Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Budaya merupakan sebuah norma atau tindakan yang sudah biasa dilakukan pada
suatu daerah dan persepsi seseorang terhadap kondisi kesehatannya dipengaruhi budaya
atau kebudayaan yang dimilikinya. Pada masyarakat non industri menurut Helman
(1994), pada umumnya mengartikan sehat sebagai suatu keseimbangan hubungan
manusia dengan manusia, manusia dengan alam, serta manusia dengan supernatural.

Pada masyarakat barat kondisi sehat diartikan mencakup aspek-aspek fisik,


psikologi, dan perilaku. Namun, persepsi terhadap tingkat kesehatannya berbeda-beda
tergantung dari golongan tempat seseorang masuk didalamnya, karena dalam kehidupan
sehari-hari, orang tidak mungkin tidak beururusan dengan hasil kebudayaan. Tidak ada
masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan atau tidak ada kebudayaan tanpa
masyarakat sebagai wadah.

Keperawatan Transkultural merupakan disiplin ilmu antropologi dandikembangkan


dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konsep keperawatan yang didasari
oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural atau budaya yang melekat
dalam masyarakat.

Peran perawat yang berhubungan erat dengan masyarakat sosial yang berbudaya,
menuntut perawat agar dapat memahami apa itu keperawatan transkultural dan
pentingnya teori ini diterapkan dalam menjalani perannya sebagai perawat

1.2. Tujuan
1.2.1. Memahami definisi keperawatan transkultural
1.2.2. Mengidentifikasi perlunya keperawatan transkultural

1.3. Rumusan Masalah


1.3.1. Apa definisi keperawatan transkultural?
1.3.2. Mengapa keperawatan transkultural diperlukan?

1
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Keperawatan Transkultural / Transcultural Nursing

Transkultural berasal dari kata trans dan culture. Trans berarti alur perpindahan,
jalan lintas atau penghubung, sedangkan culture berarti budaya. Cultural berarti sesuatu
yang berkaitan dengan kebudayaan. Jadi , transkultural dapat diartikan sebagai lintas
budaya yang mana suatu budaya memiliki efek dan mempengaruhi budaya yang lainnya.
Transkulutural juga bisa diartikan sebagai pertemuan beberapa nilai budaya yang
berbeda melalui proses interaksi sosial.
Keperawatan transkultural adalah suatu area keilmuan budaya pada proses belajar
dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara
budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya
manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
keperawatan kepada manusia, yang dalam penggunaannya bertujuan untuk
mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktek
keperawatan pada budaya spesifik dan budaya universal dengan nilai-nilai dan norma-
norma yang diyakini dan dilakukan hampir semua budaya (Madeleine Leininger, 2002).
Kebudayaan spesifik mengacu pada nilai-nilai tertentu, keyakinan, dan pola perilaku
yang cenderung khusus atau unik bagi sebuah kelompok dan cenderung tidak dimiliki
budaya lain, contohnya adalah bahasa. Sedangkan yang dimaksud kebudayaan universal
adalah nilai- nilai, norma-norma perilaku serta pola hidup yang sama pada beberapa
budaya, seperti budaya berolahraga agar tubuh tetap sehat dan bugar.
Sedangkan menurut Marriner dan Tomey (1994), keperawatan transkultural
merupakan suatu arah utama dalam keperawatan yang berfokus pada study komparatif
dan analisis tentang budaya dan sub budaya yang berbeda di dunia yang menghargai
perilaku caring, layanan keperawatan, niai-nilai, keyakinan tentang sehat sakit, serta
pola-pola tingkah laku yang bertujuan mengembangkan body of knowledge yang ilmiah
dan humanistik guna memberi tempat praktik keperawatan pada budaya tertentu dan
budaya universal.
Teori keperawatan transkultural atau transcultural nursing ini di gagas pertama
kali oleh Madeleine Leininger yang di inspirasi oleh pengalaman dirinya sewaktu bekerja

2
sebagai perawat spesialis anak di Midwestern United States pada tahun 1950. Saat itu ia
melihat adanya perbedaan perilaku di antara anak yang berasal dari budaya yang
berbeda. Fenomena ini membuat Leininger menelaah kembali profesi keperawatan. Ia
mengidentifikasi bahwa pengetahuan perawat untuk memahami budaya anak dalam
layanan keperawatan ternyata masih kurang.
Pada tahun 1960, Leininger pertama kali menggunakan kata transclutural
nursing, ethnonursing, dan cross-cultural nursing. Akhirnya, pada tahun 1985, Leininger
mempublikasikan teorinya untuk pertama kali, sedangkan ide-ide dan teorinya sudah di
presentasikan pada tahun 1978. Teori Leininger kemudian disebut sebagai cultural care
dieversity and universality, tetapi para ahli lebih sering menyebutnya transcultural
nursing theory atau teori keperawatan transkultural.
Sebagai salah satu disiplin ilmu antropologi, transkultural nursing menjabarkan
konsep keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-
nilai kultural yang melekat dalam masyarakat. Leininger beranggapan bahwa
sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam
penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat,
akan mengakibatkan terjadinya cultural shock.
Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak
mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat
menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa
mengalami disorientasi. Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien
sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau Negara diperbolehkan seseorang
untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau menangis. Tetapi karena
perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan meringis pelan, bila
berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien
tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-
pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap telah
mengganggu pasien lainnya. Kebutaa nbudaya yang dialami oleh perawat ini akan
berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
Transkultural nursing ini diberikan pada klien untuk mempertahankan dan
meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan budaya yang dimiliki klien, serta
ditambahkan dengan konsep dasar keperawatan. Pelayanan keperawatan transkultural ini
diberikan kepada klien sesuai latar belakang budayanya.

3
Peran perawat pada transcultural nursing ini adalah menjembatani antara sistem
perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan profesional
melalui asuhan keperawatan. Eksistensi peran perawat tersebut digambarkan oleh
Leininger. Oleh karena itu perawat harus mampu membuat keputusan dan rencana
tindakan keperawatan yang akan diberikan kepada masyarakat. Jika di sesuaikan dengan
proses keperawatan, hal tersebut merupakan tahap perencanaan tindakan keperawatan.

2.2 Konsep Keperawatan Transkultulral


Budaya merupakan salah satu dari perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata
sebagai manusia yang bersifat sosial. Budaya yang berupa norma, adat istiadat menjadi
acuan perilaku manusia dalam kehidupan dengan yang lain. Pola kehidupan yang
berlangsung lama dalam suatu tempat, selalu diulangi, membuat manusia terikat dalam
proses yang dijalaninya . Keberlangsungaan terus – menerus dan lama merupakan proses
internalisasi dari suatu nilai – nilai yang mempengaruhi pembentukan karakter, pola pikir,
pola interaksi perilaku yang kesemuanya itu akan mempunyai pengaruh pada pendekatan
intervensi keperawatan (cultural nursing approach).
a. Budaya
Budaya merupakan norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
b. Nilai budaya
Nilai budaya merupakan keinginan individu atau tindakan yang lebih
diinginkan atau sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu
danmelandasi tindakan dan keputusan.
c. Perbedaan budaya
Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yangoptimal
dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinanvariasi pendekatan
keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhanbudaya yang menghargai
nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakantermasuk kepekaan terhadap
lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi
(Leininger, 1985).

4
d. Etnis
Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
e. Ras
Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada
mendiskreditkan asal muasal manusia.
f. Etnografi
Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada
penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang
tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk
mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik
diantara keduanya.
g. Care
Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,
dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhi kebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan
kualitas kehidupan manusia.
h. Caring
Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang
nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia
i. Cultural Care
Cultural care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui
nilai,kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung
atau memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan
kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan
mencapai kematian dengan damai.
j. Cultural imposition
Cultural imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan untuk
memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lainkarena percaya
bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.

5
2.3 Aplikasi Keperawatan Transkultural
Dalam aplikasinya, keperawatan transkultural disesuaikan dengan kebudayaan
suatu daerah tanpa adanya pengubahan budaya daerah tersebut. Tetapi kita sebagai
seorang perawat harus bisa menyesuaikan diri dengan kebudayaan itu. Ada beberapa
strategi yang digunakan dalam pemberian asuhan keperawatan bagi masyarakat yang
masih kental dengan budayanya, diantaranya adalah perlindungan atau mempertahankan
budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah atau mengganti budaya klien
(Leininger, 1991).
a. Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan
dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai
dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat
meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya
berolahraga setiap pagi.
b. Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan
kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya
lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil
mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan
sumber protein hewani yang lain.
c. Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki
merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien
yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih
biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

Menurut Bendel (2003) di Indonesia terdapat pruralisme system pengobatan di


mana berbagai cara penyembuhan yang berbeda-beda hadir berdampingan termasuk
humoral medicine dan elemen magis. Indonesia merupakan negara yang terdiri dari
berbagai suku bangsa dimana tiap suku atau kelompok masyarakat tersebut akan
mempunyai norma, perilaku, adat istiadat yang berbeda-beda termasuk dalam mencari
penyembuhan yang terkait dengan perilaku budaya. Menurut Bendel (2003) dalam
masyarakat Indonesia terdapat kepercayaan tradisional pada hal-hal gaib. Misalnya pada

6
masyarakat Sunda. Dalam praktek kesehatan, masyarakat Sunda menggunakan orang
pintar atau dukun. Selain ke dukun, mereka juga biasa berobat ke kyai. Namun apabila
pasien tidak sembuh-sembuh, barulah mereka berobat ke tenaga kesehatan di daerahnya.
Untuk pemberian asuhan keperawatan kepasa masyarakat Sunda diperlukan
pemberian tindakan keperawatan transkultural dengan melakukan pendekatan terhadfap
budaya masyarakat Sunda. Pendekatan budaya dilakukan karena dipandang lebih sensitif
dan bermakna bahwa asuhan keperawatan keluarga dimulai dari keinginan keluarga,
kebiasan keluarga, sumber daya keluarga, dan nilai-nilai keluarga. Pelaksanaan asuhan
keperawatan keluarga sebaiknya mengimplikasikan hal-hal berikut :
a. Menghargai struktur dan sistem nilai yang dianut keluarga
b. Batasan sehat sakit menurut keluarga
c. Aktualisasi praktik kesehatan Sunda
d. Meningkatkan keterbatasan regimen terapeutik keluarga Sunda

2.4 Perlunya Keperawatan Transkultural


Keperawatan transkultural merupakan salah satu aspek yang penting dalam
pemberian asuhan keperawatan kepada pasien. Hal ini disebabkan karena banyaknya
kebudayaan di dunia, contohnya di Indonesia. Setiap wilayah di Indonesia memiliki
kebudayaan masing-masing yang berbeda di setiap daerah.

Keperawatan transkultural membutuhkan penilaian yang canggih, kemampuan


analisis dan kemampuan untuk merencanakan, merancang, melaksanakan, dan
mengevaluasi asuhan keperawatan bagi individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
yang mewakili berbagai budaya. Perawat juga harus bisa menerapkan pengetahuan yang
berkaitan dengan budaya organisasi, lembaga, dan badan-badan, terutama mereka yang
peduli dengan kesehatan dan keperawatan, sehingga dibutuhkan keperawatan
transkultural.

Perawat tidak hanya berfokus pada masalah biologis pasien saja, namun juga ke
masalah psikologis pasien. Dengan adanya transkultural nursing, kita sebagai perawat
bisa menyesuaikan diri dengan bagaimana pasien itu bersikap, bagaimana pasien itu
bicara dengan bahasanya, dan bagaimana perilaku pasien untuk mendekati pasien dan
menemukan akar masalah yang dialami pasien. Dengan begitu antara pasien dan perawat
akan terjalin hubungan yang baik dan akan terbentuk kerjasama yang baik dalam proses
pengobatan. Transkultural nursing dapat membantu perawat dalam mengenal berbagai

7
kebudayaan masyarakat. Sehingga perawat mampu menetapkan pelayanan kesehatan
yang tepat untuk diberikan kepada pasiennya sesuai dengan kebudayaan pasien.

Dari transkultural nursing juga kita dapat menemukan yang menyebabkan


penyakit pasien dari pola makan dan minum, perilaku kesehatan pasien, dan bagaimana
kepercayaan pasien terhadap konsep sehat sakitnya. Dari itu perawat dapat membantu
mengobati penyakit pasien dan memberi health education tentang bagaimana
pencegahan, pengobatan serta tanda gejala terkait penyakit pasien.

Selain itu, dengan adanya transkultural nursing, perawat di tuntut untuk memiliki
pengetahuan lebih tentang warisan budaya agar bisa memberikan asuhan keperawatan
yang efektif pada pasien dan befikir secara kreatif tentang tindakan yang akan dilakukan
sesuai dengan kebudayaan pasien.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Transkultural nursing merupakan suatu pelayanan keperawatan yang berfokus


pada analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya. Perawat harus
memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan kepada pasien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat,
akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien
pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai
budaya dan kepercayaan. Perawat juga berperan dalam menjebatani antara sistem
perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan prosfesional
melalui asuhan keperawatan.

Dengan adanya transkultural nursing, kita sebagai perawat bisa menyesuaikan


diri dengan bagaimana pasien itu bersikap, bagaimana pasien itu bicara denga bahasanya,
dan bagaiman perilaku pasien untuk mendekati pasien dan menemukan akar masalah
yang dialami pasien. Dengan begitu pasien dan perawat akan terjalin hubungan yang
baik dan akan terbentuk kerjasama yang baik dalam proses pengobatan. Transkultural
nuring dapat membantu perawat dalam mengenal berbagai kebudayaan masyarakat.
Sehingga perawat mampu menetapkan pelayanan kesehatan yang tepat untuk diberikan
kepada pasiennya.

3.2 SARAN
Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan kepada pasien sudah seharusnya
memahami pasiennya, di mulai dari fisiologis, psikologis, kehidupan sosial dan juga
bagaimana kehidupan di lingkungannya sesuai dengan budayanya. Sehingga antara
pasien dan perawat akan terjalin hubungan yang baik dan akan terbentuk kerjasama yang
baik dalam proses pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai