ketinggian dari
seperti perkebunan Drone. Berikut ini
jahe, perkebunan pemetaan ketinggian
campuran, dan kemiringan lereng
permukiman dan yang berasal dari data
agrikultur lahan kering. SRTM 30m dan data
Drone. Berdasarkan

Gambar 12. Beberapa


Foto dengan
Gambar 10. Kondisi peta ketinggian dari Menggunakan Drone di
Daerah Sebelum Terjadi drone maka dapat
Sekitar Lokasi Longsor dan
Longsor (Sumber: Analisis diketahui klasifikasi
Bagian Utaranya (Sumber:
Data Berdasarkan Citra ketinggian pada
Analisis Data Drone)
SPOT-6 LAPAN)
permukiman di utara
lokasi longsor berkisar
antara 800-1.074 m dpl. Berdasarkan
Berdasarkan peta kemiringan lereng
peta risiko longsor, Permukiman tersebut
dari data drone maka
dapat diketahui pada lokasi permukiman di
permukiman dengan utara lokasi longsor
risiko longsor tinggi berada di wilayah
diberi simbol berwarna kemiringan lereng 0-
merah dan berada 45 dan dominan
persis di sebelah utara berada di lereng yang
lokasi longsor dan terjal. Permukiman
sejajar dengan lokasi tersebut ada yang
longsor.Sedangkan berada persis di lereng
permukiman dengan yang terjal dan ada
risiko longsor sedang juga yang berada
diberi simbol warna persis di bawah lereng
oranye dan lokasinya terjal. Permukiman
© 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907

lereng terjal pada Tangkil, al. (2014) bahwa nilai yang tinggal di daerah
sekitar lokasi longsor ambang curah hujan rentan longsor seperti
dan peta kemiringan Desa yang berpotensi di Dusun Tangkil, Desa
lereng. Banaran menyebabkan longsor Banaran, Kecamatan
Berdasarkan Kondisi biofisik akan berbeda pada Pulung.
analisis data drone, lahan di Dusun setiap daerah, dan akan Lereng dengan
maka dapat diketahui Tangkil, Desa Banaran berpengaruh lebih kemiringan sangat
kemiringan lereng yang berpotensi besar besar pada daerah yang curam akan
pada permukiman di terhadap bencana rentan longsor meningkatkan potensi
utara lokasi longsor tanah longsor, dibandingkan dengan terjadinya tanah
secara detail memerlukan upaya daerah yang tidak longsor, sehingga upaya
didominasi mitigasi yang tepat rentan longsor mitigasi pada wilayah
kelerengansangat agar korban jiwa dan meskipun dengan curah ini sangat diperlukan,
curam. Data ini kerugian material hujan yang sama. salah satunya adalah
dijadikan acuan untuk dapat dikurangi. Menurut Paimin et al. dengan upaya
perkiraan kelas lereng Perubahan tataguna (2009), curah hujan mengurangi volume air
pada lokasi sebelum lahan telah terjadi di yang perlu diwaspadai hujan yang masuk ke
longsor.Berdasarkan kawasan tersebut pada pada daerah rentan dalam profil tanah
data SRTM 30m maka tahun-tahun terakhir longsor adalah >300 (Susanti et al., 2017).
dapat diketahui ini. Pada kawasan mm/3 hari. Adanya Berkaitan dengan hal
kemiringan lereng rawan longsor perlu informasi curah hujan ini, Hardiyatmoko
pada sekitar dijadikan lahan yang tepat dan (2006) menyampaikan
permukiman di utara perkebunan dengan kontinyu, diharapkan bahwa untuk
lokasi longsor mirip tanaman keras yang dapat menjadi dasar meningkatkan stabilitas
dengan kemiringan berakar kuat dan peringatan dini bagi lereng perlu dilakukan
lereng pada lokasi dalam yang berfungsi masyarakat dengan perubahan
longsor (Naryanto et dapat menahan lereng. geometri lereng yaitu
al., 2017). Tanaman keras pada dengan pelandaian
kemiringan lereng,
seperti dengan
pembuatan teras
bangku, mengontrol
drainase dan rembesan
terutama drainase
aliran permukaan dan
bawah permukaan,
pembuatan bangunan
untuk stabilisasi,
pembongkaran dan
pemindahan material
pada daerah rentan
Gambar 13. Topografi lereng yang sudah ada longsor, serta
dalam Bentuk 3 Dimensi sebaiknya tidak perlindungan
pada Daerah Longsor dan dilakukan penebangan, permukaan tanah.
Permukiman di kalau terpaksa harus Perlu dilakukan
Sekitarnya yang juga
dilakukan secepatnya peningkatkan
diganti dengan kesadaran dan
Terancam Berdasarkan
tanaman yang baru. kesiapsiagaan
Pengolahan Data Drone
Reboisasi lahan kritis masyarakat terhadap
(Sumber: di daerah bencana potensi longsor di
longsor di sekitarnya daerahnya. Hal ini bisa
4. Ana
perlu dilakukan oleh dimulai dengan
lisis
Dat masyarakat, pengamatan kondisi
a) Pemerintah Daerah, lingkungan dan iklim,
Perhutani, LSM dan termasuk di dalamnya
Pengurangan lainnya. pengamatan terhadap
Risiko Pengamatan curah kondisi fisik lahan dan
Bencana hujan ini diperlukan curah hujan. Kesadaran
karena curah hujan masyarakat terutama
Tanah merupakan salah satu peningkatan
Longsor di pemicu terjadinya kewaspadaan pada saat
bencana tanah longsor. musim hujan dengan
Dusun Menurut Sipayung et intensitas yang tinggi
© 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907

sangat diperlukan. masyarakat yang sudah


Penetapan jalur terbangun perlu untuk
evakuasi yang tepat diperkuat, dengan
juga berpengaruh memanfaatkan
terhadap proses sumberdaya yang ada
penyelamatan warga di masyarakat.
apabila terjadi bencana Sementara peringatan
longsor (Susanti et al, dini bencana tanah
2017). Masyarakat di longsor dengan
sekitar daerah bencana teknologi instrumentasi
perlu melakukan bisa berdasarkan pada
kontrol terhadap tanda- tingginya curah hujan
tanda gerakan tanah yang diukur oleh Auto
(adanya retakan, Weather Station (AWS),
keluarnya mata air ekstenseometer,
baru, mata air keruh, kejenuhan tanah (soil
pohon-pohon miring, moisture), tinggi muka
suara gemuruh dalam airtanah (groundwater
tanah) serta level recorder),
mewaspadai apabila inklinometer,
terjadi pembendungan akselerometer dan
aliran sungai (waduk lainnya.
alam) di sepanjang
aliran sungai.
Masyarakat di sekitar
bencana perlu waspada
dan disarankan untuk
mengungsi ke lokasi
yang aman, karena
daerah bencana dan
sekitarnya masih
berpotensi terjadi
longsor susulan
(PVMBG, 2017).
Material hasil
longsoran di Sungai
Tangkil merupakan
material yang tidak
terkonsolidasi dengan
baik dan tidak stabil
sehingga masih mudah
bergerak apabila
bercampur air dalam
jumlah
besar.Pembendungan
pada Sungai Tangkil
oleh material longsoran
bisa terjadi dan
berpotensi terjadinya
banjir bandang.Untuk
itu di sepanjang sungai
tersebut harus
dibebaskan terhadap
permukiman.
Sistem peringatan dini
bencana tanah longsor
perlu untuk dibangun di
daerah tersebut, baik
yang berbasis
masyarakat lokal
maupun dengan
instrumentasi.Peringata
n dini berbasis
© 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
4. Kesimpulan
Jenis longsoran pada daerah penelitian adalah longsoran bahan rombakan dan
berkembang menjadi aliran bahan rombakan akibat bercampur dengan massa air.
Material hasil longsoran di Sungai Tangkil tidak kompak sehingga masih mudah bergerak,
dan berpotensi terjadinya aliran bahan rombakan atau banjir bandang.
Mekanisme terjadinya longsor adalah: batuan breksi vulkanik yang membentuk
pelapukan tanah sangat tebal. telah membentuk perbukian yang sangat curam, terbentuk
rekahan/retakan sebelum longsor, air hujan akibat curah hujan tinggi masuk melalui
rekahan maupun melalui proses infiltrasi biasa kemudian menjenuhkan tanah penutup
yang gembur sehingga keseimbangan tanah menjadi labil dan terbentuk kejadian tanah
longsor dari tanah penutup beserta tanaman di atasnya melalui batuan breksi yang keras
tersebut sebagai bidang gelincir.
Berdasarkan hasil analisis, faktor-faktor utama yang berpengaruh terhadap bencana
tanah longsor yaitu
:kelerengan yang sangat curam, batuan breksi vulkanik yang membentuk soil hasil
pelapukan sangat tebal, alih fungsi lahan dengan tanaman hortikultura yang memerlukan
upaya penggemburan tanah dan mengganggu kestabilan lereng, serta curah hujan yang
tinggi.
Pada kawasan rawan longsor perlu dijadikan lahan perkebunan dengan tanaman keras
yang berakar kuat dan dalam yang berfungsi dapat menahan lereng.Pertanian lahan
kering pada lereng-lereng sebaiknya menggunakan pola agroforestry. Kawasan sub DAS
berisiko longsor, sebaiknya dikembalikan fungsi lahan sebagai hutan konservasi atau
hutan lindung seperti sebelumnya.
Beberapa permukiman yang mempunyai risiko tinggi dan sedang terhadap longsor, perlu
dibangun peningkatan kesiapsiagaan masyarakat, pemasangan sistem peringatan dini
longsor serta untuk jangka panjang adalah relokasi pada daerah yang aman jika memang
kondisi semakin parah.

DAFTAR PUSTAKA
Damanik, M. R. S., & Restu, R. 2012. Pemetaan Tingkat Risiko Banjir dan Longsor Sumatera Utara Berbasis
Sistem Informasi Geografis. Jurnal Geografi, 4(1): pp. 29-42.

Hardiyatmoko, H. C. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi (Edisi 1). Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

LAPAN, 2017, Citra SPOT-6 dengan tanggal akuisisi 23 Februari 2017.

Pareta, K. & Pareta, U. 2012. Landslide Modeling and Susceptibility Mapping of Giri River. International Journal
of Science and Technology, Vol. 1 No. 2, 2012: pp. 91-104.

Naryanto, H.S. 2017. Analisis Kejadian Bencana Tanah Longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan
Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah tanggal 12 Desember 2014. Jurnal Alami,
Vol. 1

No. 1 tahun 2017: pp. 1-10.


Naryanto, H.S. 2013. Analisis dan Evaluasi Kejadian Bencana Tanah Longsor di Cililin, Kabupaten Bandung
Barat, Provinsi Jawa Barat Tanggal 25 Maret 2013, JSTMB, Vol. 8, No. 1, Tahun 2013: pp. 39-49.

Naryanto, H.S. 2011. Analisis Risiko Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah.
Jurnal Penanggulangan Bencana, BNPB, Vol 2 No. 1 Tahun 2011: pp. 21-32.

Naryanto, H.S., Kristijono, A., Suwandita, H., Ganesha, D., Prawiradisastra, F. dan Udrekh. 2017. Analisis
Kejadian Bencana Tanah Longsor (Gerakan Tanah) di Dusun Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung,
Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur Tanggal 1 April 2017. Laporan Kajian Cepat, PTRRB, BPPT.

Naryanto, H.S., Wisyanto, Sumargana, L., Ramadhan, R. dan Prawiradisastra, S. 2016. Kajian Kondisi Bawah
Permukaan Kawasan Rawan Longsor dengan Geolistrik untuk Penentuan Lokasi Penempatan
Instrumentasi Sistem Peringatan Dini Longsor di Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut. Jurnal Riset
Kebencanaan Indonesia (JRKI), Vol. 2 No. 2, Oktober 2016: pp. 161-172.

Paimin, Sukresno dan Pramono, I. B. 2009. Teknik Mitigasi Banjir dan Tanah Longsor. Balikpapan: Tropenbos
International Indonesia Programme.

PVMBG. 2017. Laporan Singkat Pemeriksaan Gerakan Tanah Di Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo
Provinsi Jawa Timur. [terhubung berkala].
http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gerakan- tanah/kejadian-gerakan-tanah/1519-laporan-singkat-
pemeriksaan-gerakan-tanah-di-kecamatan-pulung- kabupaten-ponorogo-provinsi-jawa-timur.

PVMBG. 2009. Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur. Badan
Geologi, Kementerian ESDM.

Sampurno & Samodra, H. 1997. Peta Geologi Lembar Ponorogo, Jawa, Skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi.

Sipayung, S. B., Cholianawati, N., Susanti, I., Aulia, S., Edy, R., Pusat, P., & Atmosfer, T. 2014.
Pengembangan Model Persamaan Empiris Dalam Memprediksi Terjadinya Longsor di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Citarum (Jawa Barat) Berbasis Data Satelit TRMM. Jurnal Sains Dirgantara, 12(1): pp. 12–
21.

Susanti, P.D., Miardini, A. dan Harjadi, B. 2017. Analisis Kerentanan Tanah Longsor Sebagai Dasar Mitigasi di
Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Penelilian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Vol. 1 No. 1, April 2017:
pp. 49-59.

Pareta, K. & U. Pareta, 2012. Landslide Modeling and Susceptibility Mapping of Giri River Watershed,
Himachal Pradesh (India). International Journal of Science and Technology Volume 1 No. 2, February,
2012:

pp. 91-104.

Rahmad, R., Suib dan Nurman, A. 2018. Aplikasi SIG untuk Pemetaan Tingkat Ancaman Longsor di Kecamatan
Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Majalah Geografi Indonesia, Vol. 32, No.1, Maret
2018: pp. 1-13.

Wang, F., Xu, P., Wang, C., Wang, N., & Jiang, N. 2017. Application of a GIS Based Slope Unit Method for
Landslide Susceptibility Mapping along the Longzi River, Southeastern Tibetan Plateau, China. ISPRS
International Journal of Geo-Information, 6(6): pp. 172.

Yuniarta, H., Saido, A.P., & Purnama, Y.M. 2015. Kerawanan Bencana Tanah Longsor Kabupaten Ponorogo. E-
Jurnal Matriks Teknik Sipil, Maret 2015: pp. 194-201.

Zuidam, R.A.V. 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping. ITC, Smits
Publ., Enschede, The Hague.
2. DOKUMENTASI DISKUSI KELOMPOK

Anda mungkin juga menyukai