Anda di halaman 1dari 12

1.

1 Klasifikasi Batupasir Daerah Penelitian

Berdasarkan klasifikasi Dunham (1962) (Gambar 3.4.) sayatan tipis pada sumur ASDJ dapat
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu Mud-Supported dan Grain-supported yang hadir pada
setiap kedalaman.

Gambar 3.3.Klasifikasi Batugamping (Dunham, 1962)

1. Mud-Supported

Secara umum batuan ini memiliki karakteristik yang terlihat pada sampel pengamatan
dengan dominasi mikrit yang berukuran butir yang sangat halus, namun juga terdapat butiran
sebagai butiran didalamnya.Sementara kontak antar butir terdapat stylolite karena adanya
kompaksi.pada klasifikasi ini dapat dibagi menjadi Mudstone dan Wackestone.

a. Mudstone

Batuan ini teramati pada kedalaman (………………).Presentase kehadiran butiran pada


semua sampel berkisar antara kurang dari 10 %.Didominasi butiran ini memiliki butiran
merupakan foraminifera, algae, dan coral.Presentase 50%mikrit berupa lumpur karbonat
yang berwarna keruh, sebagian telah mengalami neomorfisme menjadi mikrospar.
Sedangkan semen/sparitdengan jumlah prosentase sekitar 5-10%berupa semen kalsit,

1
banyak dihasilkan dari proses neomorfisme dari mikrit yang menjadi mikrospar.
Terdapat juga yang berbentuk granular dan blocky.Porositas yang berkembang sekitar
10- 20% didominasi porositas yang bersifat sekunder yang merupakan hasil pelarutan
mikrit ataupun butiran serta berupa porositas vuggy, moldic.

b. Wackestone

Batuan ini teramati pada kedalaman (………………). Presentase butiran yang berupa
butiran pada semua sampel berkisar antara kurang dari 50 %.Didominasi butiran ini
memiliki butiran merupakan foraminifera, algae, dan coral.Presentase >50% mikrit
berupa lumpur karbonat yang berwarna keruh, sebagian telah mengalami neomorfisme
menjadi mikrospar. Sedangkan semen/sparit dengan jumlah prosentase sekitar 5-
10%berupa semen kalsit, banyak dihasilkan dari proses neomorfisme dari mikrit yang
menjadi mikrospar. Terdapat juga yang berbentuk granular dan blocky.Porositas yang
berkembang sekitar 10- 20% didominasi porositas yang bersifat sekunder yang
merupakan hasil pelarutan mikrit ataupun butiran serta berupa porositas vuggy, moldic.

Gambar 3.4.Contoh sampel sayatan Wackestone pada kedalaman 1536 m

Gambar 3.5.Contoh sampel sayatan Mudstone pada kedalaman ….m

Gambar 3.6.Contoh sampel sayatan ????? pada kedalaman …..m

2. Grain-Supported

Kelompok batuan ini memiliki karakteristik yang terlihat pada sampel pengamatan
dengan dominasi butiran yang berupa cangkang foraminifera.Sementara kontak antar butir
terdapat stylolite karena adanya kompaksi.Pada klasifikasi ini dapat dibagi menjadi
GrainstonedanPackstone.

2
a. Grainstone

Batuan ini teramati pada kedalaman (………………).Didominasi butiran yang berupa


butiran merupakan foraminifera, algae, dan coral.Presentase<10%mikrit berupa lumpur
karbonat yang berwarna keruh, sebagian telah mengalami neomorfisme menjadi
mikrospar. Sedangkan semen/sparitdengan jumlah prosentase sekitar 5-10%berupa
semen kalsit, banyak dihasilkan dari proses neomorfisme dari mikrit yang menjadi
mikrospar. Terdapat juga yang berbentuk granular dan blocky.Porositas yang
berkembang sekitar 10- 20% didominasi porositas yang bersifat sekunder yang
merupakan hasil pelarutan mikrit ataupun butiran serta berupa porositas vuggy, moldic.

b. Packstone

Batuan ini teramati pada kedalaman (………………). Didominasi butiran yang berupa
butiran merupakan foraminifera, algae, dan coral.Presentase >10% mikrit berupa lumpur
karbonat yang berwarna keruh, sebagian telah mengalami neomorfisme menjadi
mikrospar. Sedangkan semen/sparit dengan jumlah prosentase sekitar 5-10%berupa
semen kalsit, banyak dihasilkan dari proses neomorfisme dari mikrit yang menjadi
mikrospar. Terdapat juga yang berbentuk granular dan blocky.Porositas yang
berkembang sekitar 10- 20% didominasi porositas yang bersifat sekunder yang
merupakan hasil pelarutan mikrit ataupun butiran serta berupa porositas vuggy, moldic.

Gambar 3.9.Contoh sampel sayatan Grainsttone pada kedalaman ….. m

Gambar 3.10.Contoh sampel sayatan Packstone pada kedalaman 1528 m

1.1.1 Model Lingkungan Pengendapan


Sampel sayatan batuan memiliki ukuran butir yang cenderung menghalus ke atas
(berdasarkan kedalamannya dari 5073,1 kaki – 4960,4 kaki) dengan prosentase matriks
sebanyak < 10%, terpilah baik, dan memiliki semen yang didominasi oleh kalsit yang

3
mengisi penuh pori (pore filling) serta kalsit sebagai pore lining, selain itu terdapat kuarsa
overgrowth. Melihat jumlah matriks yang sedikit dan pemilahan butir yang berkisar dari
sedang - baik dapat disimpulkan jika interval ini diendapkan pada lingkungan dengan energi
pengendapan yang sedang – tinggi dengan mekanisme arus traksi sebagai medianya.

Kehadiran mineral autigenik di dalam sayatan dapat pula membantu penafsiran


lingkungan pengendapan. Glaukonit dalam sayatan hadir sebagai butiran yang segar dengan
menunjukkan bahwa interval ini diendapkan pada daerah yang terpengaruh lingkungan laut
(marine influenced). Mineral ini hadir pada sayatan dengan kedalaman 4960,4 kaki dan
4982,1 kaki (bagian atas), sedangkan pada bagian bawah (kedalaman 4983,4 kaki, 4996,1
kaki, dan 5073,1 kaki) tidak ditemukan kehadiran glaukonit. Berdasarkan hal ini maka dapat
disimpulkan jika interval yang terpengaruh oleh lingkungan laut hanya bagian atas dari
interval ini saja.

Menurut Fahman, dkk (1991) pada gambar 3.12 ternyata kedalaman 4960,1 kaki –
5073,1 kaki termasuk ke dalam Formasi Gabus bagian tengah (Middle Gabus Fm.) yang
diendapkan pada lingkungan fluviodeltaik (Sturrock dkk, 2001). Hal ini sesuai dengan hasil
pengamatan pada sayatan tipis yang menunjukkan interval ini diendapkan pada lingkungan
dengan energi pengendapan yang sedang – tinggi dengan mekanisme arus traksi dan adanya
pengaruh lingkungan laut pada bagian atasnya.

Gambar 3.11.Kolom stratigrafi Lapangan Anoa yang menunjukkan bahwa kedalaman


interval sayatan tipis berada pada Formasi Gabus bagian tengah (Middle Gabus Fm.).

4
Gambar 3.12.Kehadiran mineral glaukonit sebagai penciri lingkungan yang terpengaruh oleh
laut pada sayatan tipis di kedalaman 4982,1 kaki.

5
Tabel 3.2.Tabulasi data sampel sayatan petrografi

Kontak Antar Butir Komposisi Mineral Semen


Ukuran
Kedalaman Lithologi Pemilahan Kemas Concavo- Bentuk Butir Matriks Porositas
Point Long Suture Butir Qz K-F Plag. Lithic Mika Opak Glaukonit Calcite Qz
convex

menyudut-
4960.4’ Lithic arenite baik tertutup v v v - membundar 0,03-0,5 40 3 5 12 5 2 1 7 - 5 20
tanggung
menyudut-
4982.1’ Quartz arenite baik-sedang tertutup v v v - menyudut 0,05-0,3 50 5 - 5 1 2 2 5 20 10
tanggung
menyudut-
4983.4’ Quartz arenite baik-sedang tertutup v v v - menyudut 0,1-0,3 50 5 - 5 - 5 - 8 7 20
tanggung
menyudut-
4996.1’ Lithic arenite baik tertutup v v v v membundar 0,1-0,5 40 5 - 10 5 5 - 7 10 18
tanggung
menyudut-
5073.1’ Lithic arenite sedang tertutup v v v v membundar 0,15-0,7 40 5 5 15 3 - - 7 10 15
tanggung

6
1.2 Diagenesis

Berdasarkan analisa petrografi, proses diagenesa diamati pada formasi Baturaja meliputi :
1. Microbial Micritization
Proses ini terjadi pada lingkungan laut. Butiran kerangka dikosongi oleh endolithic algae,
fungidan bakteria pembentuk lubang, lalu terisi oleh semen.Proses ini menunjukkan bahwa
butiran digantikan oleh mikrit yang menutupi butiran.Strong completed microbial micritization
can produce a micrite envelope. Mikritisasi adalah proses yang penting pada zona diam jenuh
dan zona laut phreatic yang aktif (Longman, 1980).

2. Dissolution
Terjadinya pelarutan pada batuan karbonat ini ketika fluida dalam batuan menjadi tidak jenuh
dengan adanya karbonat.Terjadinya pelarutan lebih intensif pada Formasi Baturaja bagian atas,
terbentuknya porositas sekunder seperti moldic dan vuggy.

Sampel sayatan, kedalaman1528 m

Gambar 3.xx.A.Microbial micritisation (Mic) padaforaminifera, neomorphism dari mikrit


menjadi mikrospar dan pelarutan membentuk porositas vuggy; B. Microbial
micritisation (Mic) pada foraminifera,neomorphism (Neo) pada mikrit menjadi
mikrospar dan pelarutan membentuk poroitas vuggy, kompasi yang membetuk
porositas fracture (FR)

3. Cementation
Terjadinya sementasi pada batuan karbonat ketika fluida dalam pori sangat jenuh dan tidak
adanya factor yang menhambat presipitasi semen. Proses ini memerlukan volume air tawar

7
maupun air laut yang banyak untuk mengaliri batuan tersebut. Ketika fluida sudah berhenti
mengalir, maka susah untuk terbentuknya semen (Koesoemadinata, 1984).
Mineralogy dan semen tergantung pada komposisi fluida di pori, cepat dari aliran karbonat dan
presipitasi, demikian menyatakan adanya perbedaan lingkungan diagenetik. Berdasarkan dari
analisa petrografi, mineralogi dari semen tersebut mengandung kaya akan kalsit dan kuarsa,
dengan tipe semen berupa blocky, granular, microcrystalline.

4. Neomorphism
Neomorphisme terdiri atas pembalikan, rekristalisasi dan coalescive neomorphism.Berdasarkan
analisa petrografi, neomorhisme diakibatkan karena mikrit yang berubah menjadi mikrospar
yang terdapat banyak dibeberapa sayatan.proses ini terjadi pada awal pembebanan di phreatic air
tawar dan pengendapan lingkungan dalam.Neomorphisme yang terjadi pada Formasi ini adalah
rekristalisasi, utamanya terjadi pada awal pengendapan di lingkungan phreatic air tawar.

5. Dolomitization
Dolomitisasi terdiri atas hasil penggantian dari sebuah proses presipitasi atau sementasi,
ditemukan pada mixing zones dan lingkungan pengendapan yang dalam. Menurut Greg & Sibley
(1984) temperature adalah prinsip faktor nya dalam tumbuhnya dolomit, pada ‘Critical
Roughening Temperature’ (CRT) pada 50o-100oC, petumbuhan dolomit membentuk kristasl
euhedral-subhedral pada tekstur yang datar, ketika diatas kondisi CRT, petumbuhan dolomit
membentuk kristal yang anhedral, bentukan dolomit yang bersih dan lebih resisten dari
pelarutan.

6. Compaction
Kompaksi mekanik dan kimia terbentuk pada lingkungan pengendapan dalam. Kompaksi
mekanik menghasilkan grain fracture dan penurunan porositas dari hubungan antar butir yang
menyempit, dan secepatnya butiran akan larut pada point contact untuk membentuk kontak
suture dan concaveconvex. Kompaksi kimiawi menghasilkan stylolites, yang mengurangi bulk
volume dan porositas.

7. Development of Authigenic Quartz

8
Berkembangnya dari kuarsa yang autigenik dapat terjadi selama diagenesa awal atau akhir.
Proses ini dihasilkan dari kristal kuarsa autigenik yang hadir pada matrix, dengan menyertakan
dari sisa kalsit.

8. Emplacement of Hydrocarbon
Hidrokarbon yang terdapat di Formasi Baturaja ini diamati dari analisa petrografi. Hidrokarbon
yang terdapat karena akibat dari berhentinya proses pengembangan diagenesa pada porositas di
batuan, lalu memperangkap hidrokarbon pada porositas.

Gambar 3.xx.Development of autigenic quartz (Qz), terdapat kuarsa hadir mengisi sisa
bentukan kalsit, pembentukan fracture (Fr) karena kompaksi. Hydrocarbon (Hc)
mengisi pori batuan, porositas hasil larutan foraminifera

Rezim Diagenesis

Rezim diagenesis dihasilkan dari kerangka pemikiran hubungan proses diagenesis dengan
evolusi dari cekungan sedimen. Secara garis besar rezim diagenesis dibagi menjadi tiga yaitu
rezim eodiagenesis (awal diagenesis), mesodiagenesis (burial diagenesis) dan telodiagenesis
(diagenesis berhubungan dengan uplift).

Eodiagenesis adalah seluruh proses yang terjadi pada atau dekat dengan permukaan yang
dialami oleh sedimen, dimana proses kimia dari air permukaan dikontrol oleh lingkungan
pengendapan. Dalam rezim ini pengaruh porifluida hasil pengendapan awal sangat mendominasi
pada batuan, juga menunjukkan perkembangan proses pelapukan dan tanah dari lingkungan
pengendapan kontinen. Kedalaman rezim ini terjadi sangat dipengaruhi oleh aquifer, aquitard,
sesar synsedimentary dan permeabilitas aquifer.

9
Mesodiagenesis hadir saat sedimen mengalami burial atau juga dapat disebut sebagai
proses diagenesis dimana sedimen telah melewati proses yang dipengaruhi oleh lingkungan
pengendapan menuju tingkat metamofisme rendah. Dalam beberapa kejadian, mesodiagenesis
memiliki ketebalan sedimen 100-1000 m dengan kedalaman setara 200-250˚ C. Beberapa faktor
yang mempengaruhi rezim ini adalah time-temperature history, mineralogi primer, hilangnya
material dan penyebaran material menuju litogi terdekat, gas hidrokarbon, kehadiran fluida oil,
dan geokimia dari air pori. Batas antara eodiagenesis dan mesodiagenesis dapat dilihat dari nilai
temperatur dan kedalaman proses itu terjadi.
Telodiagenesis terjadi pada batuan yang mengalami pengangkatan ataupun tersingkap ke
bagian permukaan dan bereaksi dengan air meteorik, dan tidak berhubungan dengan lingkungan
pengendapan dari sedimen itu terbentuk.Dalam telodiagenesis beberapa hal yang dapat dilihat
yaitu kontak batuan dengan air dengan salinitas rendah, oksidasi yang cukup tinggi, senyawa
CO2 masuk kedalam air.Kontak air yang terjadi dengan batuan yang ada dapat mengubah
geokimia batuan, contohnya alterasi feldspar mejadi mineral lempung dan oksidasi mineral ferric
(oksidasi feroan kalsit dan dolomit).

10
Gambar 3.15.Skema yang menunjukkan hubungan antara setiap rezim diagenesis.

1.2.1 Resume Diagenesis


Berdasarkan hasil pengamatan sampel, dapat diinformasikan bahwa pada sumur ini telah
mengalami proses diagenesis, hal ini ditunjukkan dari kemunculan produk diagenesis berupa
pelarutan, kompaksi dan sementasi. Hasil produk pelarutan teramati pada sampel-sampel
pengamatan berupa mineral/butiran yang telah berinteraksi dengan fluida, hal ini mengakibatkan
berkembangnya porositas sekunder, dapat dilihat dari hubungan antar butir yang mengalami
pelarutan dan terdapat juga porositas yang berkembang pada matriks yaitu berupa pelarutan
matriks. Dalam hal ini, teramati juga pada sampel pengamatan terdapat produks sementasi dan
rekristalisasi akibat berlanjutnya pelarutan seiring dengan bertambahnya proses diagenesis
terbentuklah sementasi berupa kalsit pore lining dan pore filling, quartz overgrowth. Proses
diagenesis juga teramati dengan terubahnya mineral feldspar menjadi mineral lempung.

11
Di satu sisi yang lain terdapat juga mineral-mineral mika yang mengalami
pembengkokan, hal ini juga dapat menandakan proses diagenesis. Dari pengamatan yang telah
dilakukan, dapat disimpulkan bahwafase diagenesis yang telah dilewati batuan ini adalah fase
eodiagenesis dan mesodigenesis.

1.2.2 Kualitas Batuan Reservoar


Kualitas suatu reservoar bergantung pada nilai porositas dan permeabilitas batuan
tersebut. Dari pengamatan petrografi yang dilakukan, didapatkan porositas dengan rentang nilai
antara 10%-20% (sedang sampai baik). Porositas yang terdapat pada sayatan tersebut berupa
porositas primer (interpartikel) dan porositas sekunder (hasil pelarutan). Dalam porositas tersebut
terdapat jejak hidrokarbon yang masih tersisa di dalam pori.Dilihat dari teksturnya yang
memiliki kemas tertutup dengan pemilahan butir sedang sampai baik, dapat diperkirakan
permeabilitas dari batuan tersebut baik dikarenakan sedikitnya matrik yang menghambat fluida
untuk mengalir.

12

Anda mungkin juga menyukai