Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena atas tuntunan
dapat menyelesaikan penulisan tugas makalah yang berjuul “Kasus tanah longsor di kota
Penulis menyadari bahwa tak ada satupun manusia di dunia yang sempurna,namun
dengan segala kekurangan dan kelemahan yang ada penulis berusaha menyusun makalah ini
berupa kritik maupun saran sangat penulis harapkan dari berbagai pihak demi
Akhir kata.penulis sampaikan terima kasih dan semogah tulisan ini bermanfaat bagi
yang membutuhkan
Penulis
DAFTAR ISI
Daftar Isi…...................................................................................................................................
1.1.Latar Belakang.........................................................................................................
1.2.Rumusan Masalah....................................................................................................
1.3.Tujuan Penulisan......................................................................................................
1.4.Manfaat Penulisan....................................................................................................
3.1.Kesimpulan..............................................................................................................
3.2.Saran.......................................................................................................................
Tanah longsor adalah terjadinya pergerakan tanah atau bebatuan dalam jumlah besar
secara tiba-tiba atau berangsur yang umumnya terjadi didaerah terjal yang tidak
stabil. Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya bencana ini adalah lereng yang gundul
serta kondisi tanah dan bebatuan yang rapuh. Air hujan adalah pemicu utama terjadinya tanah
longsor. Ulah manusia pun bisa menjadi penyebab tanah longsor seperti penambangan tanah,
pasir dan batu yang tidak terkendalikan.
Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok,
runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi
paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan
korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.
1. Longsoran Translasi
Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir
berbentuk rata atau menggelombang landai.
2. Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir
berbentuk cekung.
3. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir
berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.
4. Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke
bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga
menggantung terutama di daerah pantai. Batu - batu besar yang jatuh dapat
menyebabkan kerusakan yang parah.
5. Rayapan Tanah
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya
berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali.
Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang -
tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.
6. Aliran Bahan Rombakan
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air.
Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan
jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai
ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah
aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup
banyak.
Bencana tanah longsor terjadi karena proses alamiah dalam perubahan struktur muka
bumi, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab.
Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan
tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan lahan
pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan sebagai faktor alami dan
manusia.
Faktor alam :
Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antara lain:
Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiriringan lapisan, sisipan lapisan
batu lempung, struktur sesar dan kekar, gempa bumi, stratigrafi dan
gunung api.
Iklim: curah hujan yang tinggi.
Keadaan topografi: lereng yang curam.
Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air,
erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika.
Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal tanah kritis.
Faktor manusia :
Ulah manusia yang tidak bersabat dengan alam antara lain:
Pemotongan tebing pada penambangan batu dilereng yang terjal.
Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.
Kegagalan struktur dinding penahan tanah.
Penggundulan hutan.
Budidaya kolam ikan diatas lereng.
Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman.
Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik.
BAB III
PEMBAHASAN
6. Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin,
dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan,
lantai, dan dinding rumah menjadi retak.
7. Susut muka air danau atau bendungan
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi
hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah
yang biasanya diikuti oleh retakan.
2.5. Contoh Kasus Tanah Longsor di Kota Ambon dan Kerugian yang
Ditimbulkan
BERITA I
Ambon (Antara Maluku) - Pemerintah provinsi Maluku membutuhkan dana Rp150
miliar untuk menangani berbagai dampak pasca longsor yang terjadi di sejumlah daerah pada
30 April 2011. Kadis PU Maluku, Anthonius Sihaloho, di Ambon, Jumat, menyatakan
usulan dana tersebut telah disampaikan ke Badan Penanggulangan Bencana Nasional
(BPBN) yang mengirimkan tim untuk melakukan pemantauan berbagai kerusakan. Ia
mengungkapkan, tanah longsor telah mengakibatkan jalan dan jembatan rusak, juga daerah
permukiman warga seperti di Dusun Mamua, desa Hila, kecamatan Leihitu Timur (Maluku
Tengah).
Peristiwa tanah longsor pada 30 April 2011 juga menewaskan warga Batu Gantung,
kecamatan Nusaniwe, Febby Kuruwal. Bencana serupa pada 31 Juli 2011 di kawasan Bere -
Bere, kelurahan Batu meja, kota Ambon pada 31 Juli 2011 bahkan menewaskan satu keluarga
bermarga Makatita, masing-masing Baltazar Makattita (50) dan istri, Ny. Lusiana Makattita
(44), dan dua anak mereka (Margie Makattita, 13 dan Erens Makatitta, 10), sedangkan
Freiska Makatitta (32) mengalami patah kaki sehingga menjalani operasi di RSUD dr. M.
Haulussy. Anthonius mengakui penanganan berbagai kerusakan tersebut sangatlah tergantung
alokasi dana dari pemerintah pusat, sehingga BPBN diharapkan memperjuangkannya di
kementerian atau badan teknis agar terakomodir dalam APBN Perubahan 2011 atau APBN
2012. "Kami memiliki keterbatasan anggaran untuk penanganan bencana alam tersebut
sehingga hanya disediakan Rp6,5 miliar (APBD Maluku) untuk Kota Ambon, sedangkan
lainnya tergantung dana dari pemerintah pusat," ujarnya.
Dia memastikan curah hujan dengan intensitas tinggi selama tenggat waktu empat
bukan terakhir ini merupakan penyebab terjadinya berbagai kerusakan tersebut. "Penanganan
tanggap darurat pun tidak mampu menahan derasnya banjir maupun tanah longsor sehingga
sejumlah kawasan tingkat kerusakan lebih parah dari sebelumnya seperti di Dusun Mamua,"
kata Anthonius. Dia juga memandang perlu mengingatkan warga agar tidak membangun
rumah di bantaran sungai maupun lereng gunung sebagaimana telah dilarang pemerintah kota
(Pemkot) Ambon. "Terjadi musibah barulah pemerintah dituding kurang kepedulian sosial
terhadap warga yang sebenarnya kurang kesadaran dengan melanggar imbauan maupun
larangan," ujar Anthonius Sihaloho.
BERITA II
AMBON, KOMPAS.com – Empat orang tewas saat tanah longsor menimpa rumah
mereka di kawasan Kelurahan Batu Meja, Kota Ambon, Maluku, Minggu (31/7/2011) sekitar
pukul 03.00 WIT.. Keempat korban tewas itu merupakan satu keluarga yang terdiri dari
suami istri Baltazar (48) dan istrinya Lusi, serta dua anak mereka Marki (13) dan Erens (10).
Seorang kerabat keluarga, Jemmy Alfons, menyatakan, saat longsor terjadi para
korban semuanya lagi tertidur dan tidak sempat melarikan diri.Hanya menantu Baltazar,
Rapinska, yang lolos dari maut meskipun kakinya patah.
Kapolres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, AKBP Djoko Susilo menyatakan,
tanah longsor ini terjadi akibat hujan deras yang mengguyur kota Ambon beberapa hari
terakhir ini. “Kawasan di atas rumah keluarga ini adalah daerah perbukitan yang dijadikan
tempat pembuangan sampah oleh warga. Akibat tergerus air, akhirnya terjadi longsor yang
langsung menimbun rumah keluarga ini,” katanya.
Sedikitnya 200 aparat gabungan TNI/Polri dan Basarnas dikerahkan untuk mencari
jasad korban dari timbunan tanah longsor tersebut. Keempat jenazah korban ini langsung di
evakuasi ke RSUD Dokter Haulussy Ambon untuk diotopsi. Sementara korban Rapinska
menjalani perawatan di rumah sakit yang sama.
BERITA III
Ketika hujan terus mengguyur Kota Ambon beberapa hari lalu, ada berbagai bencana
alam yang terjadi, diantaranya bencana alam tanah longsor yang terjadi di kawasan
Kelurahan Batu Gajah Ambon, Batu Meja, Desa Hatalai Kecamatan Leitimur Selatan dan di
Dusun Nahel Desa Amahusu Kecamatan Nusaniwe.
Dari daerah yang mengalami longsor, Desa Hatalai dan Kelurahan Batu Gajah adalah
daerah yang sangat parah, dimana sebagian rumah warga hancur tertimbun tanah, sehingga
mengakibatkan sebagian kepala keluarga harus mengungsi, dimana rumah yang tertimpa
longsor sebanyak 26 rumah yang terletak di RT 003 dan RT 004/RW 04 Kelurahan Batu
Gajah, rabu(25/5).
Menurut warga sampai tanggal 27 Mei 2011 belum ada bantuan dari Pemerintah
Provinsi Maluku/Kota Ambon padahal meraka sangat membutuhkan bantuan tersebut di
tempat pengungsian. Bantuan yang mereka terima saat ini hanya dari Palang Merah Indonesia
Cabang Ambon berupa beras dan mie instan.
Dari penuturan Wali Kota Ambon Drs. M.J. Papilaja (28 Mei 2011) pihaknya telah
memberikan bantuan darurat dengan memberikan karung untuk mencegah tanggul yang jebol
akibat tingkat curah hujan yang tinggi, serta bantuan tanggap darurat juga telah disalurkan
oleh Satkorlak Penanggulangan Bencana Kota Ambon sesuai dengan standar yang berlaku.
Bahkan, tiap SKPD di lingkup Pemkot telah menyerahkan sumbangan sukarela dari para
pegawai, berupa sembako dan pakaian layak pakai bagi korban bencana, sekaligus
melakukan peninjauan di lokasi banjir dan longsor di lima belas titik pada lima Kecamatan di
Kota Ambon. Selain itu pihaknya telah memerintahkan Dinas Pekerjaan Umum Kota Ambon
untuk melakukan penggerukan di lima buah sungai yang ada di Kota Ambon termasuk di
daerah Batu Merah walaupun menurutnya ini masih tanggung jawab Pemerintah Provinsi
Maluku.
Dengan nada yang sama pada siaran TV lokal (Molucca TV) Walikota Ambon Drs.
M.J. Papilaya mengungkapkan bahwa apa yang terjadi selama ini akibat ketidakseimbangan
alam yang dirusak oleh warga dengan menebang pohon, mengikis bukit untuk membangun
rumah, dan membangun pemukiman di daerah bantaran sungai.
Mungkin ini adalah ungkapan yang dikeluarkan oleh pemerintah Kota menyikapi
persoalan yang terjadi di Kota ini, karena warga kota Ambon tidak mempunyai kesadaran
dalam menjaga Hutan. Namun semua ini bisa dilakukan oleh semua orang ketika akan
memimpin Kota Ambon, alasannya karena Pemerintah Kota Ambon sendiri tidak tegas dalam
menertibkan warganya. Bisa diambil contoh : Warga Kota Ambon membuat pemukiman di
sekitar daerah penyangga Hutan Lindung Gunung Nona, merusak ekosistem hutan dengan
cara melakukan penggalian batuan (Galian C) di daerah penyangga Hutan Lindung Gunung
Nona dan ironisnya lagi ada Rumah yang dibangun oleh salah satu Oknum Anggota DPR
Provinsi Maluku yang sudah ada sejak tahun 2002.
Apa yang bisa kita harapkan dari pemerintah Kota maupun Provinsi dalam menjaga
Hutan di Maluku khususnya di Kota Ambon, bila pengambil kebijakan malah seenaknya saja
menyalahi aturan. Apakah Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN) yang
dilakukan selama ini hanya pemenuhan Program Pemerintah Pusat tanpa ada pembinaan yang
baik dari Dinas Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Kota Ambon bagi masyarakat di
sekitar hutan.
Bukan tidak mungkin mengingat musim hujan masih berlangsung sampai penghujung
bulan September dengan tingkat curah hujan yang sangat tinggi sehingga dapat
mengakibatkan bencana susulan.
Ini bukan kritik yang harus ditanggapi tetapi ini adalah seruan hati bagi pemerintah
Provinsi dan Kota Ambon dalam menjaga Hutan, karena menjaga Ekosistem Hutan adalah
tanggung jawab kita bersama.
BERITA IV
Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Ambon, Brury Nanulaita mengungkapkan,
kerugian akibat bencana alam baik tanah longsor maupun kerusakan infrastruktur di berbagai
kawasan di Kota Ambon mencapai Rp. 35 miliar.
“Kami bersama Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BPBN) telah melakukan
peninjauan terhadap kawasan-kawasan yang mengalami kerusakan akibat bencana alam pada
tahun ini,” ungkap Nanulaita kepada wartawan di Balai Kota Ambon, Rabu (10/8).
Menurutnya, dari hasil tinjauan yang dilakukan di sebagian Kecamatan Sirimau,
Leitimur Selatan, Baguala dan Kecamatan Teluk Ambon, yang dilakukan pada Selasa (9/8),
telah dilakukan inventarisasi terhadap berbagai fasilitas yang mengalami kerusakan yang
diakibatkan bencana alam.
“Ada 16 titik yang mengalami kerusakan akibat bencana. Kita sementara taksir,
kerugian akibat bencana ini sekitar Rp 35 milyar,” ujarnya.
Hasil inventarisasi kerugian akibat bencana alam tersebut akan disusun dalam
Rencana Anggaran Biaya (RAB) per kecamatan kemudian ada usulan dari Walikota Ambon
kepada Gubernur Maluku, sehingga gubernur mengeluarkan rekomendasi untuk kemudian
diusulkan kepada BPBN di Jakarta.
“Tidak ada anggaran yang berasal dari APBD untuk menanggulangi kerusakan akibat
bencana alam tersebut, sehingga kita berharap nanti dana dari BPBN pusat,” tandasnya.
BERITA V
Sedikitnya 89 unit rumah milik warga di kota Ambon mengalami rusak berat akibat
tanah longsor, banjir dan gelombang pasang yang terjadi menyusul cuaca buruk selama
sepekan terakhir di ibukota Provinsi Maluku itu.
Kepala Bidang Bantuan Jaminan Sosial Dinas Sosial Kota Ambon, Hendrik
Terinathe, di ruang kerjanya, Sabtu (5/7) mengatakan, 89 unit rumah yang rusak itu tersebar
pada 20 lebih Desa/Kelurahan pada lima kecamatan yang ada di Ambon. Selain korban
material, tercatat juga dua orang tewas tertimbun tanah longsor yakni Johana Haumahu,
warga Desa Passo, Kecamatan Baguala dan Leo Korteluw, warga Kelurahan Benteng,
Kecamatan Sirimau serta seorang anak, Stevi Haumase (7) tewas terseret arus banjir, pada
Rabu lalu (2/7). Ia mengatakan, bantuan tanggap darurat berupa beras, ikan kaleng, mie
instan, kecap dan minyak goreng sementara disalurkan kepada korban bencana, sedangkan
bantuan untuk perbaikan rumah masih baru akan diberikan kemudian. "Sebenarnya banyak
warga yang terkena longsor, tapi berdasarkan aturan yang ada, bantuan hanya diberikan pada
para korban yang akibat bencana tidak bisa beraktivitas di rumahnya lagi," kata Terinathe. Ia
juga menyatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Kesejateraan Sosial (Dinkesos)
Provinsi Maluku untuk penanggulangan para korban bencana ini.Sehubungan dengan cuaca
yang kurang bersahabat di ibukota provinsi Maluku itu, Terinathe menghimbau masyarakat
untuk berhati - hati mengantisipasi berbagai kemungkinan yang bisa terjadi sewaktu-waktu,
terutama bagi warga yang tinggal di pinggiran sungai dan pegunungan.
Sementara itu, pihak Badan Metereologi dan Geofisika (BMG) Ambon, masih
memperingatkan warga yang tinggal di daerah pinggiran sungai dan lereng-lereng bukit
untuk berhati-hati dan waspada, karena curah hujan yang tinggi masih akan terjadi selama
beberapa hari mendatang.
BERITA VI
Ambon - Inilah sejumlah kawasan yang terdeteksi rawan longsor di Kota Ambon.
Pakar Geologi Maluku, Abraham Tomasoa mengaku, kawasan yang terdeteksi rawan
longsor, yakni Batu Gantung, Mangga Dua, Batu Gajah, Batu Meja, Batu Merah, Skip, Bere-
Bere dan Karang Panjang.
"Daerah-daerah ini rawan longsor karena batuannya merupakan batuan gunung api.
Dimana batuan gunung api itu jarang terpadatkan dengan benar, sehingga mudah terlepas
atau keropos," ungkap Tomasoa kepada pers di Kantor Gubernur Maluku, Selasa (3/5).
Tomasoa yang juga Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi
Maluku ini menjelaskan, daerah-daerah tersebut merupakan daerah rawan longsor karena
batuannya merupakan batuan gunung api, di mana ketika terjadi letusan gunung api, batuan
naik ke atas dan kemudian jatuh. Pada saat jatuh itu tidak terpadatkan, sehingga dia muda
terlepas. Olehnya itu msyarakat harus berhati-hati dan waspada setiap musim penghujan tiba.
Pasalnya, daerah-daerah tersebut merupakan langganan longsor, sebab ketika batuan
gunung api lepas dan jenuh terhadap air, maka akan terjadi longsoran.
Terlebih lagi lanjut Tomasoa, kondisi sekarang dengan derasnya hujan yang turun
pada daerah-daerah tersebut, maka para penghuni diminta untuk berhati-hati.
"Penghuni yang ada di daerah-daerah lereng itu harus hati-hati karena kondisi batuan
yang demikian akan memudahkan untuk terjadinya tanah longsor," katanya mengingatkan.
Diungkapkan, saat ada beban di daerah tersebut maka beban itu akan memicu gerakan
tanah atau longsoran. Bagi warga yang tinggal di bawah gunung atau di bawah pohon-pohon
yang besar diminta segera mencari tempat lain atau bila perlu tidak bermukim di tempat itu
lagi.
Lebih jauh dijelaskan, dari laporan Badan Geologi beberapa waktu lalu ketika
berkunjung ke Ambon saat terjadi bencana Batu Gantung, ternyata ada beberapa daerah
lainnya juga yang terdeteksi sebagai daerah rawan longsor.
"Kalau laporan dari Badan Geologi Pusat pada saat mereka berkunjung ke Ambon
tahun kemarin, daerah rawan longsor selain disebutkan di atas, ada juga di Air Kuning. Selain
itu ada juga alur-alur seperti juga di Amahusu, Erie dan daerah gunung seperti Soya, Ema,
Kilang dan Hukurila. Semua ini rawan terhadap longsor," urai Tomasoa.
Olehnya, bagi warga yang bermukim di daerah-daerah tersebut, langkah antisipasi, yakni
dengan membuat talud. Pembuatan talud juga tidak asal-asalan, tetapi harus sesuai dengan
konstruksi bangunan yang siap menahan banjir dan longsor.
Kesimpulan
Dari makalah yang berjudul “ Tanah Longsor di Kota Ambon ” , kami dapat menarik
kesimpulan, diantaranya: Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng
berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah
atau keluar lereng.
Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng (tanah longsor) juga tergantung pada
kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup
dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan
sebagai faktor alami dan manusia.
Terjadinya bencana alam tanah longsor ini dapat diminimalkan dengan
memberdayakan masyarakat untuk mengenali tipologi lereng yang rawan longsor, gejala
awal longsor, serta upaya antisipasi dini yang harus dilakukan, sehingga pengembangan dan
penyempurnaan manajemen mitigasi gerakan tanah baik dalam skala nasional, regional
maupun lokal secara berkelanjutan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi
dan menggalang kebersamaan segenap lapisan masyarakat di kota Ambon.
Saran
Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk tempat-
tempat hunian, antara lain:
Perbaikan drainase tanah (menambah materi - materi yang bisa menyerap).
Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pembangunan).
Vegetasi kembali lereng - lereng.
Beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa menstabilkan lokasi hunian.
Selain itu ada hal-hal yang harus dihimbau oleh mahasiswa kepada masyarakat untuk
menghindari bencana tanah longsor adalah
Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat
pemukiman
Buatlah terasering (sengkedan) pada lereng yang terjal bila membangun permukiman
Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah
melalui retakan
Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal
Jangan menebang pohon di lereng
Jangan mendirikan permukiman di tepi lereng yang terjal
Jangan mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal
Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak
Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi.
DAFTAR PUSTAKA