DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
TINGKAT 3A D3 KEPERAWATAN
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Evaluasi penanganan bencana tanah longsor di Ponorogo “ ini tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah “Disaster Manajemen” Prodi D3 Keperawatan.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang evaluasi
penanganan bencana alam bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB 1 PENDAHULUAN 4
A. LATAR BELAKANG 4
B. RUMUSAN MASALAH 5
C. TUJUAN
PEMBAHASAN……………………………………………………………………5
BAB 2 PEMBAHASAN 6
A. PENYEBAB TANAH LONGSOR 6
B. DAMPAK TANAH LONGSOR 8
C. TAHAPAN
PENANGGULANGAN……………………………………………………………9
BAB 3 PENUTUP 12
A. KESIMPULAN 12
B. SARAN 12
DAFTAR PUSAKA……………………………………………………………………...13
LAMPIRAN ……………………………………………………………………………..14
3
BAB 1
A. Latar Belakang
4
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
Mengetahui gambaran umum dan penanggulangan serta tahapan
penanggulanan pascabencana tanah longsor di Ponorogo tahun 2017 ini.
5
BAB 2
1. Kelerengan
Secara umum, geomorfologi terbentuk oleh perbukitan sedang
sampai terjal. Di bagian lereng dan bawah perbukitan ini
dipergunakan sebagai tempat pemukiman penduduk dan
perkebunan. Pengamatan pada puncak mahkota longsor di Dusun
Tangkil, Desa Banaran, ditunjukkan tebing dengan kelerengan
sekitar 70-140%, yang termasuk katagori sangat curam(very steep)
menurut klasifikasi Zuidam (1985)(Tabel 1). Kemiringan lereng di
bawahnya lebih landai lagi yang digunakan untuk permukiman dan
perladangan. Ketinggian mahkota longsor adalah 990-1.010 meter
di atas permukaan laut (dpal). Jarak antara mahkota longsor dengan
titik akhir terpanjang ke arah barat laut sekitar 1.500 meter.Arah
dari posisi tengah mahkota longsor ke arah selatan dan berbelok ke
arah timur. Keterbatasan data topografi yang detail sebelum
kejadian longsor menyebabkan kendala dalam interpretasi.
Berdasarkan pengolahan kontur yang diperoleh dari data rupabumi
skala 1:25.000 tahun 2016 maka dapat diidentifikasi wilayah
ketinggian dan kemiringan lereng sebelum terjadi longsor.
Ketinggian di lokasi longsor dan sekitarnya terbagi menjadi 4 kelas
yaitu 0-800 m, 800-900 m, 900-1000 m dan 1000-1200 m. Lokasi
longsor didominasi oleh ketinggian 800-900 meter. Sedangkan
permukiman di sekitar lokasi longsor berada di wilayah ketinggian
900-1000 meter
6
2. Pelapukan Batuan
3. Retakan Batuan
4. Penggunaan Lahan
Morfologi lahan sekitar lokasi longsor di Desa Banaran
Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo merupakan perbukitan
bergunung.Pada bagian lembah yang sempit mengalir sungai
dengan pola aliran yang berasal atau hulunya dari lereng lereng
perbukitan tersebut.Pada bagian bukit atau gunung kelerengan
7
lahannya sangat curam.Sedangkan lebar lembahnya tergolong
sempit yang sebagian dimanfaatkan untuk kawasan
permukiman penduduk
5. Curah hujan
Kondisi curah hujan sangat ekstrim menjadi salah satu pemicu
bencana tanah longsor di di Desa Banaran, Kec.Pulung.Curah
hujan tinggi telah terjadi pada hari-hari sebelum terjadi
longsor.Pemicu longsor besar di Desa Banaran adalah
tingginya curah hujan yang ada di sekitar kawasan lokasi
bencana.Hujan bahkan diinformasikan mengguyur selama tiga
hari sebelum kejadian secara terusmenerus dengan intensitas
tinggi.Sehari sebelum kejadian itu hujan terjadi mulai dari sore
hingga tengah malam.Kondisi itu memicu terjadinya serapan
air dalam tanah cukup tinggi, sehingga tanah dalam kondisi
jenuh air
6. Aktivitas Manusia
Faktor manusia dibeberapa bencana memang seringkali
menjadi faktor kunci terjadinya bencana.Terutama untuk
bencana tanah longsor. Ketidakseimbangan tanah akibat salah
pengelolaan budidaya manusia yang secara kumulatif dapat
memicu terjadi longsor yang sangat membahayakan
dikemudian hari
8
3. Masalah kesehatan lingkungan seperti kurangnya
penyediaan air bersih,tempat buang tinja, dan kepadatan
penampungan.
4. Kurangnya suplai makanan dan obat-obatan
menyebabkan kekurangan gizi,penyakit GERD ,
influenza, penyakit kulit, dsb.
C. Tahapan Penanggulangan
2. Tahapan Pelaksanaan
Pada tahap ini dilakukan beberapa langkah, antara
lain, yaitu:
9
1. pemetaan relawan dan proses penangan bencana
tanah Lonsor di Banaran Kecamatan Pulung
Kabupaten Ponorogo, baik dalam tahap
pencegahan, tanggap darurat, rehabilitasi dan tahap
rekonstruksi. 2.
2. Melakukan studi banding ke Bantul dalam rangka
studi pengelolaan bencana, terutama pada tahap
rehabilitas dan tahap rekonstruksi.
3. Melakukan Focus Group Discutios (FGD), terutama
para relawan yang terlibat dalam tahap tanggap
darurat dan tahap rehabilitasi.
4. Melakukan pelatihan/ workshop Pemetaan Rawan
Bencana bagi relawan dan petugas BPBD dengan
melakukan kerjasama dengan Pemerintah
Kabupaten Ponorogo .
10
dan pemerintah, termasuk Polri dan TNI cukup baik.
Ada beberapa yang dilakukan, misalnya, memindahkan
siswa sekolah dasar Banaran, Kabupaten Ponorogo di
teras Masjid Jami di Dusun Krajan. Gedung SD
Banaran memang berada di jalur rawan longsor susulan.
11
BAB 3
A. KESIMPULAN
B. SARAN
12
DAFTAR PUSTAKA
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/ilmulingkungan/article/vie
w/22202/pdf
https://www.slideshare.net/alfianisnan/makalah-pbl-2-
rehabilitasi-bencana-tanah-longsor-di-puncak-cisarua
https://wecare.id/tanah-longsor-ponorogo/
13
LAMPIRAN
ABSTRAK
Bencana tanah longsor di Indonesia semakin sering terjadi dari tahun ke tahun.Bencana tanah
longsor telah terjadi di Dusun Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten
Ponorogo, Provinsi Jawa Timur pada tanggal 1 April 2017. Lokasi tanah longsor di Desa
Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, terletak pada zona
kerentanan tinggi. Tipologi tanah longsor berupa longsoran bahan rombakan,yang kemudian
ke arah bawah (Sungai Tangkil) berkembang menjadi tipe aliran bahan rombakan. Faktor-
Faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya tanah longsor lokasi penelitian adalah:
kelerengan, batuan dan tanah, rekahan/retakan batuan, konversi lahan, drainase dan keairan,
curah hujan tinggi, dan aktivitas manusia. Dari kesemuanya faktor-faktor tersebut, yang paling
dominan dan berpengaruh terhadap tanah longsor adalah: lereng yang sangat curam, soil hasil
pelapukan sangat gembur dan tebal, alih fungsi lahan dan curah hujan yang tinggi. Material
longsoran tidak terkonsolidasi dengan baik sehingga masih mudah bergerak, dan kemungkinan
pembendungan pada Sungai Tangkil oleh material longsoran tersebut bisa berpotensi
terjadinya banjir bandang. Beberapa permukiman yang berada di sekitar lokasi longsor
mempunyai risiko tinggi dan sedang terhadap longsor, sehingga perlu dibangun kesiapsiagaan
masyarakat, pembangunan sistem peringatan dini longsor serta untuk jangka panjang adalah
relokasi jika memang kondisi semakin parah.Pertanian lahan kering pada lereng-lereng
14
sebaiknya menggunakan pola agroforestry. Kawasan sub DAS berisiko longsor, sebaiknya
dikembalikan fungsi lahan sebagai hutan konservasi atau hutan lindung seperti sebelumnya.
Kata kunci: longsor, Ponorogo, sangat curam, soil tebal, degradasi lahan, curah hujan tinggi, risiko
ABSTRACT
Landslides in Indonesia are becoming increasingly frequent from year to year.A landslide
disaster has occurred in Tangkil, Banaran Village, Pulung Sub-District, Ponorogo District, East
Java Province on April 1, 2017. The location of landslides in Banaran Village, Pulung Sub-
District, Ponorogo District, East Java, lies in the high vulnerability zone. The landslide typology
is a debris slide, which then in the downstream direction (Tangkil River) develop into a type
ofdebris flow. Factors that influence the occurrence of landslides in the study area are:very
steep slope, rock and soil, fracture, land conversion, drainage and irrigation, high rainfall, and
human activities. Of all the influential factors, the most dominant factors for landslides are:
steep slopes, weathered soil is very loose and thick,land conversion, and high rainfall.
Landslide material is not well consolidated so that it is still easy to move, and the possibility of
damming the Tangkil River by landslide material can potentially cause flash floods. Some
settlements located near landslide locations have high and moderate risks of landslides, so
community preparedness needs to be built, the establishment of landslide early warning
systems and long-term relocation if the condition is getting worse. Dryland farming on slopes
should use agroforestry patterns. Sub-watershed areas are at risk of landslides, the land
should be restored as conservation forest or protected forest as before.
Keywords: landslide, Ponorogo, steep slopes, thick soil, land degradation, high rainfall, risk
Citation: NaryantoH.S., Suwandita, H., Ganesha, D., Prawiradisastra, F., dan Kristijono, A.(2019). Analisis
Penyebab Kejadian dan Evaluasi Bencana Tanah Longsor di Desa Banaran, Kecamatan Pulung, Kabupaten
Ponorogo, Provinsi Jawa Timur Tanggal 1 April 2017. Jurnal Ilmu Lingkungan, 17(2), 272-282,
doi:10.14710/jil.17.2.272-282
15
Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907
dengan masa air sekitar 70-140%, yang 900-1000 m dan 1000- ketinggian 800-900
dalam jumlah besar termasuk katagori 1200 m. Lokasi longsor meter.
dan menjadi lumpur. sangat curam(very didominasi oleh
Aliran bahan steep) menurut
rombakan secara aktif klasifikasi Zuidam
bergerak mengikuti (1985)(Tabel 1).
aliran Sungai Tangkil, Kemiringan lereng di
dan dalam beberapa bawahnya lebih landai
hari material longsor lagi yang digunakan
selalu bergerak untuk permukiman
khususnya apabila dan perladangan.
jumlah air sangat Ketinggian mahkota
banyak (Gambar 1 dan longsor adalah 990-
2). 1.010 meter di atas
ongsor) membelok dan berubah menjadi aliran bahan rombakan (aliran debris)
Gerakan tanah (longsor) tipe longsoran bahan rombakan (longsoran debris) yang berbentuk rotasi di sekitar mahkota longsor
struktur remah dan tanah di Bukit Gede subur. Model pertanian disinyalir turut menjadi
gembur, serta tanah setiap harinya. Sejak sudah menerapkan pemicu pintu masuk air
mempunyai saat itu, warga pun konsep mikro bisa terserap kedalam
kesuburan yang cukup diminta untuk waspada konservasi (terasering) tanah secara
baik juga merupakan mengingat potensi dengan lebar teras efektif.Pada saat
salah satu pilihan longsor Bukit Gede hanya berkisar 1 menanam tanah
petani untuk dapat terjadi kapan hingga maksimal 3 dilubangi, sementara
melakukan aktivitas saja.Warga juga telah m.Karakteristik sifat pada saat pertumbuhan
budidaya tanaman dihimbau untuk tanah yang gembur perakaran/buah
khususnya jahe dan mengungsi ke menyebabkan daya akanmenembus tanah
kacang tanah. pemukiman warga serap/infiltrasi yang dengan mudah karena
lainnya yang lebih sangat efektif bagi air tanah gembur. Begitu
Retakan tinggi dan jauh dari hujan.Pola sistem selanjutnya pada saat
Batuan jarak Bukit Gede. budidaya Jahe menjelang
Sebelum Himbauan untuk panen rumpun jahe budidaya tanaman
kejadian longsor mengungsi telah sudah mati sehingga semusim yang
biasanya didahului dilakukan warga dan tutupan lahan oleh tajuk terhampar pada lereng
dengan terbentuknya dilaksanakan pada daun akan berkurang, bukit membentuk teras
retakan atau rekahan malam hari, sementara kondisi ini yang turut teras searah kontur.
batuan yang terjadi di pada pagi hingga siang berkontribusi tanah Lokasi ini pada awalnya
bagian atas mahkota warga kembali ke akan melewatkan air merupakan hutan
longsor.Pertengahan pemukimannya kebawah dengan lindung dan pada lokasi
bulan Maret 2017, (Naryanto et al., 2017). mudah. puncak sekitarnya
warga Dusun Tangkil masih tersisa tanaman
sudah melihat Penggunaan a. Kawasan hutan keras seperti hutan
rekahan/retakan Lahan Berdasarkan kondisi pinus dibawah konsesi
batuan yang terjadi di Morfologi morfologi lahan, lahan Perum
bagian atas mahkota lahan sekitar lokasi sekitar lokasi longsor Perhutani.Kawasan
longsor.Dijumpai longsor di Desa merupakan kawasan hutan yang merupakan
adanya rekahan di atas Banaran Kecamatan dengan morfologi kawasan lindung ini
bukit yang longsor Pulung Kabupaten berbukit hingga terdesak oleh aktivitas
sebagai pertanda Ponorogo merupakan bergunung dengan kegiatan manusia yaitu
terjadinya perbukitan kemiringan lereng lebih budidaya tanaman
ketidakstabilan bergunung.Pada bagian semusim mengingat
dari 60. Kawasan ini
lereng.Rekahan ini lembah yang sempit kondisi tanahnya yang
secara fungsi
menyebabkan air mengalir sungai tergolong subur.
hidroorologis
hujan yang jatuh dapat dengan pola aliran sebenarnya merupakan
lebih mudah untuk yang berasal atau kawasan lindung.
meresap ke dalam hulunya dari lereng Nampak bahwa masih
tanah dan lereng perbukitan L
tersisa hutan pinus
mempermudah tersebut.Pada bagian a
yang berada pada
terjadinya kejenuhan bukit atau gunung h
puncak bukit, a
tanah.Menurut PVMBG sementara pada bagian n
(2017), daerah kelerengan lahannya lereng sudah berubah
kejadian tanah longsor sangat fungsi menjadi kawasan
merupakan zona curam.Sedangkan lebar t
budidaya tanaman
lemah, yang lembahnya tergolong e
semusim denganpola
diperkirakan terdapat sempit yang sebagian r
tumpangsari(multiple
struktur patahan atau dimanfaatkan untuk a
cropping) tanaman
sesar. kawasan permukiman s
keras.Tanaman keras
Informasi penduduk. lainnya yang
e
dari warga setempat, Dengan dibudidayakan dan
r
retakan awal sekitar topografi dan tersisa adalah tanaman
i
30 cm sebelumnya kelerengan tergolong n
mahoni, sengon, jati,
telah dideteksi di sangat curam, namun g
waru dan cengkeh.
lokasi longsor, setiap lereng lereng
hari bertambah sekitar perbukitan yang terjal d
b. Kawasan budidaya
8 cm hingga 10 cm. ini dimanfaatkan oleh e
dan vegetasi
Kepala Desa telah masyarakat/petani n
Tata guna lahan
mengintruksikan untuk aktivitas g
eksisting dilokasi
Jogoboyo (keamanan budidaya pertanian, a
longsor sebagian besar n
kampung) untuk mengingat tanahnya
merupakan kawasan
memantau retakan tergolong gembur dan
© 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907
Gambar 5. Pola
Budidaya Pertanaman
di Bagian Upland dan
diAtas Mahkota
Longsor, Berupa Kebun
dengan Mayoritas
Tanaman Jahe dengan
Sistem Terasering
Meskipun
merupakan perbukitan
dengan kelerengan
yang tergolong sangat
curam, perbukitan di
sekitar lokasi kejadian
bencana longsor telah
dimanfaatkan untuk
budidaya tanaman
khususnya tanaman
jahe.Dari segi aspek memotong kontur dan
Gambar 6. Kondisi
konservasi tanah, lahan Landuse di ini sebagai bentuk
dengan kelerengan Sekitar Lokasi drainase yang dibuang
sangat curam tidak Longsor dan dari lereng lereng yang
© 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907
berteras pada kegiatan membentuk parit yang . Sub DAS pada lokasi longsor (Sumber:
budidaya tanaman berfungsi membuang
semusim.Drainase kelebihan air/run off
yang berpola vertikal dari lereng lereng yang
memotong tidak terinfiltrasi pada
kontur/lereng ada lahan budidaya.
kecenderungan
Mata air kecil yang ada di lokasi
terbentuk pada bagian longsor dan sekitarnya
atas dan tengah bukit sehingga keluaran
Gunung Gede, kelihatan menjadi lebih detail
pada saat kejenuhan air dan fokus pada cell
sangat tinggi.Dari yang berisiko tinggi
kejauhan terlihat terkena longsor. Pada
adanya torehan- peta sub DAS dibuat
torehan pada tebing dengan akumulation
longsor membentuk aliran 10 hektar yang
alur-alur baik di bagian memperlihatkan sub
bawah mahkota DAS yang berada pada
longsor.Sistem drainase lokasi longsor dan arah
ini mengumpulkan aliran sungai yang
kelebihan air dilahan searah dengan
dan membuangnya pergerakan longsor
dalam arah horizontal (Gambar 9).
searah kontur dan
tegak lurus
kontur.Sistem ini Analisis Data)
disebut juga parit yang
secara tidak langsung
dibuat oleh petani
lahan dalam rangka
membuat guludan atau
petakan lahan. Pada
bagian tengah bukit
juga nampak aliran air
yang mengalir liar
terbuang kebawah
melewati alur alami
diantara reruntuhan
tanah pasca terjadinya
longsor, dan makin ke
bawah makin besar
mengalir ke sungai
dibagian barat yang
debitnya cukup besar.
Sementara itu lahan
pada kaki bukit
ditunjang oleh sistem
drainase yang sekaligus
berfungsi sebagai
saluran irigasi untuk
budidaya pertanian
padi sawah (Gambar 7
dan 8) (Naryanto et al.,
2017).
terjal. Pada lokasi awal sebelumnya, sehingga sangat banyak menjadi tipe aliran
di mahkota longsor tanah/batuan menjadi menghantam bagian bahan rombakan
terbentuk oleh jenuh air, menyebabkan depan arah longsor yang (debris). Semakin banyak
kemiringan lereng bobot masanya dan mengenai bukit dan air yang terkandung di
yang ekstrim. tekanan air pori berbelok mengalir ke dalamnya, maka
c. Lahan yang bertambah serta kuat selatan melalui lembah semakin tinggi
mendominasi kawasan gesernya menurun. Sungai Tangkil ke arah kecepatan aliran debris
lereng dan bagian e. Tanah yang hilir yang berubah bergerak.
puncak bukit bersifat mengandung air
mudah menyerap air menjadi semakin jenuh, Permukiman dominan berada di
tanah yang berasal dari oleh karenanya yang perbukitan yang
air hujan sehingga mengakibatkan pula memiliki ketinggian
aliran air relatif lebih
Berisiko 940-980 m dpl.
semakin berat
lancar terus masuk ke massanya. Tekanan Terhadap
lapisan soil. Pada bagian hidrostatis diperkirakan Bencana
atas dan samping timbul pada batas
mahkota longsor
Longsor
antara lapisan soil yang
kelihatan rekayasa Permukiman
jenuh air dengan lapisan dengan risiko tinggi
terasering untuk breksi vulkanik yang berada persis di bawah
pemanfaatan lahan relatif kedap air. lereng terjal sama
tanaman jahe, yang Terbentuknya batuan seperti kondisi
seharusnya bisa kedap air dan tanah permukiman pada
dijadikan hutan dengan yang jenuh, lokasi longsor dulu
akar yang kuat. Air menyebabkan lapisan sebelum kejadian
hujan yang masuk kedap air yang berupa longsor. Gambar 10
melalui rekahan batuan breksi vulkanik berikut ini merupakan
maupun melalui proses menjadi bidang gelincir kondisi sebelum longsor
infiltrasi biasa kemudian dari tanah penutup di dari LAPAN yang
menjenuhkan tanah atasnya, sehingga berasal dari citra SPOT-
penutup hingga ke memicu ketidak 6 dengan tanggal
batuan breksi vulkanik. seimbangan pada lereng akuisisi 23 Februari
Di dasar longsor terlihat dan terjadi gerakan 2017.
jelas jenis batuannya massa tanah tersebut.
yaitu breksi vulkanik f. Hujan yang
yang masih keras. menerus mengakibatkan
Karena curah hujan sebagian air tertahan di
tinggi, tanah mudah bagian atas dan tengah
menjadi jenuh dan tubuh longsor dan
breksi tersebut semakin membentuk kejenuhan
jenuh dengan air dan air yang luar biasa pada
tidak dapat terinfiltrasi tanah (soil). Air semakin
lebih jauh karena keras lancar masuk ke dalam
dan bidang batas pori-pori tanah sampai
tersebut berfungsi batas kontak dengan
sebagai bidang gelincir. batuan dasarnya. Pada
d. Pemicu utama saat beban massa tanah
dari kejadian bencana sudah lewat maka
tanah longsor tersebut kestabilan lereng
adalah curah hujan terganggu dan longsor
tinggi. Hujan yang turun dahsyat terjadi sekitar
terus menerus selama pada hari Sabtu tanggal
beberapa jam sebelum 1 April 2017 jam 08.00
terjadinya longsor WIB. Longsor tipe
menyebabkan air longsoran bahan
permukaan meresap rombakan
masuk ke dalam menyebabkan getaran
tanah/batuan melalui yang sangat keras
retakan/rekahan dan dirasakan penduduk
ruang antar butir karena massa yang
tanah/batuan yang longsor yang bergerak
sudah terbentuk
© 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907
lereng terjal pada Tangkil, al. (2014) bahwa nilai yang tinggal di daerah
sekitar lokasi longsor ambang curah hujan rentan longsor seperti
dan peta kemiringan Desa yang berpotensi di Dusun Tangkil, Desa
lereng. Banaran menyebabkan longsor Banaran, Kecamatan
Berdasarkan Kondisi biofisik akan berbeda pada Pulung.
analisis data drone, lahan di Dusun setiap daerah, dan akan Lereng dengan
maka dapat diketahui Tangkil, Desa Banaran berpengaruh lebih kemiringan sangat
kemiringan lereng yang berpotensi besar besar pada daerah yang curam akan
pada permukiman di terhadap bencana rentan longsor meningkatkan potensi
utara lokasi longsor tanah longsor, dibandingkan dengan terjadinya tanah
secara detail memerlukan upaya daerah yang tidak longsor, sehingga upaya
didominasi mitigasi yang tepat rentan longsor mitigasi pada wilayah
kelerengansangat agar korban jiwa dan meskipun dengan curah ini sangat diperlukan,
curam. Data ini kerugian material hujan yang sama. salah satunya adalah
dijadikan acuan untuk dapat dikurangi. Menurut Paimin et al. dengan upaya
perkiraan kelas lereng Perubahan tataguna (2009), curah hujan mengurangi volume air
pada lokasi sebelum lahan telah terjadi di yang perlu diwaspadai hujan yang masuk ke
longsor.Berdasarkan kawasan tersebut pada pada daerah rentan dalam profil tanah
data SRTM 30m maka tahun-tahun terakhir longsor adalah >300 (Susanti et al., 2017).
dapat diketahui ini. Pada kawasan mm/3 hari. Adanya Berkaitan dengan hal
kemiringan lereng rawan longsor perlu informasi curah hujan ini, Hardiyatmoko
pada sekitar dijadikan lahan yang tepat dan (2006) menyampaikan
permukiman di utara perkebunan dengan kontinyu, diharapkan bahwa untuk
lokasi longsor mirip tanaman keras yang dapat menjadi dasar meningkatkan stabilitas
dengan kemiringan berakar kuat dan peringatan dini bagi lereng perlu dilakukan
lereng pada lokasi dalam yang berfungsi masyarakat dengan perubahan
longsor (Naryanto et dapat menahan lereng. geometri lereng yaitu
al., 2017). Tanaman keras pada dengan pelandaian
kemiringan lereng,
seperti dengan
pembuatan teras
bangku, mengontrol
drainase dan rembesan
terutama drainase
aliran permukaan dan
bawah permukaan,
pembuatan bangunan
untuk stabilisasi,
pembongkaran dan
pemindahan material
pada daerah rentan
Gambar 13. Topografi lereng yang sudah ada longsor, serta
dalam Bentuk 3 Dimensi sebaiknya tidak perlindungan
pada Daerah Longsor dan dilakukan penebangan, permukaan tanah.
Permukiman di kalau terpaksa harus Perlu dilakukan
Sekitarnya yang juga
dilakukan secepatnya peningkatkan
diganti dengan kesadaran dan
Terancam Berdasarkan
tanaman yang baru. kesiapsiagaan
Pengolahan Data Drone
Reboisasi lahan kritis masyarakat terhadap
(Sumber: di daerah bencana potensi longsor di
longsor di sekitarnya daerahnya. Hal ini bisa
4. Ana
perlu dilakukan oleh dimulai dengan
lisis
Dat masyarakat, pengamatan kondisi
a) Pemerintah Daerah, lingkungan dan iklim,
Perhutani, LSM dan termasuk di dalamnya
Pengurangan lainnya. pengamatan terhadap
Risiko Pengamatan curah kondisi fisik lahan dan
Bencana hujan ini diperlukan curah hujan. Kesadaran
karena curah hujan masyarakat terutama
Tanah merupakan salah satu peningkatan
Longsor di pemicu terjadinya kewaspadaan pada saat
bencana tanah longsor. musim hujan dengan
Dusun Menurut Sipayung et intensitas yang tinggi
© 2019, Program Studi Ilmu Lingkungan Sekolah Pascasarjana UNDIP
Jurnal Ilmu Lingkungan (2019), 17 (2): 272 - 282, ISSN 1829-8907
DAFTAR PUSTAKA
Damanik, M. R. S., & Restu, R. 2012. Pemetaan Tingkat Risiko Banjir dan Longsor Sumatera Utara Berbasis
Sistem Informasi Geografis. Jurnal Geografi, 4(1): pp. 29-42.
Hardiyatmoko, H. C. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi (Edisi 1). Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Pareta, K. & Pareta, U. 2012. Landslide Modeling and Susceptibility Mapping of Giri River. International Journal
of Science and Technology, Vol. 1 No. 2, 2012: pp. 91-104.
Naryanto, H.S. 2017. Analisis Kejadian Bencana Tanah Longsor di Dusun Jemblung, Desa Sampang, Kecamatan
Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah tanggal 12 Desember 2014. Jurnal Alami,
Vol. 1
Naryanto, H.S. 2011. Analisis Risiko Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah.
Jurnal Penanggulangan Bencana, BNPB, Vol 2 No. 1 Tahun 2011: pp. 21-32.
Naryanto, H.S., Kristijono, A., Suwandita, H., Ganesha, D., Prawiradisastra, F. dan Udrekh. 2017. Analisis
Kejadian Bencana Tanah Longsor (Gerakan Tanah) di Dusun Tangkil, Desa Banaran, Kecamatan Pulung,
Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur Tanggal 1 April 2017. Laporan Kajian Cepat, PTRRB, BPPT.
Naryanto, H.S., Wisyanto, Sumargana, L., Ramadhan, R. dan Prawiradisastra, S. 2016. Kajian Kondisi Bawah
Permukaan Kawasan Rawan Longsor dengan Geolistrik untuk Penentuan Lokasi Penempatan
Instrumentasi Sistem Peringatan Dini Longsor di Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut. Jurnal Riset
Kebencanaan Indonesia (JRKI), Vol. 2 No. 2, Oktober 2016: pp. 161-172.
Paimin, Sukresno dan Pramono, I. B. 2009. Teknik Mitigasi Banjir dan Tanah Longsor. Balikpapan: Tropenbos
International Indonesia Programme.
PVMBG. 2017. Laporan Singkat Pemeriksaan Gerakan Tanah Di Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo
Provinsi Jawa Timur. [terhubung berkala].
http://www.vsi.esdm.go.id/index.php/gerakan- tanah/kejadian-gerakan-tanah/1519-laporan-singkat-
pemeriksaan-gerakan-tanah-di-kecamatan-pulung- kabupaten-ponorogo-provinsi-jawa-timur.
PVMBG. 2009. Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur. Badan
Geologi, Kementerian ESDM.
Sampurno & Samodra, H. 1997. Peta Geologi Lembar Ponorogo, Jawa, Skala 1 : 100.000. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi.
Sipayung, S. B., Cholianawati, N., Susanti, I., Aulia, S., Edy, R., Pusat, P., & Atmosfer, T. 2014.
Pengembangan Model Persamaan Empiris Dalam Memprediksi Terjadinya Longsor di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Citarum (Jawa Barat) Berbasis Data Satelit TRMM. Jurnal Sains Dirgantara, 12(1): pp. 12–
21.
Susanti, P.D., Miardini, A. dan Harjadi, B. 2017. Analisis Kerentanan Tanah Longsor Sebagai Dasar Mitigasi di
Kabupaten Banjarnegara. Jurnal Penelilian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Vol. 1 No. 1, April 2017:
pp. 49-59.
Pareta, K. & U. Pareta, 2012. Landslide Modeling and Susceptibility Mapping of Giri River Watershed,
Himachal Pradesh (India). International Journal of Science and Technology Volume 1 No. 2, February,
2012:
pp. 91-104.
Rahmad, R., Suib dan Nurman, A. 2018. Aplikasi SIG untuk Pemetaan Tingkat Ancaman Longsor di Kecamatan
Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Majalah Geografi Indonesia, Vol. 32, No.1, Maret
2018: pp. 1-13.
Wang, F., Xu, P., Wang, C., Wang, N., & Jiang, N. 2017. Application of a GIS Based Slope Unit Method for
Landslide Susceptibility Mapping along the Longzi River, Southeastern Tibetan Plateau, China. ISPRS
International Journal of Geo-Information, 6(6): pp. 172.
Yuniarta, H., Saido, A.P., & Purnama, Y.M. 2015. Kerawanan Bencana Tanah Longsor Kabupaten Ponorogo. E-
Jurnal Matriks Teknik Sipil, Maret 2015: pp. 194-201.
Zuidam, R.A.V. 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping. ITC, Smits
Publ., Enschede, The Hague.
2. DOKUMENTASI DISKUSI KELOMPOK