Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH BENCANA KEBUMIAN

MATA KULIAH MITIGASI BENCANA

Oleh :
Putri Devina Manurung (1810503054)
Shinta Maulida Susanti (1810503055)
Himmatul Izzah (1810503056)

Dosen Pembimbing :
Herlita Prawenti, S.T. M.T.

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TIDAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat
dankarunia-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Kami menyadari
bahwa dalam penyusunan tugas ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi,
penulisan maupun kata-kata yang digunakan. Oleh karena itu, segala kritik
dansaran yang bersifat membangun guna perbaikan Makalah Bencana Kebumian
ini lebih lanjut akan kami terima dengan senang hati. Tidak lupa kami ucapkan
terima kasih kepada Ibu Herlita Prawenti, selaku dosen pengampu dan semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini.

Akhirnya, tiada gading yang tak retak, meskipun dalam penyusunan


makalah ini kami telah mencurahkan semua kemampuan, namun kami berharap
semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Terlepas dari itu,
kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Magelang, 1 Maret 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan


Bencana Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis.

Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor


alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan
bencana sosial.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau


serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, penurunan tanah dan
tanah longsor.

Bencana alam memengaruhi ribuan orang setiap tahun. Peristiwa buruk


seperti ini berpotensi menyebabkan kematian dan kehancuran fisik yang sangat
besar. Bencana alam sering tidak terduga dan dapat membuat seluruh masyarakat
menderita.

Orang yang pernah terlibat dalam suatu bencana dapat mengalami tekanan
emosional. Perasaan cemas, terus-menerus khawatir, sulit tidur, dan gejala seperti
depresi lainnya adalah respons umum terhadap bencana sebelum, selama, dan
setelah kejadian.
Banyak orang dapat bangkit kembali dari bencana dengan bantuan dari
keluarga dan masyarakat, tetapi yang lain mungkin membutuhkan dukungan
tambahan untuk mengatasi dan bergerak maju di jalur pemulihan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang penyebab bencana gempa bumi, bagaimana proses terjadinya,


dampak apa yang ditimbulkan, daerah mana yang rentan terjadi dan
wilayah mana yang pernah terjadi gempa bumi?
2. Apa yang penyebab bencana longsor, bagaimana proses terjadinya,
dampak apa yang ditimbulkan, daerah mana yang rentan terjadi dan
wilayah mana yang pernah terjadi longsor?
3. Apa yang penyebab bencana erupsi gunung, bagaimana proses terjadinya,
dampak apa yang ditimbulkan, daerah mana yang rentan terjadi dan
wilayah mana yang pernah terjadi erupsi gunung?
4. Apa yang penyebab bencana penurunan tanah, bagaimana proses
terjadinya, dampak apa yang ditimbulkan, daerah mana yang rentan terjadi
dan wilayah mana yang pernah terjadi penurunan tanah?

C. Tujuan

Diharapkan kita mampu mengetahui :

1. Penyebab bencana gempa bumi, proses terjadinya, dampak yang


ditimbulkan, daerah yang rentan terjadi dan wilayah yang pernah terjadi
gempa bumi.
2. Penyebab bencana longsor, proses terjadinya, dampak yang ditimbulkan,
daerah yang rentan terjadi dan wilayah yang pernah terjadi longsor.
3. Penyebab bencana erupsi gunung proses terjadinya, dampak yang
ditimbulkan, daerah yang rentan terjadi dan wilayah yang pernah terjadi
erupsi gunung.
4. Penyebab bencana penurunan tanah, proses terjadinya, dampak yang
ditimbulkan, daerah yang rentan terjadi dan wilayah yang pernah terjadi
penurunan tanah.
BAB II

PEMBAHASAN

GEMPA BUMI

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan


bumi akibat pelepasan energi dari bawah permukaan secara tiba-tiba yang ditandai
dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi dan menciptakan gelombang
seismik. Alat yang digunakan untuk mengukur kuat dan lemahnya suatu gempa
bumi adalah seismograf.

A. Penyebab Gempa Bumi

Gempa bumi terjadi karena gesekan antar lempeng-lempeng tektonik di


bawah permukaan bumi. Pergeseran ini mengeluarkan energi yang luar biasa
besar dan menimbulkan goncangan di permukaan. Berdasarkan penyebabnya,
gempa bumi diklasifikasikan menjadi:

a. Gempa bumi tektonik


Gempa bumi tektonik adalah gempa bumi yang disebabkan oleh
adanya aktivitas tektonik, yaitu adanya pergeseran lempeng tektonik
secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari sangat kecil hingga
sangat besar.
b. Gempa bumi vulkanik
Gempa bumi vulkanik adalah gempa bumi yang disebabkan oleh
adanya aktivitas gunung api yang disebabkan oleh pergerakan magma
dari dalam bumi menuju permukaan bumi melalui lubang vulkanisme.
c. Gempa bumi runtuhan
Gempa bumi runtuhan adalah gempa bumi yang yang terjadi akibat
runtuhnya atap gua atau karena daerah kosong dibawah lahan
mengalami runtuh, runtuhnya atap tambang, runtuhnya tanah,
runtuhnya batuan dan sebagainya. Gempa bumi runtuhan ini biasanya
jarang terjadi.
d. Gempa bumi tumbukan
Gempa bumi tumbukan adalah gempa bumi yang terjadi akibat
tumbukan metode atau asteroid yang jatuh ke bumi.
e. Gempa bumi buatan
Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang terjadi akibat aktivitas
manusia. Gempa bumi buatan diakibatkan oleh peledak dinamit, nuklir
dan bom dengan kekuatan yang sangat besar.

B. Proses Terjadinya Gempa Bumi

Gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang sangat besar di


lempengan bumi. Semakin lama biasanya akan semakin tertekan dan juga besar.
Akhirnya mencapai sebuah keadaan dimana tekanan tersebut tidak bisa ditampung
atau ditahan lagi.

Proses terjadinya gempa bumi sebenarnya bermacam-macam, di mana


gempa bumi terjadi saat ada batuan yang ada di kerak bumi mengalami tekanan
dan menyebabkan lempengan bergesekan. Lempengan tersebut bisa jadi antar
samudera maupun antar benua. Ketika terjadi tumbukan, maka gempa bumi akan
terjadi. Namun, proses ini merupakan gempa yang paling umum.

C. Akibat Gempa Bumi


1. Dampak fisik:
-Bangunan banyak yang hancur atau roboh,
-tanah longsor akibat goncangan,
-jatuhnya korban jiwa,
-permukaan tanah menjadi retak dan jalan menjadi putus,
-banjir karena rusaknya tanggul, serta tsunami akibat gempa dasar laut.
2. Dampak sosial:
-Menimbulkan kemiskinan,
-kelaparan, menimbulkan penyakit,
-melumpuhkan politik dan sistem ekonomi.

D. Cara Menghadapi Gempa Bumi


1. Berlindung di bawah meja : Berlindunglah di bawah meja jika berada
di dalam ruangan, rumah, atau kantor. Hal ini agar tubuh tidak terkena
benda-benda yang berjatuhan.
2. Lindungi kepala dengan beberapa alat: Jangan lupa untuk melindungi
kepala dengan helm, bantal, papan, atau kedua tangan dengan posisi
telungkup. Hal ini merupakan salah satu cara selamat dari gempa.
3. Jauhi gedung dan tiang : Jauhi gedung dan tiang jika berada di luar
ruangan dan rumah. Hindari gedung dan tiang menuju daerah terbuka.
4. Jangan naik lift: Jika berada di mal atau kantor, jangan naik lift.
Gunakan tangga namun jangan panik saat turun tangga darurat.
Kemudian bergerak ke tempat terbuka hingga keadaan stabil. Perlu
diingat, gempa yang bermagnitudo besar, dapat diikuti gempa susulan.
5. Hentikan kendaraan: Jika berada di dalam kendaraan, berhati-hatilah
agar kendaraan tidak berhenti secara mendadak. Usahakan
memberhentikan kendaraan dan bergerak ke tempat terbuka agar
selamat dari gempa.
6. Menjauhi laut: Gempa di bawah laut bisa menimbulkan gelombang
tsunami. Bergeraklah ke dataran yang lebih tinggi merupakan salah
satu cara mengatasi tsunami.

E. Wilayah yang Rentan Terjadi Gempa Bumi

Indonesia adalah salah satu negara dengan frekuensi gempa bumi


terbanyak di dunia karena berada di zona seismik yang sangat aktif. Namun,
luasnya wilayah Indonesia membuat tak semua gempa berdampak langsung atau
bisa dirasakan di daratan. Sementara itu melansir laman Antara, Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga telah memetakan 10
wilayah yang berpotensi terjadinya gempa bumi yaitu Mentawai, Lampung, Selat
Sunda, Banten, Aceh, Selatan Bali, Sulawesi Utara, Sorong, Sulawesi Tengah,
Lembang.

Contoh peristiwa gempa bumi yang terjadi di Indonesia adalah gempa


bumi di Aceh pada tahun 2004. Pada Minggu pagi 26 Desember 2004, sebuah
peristiwa alam besar terjadi di dasar Samudera Hindia, lepas pantai Sumatera. Di
dasar bumi, di kedalaman 30 kilometer, lempeng Hindia disubduksi oleh lempeng
Burma. Tepat pukul 07.58 WIB, gempa yang awalnya tercatat berkekuatan 9,1
skala Richter namun telah meningkat menjadi 9,1 dan 9,3 terjadi. Mengguncang
hebat Pulau Sumatera, khususnya Aceh. Gempa tersebut menimbulkan gelombang
tsunami dengan ketinggian mencapai 30 meter.

Dari Aceh, gelombang memantul ke 12 pantai di pesisir Samudera Hindia.


Tidak hanya berdampak di Indonesia, tetapi juga di sejumlah negara yaitu
Thailand, Sri Lanka, India, Maladewa, Thailand, Myanmar, Malaysia, Somalia,
Tanzania, Seychelles, Bangladesh, dan Kenya. Menurut ilmuan NASA, gempa
dan tsunami yang diperkirakan menewaskan kurang lebih 230.000 jiwa ini turut
berdampak pada rotasi bumi, memperpendek durasi satu hari selama 2,68
mikrodetik, sedikit mengubah bentuk planet manusia, dan menggeser Kutub Utara
beberapa sentimeter.

Gambar : Gempa Bumi di Aceh Tahun 2004


TANAH LONGSOR

Tanah longsor merupakan suatu peristiwa geologi yang ditandai dengan


bergeraknya tanah atau bebatuan. Di Indonesia, tanah longsor merupakan salah
satu bencana alam yang kerap terjadi. Bencana ini biasanya sering terjadi di
daerah pegunungan, bukit, lereng yang curam, maupun tebing. Terkadang longsor
juga bisa terjadi di lahan pertanian dan perkebunan yang posisi tanahnya miring.

A. Penyebab Tanah Longsor

Adanya tanah longsor karena disebabkan oleh beberapa hal tertentu. Hal-
hal yang menyebabkan terjadinya tanah longsor bisa dikarenakan peristiwa alami
maupun hal- hal yang disebabkan oleh manusia. Beberapa penyebab terjadinya
tanah longsor antara lain adalah:

1. Erosi Tanah
Erosi tanah merupakan salah satu penyebab tanah longsor yang paling
sering terjadi. Erosi terjadi ketika ada aliran air yang deras menyerang
tanah sehingga tanah bertambah curam. Aliran air tersebut bisa berupa
gelombang air laut, air yang berasal dari hujan/badai, air bah, air
sungai dan lain-lain.
2. Gempa Bumi
Getaran yang ditimbulkan oleh gempa bumi dapat menimbulkan
tekanan pada material pada tanah sehingga terjadi tanah longsor.
Biasanya tanah longsor yang disebabkan gempa bumi terjadi di lereng-
lereng.
3. Gunung Meletus
Gunung meletus menghasilkan getaran yang sangat dahsyat dan dapat
memicu terjadinya tanah longsor. Ditambah lagi ketika gunung
meletus tersebut mengeluarkan material-material seperti debu dan
lahar dingin yang menumpuk, juga dapat memicu tanah longsor karena
terlalu berat dan tanah menjadi tidak kuat menopangnya.
4. Penebangan Hutan Secara Berlebihan
Pohon memiliki banyak manfaat bagi manusia, diantaranya yaitu
menghasilkan oksigen, menjadi sumber makanan dan menjadi rumah
bagi beberapa jenis hewan. Selain itu, pohon ternyata dapat
menyimpan air hujan sehingga , mencegah terjadi banjir. Akar pohon
juga dapat menguatkan struktur tanah. Ketika pohon-pohon banyak
ditebang dan hutan menjadi gundul, maka kemungkinan terjadi nya
tanah longsor menjadi besar.
5. Lahan Pertanian Di Lereng
Untuk membuka lahan pertanian tentunya harus menebang pohon yang
ada terlebih dahulu baru setelah itu ditanami berbagai tanaman
pertanian. Tanaman pertanian ini umumnya memiliki akar yang kecil
sehingga tidak cukup kuat untuk menjaga struktur tanah agar tetap
kuat.

B. Proses Terjadinya Tanah Longsor

Proses terjadinya bencana tanah longsor adalah perpindahan material


pembentuk lereng yang berupa bebatuan, bahan bahan rombakan, tanah dan
material lain yang bergeser atau bergerak turun ke bawah akibat dari lahan atau
tekanan dari atas misalnya air hujan. Tanah longsor merupakan bencana yang
sangat fatal, karena ketika terjadi longsoran tanah akan cepat turun tanpa
disadari, oleh karena itu ketika terjadi tanah longsor angka selamat korban
cenderung sedikit dan kerusakan pada rumah warga yang tertimpa longsoran
pun rusak parah.

C. Dampak Tanah Longsor


Tanah longsor merupakan bencana alam yang banyak membawa
kerugian baik bagi manusia maupun keadaan alam sekitar terjadinya tanah
longsor. Berikut ini merupakan dampak negatif yang ditimbulkan tanah longsor
:

1. Timbulnya korban jiwa maupun korban luka : Tanah longsor merupakan


jenis bencana alam yang berpotensi menimbulkan korban jiwa. Hal ini
terlebih jika tanah longsor terjadi ketika malam hari atau waktu- waktu
dimana masyarakat sedang tertidur. Tanpa mengetahui akan terjadinya
tanah longsor, masyarakat terlelap dan bisa tertimbun. Di Indonesia sendiri
peristiwa tanah longsor sudah banyak menimbulkan korban jiwa.
2. Rusaknya rumah warga maupun infrastuktur lain : Rusaknya insfrastuktur
juga merupakan salah satu dampak yang pasti terjadi ketika tanah longsor.
Infrtastruktur yang rusak ini boleh dibilang yang berada di atas tanah yang
longsor maupun yang berada di bawah (tertimbun).
3. Memburuknya sanitasi lingkungan : Ketika tanah longsor datang, maka
saluran air akan menjadi terputus. Jika air bersih saja tidak ada, maka bisa
dipastikan sanitasi lingkungan menjadi buruk. Itulah beberapa dampak
atau akibat dari tanah longsor. Setelah mengetahui akibatnya, maka kita
berkewajiban untuk mencegah terjadinya tanah longsor.
4. Putusnya jalur transportasi : Tanah yang longsor membuat badan jalan
menjadi tertutup, sehingga akses transportasi akan terhambat.
5. Menghambat sumber mata pencaharian : Tanah longsor juga dapat
mengganggu sumber mata pencaharian masyarakat, khususnya bagi
mereka yang bercocok tanam. Ladang atau sawah mereka yang tertimbun
tanah pasti tidak bisa diolah dalam beberapa jangka waktu, sehingga akan
menjadikan masyarakat terganggu.

D. Upaya Pencegahan Tanah Longsor


1. Hindari Membuat Sawah Di Atas Lereng: Membangun sawah atau kolam
di atas lereng hanya akan semakin meningkatkan potensi terjadinya tanah
longsor. Hal tersebut karena permukaan lereng akan penuh dengan air,
sehingga tanah rentan untuk bergerser dan menyebabkan terjadinya bencana
tanah longsor.

2. Tidak membangun Rumah Di Bawah Tebing: Tidak di anjurkan untuk


mendirikan bangunan di bawah tebing, hal tersebut karena mendirikan
bangunan di bawah tebing memiliki ancaman besar terkena bencana tanah
longsor. Jika tinggi tebing 100 meter maka usahakan lokasi rumah atau
bangunan berjarak minimal 250 meter dari kaki lereng. Sehingga apabila
terjadi tanah longsor tidak akan mencapai bangunan tersebut.

3. Hindari menebang Pohon di Sekitar Lereng: Pohon yang berada di sekitar


lereng menjadi pencegah terjadinya tanah longsor karena akar-akar dari
pohon-pohon tersebut menyebar dan saling bersinggungan sehingga bisa
membantu tanah tidak mudah longsor karena akan menjadi penahan tanah.
Tentu kita perlu menghindari menebang pohon di sekitar lereng.

4. Jangan Mendirikan Bangunan Di Sekitar Sungai: Semakin tinggi jarak


antara bibir tebing terhadap sungai maka akan semakin besar peluang
terjadinya longsor. Terjadinya erosi tanah tidak langsung namun tanah yang
terus tergerus oleh erosi tanah akan menyebabkan semakin habisnya tanah
ada di sekitar sungai.

5. Membuat Terasering: Jika suatu lahan miring terpaksa digunakan untuk


membuat sawah atau ladang maka sebaiknya buatlah sistem bertingkat
sehingga akan memperlambat run off (aliran permukaan) ketika hujan.

E. Wilayah Yang Rentan Terjadi Tanah Longsor

Tanah longsor merupakan salah satu bencana yang kerap terjadi di


Indonesia terutama di daerah perbukitan dan pegunungan. Kepala Pusat Data
Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menjelaskan daerah rawan bencana di Indonesia
tersebar merata di seluruh Indonesia, terutama di dataran tinggi, perbukitan dan
pegunungan. Menurut Sutopo daerah rawan longsor ini berada di sepanjang Bukit
Barisan, Aceh sampai Lampung. Kemudian di Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah,
Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian besar Sulawesi,
Kalimantan terutama bagian utara, dan Papua.

Bencana tanah longsor terjadi di Kampung Hegarmanah RT 02 RW 04,


Desa Sukatani, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat pada 11
Februari 2020 malam. Longsor tersebut diakibatkan dari saluran air atau gorong-
gorong yang tidak berfungsi sehingga air menyerap ke tanah dan mengakibatkan
longsor. Setelah kejadian itu, 80 warga mengungsi. Terdapat 10 rumah yang
terdampak longsor. Dari ke sepuluh rumah terdampak, satu unit rumah tertimbun,
tiga rumah lainnya rusak berat dan enam rumah terancam terkena longsoran.
Selain rumah, dampak longsor juga terjadi pada lahan pertanian sawah seluas tiga
hektar, serta empat kolam ikan ikut hancur.

Gambar : Tanah Longsor di Bandung Barat


ERUPSI GUNUNG

Erupsi adalah peristiwa keluarnya magma di permukaan bumi bisa dalam


bentuk yang berbeda-beda untuk setiap gunung api. Erupsi bisa efusif yaitu lava
keluar secara perlahan dan mengalir tanpa diikuti dengan suatu ledakan atau
eksplosif yaitu magma keluar dari gunungapi dalam bentuk ledakan. Dalam erupsi
yang eksplosif, terbentuk endapan piroklastik, sedang dalam erupsi efusif
terbentuk aliran lava.

A. Penyebab Terjadinya Erupsi

Gunung api meletus, terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi
yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Dari letusan-letusan seperti
inilah gunung api terbentuk. Hasil letusan gunung berapi berupa: gas vulkanik,
lava dan aliran pasir serta batu panas, lahar, tanah longsor, gempa bumi, abu
letusan, awan panas. Letusannya yang membawa abu dan batu dapat menyembur
dengan keras hingga sejauh radius 18 km atau lebih, sedang lavanya bisa
membanjiri daerah sejauh radius 90 km. Letusan gunung berapi bisa
menimbulkan korban jiwa dan harta benda yang besar hingga sampai ribuan
kilometer jauhnya dan bahkan bisa mempengaruhi putaran iklim di bumi ini.

B. Proses Terjadinya Erupsi


1. Terdapat Endapan Magma di Perut Bumi

Melansir dari Ilmugeografi.com, proses terjadinya gunung meletus


biasanya diawali dengan adanya endapan magma di perut bumi atau pada inti
bumi. Magma merupakan sebuah batuan cair yang berada pada perut bumi.
Magma dapat terbentuk akibat panasnya suhu di dalam interior bumi.

2. Adanya Gas Bertekanan Tinggi


Proses terjadinya gunung meletus juga tak lepas dari adanya gas yang
bertekanan tinggi. Suhu panas yang ada di dalam bumi akan mampu melelehkan
batuan penyusun lapisan bumi. Ketika batu-batuan tersebut meleleh maka akan
dihasilkan gas yang kemudian bercampur dengan magma. Magma ini akan
terbentuk di kedalaman 60 hingga 160 km di bawah permukaan bumi.

3. Magma yang Didorong Gas Bertekanan Tinggi

Proses terjadinya gunung meletus juga tak lepas dari magma yang telah
terdorong oleh gas yang bertekanan tinggi. Magma yang mengandung gas
kemudian akan terdorong sedikit demi sedikit ke permukaan bumi karena
memiliki massa yang lebih ringan daripada batuan padat yang ada di
sekelilingnya.

Magma yang mengandung gas berada dalam kondisi dibawah tekanan


batuan- batuan berat yang berada di sekitarnya. Tekanan inilah yang
menyebabkan magma meletus atau yang disebut dengan erupsi gunung berapi
atau gunung meletus.

Proses tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Gunung
meletus juga bukan merupakan hal yang langka terjadi di Indonesia. Karena
Indonesia merupakan negara yang berada di Iingkaran cincin api maka gunung api
ada banyak jumlahnya di Indonesia dan banyak aktif.

C. Wilayah Indonesia Yang Rentan Terjadi Erupsi dan Contoh


Kejadian Yang Pernah Terjadi

1. Gunung Semeru

Gunung tertinggi di Pulau Jawa ini berstatus waspada atau tingkat


aktivitasnya berada di level II. Gunung berketinggian 3.676 meter dari permukaan
laut ini mengalami erupsi tidak menerus. Letusan terakhir terjadi pada 10 April
2020 dengan tinggi kolom erupsi tidak teramati. Pantauan yang dilakukan pada
Jumat (10/4/2020) menunjukkan bahwa gunung api terlihat jelas hingga tertutup
kabut. Teramati asap kawah utama berwarna putih dengan intensitas sedang tinggi
sekitar 400 meter dari puncak. Pada 10 April 2020, terjadi satu kali letusan yang
menghasilkan kolom erupsi warna asap putih tebal tinggi asap kolom 400 meter
mengarah ke utara.

Sementara, angin lemah hingga sedang ke arah utara, timur laut, timur, dan
selatan. Melalui rekaman seismograf pada 10 April 2020, tercatat adanya 42 kali
gempa letusan, 22 kali gempa embusan, 1 kali gempa vulkanik dalam dan 2 kali
gempat tektonik jauh. Masyarakat diimbau untuk tidak melakukan aktivitas dalam
radius 1 km dan wilayah sejauh 4 km di sektor lereng selatan-tenggara kawah
aktif yang merupakan wilayah bukaan kawah aktif Gunung Semeru (Jongring
Seloko) sebagai alur luncuran awan panas. Selain itu, waspada terhadap gugurnya
kubah lava di Kawah Jongring Seloko. Volcano Observatory Notice for Aviation
(VONA) terakhir terkirim kode warna orange, terbit pada tanggal 06 Maret 2020
pukul 05.31 WIB. Dalam laporan VONA tersebut, abu vulkanik teramati dengan
ketinggian 3.876 meter di atas permukaan laut atau sekitar 200 meter di atas
puncak.

2. Gunung Merapi

Tingkat aktivitas Gunung Merapi berada pada level II atau waspada.


Gunung api berketinggian 2.968 meter dari permukaan laut ini mengalami erupsi
tidak menerus. Letusan terakhirnya terjadi pada 29 Maret 2020 dengan kolom
erupsi setinggi 1.500 meter di atas puncak. Pantauan yang dilakukan pada 10
April 2020, gunung api terlihat jelas hingga tertutup kabut. Asap kawah utama
teramati berwarna putih dengan intensitas tipis tinggi sekitar 10 meter dari
puncak. Cuaca cerah hingga hujan, dengan angin lemah ke arah barat. Pada 10
April 2020, terjadi erupsi pada pukul 09.10 WIB. Erupsi berdurasi 103 detik
dengan amplitudo 75 mm dan tinggi kolom 3.000 meter dari puncak gunung.

Tiupan angin mengarah ke barat laut. Melalui rekaman seismograf pada 10 April
2020 tercatat adanya1 kali gempa letusan, 18 kali gempa embusan, 15 kali gempa
low frequency, 6 kali empa hybrid, 1 kali gempa vulkanik dangkal, dan 7 kali
gempa tektonik lokal. Area dalam radius 3 km dari puncak gunung menjadi area
berbahaya, sehingga dilarang adanya aktivitas manusia. Sementara, di luar radius
3 km dari puncak Gunung Merapi, masyarakat dapat beraktivitas seperti biasa.
Masyarakat diminta untuk mewaspadai bahaya lahar terutama saat terjadi hujan di
sekitar puncak Gunung Merapi. Sementara itu, VONA terakhir terkirim kode
warna orange yang terbit pada tanggal 2 April 2020 pukul 15.10 WIB. Abu
vulkanik teramati dengan ketinggian 5.968 m di atas permukaan laut atau sekitar
3000 meter di atas puncak.

3. Gunung Dukono
Gunung Dukono merupakan gunung api yang terletak di Maluku Utara ini
berada pada tingkat aktivitas level II atau waspada. Gunung Dukono
berketinggian 1.229 meter dari permukaan laut ini mengalami erupsi menerus.
Letusan terakhir terjadi pada 26 Maret 2020, dengan tinggi kolom erupsi 400
meter di atas puncak. Pantauan 10 April 2020, gunung terlihat jelas, di mana asap
kawah bertekanan lemah teramati berwarna putih dan kelabu dengan intensitas
tebal dan tinggi 100-250 meter di atas puncak kawah. Aktivitas kawah pada pagi
dan sore hari teramati asap mengarah ke selatan dan barat daya. Angin bertiup
lemah hingga sedang ke arah selatan dan barat daya. Melalui rekaman seismograf
pada 10 April 2020 tercatat adanya tremor menerus (microtremor) amplitudo 0.5-
6 mm (dominan 4 mm).

Dilarang adanya aktivitas di sekitar Gunung Dukono dalam radius 2 km.


Mengingat letusan dengan abu vulkanik secara periodik terjadi dan sebaran abu
mengikuti arah dan kecepatan angin, maka area landaan abunya tidak tetap.
Sehingga, direkomendasikan agar masyarakat di sekitar gunung api ini untuk
selalu menyediakan masker atau penutup hidung dan mulut yang digunakan pada
saat dibutuhkan guna menghindari ancaman bahaya abu vulkanik pada sistem
pernapasan. Sementara itu, VONA terakhir terkirim kode warna orange yang
terbit pada tanggal 06 April 2020 pukul 10.23 WIT. VONA tersebut menunjukkan
abu vulkanik teramati dengan ketinggian 1.729 meter di atas permukaan laut atau
sekitar 500 meter di atas puncak.

4. Gunung Ibu
Tingkat aktivitas gunung api di Maluku Utara ini berada pada level II atau
waspada. Gunung api berketinggian1.340 meter di atas permukaan laut tersebut
mengalami erupsi secara menerus sejak tahun 2008. Letusan terakhir terjadi pada
07 April 2020 menghasilkan tinggi kolom erupsi 800 meter. Warna kolom abu
teramati Putih hingga Kelabu. Teramati pada 10 April 2020 lalu, gunung terlihat
jelas hingga kabut. Asap kawah bertekanan lemah hingga sedang teramati
berwarna putih dan kelabu dengan intensitas tipis hingga sedang dan tinggi 200-
800 meter di atas puncak kawah. Terpantau ada 98 kali warna asap putih dan
kelabu. Sementara, angin bertiup lemah hingga sedang ke arah selatan dan barat.
Melalui rekaman seismograf pada 10 April 2020 tercatat adanya 98 kali letusan,
18 kali guguran, 41 kali gempa hembusan, 6 kali tremor harmonik dan 1 kali
tektonik jauh.

Masyarakat termasuk pengunjung atau wisatawan diimbau tidak beraktivitas di


dalam radius 2 km dan perluasan sektoral berjarak 3,5 km ke arah bukaan kawah
di bagian utara dari kawah aktif Gunung Ibu. Jika terjadi hujan abu, masyarakat
yang beraktivitas di luar rumah disarankan untuk menggunakan masker dan
kacamata. Terkait dengan VONA, terakhir terkirim kode warna orange yang terbit
pada 9 April 2020 pukul 13.04 WIT. Abu vulkanik teramati dengan ketinggian
2.125 meter di atas permukaan laut atau sekitar 800 meter di atas puncak.

5. Gunung Anak Krakatau


Erupsi Gunung Anak Krakatau pada Jumat (10/4/2020) malam dengan
tinggi kolom erupsi maksimum 500 meter di atas puncak. Hingga Sabtu
(11/4/2020), tercatat masih ada sejumlah erupsi yang terjadi. Tingkat aktivitas
sejak 25 Maret 2019 berada pada level II atau waspada. Gunung api berketinggian
157 meter dari permukaan laut ini mengalami peningkatan aktivitas vulkanik
sejak 18 Juni 2018. Aktivitas tersebut diikuti rangkaian erupsi pada periode
September 2018 hingga Februari 2019. Pengamatan pada 10 April 2020, gunung
api nampak jelas. Teramati dua kali erupsi pada pukul. 21.58 dan 22.35 WIB,
menghasilkan kolom erupsi berwarna kelabu gelap dengan tinggi 200-500 meter
dari atas puncak.

Erupsi tersebut diikuti dengan erupsi menerus tipe strombolian (lontaran


batuan pijar intensitas rendah). Sementara, angin lemah berembus ke arah utara,
timur laut, tenggara dan barat daya. Melalui rekaman seismograf pada 10 April
2020 tercatat adanya 2 kali gempa letusan, diikuti dengan tremor letusan dengan
amplitudo maksimum 40 mm. Selain itu, pantauan seismograf menunjukkan
adanya 5 kali tremor harmonik, 8 kali gempa low frequency, dan tremor Menerus
(microtremor) dengan amplitudo 0.5-22 mm. Area 2 km dari kawah dilarang ada
aktivitas manusia. Sementara itu, VONA terakhir terkirim kode warna orange
yang terbit pada 10 April 2020 pukul 22.35 WIB. Pemantauan CCTV
memperlihatkan erupsi dengan ketinggian 657 meter di atas permukaan laut atau
sekitar 500 meter di atas puncak.
6. Gunung Sinabung

Gunung Sinabung adalah salah satu gunung yang paling aktif di Indonesia
yang berada di wilayah Sumatera Barat. Gunung Sinabung akhir- akhir ini
mengalami erupsi yang panjang. Gunung Sinabung mulai terlihat aktif pada tahun
2010 dan terus meletrus pada 2013, 2016, 2018, 2019, 2020 hingga baru baru ini.
Pada tanggal 10 Agustus 2020, Gunung Sinabung erupsi sebanyak dua kali, yaitu
pada pukul 10:16 WIB dengan kolom abu setinggi 5 kilometer ke langit dan pada
pukul 11:17 WIB dengan kolom abu setinggi 2 kilometer ke langit dengan
intensitas tebal ke arah timur dan tenggara.

Pada tanggal 2 November 2020 pukul 23:58 WIB, Gunng Sinabung


kembali erupsi dengan kolom abu setinggi 1.5 kilometer teramati bergerak ke arah
timur. Tiga kecamatan (Kecamatan Berastagi, Kecamatan Merdeka,
dan Kecamatan Dolat Rakyat) di Kabupaten Karo terdampak dengan adanya
erupsi ini, tetapi tidak ada rumah yang rusak yang dilaporkan

Pada tanggal 3 Januari 2021 pukul 09:34 WIB, Gunung Sinabung meletus
dengan kolom abu setinggi 500 meter ke langit. Data dari PVMBG melihat kolom
tersebut tertiup angin ke arah barat laut. Sebagai tanggapan, warga dan wisatawan
yang tinggal di dalam radius 3 hingga 5 kilometer gunung diminta untuk tidak
melakukan aktivitas luar ruangan.
PENURUNAN TANAH (LAND SUBSIDENCE)

Penurunan permukaan tanah adalah peristiwa turunnya permukaan


tanah yang disebabkan oleh adanya perubahan pada volume lapisan batuan yang
ada dibawahnya. Biasanya peristiwa ini berlangsung dalam jangka waktu yang
lama, sehingga apabila tidak dicegah atau diatasi akan menimbulkan dampak bagi
lingkungan sekitar.

A. Penyebab Penurunan Tanah

Pada tahun 1989 Whittaker dan Reddish mengemukakan tentang faktor


penyebab terjadinya penurunan permukaan secara umum. Adapun faktor-faktor
tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor Alami (Natural Subsidence)


Penurunan tanah alami adalah peristiwa menurunnya tanah karena
pengaruh dari proses geologi bumi. Adapun faktor yang menyebabkan turunnya
tanah secara alami dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu siklus geologi dan
sedimentasi di daerah cekungan. Siklus geologi merupakan siklus yang terdiri atas
pelapukan, pengendapan serta terjadinya pergerakan kerak bumi. Sedangkan
sedimentasi di daerah cekungan merupakan sedimentasi yang terjadi di daerah
lempeng utama dekat perbatasan lempeng. Biasanya sedimentasi yang ada di
cekungan semakin lama akan semakin banyak dan akan meningkatkan massa
suatu endapan tersebut. Hal ini tentunya dapat menyebabkan terjadinya penurunan
permukaan tanah pada bagian tersebut.

2. Faktor Pengambilan Air Tanah (Groundwater Extraction)


Faktor penyebab yang berikutnya adalah adanya pengambilan air tanah
dalam volume yang cukup banyak sehingga hal ini dapat menyebabkan
berkurangnya volume air pada tanah pada suatu lapisan tanah. Kurangnya air
tanah ini akan memberikan dampak pada pori-pori tanah, sehingga tekanan
hidrostatik yang ada di bawah permukaan tanah menjadi berkurang. Dalam
peristiwa ini tentunya akan terjadi peristiwa pemampatan pada lapisan akuifer.
Lapisan akuifer merupakan lapisan yang berada dibawah tanah dan mengandung
air. Lapisan inilah yang membuat air ditanah dapat diambil dan dimanfaatkan.

3. Faktor Massa Bangunan (Settlement)


Tanah merupakan suatu wadah yang sangat penting dalam suatu
konstruksi bangunan. Umumnya, tanah dijadikan sebagai pondasi pendukung
dalam konstruksi bangunan atau bahkan dapat dijadikan sebagai bahan dari
bangunan tersebut seperti halnya sebuah bendungan atau tanggul. Adanya
bangunan yang dibangun diatas permukaan tanah inilah yang dapat menyebabkan
lapisan tanah yang berada dibawah mengalami pemampatan. Pemampatan ini
terjadi karena pengaruh deformasi dari partikel tanah, relokasi partikel serta
keluarnya air atau udara dari dalam pori tanah tersebut. Jadi, semakin besar massa
suatu bangunan tersebut maka tingkat penurunan tanah di wilayah tersebut juga
semakin dalam. Tidak heran jika di wilayah Jakarta dan kota-kota besar yang
memiliki banyak gedung tinggi sering mengalami banjir.

B. Dampak Bagi Lingkungan

Adapun dampak dari penurunan permukaan tanah bagi lingkungan


maupun bagi masyarakat adalah sebagai berikut:

• Menyebabkan Banjir Rob

Banjir rob merupakan bencana alam yang disebabkan karena


adanya penurunan muka air tanah yang cukup drastis hingga melewati
batas ketinggian muka air laut. Adapun penyebab terjadinya genangan air
laut di daratan adalah karena adanya kenaikan volume air laut yang
disebabkan oleh mencairnya glester. Mencairnya gletser ini tentunya tidak
luput karena ulah manusia sendiri sehingga terjadi pemanasan global serta
efek rumah kaca yang disebabkan oleh CO2, CFC ataupun asap dari
kendaraan bermotor.
• Terdapat Genangan Air Hujan

Penurunan permukaan tanah di suatu wilayah akan menghasilkan


suatu genangan air hujan. Jika hujan turun dalam volume yang banyak dan
dalam waktu yang lama maka yang terjadi adalah banjir bandang. Banjir
bandang merupakan banjir yang cukup merugikan masyarakat.

• Rusaknya Infrastruktur

Dampak yang selanjutnya adalah terjadinya kerusakan pada


bangunan, fasilitas umum seperti jembatan dan jalan. Hal ini terjadi karena
penurunan permukaan tanah dapat menyebabkan tanah ambles dan
tentunya infrastruktur tersebut akan mengalami perubahan posisi. Hal ini
tentunya tidak hanya merugikan bangunan saja akan tetapi juga
menimbulkan kerugian dalam bidang ekonomi.

• Intrusi Air Laut

Berdasarkan faktor yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat


faktor eksploitasi air tanah yang menyebabkan penurunan tersebut.
Kegiatan manusia setiap harinya padat dan terus meningkat hingg saat ini,
begitu juga dengan konsumtifitas ar bersih juga meningkat. Apabila
menggunaan air bersih semakin banyak dan tidak diimbangi dengan
pengelolaan lebih lanjut akan air yang ada di tanah, maka eksploitasi
tersebut akan menyebabkan terjadinya intrusi air laut.

• Kualitas Hidup Menurun

Adanya bencana banjir serta genangan air yang terjadi karena


penurunan permukaan tanah dapat menyebabkan kualitas hidup warga
yang mengalami bencana tersebut menjadi menurun. Dari genangan air
tersebut juga dapat dijadikan sebagai sarang nyamuk demam berdarah dan
menimbulkan penyakit. Selain itu, banjir yang terjadi akan menimbulkan
penyakit seperti penyakit kulit dan lain sebagainya.

C. Upaya Penanggulangan

Adapun upaya penanggulangan untuk mengatasi masalah penurunan


permukaan tanah di adalah:

• Penggunaan ABT

Sebisa mungkin dengan memanfaatkan penggunaan air bawah


tanah seefisien mungkin dan tidak melakukan eksploitasi yang berlebihan
agar tidak terjadi kekurangan air tanah yang dapat menyebabkan
penurunan muka tanah.

• Membuat Sumur Resapan

Sumur resapan merupakan metode pengolahan air tanah dengan


cara membuat lubang pada permukaan tanah dengan tujuan untuk
menampung air hujan kemudian dialirkan ke tanah agar air di dalam tanah
tetap terjaga.

• Penerapan Injeksi Air Tanah

Injeksi air tanah merupakan kegiatan yang dilakukan manusia


dengan memasukkan air ke tanah dengan metode gravitasi ataupun dengan
pompa. Dengan menerapkan prinsip ini maka diharapkan dapat menjaga
ketersediaan air di tanah agar tidak terjadi penurunan muka tanah.

• Menerapkan Prinsip Rainwater Harvesting

Rainwater harvesting adalah metode yang digunakan dengan


tujuan untuk mengumpulkan air yang berasal dari air hujan yang turun
untuk dimanfaatkan dan diolah kembali menjadi air bersih layak pakai.
• Penerapan Ruang Terbuka Hijau

Penerapan ruang terbuka hijau ini diharapkan dapat mencegah


terjadinya banjir dan dapat meningkatkan efisiensi dari air tanah. Selain itu
diharapkan dapat memberikan ruang interaksi sosial bagi masyarakat.

D. Wilayah yang Rentan Terjadi

Pemanasan global yang meningkatkan muka air laut serta pemakaian air
tanah yang tidak terkendali bakal menenggelamkan sejumlah kota besar di Asia.
Banyak penelitian yang menyebutkan hal tersebut, seperti yang terbaru "New
elevation data triple estimates of global vulnerability to sea-level rise and coastal
flooding" yang terbit di jurnal Nature Communications, 29 Oktober 2019. Laporan
tersebut menyebutkan Indonesia, dalam hal ini Jakarta, bersama kota-kota besar
lainnya di Asia seperti China, India, Bangladesh, Vietnam, Thailand, Filipina dan
Jepang berpotensi tenggelam pada 2050.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peristiwa ini sering terjadi di
wilayah Jakarta dengan tingkat penurunan tanah sekitar 5-10 cm yang
menyebabkan 40% wilayah dari Jakarta menjadi berada dibawah permukaan laut
atau berada di dataran rendah.
Kondisi penurunan tanah di wilayah Jakarta semakin mengkhawatirkan
dari tahun ke tahun. Penurunan itu disebabkan beberapa factor, antara lain
pembangunan infrastruktur, aktivitas masyarakat dan penggunaan air tanah secara
massif.

Penurunan tanah di Jakarta tercatat sekitar 5 hingga 12 cm per tahun.


Terutama di wilayah Jakarta Utara. Selanjutnya penurunan tanah di Jakarta jika
terus berlangsung, dalam waktu sepuluh tahun ke depan bisa mencapai 1 hingga
1,5 meter, berdasarkan catatan badan kerja sama internasional Jepang (JICA)
Indonesia.
Bahkan JICA Indonesia dalam skema proyek untuk mempromosikan
penanggulangan terhadap penurunan tanah di Jakarta mencatat bahwa angka
penurunan tanah maksimal mencapai 4,1 meter di wilayah Jakarta Utara.

Bukti-bukti mengenai adanya penurunan tanah di wilayah Jakarta pun


telah dihimpun, salah satu tandanya adalah semakin tidak sejajarnya tinggi
permukaan tanah di peron stasiun Tanah Abang dengan bagian lantai gerbong
kereta sehingga diperlukan pijakan tambahan yang dipasang di bagian tepi
gerbong kereta untuk penumopang yang akan naik dan turun.

Gambar : Bukti penurunan tanah di Jakarta

Selain Jakarta, sebuah tim Geodesi dari Institut Teknologi Bandung


menemukan 23 daerah di Indonesia mengalami penurunan tanah. Badan Geologi
mencocokkan temuan itu dengan Atlas Peta Sebaran Tanah Lunak
Indonesia keluaran 2019.

Berdasarkan peta potensi subsiden tanah di wilayah Indonesia dari tim


Geodesi ITB keluaran 2018, daerah yang amblas adalah Langsa, Medan, Indragiri,
Palembang, Pontianak, Palangkaraya, Mahakam, Gorontalo, dan Papua selatan.
Daerah terbanyak di Pulau Jawa, yaitu Tangerang, Jakarta, Bekasi, Pongkor,
Bandung, Bungbulang, Cilacap, Pondok Bali, dan Cirebon. Daerah lain yang
amblas yaitu Kendal, Semarang, Demak, dan Pekalongan.
Menurut anggota tim riset Geodesi ITB, daerah pesisir pantai penurunan
tanahnya rata-rata berkisar 1-20 sentimeter per tahun. Ancaman banjir rob karena
kenaikan air muka laut akibat pemanasan global seperti Jakarta Utara.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Bencana alam adalah peristiwa geologis atau meteorologis berskala besar


yang berpotensi menyebabkan hilangnya nyawa atau harta benda.

Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng


Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling
menumbuk. Hal itu mengakibatkan Indonesia kerap mengalami bencana alam
seperti tanah longsor, tsunami, gempa, maupun gunung meletus hingga penurunan
tanah.

B. Saran

Bencana merupakan kejadian yang tidak dapat dihindari dan diprediksi.


Namun sebagai perencana Teknik Sipil kita dapat mengurangi akibat dan dampak
kerusakan yang ditimbulkan akibat bencana dengan membuat bangunan tahan
bencana serta mitigasi bencana yang tepat
DAFTAR PUSTAKA :

Al Faqir, A. 2020. Alami Penurunan Tanah, Sejumlah Wilayah di Pekalongan 11


Tahun Terkenan Banjir Rob. https://www.merdeka.com/peristiwa/alami-
penurunan-tanah-sejumlah-wilayah-di-pekalongan-11-tahun-terkenan-
banjir-rob.html. (Diakses pada 26 Februari 2021)

Arnani, M. 2020. 5 Gunung Api yang Alami Erupsi pada 2020. 5 Gunung Api
yang Alami Erupsi pada 2020 Halaman all - Kompas.com. (Diakses pada
28 Februari 2021)

BPBD Daerah Istimewa Yogyakarta

Mardatila, A. 2020. Jenis-jenis Bencana Alam Beserta Pengertian, Penyebab, dan


Langkah Mitigasinya. https://www.merdeka.com/sumut/jenis-jenis-
bencana-alam-pengertian-penyebab-dan-mitigasinya-kln.html. (Diakses
pada 1 Maret 2021)

Perdana. 2019. Fenomena Sinkhole, Tanah Amblas di Manyaran hingga Sedalam


16 Meter.
https://radarsolo.jawapos.com/read/2019/12/19/170997/fenomena-
sinkhole-tanah-amblas-di-manyaran-hingga-sedalam-16-meter. (Diakses
pada 25 Februari 2021)

Redaksi CNN. 2020. Longsor di Kabupaten Bandung Barat, 80 Warga


Mengungsi. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200212145519-20-
473950/longsor-di-kabupaten-bandung-barat-80-warga-mengungsi.
(Diakses pada 26 Februari 2021)

Redaksi Ilmu Geografi. Penurunan Permukaan Tanah: Penyebab, Dampak dan Upaya
Penanggulangan. https://ilmugeografi.com/bencana-alam/penurunan-permukaan-
tanah#:~:text=Penurunan%20permukaan%20tanah%20adalah%20peristiwa,meni
mbulkan%20dampak%20bagi%20lingkungan%20sekitar. (Diakses pda 25
Februari 2021)
Setiaji, B & Heru C. Tanah Longsor : Pengertian, Jenis Jenis, Penyebab dan
Dampak. https://jagad.id/tanah-longsor/. (Diakses pada 26 Februari 2021)

Sinaga, Y A. 2020. Belajar dari Tokyo atasi penurunan tanah di ibu kota Jakarta.
antaranews.com/berita/1263737/belajar-dari-tokyo-atasi-penurunan-tanah-
di-ibu-kota-jakarta. (Diakses pada 25 Februari 2021)

Siswandi, A. 2021. Tim Geodesi ITB Temukan Penurunan Tanah di 23 Daerah,


Mana Saja?. https://tekno.tempo.co/read/1284099/tim-geodesi-itb-
temukan-penurunan-tanah-di-23-daerah-mana-saja. (Diakses pada 26
Februari 2021)

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana

Wardah, F. 2019. BNPB: 40,9 Juta Warga Indonesia Tinggal di Daerah Rawan
Longsor. https://www.voaindonesia.com/a/bnpb-40-9-juta-warga-
indonesia-tinggal-di-daerah-rawan-longsor/4725859.html. (Diakses pada
26 Februari 2021.

Widyananda, R F. 2020. Proses Terjadinya Gempa Bumi Berdasarkan Jenisnya,


Penting untuk Diketahui. https://www.merdeka.com/jatim/proses-
terjadinya-gempa-bumi-menurut-jenisnya-ketahui-secara-dini-kln.html.
(Diakses pada 26 Februari 2021)

Anda mungkin juga menyukai