PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
1.3.1 Untuk mengetahui tentang teori tanskultural keperawatan
1.3.2 Untuk mengetahui konsep dasar sosial dan budaya
1.3.3 Untuk mengetahui konsep sehat dan sakit dalam budaya masyarakat
1.3.4 Untuk mengetahui peran perawat dalam mengubah perilaku masyarakat
terkait dengan konsep sehat dan sakit
1.3.5 Untuk mengetahui implementasi sosial-budaya dalam asuhan keperawatan
1.4 MANFAAT
1.4.1 Manfaat teoritis
Untuk memberikan informasi terkait dengan teori transkultural
keperawatan, konsep dasar sosial dan budaya, konsep sehat dan sakit dalam
budaya masyarakat, peran perawat dalam mengubah perilaku masyarakat
terkait dengan konsep sehat dan sakit, serta implementasi sosial-budaya dalam
asuhan keperawatan.
1.4.2 Manfaat praktis
Untuk memberikan acuan dalam melakukan asuhan keperawatan agar
sesuai dengan sosio-budaya masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan petama dan kedua, dapat
digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijit, kerok, pantangan makan, dan bantuan
tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ketiga harus dimintakan bantuan dukun,
kiai, dan lain-lain. Dengan demikan upaya penanggulangannya bergantung pada
kepercayaan mereka terhadap penyebab sakit. Beberapa contoh penyakit pada bayi
dan anak diantaranya adaah sebagai berikut.
a. Sakit demam dan panas. Penyebabnya adalah perubahan cuaca, kena hujan, salah
makan, atau masuk angin. Pengobatannya adaah dengan cara mengompes dengan
es, oyong, labu putih yang dingin atau beli obat influenza. Di Indramayu
dikatakan sebagai penyakit adem meskipun gejalanya panas tinggi, supaya
demamnya turun. Penyakit tampek (campak) disebut juga sakit adem karena
gejalanya badan panas.
b. Sakit mencret (diare). Penyebabnya adalah salah makan, makan kacang terlalu
banyak, makan makanan pedas, makan udang, ikan, anak meningkat
kepandaiannya, susu ibu basi, encer, dan lain-lain. Penanggulangannya dengan
obat tradisonal misalnya dengan pucuk daun jambu dikunyah ibunya lalu
diberikan anaknya (Bima, Nusa Tenggara Barat). Obat lainnya adalah larutan gula
garam (LGG), oralit, pil ciba, dan lain-lain. Larutan gula garam sudah dikenal
hanya proporsi campurannya tidak tepat.
c. Sakit kejnag-kejang. Masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa sakit panas
dan kejang-kejang disebabkan oleh hantu. Di Sukabumi disebut hantu gegep,
sedangkan di Sumatra Barat di sebut hantu jahat. Di Indramayu pengobatannya
denglan pergi ke dukun atau memasukkan bayi kebawah tempat tidur yang
ditutupi jaring.
d. Sakit tampek (campak). Penyebabnya karena anak terkena panas dalam, anak
dimandikan saat panas terik, atau kesambet. Di Indramayu ibu-ibu mengobatinya
denhgan membalur anak dengan asam kawak, meminumkan madu dan jeruk nipis,
atau memberikan daun suwuk, yang menurut kepercayaannya dapat mengisap
penyakit.
Persepsi sehat-sakit yang berbeda antara masyarakat dan perawat dapat menimbukan
permasalahan. Persepsi masyarakat tentang sehat-sakit dapat dipengaruhi oeh
pengalaman masa lalu terhadap penyakit serta terkait dengan sosial budaya
masyarakat setempat. Budaya masyarakat Jawa dan Madura dalam mencari
pengobatan sangat berbeda. Masyarakat Jawa terkadang lebih memilih berobat pada
“orang pintar” ke dukun daripada kedokter atau masyarakat madura yang lebih
meminta disuntik dua kali saat berobat kemantri, semua ini di dasari oleh persepsi
masyarakat dalam mencari pengobatan ketika mereka sakit. Menurut Sudarti (1988),
individu yang merasla penyakitnya disebabkan oleh makhluk halus, akan mencari
orang pintar atau dukun yang dianggap mampu mengusir makhluk halus yang
dipersepsikan sebagai penyabab sakit. Perbedaan seperti ini biasanya menimbulkan
masalah tersendir bagi perawat atau petugas kesehatan dalam menerapkan program
kesehatan. Penyakit merupakan sesuatu yang bersifat objektif, sedangkan sakit lebih
bersifat subjektif. Pengalaman sakit lebih menekankan pada perasaan tidak enak,
merasa sakit atau terdapat kekurangan pada individu yang merasa sakit. Kemungkinan
seseorang yang merasa sakit merasa sehat dan sebaliknya seorang yang merasa sakit
tidak terdapat penyakit pada dirinya. Di negara-negara Eropa atau Amerika yang
tergolong sebagai negara maju, memiliki kesadaran kesehatan yang cukup tinggi.
Masyarakat di negara maju ini cenderung takut terkena penyakit, sehingga jika merasa
terdapat kelainan pada tubuh mereka maka akan segera pergi kepelayanan kesehatan.
Padahal, setelah diperiksa secara seksama oleh perawat dan dokter, tidak terdapat
kelainan. Keluhan psikosomatis seperti ini lebih banyak dirasakan oleh masyarakat
negara maju atau orang kaya daripada negara berkembang atau masyarakat marginal.
Keadaan sakit sangat terkait dengan subjektivitas seseorang.
Intervensi oleh
Awarness
Interest
Evaluation
Trial
Adoption
Sebagai salah satu tenaga kesehatan, perawat akan selalu berusaha melakukan
intervensi jika terdapat penyimpangan perilaku hidup masyarakat. melalui intervensi
yang telah dirancang oleh perawat mula-mula individu menerima informasi dan ide
baru (tahap awareness). Pengetahuan dan ide baru akan menimbulkan minat terhadap
individu (tahap interest). Perawat akan berusaha untuk meningkatkan motivasi
terhadap ide baru yang diberikan kepada individu tersebut (tahap evaluation). Melalui
dukungan yang diberikan oleh perawat, individu yang menerima ide baru akan
berusaha mencoba menerapkan ide baru tersebut (tahap trial). Jika ide baru tersebut
menguntungkan individu maka hal ini akan berusaha dipertahankan oleh individu
(tahap adoption).
Studi kasus
Nama An. X
Umur 1.5 tahun
Tempat dan tanggal lahir Banyumas, 12 Februari 2012
Jenis kelamin Perempuan
Status Anak kandung
Tipe keluarga Keluarga inti
Pengambilan keputusan dalam Tn. D
anggota keluarga
Kebiasaan yang rutin dilakukan Bercengkrama dengan keluarga dan
oleh keluarga tetangga
Kegiatan yang dilakukan bersama Arisan RT, turut kerja bakti
masyarakat
3. Diagonis keperawatan
1) Ketidakpatuhan keluarga terhadap pengobatan berhubungan
dengan sistem nilai yang diyakini yang ditandai dengan
a. DS : Ibu klien mengatakan bahwa sakit anaknya disebabkan oleh
roh halus
b. DO : Ibu klien membawa anaknya berobat ke dukun sebelum ke
RS
Anaknya diberikan minum air putih oleh dukun
2) Hipertermia berhubungan dengan infeksi penyakit yang ditandai
dengan:
a. DS : Ibu klien mengatakan ananknya sudah beberapa hari
panas dan mengigau
b. DO : Suhu 38.5ºC, Pemeriksaan lab : tifus = 1300
3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan disorientasi sosial yang
ditandai dengan :
a. DS : Ibu klien mengatakan bahwa anaknya takut dan
menangis ketika bertemu dengan petugas kesehatan.
b. DO : Anak X tampak takut, Anak X tampak tidak
kooperatif saat akan dilakukan tindakan keperawatan, Anak
X mengangis ketika melihat petugas kesehatan.
Dari kasus tersebut, dapat dilihat bahwa ada dua diagnosis yang terkait dengan sosio-
budaya masyarakat, yaitu diagnosis nomor satu dan tiga. Lalu, bagaimana cara untuk
mengatasi tersebut? Untuk dapat mengatasi masalah pada diagnosis pertama dan ketiga, hal
yang perlu diperhatikan adalah keyakinan ibu tentang penyebab penyakit anaknya yang sudah
begitu kuat (karena bermain di tempat yang angker sehingga perawat harus dapat menerapkan
komunikasi terapeutik yang efektif agar tujuan asuhan keperawatan yang diberikan dapat
tercapai).
Perawat juga dapat berkomunikasi dengan klien dengan menggunakan Bahasa yang
mudah dipahami oleh klien, kemudian menerjemahkan istilah kesehatan yang terkait dengan
penyakit yang dialami pasien, baik itu definisi, tanda, gejala, maupun kepada orang tua atau
keluarganya ke dalam Bahasa kesehatan yang mudah dipahami.
Perawat memiliki kewajiban untuk memberikan informasi pada klien tentang sistem
pelayanan kesehatan, kemana saja klien bisa mendapatkan pertolongan, pembiayaan
pengobatan dan perawatan, dan cara mendapatkan pembebasan biaya perawatan jika klien
mengalami masalah pada kesehatannya.
Keluarga juga harus dilibatkan dalam perencanaan perawatan. Jika perlu, libatkan
pihak ketiga yang sekiranya dapat menjelaskan kondisi pasien kepada keluarganya agar tidak
menimbulkan kesalahpahaman. Apabila ternyata konflik tetap saja terjadi antara perawat
dank lien (klien tetap berpegang teguh kepada keyakinan yang dimiliki), perawat dapat
melaksanakan negosiasi melalui kesepakatan berdasarkan atas pengetahuan biomedis, serta
pandangan klien dan standar etik yang berlaku.