Anda di halaman 1dari 24

POTENSI BENCANA GEOLOGI

KABUPATEN BANYUMAS DAN SEKITARNYA


PROPINSI JAWA TENGAH

Oleh:
Aditya Nugraha Achiral (072.16.004)

Muhammad Aisy Omar (072.15.)

Alfann Khoiro Azmi (072.15.)

Rifaldy Tara ( 072.15.

Reza Mahendra (072.15.

Iqbal Bramantyo (072.15.

TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan laporan bencana geologi ini. Sholawat dan salam juga senantiasa saya
sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW dan seluruh keluarganya serta umatnya hingga akhir
zaman.
Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Bencana
Geologi yang di ajarkan oleh Bapak . Laporan bencana geologi ini disusun berdasarkan sumber
dari internet dan pengolahan peta kabupaten cilacap untuk melihat potensi bencana yang ada.
Semoga laporan ini dapat mengantar kami untuk mendapatkan nilai A pada mata kuliah
Bencana Geologi dan semoga laporan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Walaupun laporan ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk
saran dan kritiknya. Terima kasih.

Jakarta, 29 Mei 2019

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Maksud dan Tujuan 1
1.3. Daerah Penelitian 1
BAB II. BENCANA GEOLOGI KABUPATEN BANYUMAS
2.1 Gerakan Tanah 2
2.2 Gempa Bumi 3
2.3 Tsunami 3
2.4 Banjir 3
2.5 Likuifaksi 3
BAB III. KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan 5
3.2 Saran 8
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 17
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Bencana Geologi adalah semua peristiwa atau kejadian di alam yang berkaitan
dengan siklus-siklus yang terjadi di bumi atau segala sesuatu yang disebabkan oleh
faktor-faktor geologi. Faktor-faktor geologi tersebut dapat berupa struktur dan tekstur
tanah dan batuan, jenis tanah dan batuan, pola pengaliran sungai, topografi, struktur
geologi (lipatan dan patahan), tektonik maupun gunungapi. Faktor-faktor geologi tersebut
selain menyebabkan adanya potensi bencana, pada kenyataannya faktor-faktor geologi
tersebut memberi arti penting dalam kehidupan dan siklus kehidupan di bumi kita ini.

Bencana alam geologi adalah bencana alam yang terjadi di permukaan bumi
seperti tsunami, gempa bumi, gunung meletus, dan tanah longsor. Contoh bencana alam
geologi paling umum adalah gempa bumi, tsunami, gunung meletus dan tanah longsor.

I.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari tugas kelompok Bencana Geologi adalah untuk mengkombinasi


semua ilmu-ilmu yang telah dipelajari dalam kelas Bencana Geologi, seperti bencana
gempa bumi, tanah longsor, gunung api dan tsunami.

Tujuannya adalah sebagai penerapan ilmu-ilmu Bencana Geologi, dimana dari


data-data regional yang didapatkan, diterapkan kepada suatu daerah penelitian yang telah
ditentukan. Dalam kelompok ini, daerah tersebut adalah Kabupaten Banyumas, Propinsi
Jawa Tengah, Indonesia.

I.3 Daerah Penelitian

Kabupaten Banyumas adalah sebuah kabupaten di Propinsi Jawa Tengah,


Indonesia. Banyumas merupakan kabupaten di provinsi Jawa Tengah dengan luas
wilayahnya sekitar 1.329,02 km2 dari total wilayah Jawa Tengah. Ibukota Kabupaten
Cilacap adalah Purwokerto, yang terdiri atas kecamatan Purwokerto Barat, Purwokerto
Timur, Purwokerto Selatan, Purwokerto Utara. Kabupaten ini berbatasan dengan Gunung
Slamet, Kabupaten Tegal dan Kabupaten Pemalang di sebelah Utara,
Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten Banjarnegara di sebelah
Timur, Kabupaten Cilacap di sebelah Selatan, serta Kabupaten Cilacap
dan Kabupaten Brebes di sebelah Barat.

Kabupaten Banyumas terdiri atas 31 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah
desa dan kelurahan. Desa-desa tersebar di 31 kecamatan.

Gambar I.1 Peta Kabupaten Banyumas


BAB II

BENCANA GEOLOGI KABUPATEN BANYUMAS

II.1 Gerakan Tanah

Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang
terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis seperti
jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Secara umum kejadian longsor disebabkan
oleh dua faktor, yaitu faktor pendoro dan faktor pemicu. Faktor pendorong adalah faktor-
faktor yang mempengaruhi kondisi material sendiri, sedangkan faktor pemicu adalah
faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut.meskipun penyebab utama
kejadian ini adalah gravitasi yang mempengaruhi suatu lereng yang curam, namun ada
pula faktr-faktor lainnya yang turut berpengaruh, serperti:

 Erosi dari air hujan, sungai-sungai atau gelombang laut


 Lereng dari bebatuan dan tanah yang diperlemah saturasi air
 Gempa bumi yang menyebabkan getaran dan tekanan pada bidang lemah
 Gunung berapi yang menciptakan simpanan debu yang lengan
 Getaran dari mesin a, lalulintas atau enggunaan bahan-bahan peledak
 Berat yang terlalu berlebihan, seperti berkumpulnya air hujan atau salju

II.1.1 Jenis-Jenis Longsoran Tanah

Longsoran Translasi: Tanah longsor jenis ini merupakan kondisi dimana


bergeraknya material tanah pada kondisi tanah yang bertopografi rata atau
menggelombang landai. Jadi, pada daerah tanah yang landai pun bisa terjadi tanah
longsor ini terutama jika berbagai penyebab tanah longsor sudah mulai nampak.

Longsoran rotasi: Longsoran ini merupakan pergerakan material tanah yang


terjadi di dalam bidang yang berbentuk cekung sehingga seringkali terjadi perputaran
atau rotasi di dalam bidang cekung tersebut. Pada bidang cekung yang terkena longsoran
dapat menjadi hal yang sangat berbahaya apalagi jika ada pemukiman di atasnya karena
akan rawan tertimbun dan mengakibatkan korban jiwa.
Pergerakan Blok: Longsoran ini merupakan pergerakan batuan yang ada di
dalam tanah pada bidang yang datar atau landai. Kondisi ini juga seringkali dinamakan
degan longsoran blok batu dengan jumlah batu yang biasanya tidak sedikit. Ini akan
sangat berbahaya bagi manusia jika terkena longsoran ini karena sebagian besar
materialnya adalah batuan.

Runtuhan Batu: Merupakan kondisi dimana terjadi runtuhan batu secara


langsung dan terjun bebas dari atas ke bawah. Hal ini biasanya terjadi pada bukit yang
terjal dengan lereng yang cukup curam dan ini sering ditemukan di tebing pantai. Jika di
bawah tebing ini terdapat pemukiman warga maka akan sangat berbahaya karena material
yang jatuh biasanya berupa batu besar yang pasti akan membuat kerusakan pada apa yang
dijatuhinya.

Rayapan Tanah: Longsor ini terjadi karena adanya rayapan atau pergerakan
tanah yang sangat lambat dan halus. Ini biasanya terjadi pada tanah yang memiliki
butiran kecil halus dan namun memiliki struktur yang cukup kasar. Biasanya jenis tanah
longsor ini hampir tidak bisa dikenali dan kalau longsor sudah terjadi dalam waktu yang
cukup lama baru bisa dikenali dengan miringnya tiang-tiang listrik, rumah dan lainnya
yang berada di atasnya.

Aliran Bahan Rombakan: Kondisi ini terjadi karena adanya pergerakan tanah
dan metarialnya yang disebabkan oleh dorongan air yang sangat kuat. Kecepatan dari
aliran air sendiri akan sangat tergantung pada kemiringan lereng, volume air, tekanan air,
kecepatan air serta jenis material tanahnya itu sendiri apakah mudah terangkut oleh air
atau tidak. Gerakan dari tanah longsor ini lumayan cepat dan bisa mencapai seluruh
lembah dengan jarak ratusan meter jauhnya. Bahkan jarak yang bisa ditempuhnya bisa
dalam jumlah yang sangat banyak dan jaraknya ribuan meter.
Gambar 2.1 Tipe-Tipe Tanah Longsor

II.1.2 Tanah Longsor di Kabupaten Banyumas

Umumnya peristiwa tanah longsor yang terjadi di Pangandaran disebabkan oleh


gabungan dari beberapa faktor yang telah disebutkan diatas, yakni: Hujan yang sangat
intensif, lereng yang terjal, serta faktor erosi yang memperlemah litologi dibawahnya dan
adanya perumahan liar yang sengaja dibangun diatas pondasi yang rawan longsor.

Adapun jenis longsoran yang sering terlihat di Kabupaten Pangandaran adalah:


Longsoran translasi, pergerakan blok dan longsoran rotasi. Salah satu penyebab
tanah longsor di Kabupaten Pangandaran yang sangat vital, adalah jenis litologinya.
Gambar 2.2 Litologi di Kabupaten Banyumas

II.1.3 Contoh Kasus Tanah Longsor di Kabupaten Banyumas

Tanah longsor yang terjadi di Desa Arcawinangun, Kecamatan Purwokerto


Timur, Kabupaten Banyumas. Hal ini dikarenakan terjadinya hujan dengan intensitas
tinggi dan durasi yang cukup lama menyebabkan saturasi air yang tinggi pada lapisan
tanah dengan kelerengan yang terjal dibawahnya dan menghancurkan fondasi rumah
warga tersebut sehingga terjadi longsor yang menyebabkan kerugian bagi warga sekitar .
Gambar 2.3 Tanah Longsor di Desa Arcawinangun, Purwokerto Timur

II.1.4 Hasil Penelitian Tanah Longsor di Banyumas

Zonasi pada peta tanah longsor ini, dibagi menjadi tiga golongan, berdasarkan
kemiringan lereng (Menggunakan Klasifikasi Van Zuidam) dan litologinya, yakni:
Resiko Longsor Tinggi, Resiko Longsor Sedang, dan Resiko Longsor Rendah.

Sebagian besar dari Kabupaten Pangadaran, mulai dari Barat-Laut hingga bagian
tengah, tergolong Beresiko Longsor Rendah, dengan warna hijau, dikarenakan
kemiringan lereng yang relatif rendah, yakni 0 - 4° (Datar hingga landai). Ia mencakup
sekitar 55% dari seluruh peta.

Sedangkan 25% lainnya tergolong Beresiko Longsor Sedang, berada di bagian


Timur-Laut dan sedikit di Selatan. Ia memiliki kemiringan lereng sebesar 5 - 35° (Miring
hingga Agak Curam).

Sisa 20%nya tergolong Beresiko Longsor Tinggi, ditandai dengan warna merah,
yang berada di pegunungan bagian Timur-Laut peta, dan sedikit di bagian Selatan. Ia
memiliki kemiringan lereng lebih dari 35° (Curam hingga Curam Sekali).
Gambar 2.4 Klasifikasi Van Zuidam

II.2 Gempa Bumi

Gempa bumi adalah pergerakan (bergesernya) lapisan batu bumi yang berasal dari dasar
atau dari bawah permukaan bumi. Atau definisi gempa bumi yang lebih langkapnya yaitu getaran
atau goncangan yang terjadi karena pergerakan (bergesernya) lapisan batu bumi yang berasal
dari dasar atau dari bawah permukaan bumi dan bisa juga disebabkan adanya letusan gunung api.

Gempa Bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang
disebabkan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan
akhirnya mencapai pada keadaan di mana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh
pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa Bumi akan terjadi.
Gambar 2.2.1 Peta indeks risiko bencana gempa bumi di Indonesia

II.2.1 Gempa Bumi di Kabupaten Banyumas

Gambar 2.2.2 Gempa bumi cilacap November 2016

Gempa cukup besar dengan angka 4,7SR mendekati angka 5 dengan didukung dangkal
nya pusat gempa. Gempa berada di lepas pantai cukup jauh pada titik 74 KM di arah tenggara
Cilacap pada bulan November 2016.

Ditinjau dari kedalaman hiposenternya, gempabumi terjadi akibat aktivitas subduksi


Lempeng. Dalam hal ini Lempeng Indo-Australia menyusup ke bawah Lempeng Eurasia dengan
laju sekitar 70 mm/tahun mengalami deformasi di zona transisi Megathrust-Benioff hingga
memicu terjadinya gempabumi.
Gempa bumi lainnya terjadi pada 9 desember 2009. Gempa berada di lepas pantai.
Gempa bumi pada kabupaten cilacap menyebabkan sejumlah rumah rusak parah. Kerusakan
terparah berada pada bagian Barat bagian kabupaten cilacap.

Gambar 2.2.3 Peta kejadian gempa bumi


Gambar 2.2.4 Jumlah rumah robok dan rusak berat akibat gempa bumi

II.3 Tsunami

Secara harafiah, tsunami berasal dari Bahasa Jepang. “Tsu” berarti pelabuhan dan
“nami” adalah gelombang. Secara umum tsunami diartikan sebagai pasang laut yang
besar di pelabuhan. Jadi, dapat dideskripsikan tsunami sebagai gelombang laut dengan
periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsive yang terjadi pada medium
laut. Gangguan impulsif itu bisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik, atau
longsoran (land-slide) (Diposaptono dan Budiman, 2005). Hal diatas disetujui oleh
Ingmanson dan Wallace (1973) bahwa tsunami merupakan gelombang laut yang
mempunyai periode panjang yang ditimbulkan oleh suatu gangguan di laut. Panjang
gelombang tsunami dapat mencapai 240 km di laut terbuka seperti samudera pasifik
dengan panjang gelombang rata-rata 4600 m dengan kecepatan gelombang mencapai 760
km/jam Gelombang tsunami yang ditimbulkan oleh gaya impulsif ini bersifat transien,
yakni gelombangnya bersifat sesaat. Gelombang ini berbeda dengan gelombang laut
lainya yang bersifat kontinyu seperti gelombang laut yang ditimbulkan oleh gaya gesek
angin atau gelombang pasang surut yang ditimbulkan oleh gaya tarik benda angkasa.
Periode gelombang angin hanya beberapa detik (kurang dari 20 detik). Sementara itu
periode gelombang tsunami berkisar antara 10-60 menit (Barber, 1969 in Diposaptono
dan Budiman, 2005). Perbedaan gelombang tsunami dengan gelombang yang
dibangkitkan oleh angina adalah terletak pada gerakan airnya. Gelombang yang
dibangkitkan oleh angina hanya menggerakan air laut bagian atas.
Gambar 2. Perbandingan panjang gelombang antara gelombang yang disebabkan
oleh angin, gelombang pasang surut, dan gelombang tsunami
(Diposaptono dan Budiman, 2005)

II.3.1 Tsunami di Kabupaten Banyumas

Kabupaten Banyumas merupakan salah satu daerah berisiko tinggi terhadap


bahaya tsunami di Indonesia karena jika tsunami besar terjadi di wilayah Banyumas dan
sekitarnya akan membawa dampak yang parah pada daerah sepanjang pantai yang dihuni
penduduk dengan kepadatan yang tinggi. Banyak wilayah utama pembangunan
Banyumas, terutama industri pertambangan minyak terletak langsung menghadap garis
pantai Samudra Hindia. Di bawah dasar laut Samudra Hindia tersebut, beberapa ratus
kilometer sebelah selatan Banyumas, terletak salah satu zona utama tumbukan lempeng
tektonik bumi, yang merupakan sumber utama gempa bumi pencetus tsunami. Dengan
demikian, para ahli geologi dan ilmuwan tsunami menggolongkan Banyumas sebagai
daerah beresiko tinggi tsunami
II.4 BANJIR

a. Definisi dan Penjelasan


Banjir merupakan peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume
air yang meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat
akibat hujan besar, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan sungai.

b. Macam Macam Bentuk Banjir

1. Banjir air
Banjir yang satu ini adalah banjir yang sudah umum. Penyebab banjir ini adalah
meluapnya air sungai, danau, atau selokan sehingga air akan meluber lalu menggenangi daratan.
Umumnya banjir seperti ini disebabkan oleh hujan yang turun terus-menerus sehingga sungai
atau danau tidak mampu lagi menampung air.

2. Banjir “Cileunang”

Banjir cileunang ini disebakan oleh hujan yang sangat deras dengan debit air yang
sangat banyak. Banjir akhirnya terjadi karena air-air hujan yang melimpah ini tidak bisa segera
mengalir melalui saluran atau selokan di sekitar rumah warga.

3. Banjir bandang

Tidak hanya banjir dengan materi air, tetapi banjir yang satu ini juga mengangkut
material air berupa lumpur. Banjir seperti ini jelas lebih berbahaya daripada banjir air karena
seseorang tidak akan mampu berenang ditengah-tengah banjir seperti ini untuk menyelamatkan
diri. Banjir bandang mampu menghanyutkan apapun, karena itu daya rusaknya sangat tinggi.
Banjir ini biasa terjadi di area dekat pegunungan, dimana tanah pegunungan seolah longsor
karena air hujan lalu ikut terbawa air ke daratan yang lebih rendah

4. Banjir rob (laut pasang)

Banjir rob adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut. Banjir seperti ini
kerap melanda kota Muara Baru di Jakarta. Air laut yang pasang ini umumnya akan menahan air
sungan yang sudah menumpuk, akhirnya mampu menjebol tanggul dan menggenangi daratan.

5. Banjir lahar dingin

Banjir jenis ini biasanya hanya terjadi ketika erupsi gunung berapi. Erupsi ini kemudian
mengeluarkan lahar dingin dari puncak gunung dan mengalir ke daratan yang ada di bawahnya.
Lahar dingin ini mengakibatkan pendangkalan sungai, sehingga air sungai akan mudah meluap
dan dapat meluber ke pemukiman warga.
6. Banjir lumpur

Banjir lumpur ini identik dengan peristiwa banjir Lapindo di daerah Sidoarjo. Banjir ini
mirip banjir bandang, tetapi lebih disebabkan oleh keluarnya lumpur dari dalam bumi dan
menggenangi daratan. Lumpur yang keluar dari dalam bumi bukan merupakan lumpur biasa,
tetapi juga mengandung bahan dan gas kimia tertentu yang berbahaya.

c. Penyebab Terjadinya Banjir

· Semakin luasnya hutan yang gundul

· Curah hujan yang berlebihan

· Kurangnya daya resap air ke dalam pori-pori tanah

· Pembuangan sampah di sungai

· Sistem drainase yang kurang baik

· Jebolnya waduk atau tanggul, dan lain sebagainya.

d. Ciri – ciri Daerah Rawan Banjir

· Curah hujan tinggi

· Permukaan tanah lebih rendah dibandingkan muka air laut

· Terletak pada suatu cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan pengaliran air keluar

sempit

· Terletak di dekat sungai atau sungai-sungai yang memiliki daerah aliran sungai yang luas

· Kurangnya tutupan vegetasi di daerah hulu sungai

· Banyak permukiman yang dibangun pada dataran sepanjang pinggir sungai

· Aliran sungai tidak lancar akibat banyaknya sampah serta bangunan di pinggir sungai.
e. Dampak Adanya Banjir

· Mendatangkan kerugian yang berupa harta, benda, dan mungkin saja jiwa

· Merusak sarana dan prasarana umum, misalnya jalan raya yang rusak, jembatan hancur,

dan lain sebagainya

· Jika menerjang areal pertanian akan menyebabkan gagal panen

· Masyarakat akan kesulitan mendapatkan air bersih

· Daerah pemukiman penduduk yang terkena banjir akan menjadi mudah sebagai media

penyakit perut dan penyakit kulit.

f. Usaha yang dilakukan untuk Mencegah Banjir

· Mengadakan reboisasi, yaitu penanaman kembali pohon-pohon di wilayah yang sudah

terlanjur gundul

· Membuat bendungan atau waduk

· Di kawasan kota menggunakan sistem drainase yang tepat

· Pembuatan tanggul-tanggul di pinggir sungai

· Peningkatan kesadaran penduduk dalam upaya untuk memelihara lingkungan hidup.

II.4.1 Banjir di daerah Banyumas

Fenomena alam yang terjadi di kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai.
Sedangkan secara sederhana, banjir didefinisikan sebagai hadirnya air suatu kawasan luas
sehingga menutupi permukaan bumi kawasan tersebut.

Pada daerah Banyumas, dapat terjadi bencana banjir yang di pengaruhi oleh faktor
– factor berikut :

- buang sampah sembarangan di sungai ataupun selokan

- curah hujan yang tinggi

- kiriman air hujan dari daera lain


- adanya longsor di bagian dinding sungai utama

- ketidak mampuan sungai menampung debit air sungai

- pengaruh morfologi

- banyaknya percabangan anak sungai

II.5 likuifaksi

Pencairan tanah atau likuifaksi tanah adalah suatu fenomena perilaku tanah yang jenuh
atau sebagian jenuh secara substansial kehilangan kekuatan dan kekakuan akibat adanya
tegangan, biasanya gempa bumi yang bergetar atau perubahan lain secara tiba-tiba dalam kondisi
menegang, menyebabkan tanah tersebut berperilaku seperti cairan atau air berat.

Dalam mekanika tanah, istilah "mencair" pertama kali digunakan oleh Allen Hazen[1]
mengacu pada kegagalan Bendungan Calaveras di California tahun 1918. Ia menjelaskan
mekanisme aliran pencairan tanggul sebagai berikut:

Jika tekanan air dalam pori-pori cukup besar untuk membawa semua beban, tekanan itu
akan berefek membawa partikel-partikel menjauh dan menghasilkan suatu kondisi yang secara
praktis seperti pasir hisap... pergerakan awal beberapa bagian material dapat menghasilkan
tekanan yang terus bertambah, mulanya pada satu titik, kemudian pada titik lainnya, secara
berurutan, menjadi titik-titik konsentrasi awal yang mencair.

Fenomena ini paling sering diamati pada tanah berpasir yang jenuh dan longgar
(kepadatan rendah atau tidak padat). Ini karena pasir yang longgar memiliki kecenderungan
untuk memampat ketika diberikan beban; sebaliknya pasir padat cenderung meluas dalam
volume atau melebar. Jika tanah jenuh dengan air, suatu kondisi yang sering terjadi ketika tanah
berada di bawah permukaan air tanah atau permukaan laut, maka air mengisi kesenjangan di
antara butir-butir tanah ("ruang pori"). Sebagai respon terhadap tanah yang memampat, air ini
meningkatkan tekanan dan mencoba untuk mengalir keluar dari tanah ke zona bertekanan rendah
(biasanya ke atas menuju permukaan tanah). Tapi, jika pembebanan berlangsung cepat dan
cukup besar, atau diulangi berkali-kali (contoh getaran gempa bumi dan gelombang badai), air
tidak mengalir keluar sesuai waktunya sebelum siklus pembebanan berikutnya terjadi, tekanan
air dapat bertambah melebihi tekanan kontak antara butir-butir tanah yang menjaga mereka tetap
saling bersentuhan satu sama lain. Kontak antara butir-butir ini merupakan media pemindahan
berat bangunan dan lapisan tanah di atas dari permukaan tanah ke lapisan tanah atau batuan pada
lapisan yang lebih dalam. Hilangnya struktur tanah menyebabkan tanah kehilangan semua
kekuatannya (kemampuan untuk memindahkan tegangan geser) dan fenomena ini terlihat seperti
mengalir menyerupai cairan (maka disebut 'pencairan').

II.5.2 Likuifaksi daerah Banyumas

Di Daerah Banyumas mempunyai potensi likufaksi yang relatif tinggi dikarenakan


memiliki karakteristik fisik yang tersusun oleh endapan Kuarter dengan tingkat kepadatan dan
sifat keteknikan tanah bawah permukaan dicirikan material sangat lepas hingga agak padat,
memiliki muka air tanah yang dangkal, secara fisiografi berhadapan langsung dengan laut yang
menyebabkan sedimen penyusunnya jenuh air, dan berada di lokasi yang rawan gempabumi
besar. Salah satu metode geofisika yang dapat mengetahui profil penampang bawah permukaan
untuk mengetahui potensi likuifaksi adalah metode resistivitas geolistrik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran resistivitas lapisan tanah yang
memiliki potensi likuifaksi di daerah Banyumas. Berdasarkan informasi geologi maka nilai
resistivitas yang terukur di daerah penelitian menunjukkan litologi :

- aluvium berupa pasir

- kerikil dan kerakal (100 – 585 Wm)

- napal tufaan (6 – 95 Wm)

- aluvium berupa lempung dan lanau (14 – 85 Wm)

- akuifer air (1.6 – 15 Wm)

- lapisan lempung (0.09 – 1.5 Wm

- pasir tufaan sisipan batupasir (1.3 – 8 Wm yang merupakan satuan batuan dari Formasi
Halang.

Hasil analisis menunjukkan bahwa hampir semua daerah pesisir Kota Cilacap,
terutama daerah dimana terdapat infrastruktur dan fasilitas penting, berada dalam zona
kerentanan likuifaksi tinggi. Zona kerentanan ini semakin luas ke arah barat dan timur
Kota Banyumas. Tingkat kerentanan likuifaksi ini terasosiasi dengan keberadaaan lapisan
pasir lepas yang tebal

Upaya mitigasi bahaya gempabumi di wilayah pesisir di Indonesia memerlukan


informasi kerentanan wilayah tersebut terhadap peristiwa likuifaksi. Analisa likuifaksi di
daerah ini dilakukan berdasarkan metode N-SPT dan CPT dengan menggunakan nilai
percepatan gempa maksimum di permukaan (p.g.a) sebesar 0,25g, dan magnitudo
gempabumi 7.2 dan muka air tanah setempat.
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan diatas, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu :

- Kabupaten Cilacap adalah sebuah kabupaten di Propinsi Jawa Tengah, Indonesia. Cilacap
merupakan kabupaten di provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayahnya sekitar 6,2% dari
total wilayah Jawa Tengah.
- Bencana Longsoran / gerakan tanah yang sering terlihat di Kabupaten Pangandaran
adalah: Longsoran translasi, pergerakan blok dan longsoran rotasi.
- Gempa cukup besar dengan angka 4,7SR mendekati angka 5 dengan didukung dangkal
nya pusat gempa. Gempa berada di lepas pantai cukup jauh pada titik 74 KM di arah
tenggara Cilacap pada bulan November 2016.
- Banyak wilayah utama pembangunan Cilacap, terutama industri pertambangan minyak
terletak langsung menghadap garis pantai Samudra Hindia. Di bawah dasar laut Samudra
Hindia tersebut, beberapa ratus kilometer sebelah selatan Cilacap, terletak salah satu zona
utama tumbukan lempeng tektonik bumi, yang merupakan sumber utama gempa bumi
pencetus tsunami.
- Di Daerah Cilacap mempunyai potensi likufaksi yang relatif tinggi dikarenakan memiliki
karakteristik fisik yang tersusun oleh endapan Kuarter dengan tingkat kepadatan dan sifat
keteknikan tanah bawah permukaan dicirikan material sangat lepas hingga agak padat,
memiliki muka air tanah yang dangkal

3.2 Saran

- Sebaiknya dilakukan juga migitasi bencana serta pembuatan peta bencana pada daerah
lain juga untuk dapat menambah pengetahuan mahasiswa
- Bisa juga dibuat peta bencana geologi yang lain pada daerah cilacap in
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai