Anda di halaman 1dari 14

KEPERAWATAN BENCANA

OLEH

KELOMPOK 3 :

1. IZABELLA LOHY 8. CLINTON SIPAHELUT


2. HENDRA LESLESSY 9. DEBIE LATUPEIRISSA
3. FANDRY TASIDJAWA 10. DEFOTA BATBUAL
4. HERMINA RALAHALU 11. THEOPHILIA SOPAMENA
5. PATRICIA MAKATITA 12. DAMARIS SOPLANTILA
6. JESIKA TENLIMA 13. ROY WUTWENSA
7. MEYKE TORESSY

KELAS : B

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih karunia –
Nyalah kami dari kelompok 3 telah selesai dalam pembuatan tugas kelompok
kami ini tanpa kekurangan suatu apapun, dengan tujuan penambahan nilai mata
kuliah Keperawatan Bencana ini.

Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen yang telah


memberikan tugas kami ini kepada kami, sebagai penambah wawasan dan ilmu
kami dalam berpikir dan bertindak sebagai perawat yang baik di masa yang akan
datang.

Kami meminta maaf yang sangat dalam, apabila dalam penulisan tugas
kami ini terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan ekspetasi pembaca
sekalian, kami hanya sekumpulan manusia yang tidak pernah lulus daripada salah
dan dosa. Sudilah pembaca sekalian mau memaafkan kami.

Sekain.

Ambon, 24 Maret 2021


DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab I Pendahaluan

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

Bab II Pembahasan

Bab III Penutup

A. Kesimpulan
B. Saran

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bencana merupakan hasil dari proses alam dan sosial. Kondisi alam suatu
wilayah memiliki potensi bahaya, dapat muncul sebagai bencana alam (geo-
hazard). Berbeda dengan dimensi sosial, risiko bencana disebabkan oleh tindakan
manusia yang berinteraksi dengan alam. Perilaku manusia merupakan faktor
penting dalam peningkatan kerentanan, dan sebagai pemicu terjadinya bencana.
Terlalu banyak mengeksploitasi sumberdaya alam dapat merusak lingkungan dan
terjadi bencana. Upaya memperkecil risiko bencana dapat dilakukan dengan
merubah perilaku manusia, meningkatkan kesadaran dan kepedulian untuk
melestarikan lingkungan. Merubah perilaku manusia dapat dilakukan dengan
merubah pola pikir dan membiasakan diri sejak dini untuk selalu peduli pada
lingkungan dan sadar bencana. Melalui pendidikan kebencanaan diharapkan akan
dapat meningkatkan pengetahuan kebencanaan, merubah sikap dan perilaku untuk
selalu sadar bencana.

Pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia dengan berbasis pada


budaya. Pendidikan atau pengetahuan memainkan peranan penting dalam
masyarakat. Kejadian bencana hanya sesaat dan datang secara tiba-tiba, sehingga
ingatan manusia terbatas dalam hal menyampaikan pengetahuan dari satu generasi
ke generasi. Perlu upaya untuk mempromosikan dan mensosialisasikan budaya
pencegahan dan sadar bencana. Kesalahpahaman konsep tentang bencana itu
sebagai suatu kutukan alam, atau suatu kekuatan ilahi harus dihilangkan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja rancangan model pendidikan kesehatan bagi korban longsor di
wilayah kepulayan Maluku?
2. Bagaimana evidence based practice tentang kompetensi perawat pada fase
prabencana pada pendidikan kesehatan untuk korban bencana longsor?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui rancangan model pendidikan kesehatan bagi korban
longsor di wilayah kepulayan Maluku.
2. Untuk mengetahui evidence based practice tentang kompetensi perawat
pada fase prabencana pada pendidikan kesehatan untuk korban bencana
longsor.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI LONGSOR

Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang
terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis
seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian
longsor disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pemicu.

Bencana longsor atau tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang
umumnya berskala kecil dan kejadiannya tidak sedramatis kejadian gempa bumi
maupun gunung meletus, sehingga perhatian pada masalah ini umumnya tidak
besar, begitu juga dengan bahayanya kurang diperhatikan dalam perencanaan
pembangunan. Tanah longsor dapat menghancurkan bangunan-bangunan, jalan-
jalan, pipa-pipa dan kabel-kabel baik oleh gerakan tanah yang berasal dari bawah
atau dengan cara menguburnya. Longsornya lereng yang terjadi secara tiba-tiba
dapat menjebolkan tanah yang berada di bawah tempat-tempat hunian dan
menghempaskan bangunan-bangunan tersebut ke lereng bukit. Runtuhan batu
mengakibatkan kerusakan dari pecahan batu yang terbuka menghadap batu-batu
besar yang berguling dan menabrak tempat-tempat hunian dan bangunan-
bangunan. Aliran puingpuing di tanah yang lembek, bergerak mengisi lembah-
lembah mengubur tempat-tempat hunian, menutup sungai-sungai maupun jalan.

Penyebab kejadian tanah longsor berupa kekuatan-kekuatan gravitasi yang


dipaksakan pada tanah-tanah miring, melebihi kekuatan memecah ke samping
yang mempertahankan tanah-tanah tersebut pada posisinya. Kandungan air yang
tinggi menjadikan tanah menjadi lebih berat, sehingga meningkatkan beban,
apalagi kalau terdapat rekahan-rekahan. Curah hujan yang lebat akan
menyebabkan air masuk ke tanah dan membawa partikel tanah bergerak secara
grafitasi sehingga terjadi tanah longsor.

Parameter untuk mengukur kedahsyatan bahaya longsor adalah volume


material yang dikeluarkan (meter3), daerah yang terkubur atau terlanda, kecepatan
(cm/hari), ukuran batu-batu besar. Kajian terhadap bahaya yang ditimbulkan dan
pembuatan peta-peta, dilakukan melalui identifikasi dari tanah longsor
sebelumnya atau kegagalan-kegagalan tanah lewat survey geoteknik. Pemetaan
tipe-tipe tanah (geologi permukaan tanah) dan sudut-sudut kemiringan (kontur
topografi). Pemetaan senyawa-senyawa air, drainase dan hidrologi. Identifikasi
tempat pembuangan sampah buatan, gundukan-gundukan sampah buatan
manusia, lubang-lubang sampah, tumpukan-tumpukan sampah di pabrik.

Strategi-strategi mitigasi utama dilakukan melalui perencanaan lokasi untuk


menghindari daerah-daerah yang berbahaya, kawasan terjal dan berlereng.
Terutama pada tempat-tempat hunian atau lokasi bangunan penting. Rekayasa
bangunan dapat dilakukan untuk menahan atau mengakomodir potensi gerakan
tanah berupa: pondasi tiang pancang untuk perlindungan terhadap pencairan,
sarana yang fleksibel tertanam di bawah tanah. Pada wilayah tertentu dapat
dilakukan relokasi tempat-tempat hunian dan infrastruktur untuk melindungi
masyarakat.

Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan mengenali potensi instabilitas


tanah dan mengidentifikasi tanah longsor yang aktif, menghindari pembangunan
rumah di lokasilokasi yang berbahaya, mengidentifikasi adanya rekahan kecil dan
berupaya untuk segera menutupnya. Rekayasa dapat dilakukan dengan membuat
konstruksi bangunan dengan pondasi yang kuat, melakukan pemadatan tanah,
rekayasa stabilisasi lereng lewat terasering dan reboisasi.

B. PENYEBAB LONGSOR

Faktor pendorong adalah faktor – faktor yang memengaruhi kondisi material


itu sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan
bergeraknya material tersebut, namun ada pula faktor – faktor lainnya yang turut
berpengaruh antara lain:

1) Erosi
Pengikisan yang disebabkan oleh aliran air permukaan atau air hujan yang
menggerus kaki lereng – lereng bertambah curam
2) Hujan Lebat dengan durasi lama
Lereng dari babatuan dan tanah diperlemah akibat curah hujan deras yang
lama hingga berjam – jam
3) Gempa Bumi
Getaran atau tekanan pada partikel partikel tanah dan bidang lemah dapat
menyebabkan longsornya lereng tersebut
4) Kurangnya resapan di lereng tanah
Penebangan liar menjadi salah satu faktor terjadinya longsor, karena
kurangnya resapan di lereng tanah dan lemahnya struktur tanah.

C. TANDA – TANDA LONGSOR

Untuk antisipasi agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan berikut adalah
tanda – tanda sebelum terjadi longsor, antara lain sebagai berikut:

1) Terjadinya lapisan batuan atau lapisan tanah yang miring keluar


2) Terdapat retakan yang membentuk tapal kuda di tebing atau lereng
3) Terdapat rembesan air pada celah – celah lereng saat terjadi hujan lebat
4) Terdapat pohon dengan batang yang sudah terlihat miring karena terjadi
pergerakan tanah

D. TINDAKAN YANG DILAKUKAN

Adapun beberapa tindakan yang dilakukan sebelum, saat dan sesudah Tanah
Longsor, Berikut tindakannya:

1) Pra Bencana :
a) Waspada terhadap curah hujan yang tinggi
b) Persiapan dini dukungan Logistik
c) Simak informasi dari radio atau televisi atau media lainnya mengenai
informasi curah hujan dan kemungkinan tanah longsor
d) Apabila pihak berwenang menginstruksikan untuk evakuasi, segera
lakukan hal tersebut

2) Saat Bencana :
a) Apabila anda berada didalam rumah dan terdengar suara gemuruh, segera
keluar cari tempat aman lapang tanpa penghalang
b) Apabila berada di luar, cari tempat yang aman lapang dan perhatikan sisi
tebing atau tanah yang mengalami longsor

3) Pasca Bencana
a) Jangan segera kembali ke rumah anda, perhatikan apakah longsoran
susulan masih akan terjadi
b) Perhatikan kondisi tanah sebagai pijakan yang kokoh bagi anda
c) Apabila anda diminta untuk membantu proses evakuasi atau kerja bakti,
gunakan sepatu khusus dan peralatan yang menjamin keselamatan anda

E. HAL YANG HARUS DIHINDARI

Kejadian tanah longsor biasanya terjadi di wilayah yang terdapat banyak


lereng dengan kemiringan di atas 45 derajat. Tetapi tidak tertutup kemungkinan
tanah longsor bisa terjadi pada tanah datar.

Penyebab tanah longsor juga dikarenakan terganggunya keseimbangan


sehingga tanah menjadi labil dan mudah bergeser. Hal ini biasanya disebabkan
oleh adanya air yang masuk ke dalam lapisan atmosfer bagian tanah kedap air
yang berperan sebagai area gelincir.

Tanah longsor tidak jarang menimbulkan krisis kesehatan dan kerusakan


bangunan, untuk itu perlu langkah-langkah pencegahan yang bisa dilakukan untuk
mencegah terjadinya tanah longsor di sekitar kita.
1) Tidak membuat kolam atau sawah di atas lereng.
Membuat kolam atau sawah di atas lereng adalah perbuatan yang bisa
menimbulkan tingginya peluang terjadinya tanah longsor. Apabila dibuat
sawah di atas lereng maka akan tercipta kolam air yang dapat
menimbulkan daya hidrostatika sehingga bisa menimbulkan potensi
gerakan tanah yang bisa tergeser dan bisa menimbulkan terjadinya
longsor.
2) Tidak membangun rumah di daerah tebing.
Pilihlah tempat yang aman pada saat membangun rumah, apabila lokasi
pembuatan rumah letaknya di perbukitan, maka pilihlah lokasi yang aman
sehingga daerah rumah yang akan dibangun jauh dari potensi longsor.
3) Tidak menebang pohon di sekitar lereng.
Menebang pohon di sekitar lereng atau tebing bisa menyebabkan
terjadinya tanah longsor. Semakin banyak pohon akan semakin kuat dan
stabil tanah yang ditanami. Akar-akar pohon tersebut bisa menyebar dan
bersinggungan
EVIDENCE BASED PRACTICE

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG KESIAPSIAGAAN

MASYARAKAT TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM


MENGATASI

MASALAH KESEHATAN AKIBAT BENCANA TANAH LONGSOR

Pembahasan

1. Sikap masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan akibat bencana


tanah longsor sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang
kesiapsiagaan masyarakat

Berdasarkan fakta dan teori tersebut, peneliti berpendapat bahwa sikap tidak
hanya dipengaruhi oleh faktor emosional terhadap objek. Tetapi juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor lain yang bisa mempengaruhi terbentuknya sikap seseorang.
Diantaranya adalah jenis kelamin, usia, pendidikan dan sumber informasi yang
diperoleh sebelumnya.

Dalam penelitian ini masih ada sebagian dari responden yang memiliki sikap
negatif, walaupun sebagian besar dari responden memiliki sikap positif dari
sebelum diberikan pendidikan kesehatan. Hal ini dikarenakan responden memiliki
latar belakang yang berbeda. Baik dari segi jenis kelamin, usia, pendidikan dan
sumber informasi yang diperoleh sebelumnya.Sehingga hal tersebut dapat
mempengaruhi hasil akhir dari pemberian perlakuan terhadap subjek penelitian.

2. Sikap masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan akibat bencana


tanah longsor sesudah diberikan pendidikan kesehatan tentang
kesiapsiagaan masyarakat

Berdasarkan fakta dan teori diatas peneliti berpendapat bahwa setelah dilakukan
pendidikan kesehatan/ penyuluhan, sebagian besar responden (30 responden)
bersikap positif dalam menghadapi masalah kesehatan akibat bencana tanah
longsor. Hal tersebut dikarenakan responden telah mendapatkan tambahan
informasi yang nantinya akan membentuk sebuah pemahaman dalam
pembentukan sikap. Dimana informasi yang diberikan oleh peneliti adalah dengan
menggunakan metode kelompok (ceramah) dengan media slide (presentasi) dan
leaflet. Melalui hasil penelitian ini peneliti membuktikan bahwa terdapat
peningkatan sebanyak 3 responden dalam jumlah sikap positif yang dimiliki oleh
responden.

3. Sikap masyarakat dalam menghadapi masalah kesehatan akibat bencana


tanah longsor sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan
tentang kesiapsiagaan masyarakat.

Hasil penelitian setelah dilakukan pendidikan kesehatan tentang kesiapsiagaan


terdapat peningkatan sikap masyarakat. Penelitian ini dapat digunakan sebagai
salah satu sumber informasi yang diharapkan masyarakat mampu menerapkan
kesiapsiagaan bencana yang telah diberikan petugas kesehatan dan dapat
mengetahui tindakan-tindakan yang harus dilakukan pada saat terjadi bencana.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pendidikan kebencanaan adalah salah satu solusi internal di masyarakat untuk


mengurangi dampak bencana, serta membiasakan masyarakat untuk tanggap dan
sigap terhadap bencana yang terjadi. Pendidikan kebencanaan bermacam-macam
bentuknya dimulai dari penangulangan bencana berbasis masyarakat, pendidikan
kebencanaan untuk menuju masyarakat sadar bencana, serta kearifan lokal
masyarakat dalam menangani bencana (Preston, 2012;Setyowati, 2007).

Sikap responden sebelum diberikan pendidikan kesehatan tentang


kesiapsiagaan, dari 40 responden sebagian besar responden bersikap positif
sebanyak 27 responden(67.5%). Sikap responden sesudah diberikan Pendidikan
Kesehatan tentang Kesiapsiagaan, dari 40 responden hampir seluruh dari
responden bersikap positif sebanyak 30 responden(75%).

B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Hardiyatmo, Hary Cristandy, 2006, Penanganan Tanah longsor dan Erosi,


Gadjah Mada University Press, Yogyakarta .

Nurjanah. (2011). Manajemen Bencana.Bandung: Alfabeta

Ramli, (2010). Kenali tanda-tanda Bencana. Jakarta: SalembaMedika

Setyowati, Dewi Liesnoor. 2017. Pendidikan Kebencanaan (Bencana Banjir,


Longsor, Gempa dan Tsunami). Buku Referensi, Semarang: CV Sanggar Krida
Aditama.

Wiarto, Giri. (2017). Tanggap Darurat Bencana Alam. Yogyakarta: Gosyen


Publishing

Anda mungkin juga menyukai