Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur bagi allah SWT yang telah memberi rahmat, hidayah dan
petunjuk-Nya yang berlimpah sehingga Kami dapat meyelesaikan makalah yang berjudul
aplikasi pendidikan kesehatan dalam pencegahan penanggulangan bencana dan
dampak buruk bencana tanah longsor. Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas mata
kuliah keperawatan bencana.
Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan dan kami
mengharapkan masukan dan saran untuk kesempurnaan makalah ini.Semoga allah SWT
senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua pihak yang telah
membantu peneliti. Semoga proposal ini bermanfaat dalam memberikan informasi dibidang
kesehatan terutama dibidang ilmu keperawatan baik bagi penulis maupun bagi pembaca.
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................1
DAFTAR ISI.........................................................................................................................2
BAB I......................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.................................................................................................................3
A. Latar Belakang.......................................................................................................3
B. Rumusan Masalah......................................................................................................4
C. Tujuan.........................................................................................................................4
2. Tujuan Umum.........................................................................................................4
3. Tujuan Khusus........................................................................................................4
BAB II....................................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................5
A. Gambaran Umum Epidemiologi Tanah Longsor...................................................5
1. Epidemiologi Tanah Longsor.................................................................................5
2. 2. Penyebab Epidemiologi Tanah Longsor............................................................8
B. Dampak Epidemiologi Tanah Longsor Terhadap Kesehatan Masyarakat...............12
BAB III PENCEGAHAN DAN PENANGANAN BENCANA......................................14
A. Mapping Bencana.................................................................................................14
1. Peta Rawan Bencana............................................................................................14
B. Tahap Pengungsian...................................................................................................18
C. Upaya Pencegahan....................................................................................................19
BAB IV.................................................................................................................................24
PENUTUP...........................................................................................................................24
A. Kesimpulan...........................................................................................................24
B. Saran.........................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................26
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, oleh karena itu manusia tidak dapat dipisahkan dari alam. Alam
memang sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, akan tetapi selain
menguntungkan alam juga dapat merugikan bagi manusia, contohnya akhir-
akhir ini banyak sekali bencana alam khususnya di Indonesia. Melihat
fenomena tersebut sehausnya manusia dapat berpikir bagaimana untuk dapat
hidup selaras dengan alam. Karena alam tidak dapat ditentang begitu pula
dengan bencana.
Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng
Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling
menumbuk. Akibat tumbukan antara lempeng itu maka terbentuk daerah
penunjaman memanjang di sebelah Barat Pulau Sumatera, sebelah Selatan
Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah Utara
Kepulauan Maluku, dan sebelah Utara Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan
itu maka terbentuk palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur
kepulauan, sebaran gunung api, dan sebaran sumber gempa bumi.
Gunung api yang ada di Indonesia berjumlah 129. Angka itu
merupakan 13% dari jumlah gunung api aktif dunia. Dengan demikian
Indonesia rawan terhadap bencana letusan gunung api dan gempa bumi. Di
beberapa pantai, dengan bentuk pantai sedang hingga curam, jika terjadi gempa
bumi dengan sumber berada di dasar laut atau samudera dapat menimbulkan
gelombang Tsunami.
Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil
letusan gunung api. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung
dengan sedikit pasir dan bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di atas
batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang
hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan
3
dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan tersebut tidak ada
tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana
tanah longsor. ( Nandi. 2012 )
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang permasalahan di atas, maka rumuskan masalahnya
adalah sebagai berikut :
a. Apa sajakah dampak terhadap kesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh
terjadinya bencana tanaah longsor ?
b. Bagaimanakah besaran masalah bencana tanah longsor ?
c. Bagaimanakah tahapan pengungsian korban bencana tanah longsor ?
d. Bagaimanakah upaya pencegahan untuk menghindari terjadinya bencana
tanah longsor ?
e. Bagaimanakah prinsip penanggulangan bencana tanah longsor ?
C. Tujuan
2. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum dan penanggulangan serta
kegawatdaruratan epidemiologi bencana tanah longsor.
3. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dampak bencana tanah longsor terhadap kesehatan
masyarakat.
b. Untuk mengetahui besaran masalah bencana tanah longsor.
c. Untuk mengetahui tahapan pengungsian korban bencana tanah longsor.
d. Untuk mengetahui upaya pencegahan terjadinya tanah longsor.
e. Untuk mengetahui prinsip penanggulangan epidemiologi tanah longsor.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
a. Longsoran Translasi
Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan
pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
b. Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk cekung.
c. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada
bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran
translasi blok batu.
6
d. Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material
lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada
lereng yang terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-
batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.
e. Rayapan Tanah
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat.
Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini
hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor
jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau
rumah miring ke bawah.
7
seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini
dapat menelan korban cukup banyak.
8
Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena
melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian
dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan
di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap
oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.
b. Lereng terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong.
Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air
laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor
adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya
mendatar.
c. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat
dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah
jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila
terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah
karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.
d. Batuan yang kurang kuat
Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir
dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat.
Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses
pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada
lereng yang terjal.
e. Jenis tata lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan,
perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan
persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan
membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah
terjadi longsor.
9
Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena
akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan
umumnya terjadi di daerah longsoran lama.
f. Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi,
ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang
ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah
menjadi retak.
g. Susut muka air danau atau bendungan
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan
lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah
terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh
retakan.
h. Adanya beban tambahan
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan
kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor,
terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah
sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah
lembah.
i. Pengikisan/erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain
itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan
menjadi terjal.
10
k. Bekas longsoran lama
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi
pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau
pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama
memilki ciri :
1) Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal
kuda.
2) Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena
tanahnya gembur dan subur.
3) Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.
4) Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.
5) Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran
kecil pada longsoran lama.
6) Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan
longsoran kecil.
7) Longsoran lama ini cukup luas.
l. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)
Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:
1) Bidang perlapisan batuan
2) Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar
3) Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang
kuat.
4) Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan
batuan yang tidak melewatkan air (kedap air).
5) Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.
6) Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi
sebagai bidang luncuran tanah longsor.
m. Penggundulan hutan
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif
gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang.
11
n. Daerah pembuangan sampah
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah
dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi
ditambah dengan guyuran hujan, seperti yang terjadi di Tempat
Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini
menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal.
1. Peningkatan Morbiditas
Kematian akibat terjadinya bencana alam dibagi dalam dua kategori, yaitu:
12
3. Masalah Kesehatan Lingkungan
13
BAB III
PENCEGAHAN DAN PENANGANAN BENCANA
A. Mapping Bencana
1. Peta Rawan Bencana
Secara geologis Indonesia juga menghadapi ancaman gerakan
tanah, atau yang pada umumnya dikenal sebagai tanah longsor. Hampir
setiap tahun Indonesia mengalami kejadian gerakan tanah yang
mengakibatkan bencana. Korban dan kerugian besar pada umumnya terjadi
pada gerakan tanah jenis aliran bahan rombakan atau banjir bandang, seperti
terjadi di Nias (2001) dan Bohorok Sumatra Utara (2005), Sulawesi Tengah
(2007), Sumatra Barat (2008) dan terakhir di Situ Gintung, Banten (2009),
yang mengakibatkan 82 orang tewas, 103 orang hilang, 179 orang luka-luka
dan 250 buah rumah hancur/rusak.
Hampir semua pulau utama di Indonesia memiliki beberapa
kabupaten dan kota yang rawan pergerakan tanah, kecuali Pulau Kalimantan
yang hanya memiliki dua kabupaten yang rawan, yakni Kabupaten Murung
Raya di Kalimantan Tengah dan Kabupaten Malinau di Kalimantan Timur
(Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana 2010-2014).
Daerah yang memiliki relief morfologi kasar dengan lereng-lereng
yang terjal secara umum lebih rawan untuk terjadi gerakan tanah. Di
samping itu, kondisi batuan yang tidak kompak dan mudah mengalami
degradasi umumnya lebih mudah untuk terjadi gerakan tanah. Hal ini
diperburuk lagi oleh curah hujan yang tinggi dan gempa yang sering terjadi
di Indonesia.
Secara umum tingkat risiko bencana gerakan tanah di
Kabupatan/Kota di Indonesia ditentukan oleh keberadaan lajur pegunungan.
Tingkat risiko dipengaruhi pula oleh kondisi kerentanan berbagai unsur
lainnya seperti kepadatan dan kerentanan penduduk, kondisi kerentanan
bangunan dan infrastruktur, tingkat ekonomi, dan kapasitas daerah secara
14
umum. Gambar 1. menyajikan zona kerentanan gerakan tanah di Indonesia
(Gatot M Soedradjat, 2018).
Keterangan :
15
lereng telah mantap kembali. Gerakan tanah berdimensi kecil mungkin
dapat terjadi, terutama pada tebing lembah (alur) sungai.
1. Besaran Masalah
Bencana tanah longsor di Indonesia banyak terjadi di daerah yang
memiliki derajat kemiringan lereng tinggi. Bencana ini umumnya terjadi
pada saat curah hujan tinggi. Berdasarkan catatan kejadian bencana, daerah
yang sangat rawan terjadi bencana longsor adalah sepanjang pegunungan
Bukit Barisan di Sumatera dan pegunungan di Jawa dan Sulawesi dan di
Nusa Tenggara. Longsor yang menimbulkan korban juga terkadang terjadi
di terowongan atau sumur pengeboran di areal pertambangan. Tanah
longsor juga terjadi setiap tahun terutama di daerah-daerah yang tanahnya
tidak stabil seperti di Jawa Barat dan Jawa Tengah (Rencana Aksi Nasional
Pengurangan Risiko Bencana 2006-2009).
16
Hampir sebagian besar tanah di daerah tropis bersifat mudah
longsor karena tingkat pelapukan batuan di daerah ini sangat tinggi dan
komposisi tanah secara fisik didominasi oleh material lepas dan berlapis
serta potensial longsor. Kestabilan tanah ini sangat dipengaruhi oleh
kerusakan hutan penyangga yang ada di Indonesia.
Karena banyaknya penebangan di hutan penyangga, wilayah rawan
bencana longsor di Indonesia semakin bertambah. Sebagai contoh, Jawa
Barat pada tahun 1990 masih memiliki hutan seluas 791.519 hektar (sekitar
22 persen dari seluruh luas provinsi ini), tetapi pada tahun 2002 tercatat
tinggal 323.802 hektar (sekitar 9 persen dari luas seluruh Jawa Barat). Tidak
mengherankan bila di provinsi ini banyak terjadi bencana longsor (Rencana
Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana 2006-2009).
Setidaknya terdapat 918 lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap
tahunnya kerugian yang ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp
800 miliar, sedangkan jiwa yang terancam sekitar 1 juta (Nandi, 2010).
Daerah yang memiliki rawan longsor :
a. Jawa Tengah 327 Lokasi
b. Jawa Barat 276 Lokasi
c. Sumatera Barat 100 Lokasi
d. Sumatera Utara 53 Lokasi
e. Yogyakarta 30 Lokasi
f. Kalimantan Barat 23 Lokasi
g. Sisanya tersebar di NTT, Riau, Kalimantan Timur, Bali, dan Jawa Timur.
17
Daftar Kejadian dan Korban Bencana Tanah Longsor 2003-2005
B. Tahap Pengungsian
Tahap pengungsian yang dapat dilakukan dalam menghadapi bencana
tanah longsor adalah (Yayasan IDEP, 2014).
1. Peringatan Bahaya
18
Peringatan bahaya merupakan hal pertama yang bisa dilakukan
oleh siapa saja yang mengetahui terjadinya bencana. Peringatan ini bisa
menggunakan alat atau model komunikasi yang sudah biasa dikenal oleh
masyarakat setempat. Alat komunikasi seperti: kentongan, bedug dan
lainnya merupakan alat yang sangat membantu.
3. Transportasi
Menyediakan transportasi yang ada dan pendukungnya seperti :
supir, bahan bakar. Urutan pengungsian adalah : anak-anak, orang tua,
korban terluka, orang cacat, wanita dan pria.
C. Upaya Pencegahan
Upaya pencegahan yang dilakukan untuk bencana tanah longsor (Iwan
Setiawan, 2013).
1. Pencegahan Tingkat Pertama
a. Melarang pembangunan rumah pada lokasi yang rawan longsor, terutama
pada lereng dan kaki bukit
19
b. Memperkuat kestabilan tanah dengan pohon-pohon yang akarnya dapat
mengikat tanah secara kuat
c. Tidak menebang atau merusak hutan
d. Melakukan penanaman pada daerah-daerah yang gundul
e. Pembangunan tembok-tembok penahan untuk memperkuat lereng pada
lokasi rawan longsor
f. Memberikan penyuluhan pada masyarakat yang tinggal di wilayah
longsor tentang cara menghindari bencana longsor.
20
b. Rekonstruksi
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak
menjadi pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh
tanah longsor, karena kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada
jalur tanah longsor hampir 100%. Ada beberapa tindakan, perlindungan dan
perbaikan yang bisa ditambah untuk tempat-tempat hunian antara lain :
1) Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap)
2) Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pembangunan)
3) Vegetasi kembali lereng-lereng dan beton-beton yang menahan tembok
mungkin bisa menstabilkan hunian.
B. Prinsip Penanggulangan
Penanggulangan bencana alam bertujuan untuk melindungi
masyarakat dari bencana alam dan dampak yang ditimbulkannya. Karena itu,
dalam penanggulangan harus memperhatikan prinsip-prinsip penanggulangan
bencana alam(Iwan Setiawan, 2008).
Dalam Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan, yaitu :
1. Cepat dan Tepat
Yang dimaksudkan dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam
penanggulangan benacana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai
dengan tuntutan keadaan. Keterlambatan dalam penanggulangan akan
bnerdampak pada tingginya kerugian material maupun korban jiwa.
2. Prioritas
Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi
bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan
pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
3. Koordinasi dan Keterpaduan
Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penaggulangan
bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang
21
dimaksud dengan “prinsip keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan
bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan
pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.
4. Berdaya Guna da Berhasil Guna
Yang dimaksud dengan “prinsip berdaya guna” adalah bahwa dalam
mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan
biaya yang berlebiahn. Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna”
adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna,
khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat denga tidak membuang
waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
5. Transparansi dan Akuntabilitas
Yang dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa
penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas”
adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secar terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.
6. Kemitraan
Penanggulangan bancana tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah.
Keemitraan dalam penanggulangan bencana dilakukan antara pemerintah
dengan masyarakat secra luas, termasuk lembaga swadaya masyarakat
(LSM) maupun dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya.
Bahkan, kemitraan juga dilakukan dengan organisasi atau lembaga di luar
negeri termasuk dengan pemerintahnya.
7. Pemberdayaan
Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mengetahui, memahami, dan melakukan langkah-langkah antisipasi,
penyelamatan, dan pemulihan bencana. Negara memiliki kewajiban untuk
memberdayakan masyarakat agar dapat mengurangi dampak dari bencana.
8. Nondiskriminatif
Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminatif” adalah bahwa negara
dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda
22
terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apapun.
9. Nonproletisi
Yang dimaksud dengan “prinsip nonproletisi” adalah bahwa dilarang
menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana,
terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.
23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tanah longsor atau dalam bahasa Inggris disebut Landslide, adalah
perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan,
tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar
lereng. Penyebab epidemiologi tanah longsor yaitu; hujan, lereng terjal,
tanah yang kurang padat dan tebal, batuan yang kurang kuat , jenis tata
lahan, getaran, susut muka air danau atau bendungan, adanya beban
tambahan, pengikisan/erosi, adanya material timbunan pada tebing, bekas
longsoran lama, adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung),
penggundulan hutan, dan daerah pembuangan sampah. Adapun dampak
epidemiologi tanah longsor terhadap kesehatan masyarakat yaitu;
peningkatan morbiditas, tingginya angka kematian, masalah kesehatan
lingkungan, masalah suplai bahan makanan dan obat-obatan, serta
keterbatasan tenaga medik dan paramedis serta transportasi ke pusat
rujukan.
Hampir semua pulau utama di Indonesia memiliki beberapa kabupaten dan
kota yang rawan pergerakan tanah, kecuali Pulau Kalimantan yang hanya
memiliki dua kabupaten yang rawan, yakni Kabupaten Murung Raya di
Kalimantan Tengah dan Kabupaten Malinau di Kalimantan Timur. Daerah
yang memiliki relief morfologi kasar dengan lereng-lereng yang terjal
secara umum lebih rawan untuk terjadi gerakan tanah. Di samping itu,
kondisi batuan yang tidak kompak dan mudah mengalami degradasi
umumnya lebih mudah untuk terjadi gerakan tanah. Setidaknya terdapat 918
lokasi rawan longsor di Indonesia. Setiap tahunnya kerugian yang
ditanggung akibat bencana tanah longsor sekitar Rp 800 miliar, sedangkan
jiwa yang terancam sekitar 1 juta.
24
Adapun tahap pengungsian bencana tanah longsor yaitu; Peringatan Bahaya,
Informasi yang Perlu Disampaikan Pada Masyarakat, Transportasi, Saat
Dilokasi Pengungsian
Upaya pencegahan terjadinya bencana tanah lonsor yaitu; pencegahan
tingkat pertama (sebelum terjadinya tanah longsor), pencegahan tingkat
kedua (saat terjadinya tanah longsor), dan pencegahan tingkat ketiga
(setelah terjadinya tanah longsor).
Prinsip penanggulangan bencana tanah longsor yaitu; Koordinasi dan
Keterpaduan, Prioritas, Cepat dan Tepat, Berdaya Guna dan Berhasil Guna,
Transparansi dan Akuntabilitas, Kemitraan, Pemberdayaan,
Nondiskriminatif, Nonproletisi
B. Saran
Adapun saran yang diberikan untuk menghindari bencana tanah
longsor adalah :
Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di
dekat pemukiman
Buatlah terasering (sengkedan)
Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam
tanah melalui retakan
Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal
Jangan menebang pohon di lereng
Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal
Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal
Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak
Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi
25
DAFTAR PUSTAKA
Nandi.2007.Longsor.http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/19790
012005011NANDI/BUKU_LONGSOR.pdf__Pengayaan_Geologi_Lingkungan.pdf.
Diakses Tanggal 16 April 2011.
26