Anda di halaman 1dari 7

GAMBARAN BUDAYA BESUK MASYARAKAT JAWA SALATIGA

Studi Kasus: Dampak Budaya Besuk Terhadap Kesehatan Pasien Di Kota Salatiga

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial, makhluk yang membutuhkan atau berinteraksi
dengan orang lain. Dengan kata lain, manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain disekitarnya, untuk
memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk
bermasyarakat, yang memiliki akal pikiran yang dapat berkembang dan dapat diperkembangkan.
Sehubungan dengan itu, sebagai makhluk sosial manusia selalu hidup bersama dengan manusia lain, dan
dorongan bermasyarakat sudah terbina sejak lahir dalam berbagai bentuk, sesuai pengalaman hidupnya
(Purnomo dalam Wiloso, 2012).
Kehidupan sosialisasi dan interaksi antar manusia yang selalu hidup bersama dilakukan dalam
berbagai bentuk sesuai budaya yang diinternalisasikannya. Manusia cenderung mempertahankan
budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada, karena budaya yang telah melekat pada individu sulit
dilepaskan karena telah terpola dalam pikirannya. Budaya merupakan perangkat dari pandangan,
kepercayaan, nilai dan perilaku hidup manusia yang dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi
penerusnya (Tseng dan Streltzer, 2008).
Budaya juga mempengaruhi nilai, norma, cara pandang, pengetahuan, dan interaksi sosial. Interaksi
sosial adalah hubungan timbal-balik dan saling mempengaruhi antara perorangan maupun antara
kelompok. Interaksi sosial juga, sebagai kunci dari kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial tidak ada
kehidupan sosial (Soekanto dan Sulistyowati, 2010).
Sebagai bagian dari budaya yang memegang prinsip-prinsip hidup communal, masyarakat Indonesia
cenderung hidup bersosialisasi atau hidup bersama. Hal ini tercemin dalam kehidupan masyarakat Indonesia
seperti gotong royong atau saling membantu, yang tergambar dalam kerja bakti masyarakat. Menurut
Endraswara (2005), landasan filosofi masyarakat Jawa adalah gotong royong. Dalam masyarakat Jawa
hubungan antara satu keluarga dengan keluarga lainnya yang terikat harus mampu menjalani hidup saling
membantu dan tolong menolong. Hal ini juga terlihat saat ada orang yang sakit.
Dukungan yang diberikan oleh keluarga, teman maupun masyarakat kepada seseorang yang sedang
menderita sakit akan sangat berarti bagi individu tersebut. Hal tersebut dapat menjadi sebuah dorongan
dan semangat bagi individu untuk menghadapi penyakitnya. Uchino (dalam Sarafino, 2012), mengatakan
bahwa dukungan yang didapat dari lingkungan sosial dapat mengacu pada rasa aman, kepedulian,
menghargai atau bantuan kepada seseorang dari orang lain atau kelompok. Dukungan sosial dapat
berngaruh terhadap kesehatan. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Utami (2013), hasilnya
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan penerimaan diri individu
yang mengalami asma.
Dukungan sosial tersebut seirama dengan pernyataan dalam UU Kesehatan no 36 tahun 2009 pasal 9,
yang menekankan sehat bukan hanya terkait fisik tetapi juga persoalan psikis dan sosial. Dari pemahaman
tersebut, dapat diartikan bahwa konsep “sakit” hendaknya dapat ditangani bukan hanya dari segi fisik saja
tetapi juga mendapatkan dukungan sosial yang berguna bagi kesehatan individu.
Umumnya orang-orang akan termotivasi jika memperoleh dukungan, karena dengan adanya
dukungan, dapat memotivasi pasien untuk melakukan pengobatan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Rachmawati dan Turniani (2006), hasilnya menunjukan ada hubungan yang bermakna dari dukungan sosial
yang dilakukan oleh PMO (pengawas minum obat) terhadap motivasi untuk sembuh pada penderita TB
(Tuberkulosis). (tambahkan 1 data penelitian lagi untuk mendukung pendapat tersebut).
Selain itu, dukungan sosial juga dapat mendukung motivasi pasien untuk cepat sembuh. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Kinasih dan Wahyuningsih (2012), hasilnya adalah peran pendampingan
spiritual mempengaruhi motivasi sembuh pada lanjut usia. (tambahkan 1 data penelitian lagi untuk
mendukung pendapat tersebut).
Terdapat sebuah fenomena yang menarik di kota Salatiga, berdasarkan hasil pengamatan yang peneliti
lakukan di salah satu rumah sakit di Salatiga, terdapat suatu kebiasaan unik yang dilakukan oleh masyarakat
kota ini, khususnya terkait dalam hal membesuk pasien. Kebiasiaan unik ini adalah ketika pada jam besuk
banyak orang yang berkelompok datang membesuk pasien yang sedang dirawat di rumah sakit, meskipun
yang dibesuk hanya satu orang. Jumlah pembesuk yang datang membesuk pasien di rumah sakit sekitar 15
orang. Aktivitas yang dilakukan masyarakat ketika membesuk pasien di rumah sakit adalah masyarakat
memberikan uang, makanan dan juga mereka berdoa serta berbincang-bincang dengan pasien, keluarga
pasien yang menunggu dan pembesuk lain yang datang membesuk pasien di rumah sakit. Tradisi ini sering
dilakukan jika ada keluarga, teman atau tetangga sedang dirawat di rumah sakit.
(lokasin dan permsalahan bisa diganti oleh teman2/ tetapi harus berkaitan dengan besuk pasien dan
dukungan kepada pasien)
Fenomena menarik ini memunculkan sebuah pertanyaan penelitian terkait gambaran budaya besuk
yang ada di Kota Salatiga ini dan dampak dari budaya tersebut bagi kesehatan pasien yang sedang dirawat di
rumah sakit.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan permasalahan penelitian ini adalah bagaimana
gambaran budaya besuk masyarakat Jawa di Kota Salatiga dan dampaknya bagi kesehatan pasien yang di
rawat di Rumah Sakit?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan gambaran budaya besuk masyarakat Jawa di Kota
Salatiga dan dampaknya bagi kesehatan pasien yang di rawat di Rumah Sakit
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan budaya besuk masyarakat Jawa di Kota Salatiga
b. Mendeskripsikan interaksi sosial yang terjadi selama masyarkat membesuk pasien
c. Mendeskripsikan dampak budaya besuk terhadap kesehatan
d. Mendeskripsikan motivasi sembuh pasien
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam pengembangan ilmu kesehatan,
terutama dalam bidang antropologi kesehatan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi institusi.
Sebagai bahan refensi bagi Rumah Sakit bahwa, pasien selain membutuhkan tindakan medis, pasien
juga memerlukan dukungan dari masyarakat yang dapat memotivasi pasien untuk sembuh.
b. Bagi Masyarakat
Sebagai pengetahuan kepada masyarakat, dalam memahami sebuah fenomena yang ada di
masyarakat Kota Salatiga tentang budaya besuk.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
Kebudayaan adalah seluruh gagasan dan karya manusia yang didapat dengan belajar serta
keseluruhan dari hasil budi dan karyanya (Koenjaraningrat, 2015). Pengertian ini menunjukan bahwa,
hampir semua tingkah-laku manusia dipengaruhi oleh budaya.
Budaya merupakan perangkat dari pandangan, kepercayaan, nilai dan perilaku hidup manusia
yang dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi penerusnya (Tseng dan Streltzer, 2008). Dari
pengertian ini, menunjukan bahwa perilaku hidup manusia yang sudah dilakukan oleh suatu generasi
akan diwariskan kepada generasi berikutinya. Misalnya, interaksi sosial yang terjadi pada suatu
masyarakat akan diturunkan ke generasi selanjutnya.
Negara Indonesia memiliki beragam suku dan budaya, salah satunya adalah suku Jawa. Suku Jawa
banyak menempati pulau Jawa terutama di Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dalam memandang
kesehatan, masyarakat Jawa juga mempunyai pandangan tersendiri. Palmarani (2010) mengatakan
bahwa konsep sehat menurut orang Jawa adalah keselarasan antara individu dengan lingkungannya
dan konsep sakit orang jawa adalah ketidakharmonisan antara individu dengan lingkungan dimana dia
tinggal.
Menurut Endraswara (2010), hubungan dalam masyarakat Jawa, bukanlah merupakan hubungan
antara individu satu dengan individu yang lainnya saja atau hubungan dengan masyarakat tetapi, lebih
dari itu masyarakat Jawa merupakan sebuah kesatuan, yang lekat dan terikat satu dengan yang
lainnya oleh norma-norma hidup dan tradisi. Hal ini menunjukan bahwa dalam kehidupan Jawa sangat
menjunjung tinggi kebersamaan, yang dapat dilihat dalam tradisi masyarakat Jawa yang sangat
menonjol tentang hidup bersama-sama, seperti tradisi gotong royong.

Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan informasi, berupa nasihat verbal dan nonverbal, bantuan atau
tindakan yang diberikan oleh masyarakat atau kehadiran keluarga, masyarakat yang memiliki manfaat
secara emosial dan memberikan efek perilaku bagi yang menerima (Rachmawati dan Turniani, 2006).
Dukungan sosial terjadi juga karena adanya ikatan sosial atau kekerabatan antara individu dengan
masyarakat, selain itu juga dukungan sosial dapat mempengaruhi perilaku individu yang menerima
dukungan sosial tersebut.
Menurut Johnson dan Jhonson dalam Saputri dan Indrawati (2011), dukungan sosial adalah
keberadaan orang lain yang dapat memberikan dukungan, semangat, perhatian, yang dapat
meningkatkan kualitas hidup bagi individu yang bersangkutan. Orang yang mendapat dukungan sosial
yang tinggi akan memiliki rasa optimis yang lebih dalam menghadapi masalah yang sedang
dihadapinya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Berkam dan Kawachi (2000), ditemukan bahwa ada
efek dari hubungan sosial dan dukungan sosial pada keadaan sakit dan kematian.
Menurut Sarafino (2012). Ada empat bentuk dukungan sosial:
1. Dukungan penghargaan atau emosional, yaitu berupa pemberian empati, hal positif,
rasa aman, perhatian dan kepedulian kepada seseorang.
2. Dukungan nyata atau instrumental, meliputi pemberian bantuan secara langsung atau
pemberian dukungan dalam bentuk materi.
3. Dukungan informasi, berupa dukungan yang diberikan berisikan informasi atau
pengetahuan kepada seseorang.
4. Dukungan jaringan, yaitu mempunyai rasa menjadi bagian dari sebuah kelompok dalam
berbagai kegiatan sosial.
Semua bentuk dukungan sosial yang diberikan masyarakat, ini melalui sebuah interaksi yang
dikenal dengan istilah interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan yang dinamis, yang terjadi
antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok. Dengan kata
lain, apabila dua individu bertemu disitulah terjadi interaksi sosial. Aktivitas interaksi sosial adalah
berjabat tangan, saling sapa, dan lain sebagainya (Soekanto dan Sulistyowati, 2014).

Motivasi
Menurut Sobur (2003) motivasi merupakan istilah yang lebih umum yang menunjuk pada seluruh
proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah-
laku yang ditimbulkannya dan tujuan atau akhir dari gerakan atau perbuatan. Motivasi adalah
pendorong dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan tertentu agar tercapai tujuan yang
diinginkannya (Rachmawati dan Turniani, 2006).
Orang yang mendapat motivasi akan mendorongnya untuk melakukan sesuatu agar tercapai
tujuan, sesuai dengan keinginannya, begitupun seorang pasien. Pasien yang didiagnosa dokter
menderita penyakit tertentu, jika tidak didukung dengan motivasi untuk sembuh akan menghambat
proses penyembuhannya, karena motivasi dapat mempengaruhi perilaku pasien untuk melakukan
pengobatan.
Menurut Hariandja (2012), ada dua faktor sebagai sumber motivasi yaitu motivasi yang berasal
dari dalam diri individu yang disebut moitvasi internal dan bersumber dari luar individu atau dari
lingkungan yang disebut motivasi eksternal. Motvasi internal adalah motivasi yang bersumber dari
dalam diri individu tanpa dipengaruhi oleh rangsangan dari luar individu. Motivasi eksternal adalah
motivasi yang bersumber dari luar individu atau bisa juga berkembang melalui proses interaksi dengan
lingakungannya. Salah satu contoh dari motivasi eksternal adalah dukungan sosial.
Menurut Smeet dalam Hardhiyani (2013), motivasi sembuh pasien dapat ditunjukan dengan tiga
aspek. Aspek tersebut adalah aspek memiliki sikap positif, aspek orientasi pada tujuan dan aspek
kekuatan pendorong individu.
1. Aspek memiliki sikap posititf
Individu yang memiliki sikap positif akan mempunyai kepercayaan diri yang kuat dan selalu
optimis dalam menghadapi suatu masalah.
2. Aspek orientasi pada tujuan
Individu yang memiliki motivasi mengarahkan tingkah laku individu yang berorientasi pada
tujuan yang diinginkannya.
3. Kekuatan yang mendorong individu
Adanya kekuatan yang mendorong individu akan menjadi kekuatan untuk melakukan sesuatu.
Kekauatan ini berasal dari dalam diri individu dan luar individu atau lingkungan sekitar.

B. Perspektif Teoretis
Masyarakat Jawa masih memegang tradisi gotong-royong yang masih dilakukan hingga sekarang.
Gotong-royong merupakan sebuah aktivitas yang dilakukan masyarakat dalam rangka tolong-
menolong untuk melakukan sebuah kegiatan sosial, misalnya kerja bakti (Koenjaraninggrat, 2015).
Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian yang memberi gambaran budaya besuk masyarakat
Jawa Kota Salatiga yang berkaitan dengan motivasi sembuh pasien rawat inap.
BAB III : METODE PENELITIAN

A. Rancangan Desain Penelitian


Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.
Metode penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami sebuah fenomena dalam konteks sosial
dengan mengutamakan komunikasi yang mendalam antara peneliti dan yang diteliti (Herdiansyah,
2010). Desain metode penelitian kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus.
Menurut Creswel dalam Raco (2002), studi kasus adalah suatu eksplorasi atau sebuah pendalaman
terhadap suatu kasus. Metode studi kasus juga dapat membantu peneliti untuk mengadakan studi
mendalam dan memahami tentang perorangan, kelompok, budaya bahkan sebuah negara.

B. Pengelolaan Peran Sebagai Peneliti


Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrument penelitian sekaligus sebagai pengumpul
data penelitian. Dalam pengumpulan data di lokasi penelitian dengan teknik wawancara peneliti
terlebih dahulu mengenalkan diri peneliti. Akan tetapi, ketika melakukan observasi di lokasi penelitian,
peneliti tidak memberitahukan posisi peneliti kepada informan. Teknik oberservasi yang dilakukan
adalah observasi non-partisipatif.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa, pemilihan latar penelitian
akan mempengaruhi keabsahan data. Berdasarkan hal itu, pemilihan lokasi penelitian dilakukan di
dua rumah sakit yang berada di Kota Salatiga, yaitu Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga dan
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga, karena kedua rumah sakit ini banyak digunakan oleh
masyarakat Kota Salatiga.
(lokasi dan tempat penelitian bisa diganti oleh teman2)
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu 3 minggu. Penelitian ini dimulai pada tanggal 25 April
sampai 21 Mei 2016.
(waktu penelitian bisa diganti)

D. Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh langsung dari informan yang
disesuaikan dengan tujuan penelitian. Sumber data yang dalam penelitian ini adalah pasien yang
dibesuk dan masyarakat kota salatiga yang datang membesuk pasien. Data dalam penelitian ini
diperoleh dengan wanwancara dan observasi.

E. Instrumen Penelitian
Instrument dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri. Hal ini didasarkan pada metode penelitian
yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Trisliyanto, 2019 mengatakan bahwa instrument
utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri. Dalam penelitian ini peneliti melakuakn
wawancara terhadap informan dan mengamati kegiatan besuk yang dilakukan oleh masyarakat jawa
salatiga di Rumah Sakit yang ada di Kota Salatiga. Selain itu, peneliti menggunakan instrument lainnya
yaitu buku catatan, tape recorder.
F. Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian.
Menurut Lofland, 1984 dalam Moleong (2013), data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-
kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini menggunakan wawancara dan observasi.
 Wawancara (silahkan dijelaskan)
 Observasi (silahkan dijelaskan)
(bisa ditambhakan atau dikurangi oleh teman2 tergantung pendapat teman2 teknik
apa yang dianggap berdsarkan permsalahan dibahas pada pendahuluan)

2. Prosedur Pengumpulan Data


Prosedur pengumpulan data di lokasi penelitian dimulai saat peneliti bertemu dengan anggota
masyarakat yang datang membesuk pasien dan juga pasien yang dibesuk di Rumah Sakit untuk
meminta kesediaan sebagai partisipan penelitian, kemudian peneliti melakukan kontrak waktu dan
tempat melakukan wawancara. Sebelum melakukan wawancara peneliti menjelaskan dan
memberikan informed consent, dan mempersiapkan tape recorder. Selain itu, peniliti juga
mempersiapkan buku dan pena untuk mencatat hal-hal penting yang perlu dieksplor lebih jauh
dalam wawancara. Selain wawancara peneliti juga melakukan observasi untuk melihat bagaimana
jalannya kegiatan besuk yang dilakukan oleh masyarakat.

G. Pengolahan dan Analisis Data


Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman
yaitu reduksi data, display data, dan conclusion (Milles dan Huberman dalam Emzir, 2011).
1. Reduksi data (silahkan dijelaskan)
2. Display data (silahkan dijelaskan)
3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (silahkan dijelaskan)

H. Pengecekan Validitas Temuan.


Uji keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik member
cheking dan triangulasi sumber. Member cheking (silahkan dijelaskan). Triangulasi sumber (silahkan
dijelaskan).

Anda mungkin juga menyukai