Anda di halaman 1dari 28

1.

4 Manfaat

Manfaaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah memberikan kita pengetahuan dan
wawasan mengenai apa yang dimaksud dengan tanah longsor, mengetahui tentang jenis-jenis proses terjadinya
tananh longsor, dampak yang ditimbulkan oleh tanah longsor terhadap kehidupan manusia dan lingkungan, dan
usaha yang dapat kita lakukan untuk mengurangi dan mencegah dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh
tanah longsor. Pengetahuaan ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran kita untuk menjaga lingkungan
serta mngubah pola hidup untuk mendukung pelestarian lingkungan hidup.
BAB 3
KAJIAN TEORI

3.1 Pengertian Bencana Longsor

Alam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, oleh
karena itu manusia tidak dapat dipisahkan dari alam. Alam emang sangat erat
kaitannya dengan kehidupan manusia, akan tetapi selain menguntungkan alam juga
dapat merugikan bagi manusia contohnya saja akhir-akhir ini banyak terjadi bencana
alam khususnya di Indonesia. Melihat fenomena tersebut seharusnya manusia dapat
berfikir bagaimana untuk dapat hidup selaras dengan alam. Karena alam tidak dapat
ditentang begitu pula dengan bencana.
Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia,
lempeng Fasifik dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk (konvergen).
Akibat tumbukan antara lempeng-lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman
memanjang disebelah barat pulau Sumatera, sebelah selatan pulau Jawa hingga ke
Bali dan kepulauan Nusa Tenggara, sebelah utara kepulauan Maluku dan sebelah
utara Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan itu maka terbentuk palung samudera,
lipatan, punggungan, dan patahan dibusur kepulauan, sebaran pulau api, dan sebaran
sumber gempa bumi. Gunung api yang ada di Indonesia berjumlah 129. angka itu
merupakan 13 % dari jumlah gunung api aktif di dunia.
Dengan demikian, Indonesia rawan terhadap bencana letusan gunung api dan gempa
bumi. Dibeberapa pantai, denagn bentuk patai sedang hingga curam, jika terjadi
gempa bumi dengan sumber berada di dasar laut atrau samudera dapat menimbulkan
gelombang tsunami. Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah
hasil letusan gunung api.
Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan
bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada diatas batuan kedap air pada perbukitan
atau punggungan denngan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan
tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika
perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan
tersebut rawan bencana tanah longsor.
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih
besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan
batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan daya pendorong dipengaruhi oleh
besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanha batuan.
Proses terjadinya tanha longsor dapat diterangkan sebagai berikut : air yang
meresap ke dalam tanah akan meresap ke dalam tanah akan menambah bobot
tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai
bidang gelincir, maka tanh menjadi licin dan tanha pelapukan diatasnya akan
bergerak mengikuti lereng dan luar lereng.

3.2 Proses Fisik terjadinya Tanah Longsor

Berhubungan dengan longsor, penting menggunakan klasifikasi untuk membedakan karakteristik yang
berkaitan untuk di gunakan pada akhir penelitian. Pihak yang bekerja pada The World Landslide
Inventory (1990), telah mengupayakan untuk menstandarkan istilah dan mendefinisikan tanah
longsor sekedar sebagai : "Pegerakan massa batuan, bumi, dan puing-puing menuruni lereng." 
 Definisi yang lebih menyeluruh yang dapat membantu untuk membedakan longsor dengan
proses geomorfologi lainnya adalah "gerakan ke bawah atau keluar dari massa material pembentuk lereng
di bawah pengaruh gravitasi, yang terjadi di batas-batas diskrit dan menempatkan semula tanpa bantuan air
sebagai agen transportasi.” 
Tiga klasifikasi yang paling banyak digunakan berkaitan dengan longsor adalah (Sharpe 1938; Varnes
1958; 1978; Hutchinson 1988) dengan memisahkan ‘gerakan massa' menjadi dua kategori, yaitu :
"penurunan" (yang merupakan materi yang tenggelam vertikal) dan gerakan-gerakan yang terjadi di lereng.
"Pegerakan lereng" ini kemudian biasanya pertama menjadi "Tanah Longsor" seperti yang disefinisikan diatas.
Dan yang kedua, dalam pegerakan lambat yang lebih luas dan yang tidak jelas seperti "merayap", "merosot" dan
"mengelembung". Dari semua klasifikasi tanah longsor yang berbeda-beda yang pernah ada, Sistem yang di buat
oleh Varnes (1978) sering disukai karena pembuatannya cukup sederhana dan mudah untuk diterapkan di
lapangan. Dalam menerapkan klasifikasi ini, penting untuk diingat bahwa kriteria material mengacu pada material
asli lereng tersebut, bukan dengan apa yang akhirnya akan muncul dalam setoran (reruntuhan).
Tanah longsor secara umum adalah perpindahan material pembentuk lereng
berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material laporan, bergerak ke bawah
atau keluar lereng. Secara geologi tanah longsor adalah suatu peristiwa geologi
dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar
tanah.
Alam merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupanmanusia, oleh karena itu
manusia tidak dapat dipisahkan dari alam. Alam memang sangat erat kaitannya dengan
kehidupan manusia, akan tetapi selainmenguntungkan alam juga dapat merugikan bagi manusia,
contohnya akhir-akhir ini banyak sekali bencana alam khususnya di Indonesia.
Melihatfenomena tersebut sehausnya manusia dapat berpikir bagaimana untuk dapathidup
selaras dengan alam. Karena alam tidak dapat ditentang begitu puladengan bencana

Tanah longsor juga sering disebut sebagai gerakan tanah. Tanah longsor merupakan
salah satu peristiwa geologi yang terjadi akibat adanya pergerakan massa batuan atau tanah
dengan berbagai macam tipe dan jenis tanah, misalnya jatuhnya bebatuan atau gumpalan
besar tanah.

3.3 Jenis - jenis Tanah Longsor

 Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok,
runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi
paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan
korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.

1. Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang
gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
2. Longsoran Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk
cekung.

3. Longsoran Pergerakan Blok


Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir
berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

4. Longsoran Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah
dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung
terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang
parah.
5. Longsoran Rayapan Tanah

Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa
butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu
yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau
rumah miring ke bawah.

6. Longsoran Aliran Rombakan

Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan
aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya.
Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di
beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung
api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.
3.4 Faktor - faktor Penyebab terjadinya Tanah Longsor

Untuk mencegah terjadinya tanah longsor harus adanya pengetahuan tentang faktor
terjadinya tanah longsor. Berikut adalah faktor yang menyebabkan terjadinya tanah longsor :

1. Iklim
Meliputi cuaca dan curah hujan di daerah tersebut dimana semakin tinggi tingkat curah
hujan pada kawasan miring maka akan semakin besar resiko terjadinya tanah longsor, apalagi
jika tidak adanya penututp vegatasi yang berfungsi sebagai penahan tanah dan penyerap air
topografi meliputi tingkat kecuraman suatu tempat juga akan berpengaruh terhadap ukuran
daya dorong kebawah, semakin curam maka akan semakin besar gaya potensialnya karena
dipengaruhi oleh gravitasi.

2. Kondisi Geologi
Meliputi jenis dan tingkat pelapukan batu serta struktur lapisan tanah juga turut andil
dalam memicu terjadinya tanah longsor. Struktur lapisan dalam yang kurang padat akan
mengurangi daya penahan terhadap lapisan tanah diatasnya. Begitu juga dengan tingkat
pelapukan batuan dalam yang mana rentan terjadi keretakan terutama jika terjadi gempa
bumi.

3. Keadaan Air
Kondisi drainase yang buruk menjadi penyebab terakumulasi nya air pada satu titik
sehingga air bisa saja merembes ke lapisan dalam dan terjadi eros bagian Selain itu tingkat
pelarutan dan tekanan hidrostatika juga berpengaruh karena memberikan daya tekan terhadap
keseimbangan oleh gravitasi.
4. Getaran Eksternal
Kondisi tanah yang sudah labil akibat tekanan air dan lahan yang curam tentunya akan
sangat rentan untuk runtuh jika mendapatkan getaran dari luar baik itu berasal dari gempa
bumi, getaran mesin, ledakan ataupun getaran lainnya. Dengan adanya getaran maka akan
terjadi geseran sehingga tanah akan retak dan terlepas dari tanah induk.

5. Getaran

Getaran kecil yang disebabkan oleh lalu lintas kendaraan di sekitar lereng perbukitan,
tidak secara langsung mengakibatkan tanah jadi longsor. Tetapi berproses, pertama jalanan di
lereng bukit yang sering dilewati kendaraan perlahan akan mengalami keretakan yang jika
dibiarkan, lama-lama akan longsor. Sementara getaran besar yang langsung menyebabkan
tanah longsor antara lain diakibatkan oleh bahan peledak atau gempa bumi.

6. Bendungan susut

 Turunnya permukaan tanah dan timbulnya retakan diakibatkan oleh penyusutan muka
air danau atau bendungan dengan cepat. Penyusutan ini berdampak pula pada hilangnya gaya
penahan lereng.Waduk dengan kemiringan 220o berpotensi untuk longsor.

7. Lereng dan tebing yang terjal

  Proses pembentukan lereng atau tebing terjal adalah lewatnya angin dan air di sekitar
lereng yang berdampak pada pengikisan lereng tersebut. Waspada jika di sekitar tempat
tinggal terdapat tebing atau lereng terjal, karena rawan tanah longsor.

8. Menumpuknya material

Banyak warga yang ingin melakukan perluasan pemukiman dengan cara menimbun lembah
atau memotong tebing. Tanah yang digunakan untuk menimbun lembah, belum benar-benar
padat, jadi tatkala proses terjadinya hujan tiba-tiba mengguyur dapat menimbulkan retakan
dan permukaan tanah yang turun.

9. Kelebihan beban

Adanya beban yang terlampau berat akan memberi tekanan pada tanah, sehingga tanah
mudah longsor. Contohnya adalah adanya rumah, pemukiman di lereng, kendaraan yang lalu
lalang di tikungan lembah.

10. Tanah tak padat

Tanah yang tidak padat contohnya adalah tanah liat. Sifat tanah yang pecah ketika pada
pembagian musim seperti musim kemarau atau kering melanda dan lembek saat terkena
curah hujan tinggi menyebabkan rawan mengalami longsor. Tanah yang kurang lebih
ketebalannya 2,5 meter akan longsor jika terdapat pada kemiringan atau sudut lereng 220o.

11. Ada lahan pertanian di lereng

Penataan lahan pertanian maupun perkebunan yang buruk akan berdampak pada
timbulnya bencana longsor. Tanaman pertanian dan perkebunan memiliki akar yang kecil dan
tidak cukup kokoh untuk menjaga struktur tanah tetap kuat. Pepohonan ditebang seenaknya
untuk membuka lahan perkebunan dan pertanian tanpa mempertimbangkan efeknya.
Pepohonan yang ditebang fungsinya memperkuat tanah dan akarnya mampu menyerap air,
dan untuk menghindari penyebab pemanasan global sehingga ketika curah hujan tinggi, tidak
akan terjadi bencana longsor maupun banjir.

12. Hancurnya bebatuan

 Batu yang rentan longsor adalah bebatuan yang berada di lereng, dengan jenis batu yaitu
sedimen kecil dan batuan endapan yang berasal dari gunung berapi. Biasanya batu di lereng
itu sifatnya lapuk atau tidak memiliki kekuatan dan mudah hancur menjadi tanah, inilah
pemicu terjadinya tanah longsor.

Pada massa batuan yang tidak kompak, pori-porinya sebagian diisi air dan sebagian lainnya diisi udara,
sehingga kondisi batuan menjadi lembab. Dengan kondisi lembabnya ini maka akan menimbulkan
kurangnya daya kohesi batuan tersebut.  Air tanah juga dapat mempengaruhi gerakan massa
batuan.
Gerakan air tanah dapat memberikan tekanan terhadap butiran-butiran tanah sehingga
memperlemah kemantapan lereng. Selain itu, air tanah juga dapat melarutkan dan menghanyutkan bahan
perekat sehingga memperlemah ikatan antar butir dan berkurangnya daya kohesi. Larut dan hanyutnya bahan
perekat menghasilkan rongga-rongga dalam tanah dan inipun mengurangi kemantapan tanah. Tanah longsor
(gerakan massa batuan) di Indonesia, umumnya terjadi di lereng terjal yang terbentuk dari endapan vulkanik
yang tidak terpadatkan. Lereng-lereng terjal yang dipengaruhi struktur geologi seperti patahan, rekahan,
lipatan, lebih rentan terhadap gejala longsor, apalagi jika arah pelapisan batuan searah dengan kemiringan
lereng dan terdapat patahan aktif. Pelapisan batuan yang merupakan perselingan antara batuan yang kedap air
dan batuan yang dapat menyerap air menciptakan bidang yang berpotensi sebagai bidang gelincir.

13. Longsoran Lama

Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung
api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama
memilki ciri: Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda. Umumnya dijumpai
mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan subur. Daerah badan longsor bagian atas
umumnya relatif landai.Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah. Dijumpai tebing-tebing relatif
terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran lama. Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya
dijumpai retakan dan longsoran kecil. Longsoran lama ini cukup luas.

14. Gaya - gaya Penahan

Gaya penahan utama gerakan longsor adalah tahanan geser material di sepanjang bidang
longsor. Tahanan geser di sepanjang bidang geser terkait dengan sudut gesek terdrainase
(drained friction angle) tanah pada bidang longsor.
Tahanan terhadap longsoran juga dapat tereduksi oleh naiknya tekanan air pada bidang
longsor. Kenaikan tekanan air ini mengurangi tahanan gesek, karena gaya normal pada
bidang longsor menjadi berkurang.
15. Prinsip Kestabilan Lereng

Penyebab terjadinya longsor pada lereng secara mekanik dapat dipahami dengan
pendekatan prinsip kestabilan lereng. Dengan prinsip ini akan diketahu gaya-gaya apa saja
yang mengontrol kestabilan suatu lereng. Kestabilan pada lereng ditentukan oleh gaya-gaya
yang berusaha melongsorkan (driving forces) tanah atau batuan dan gaya-gaya yang berusaha
mempertahankan (resisting forces) tanah atau batuan itu tetap pada posisinya. Besarnya kuat
geser tanah atau batuan dikontrol oleh kohesi (c) dan sudut gesek dalam antara partikel-
partikel penyusun tanah atau batuan (φ). Besarnya nilai kohesi tergantung pada kekuatan
ikatan antara atom-atom atau molekul-molekul penyusun partikel-partikel tanah atau batuan
ataupun tergantung pada kekuatan sementasi antar partikel-partikel tanah atau batuan. Sudut
gesek dalam merupakan nilai yang mengekspresikan kekuatan friksi antara partikel-partikel
penyusun tanah atau batuan.
Kestabilan suatu lereng yaitu perbandingan antara gaya-gaya penahan logsor dan gaya-gaya
penyebab longsoran, atau dapat dirumuskan sebagai berikut :
FK  Gaya penahan longsor
Gaya penyebab longsor
FK merupakan faktor keamanan (Factor of Safety) yang menggambarkan kondisi suatu
lereng. Lereng dalam kondisi stabil, jika FK > 1; lereng dalam kondisi kritis, jika FK = 1;
lereng dalam kondisi tidak stabil atau telah longsor, jika FK < 1.

3.5 Tahapan Migitasi Tanah Longsor

Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik
maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.(UU
No.24/2007, psl-1 butir-9).
Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana longsoran, baik melalui
pembangunan fisik (tahan longsor & menahan longsor) maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana longsor.

1. Pemetaan
Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam geologi di suatu
wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah kabupaten/kota dan
provinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari
bencana.

2. Penyelidikan
Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat digunakan dalam
perencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan wilayah. Pemeriksaan
Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga dapat diketahui
penyebab dan cara penanggulangannya.

3.  Pemantauan Pemantauan
Dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis secara ekonomi dan jasa, agar
diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal
di daerah tersebut.


4.  Sosialisasi Memberikan
Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota atau Masyarakat
umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang ditimbulkannnya. Sosialisasi
dilakukan dengan berbagai cara antara lain, mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau
dapat juga secara langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah

 Pemeriksaan bencana longsor Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya,
kondisi bencana dan tata cara penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana
tanah longsor.

Tahapan Kegiatan Migitasi Tanah Longsor:

1. Kegiatan sebelum bencana longsor terjadi (pre-disasterpencegahan)


2. Kegiatan saat bencana longsor terjadi (perlindungan dan evakuasi)
3. Kegiatan tepat setelah bencana longsor berhenti (pencarian dan penyelamatan)
4. kegiatan pasca bencana tanah longsor (pemulihan/penyembuhan,perbaikan/
rehabilitasi, dan pengembalian fungsi/restorasi)

Kegiatan Migitasi Tanah Longsor:

1. Pengenalan dan pemantauan risiko bencana longsor;


2. Pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang dan pengelolaan lingkungan hidup
3. Perencanaan partisipatif penanggulangan bencana & pengembangan budayasadar bencana
longsor;
4. Penerapan upaya fisik, non-fisik, dan pengaturan penanggulangan bencana longsor;
5. Identifikasi & pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana longsor;
6. Pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam di kawasan potensi longsor;
7. Pemantauan terhadap penerapan IPTEK dalam rekayasa tahan & penahan longsor;
8. Kegiatan mitigasi bencana longsor lainnya.

3.6 Penanggulangan Tanah Longsor

Rekayasa Teknik Penanggulangan atau Pencagahan Tanah Longsor :

1. Rekayasa Teknik

1) Penyelidikan geologi teknik,


2) Analisis kestabilan lereng, dan
3) Analisis daya dukung tanah.

Upaua Migitasi Bencana Tanha Longsor

1) Sebelum Terjadinya Longsor

a) Pemetaan
Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam
geologi di suatu wilayah (masukan kepada masyarakat & pemerintah setempat, dan
data base untuk melakukan pembangunan agar terhindar dari bencana longsor).
b) Penyelidikan
Mempelajari penyebab dan dampak bencana longsor, sehingga dapat
digunakan dalam perencanaan penanggulangan longsor, serta rencana
pengembangan wilayah.

c) Pemeriksaan
Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi longsor, sehingga
dapat diketahui penyebab dan cara penanggulangannya.
d) Pemantauan
Dilakukan di daerah rawan longsor, agar diketahui secara dini tingkat
bahaya longsor oleh masyarakat dan pemerintah setempat.
e) Sosialisasi
Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi / Kabupaten / Kota
atau Masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang
ditimbulkannnya.

2) Saat & Selesai Terjadi Bencana Longsor

Tanggap Darurat ; kegiatan yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah
penyelamatan dan pertolongan korban secepatnya supaya korban tidak bertambah.
Secara garis besar tanggap darurat dapat dibagi atas 2 macam kegiatan, yakni :
a) Perlindungan dan Evakuasi ; Kegiatan saat bencana longsor terjadi.
b) Pencarian dan Penyelamatan ; Kegiatan tepat setelah bencana longsor berhenti.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan tanggap darurat, antara lain:
a) Kondisi medan
b) Kondisi bencana
c) Peralatan
d) Informasi bencana

3) Sesudah Terjadi Bencana Longsor

a) Rehabilitasi

Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi,dan sarana
transportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik pengendaliannya
supaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban tanah longsor bila
tanah longsor sulit dikendalikan.

b) Rekonstruksi

Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak menjadi


pertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah longsor, karena
kerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah longsor hampir 100 %.
3.7 Alat Memonitoring Bencana Longsor

Pada alat pendeteksi tanah longsor ini dibagi menjadi tiga 3 kondisi untuk menjadi
inputan berdasarkan jarak untuk mengaktifkan buzzer dan mengirimkan SMS dengan jarak 1
samapai 3 cm pergerseran tanah.

potensiometer berperan sebagai resistor variabel atau Rheostat yang pendeteksi


pergeseran permukaan tanah, Sensor cahaya (LDR) resistansinya permukan tanah tang
terpapar cahaya yang selanjutnya diteruskan ke dalam arduino. Didalam proses ardoino akan
memberikan output berupa LED, Buzzer, dan SMS. Untuk mendukungproses perancangan
dan pembuatan prototipe alat pendeteksi tanahlongsor menggunakan sensor cahayadidukung
dengan tahapan perancangan alur dari kerja sistem, seperti gambar.

1.Sensor Cahaya (LDR)

LDR atau (Light Dependent Resistor) adalah resistor yang dapat berubah-ubah nilai
resistansinya jika permukannya terkena cahaya. Kondisinya ialah jika terkena cahaya nilai
resistansinya kecil, sedangkan jika tidak terkena cahaya (kondisi gelap) maka nilai
resistansinya besar. Dalam keadaan gelap resistansi LDR sekitar 10MΩ dan dalam keadaan
terang sebesar 1MΩ atau kurang. LDR terbuat dari bahan semikonduktor seperti kadmium
sulfida. Dengan bahan ini energi dari cahaya yang jatuh menyebabkan lebih banyak muatan
yang dilepas atau arus listrik meningkat. Artinya resistansi telah mengalami penurunan.
Dengan sifat LDR yang demikian, maka LDR dapat digunakan sebagai sensor cahaya.
(Syahwil, 2013).
2.Buzzer

Buzzer adalah sebuah komponen elektronika yang berfungsi untuk mengubah getaran
listrik menjadi getaran suara. Pada dasarnya prinsip kerja buzzer hampir sama dengan loud
speaker, jadi buzzer juga terdiri dari kumparan yang terpasang pada diafragma dan kemudian
kumparan tersebut dialiri arus sehingga menjadi elektromagnet, kumparan tadi akan tertarik
ke dalam atau keluar, tergantung dari arah arus dan polaritas magnetnya,karena kumparan
dipasang pada diafragma maka setiap gerakan kumparan akan menggerakkan diafragma
secara bolak-balik sehingga membuat udara bergetar yang akan menghasilkan suara. Buzzer
biasa digunakan sebagai indikator bahwa proses telah selesai atau terjadi suatu kesalahan
pada sebuah alat (alarm). (Budiharto, 2008)

3.Potensiometer

Potensiometer adalah resistor tiga terminal dengan sambungan geser yang membentuk
pembagi tegangan dapat disetel. Jika hanya dua terminal yang digunakan (salah satu terminal
tetap dan terminal geser),potensiometer berperan sebagai resistor variabel atau Rheostat.
Potensiometer biasanya digunakan untuk mengendalikan peranti elektronik seperti
pengendali suara pada penguat. Potensiometer yang dioperasikan oleh suatu mekanisme
dapat digunakan sebagai transduser. (Syahwil, 2013).

Potensiometer biasanya digunakan untuk mengendalikan peranti elektronik seperti


pengendali suara pada penguat. Potensiometer yang dioperasikan oleh suatu mekanisme
dapat digunakan sebagai transduser, misalnya sebagai sensor joystick.Potensiometer jarang
digunakan untuk mengendalikan daya tinggi (lebih dari 1 Watt) secara
langsung.Potensiometer digunakan untuk menyetel taraf isyarat analog (misalnya pengendali
suara pada peranti audio), dan sebagai pengendali masukan untuk sirkuit elektronik. Sebagai
contoh, sebuah peredup lampu menggunakan potensiometer untuk menendalikan
pensakelaran sebuah TRIAC, jadi secara tidak langsung mengendalikan kecerahan
lampu.Potensiometer yang digunakan sebagai pengendali volume kadang-kadang dilengkapi
dengan sakelar yang terintegrasi, sehingga potensiometer membuka sakelar saat penyapu
berada pada posisi terendah.Potensiometer kadang-kadang dilengkapi dengan satu atau lebih
tombol menjulang pada batang yang sama . Sebagai contoh, ketika berkait dengan suatu
pengatur volume, tombol dapat juga berfungsi sebagai suatu on/off tombol di volume yang
paling rendah.

4.Mikrokontroler Arduino Uno

Arduino Uno adalah kit elektronik atau papan rangkaian elektronik open source yang di
dalamnya terdapat komponen utama, yaitu sebuah chip Mikrokontroller dengan jenis AVR
dari perusahaan Atmel. Mikrokontroller itu sendiri adalah chip atau IC ( intergrated circuit)
yanag bisa di program menggunakan komputer. Arduino adalah sebuah board
mikrokontroller yang berbasis ATmega328. Arduino memiliki 14 pin input/output yang mana
6 pin dapat digunakan sebagai output PWM, 6 analog input, crystal osilator 16 MHz, koneksi
USB, jack power, kepala ICSP, dan tombol reset. Arduino mampu mensupport
mikrokontroller; dapat dikoneksikan dengan komputer menggunakan kabel USB (Syahwil,
2013). Berikut gambar 2.1 adalah pin-pin pada kit arduino uno yang digunakan pada
rancangan alat ini:

5.Mikrokontroler ATMega328

Mikrokontroler merupakan sebuah prosesor yang digunakan untuk kepentingan kontrol.


Meskipun mempunyai bentuk yang jauh lebih kecil dari suatu komputer pribadi dan computer
inframe, mikrokontroller dibangun dari elemen – elemen dasar yang sama. Seperti umumnya
komputer, mikrokontroller adalah alat yang mengerjakan instruksi–instruksi yang diberikan
kepadanya. Artinya, bagian terpenting dan utama dari suatu sistem ter-komputerisasi adalah
program itu sendiri yang dibuat oleh seorang programmer.Program ini menginstruksikan
komputer untuk melakukan tugas yang lebih kompleks yang diinginkan oleh programmer.
(Syahwil2013)

Studi Kasus Daerah Botu


Kondisi Geologi dan Geomorfologi

Struktur geologi material pembentuk lereng sangat menentukan kestabilan lereng.


Ketidakmenerusan (discontinuity) seperti patahan-patahan (faults), lipatan-lipatan (folds) dan
kekar-kekar (joints) harus dipelajari dengan cermat dan dipetakan.

Kondisi tanah residual penyusun


lereng (Foto dok. Achmad)

Kantor Gubernur yang mengalami


retak (Foto dok. Achmad)

Retak pada Kantor Gubernur akibat gerakan


Kondisi geomorfologi yang sangat curam tanah (Foto dok. Achmad)
(Foto dok. Achmad)

Provinsi Gorontalo mempunyai bentang morfologi berupa pegunungan berlereng terjal


dan menggelombang memanjang arah barat-timur merupakan daerah yang terbentuk dari
batuan beku (igneous rock), batuan endapan (sedimentary rock) hingga batuan malihan
(metamorphic rock) dengan struktur geologi yang berkembang berupa sesar dan lipatan yang
sebagian bersifat aktif.

Umumnya pegunungan di kawasan Botu secara garis besar terletak di daerah dengan
kemiringan lereng > 40º, material atau batuan pembentuk lerengnya terdiri dari tanah-tanah
hasil pelapukan (residual soil) batuan granit dan endapan colluvial merupakan massa tanah
atau batuan yang rentan terhadap longsoran terutama apabila kemiringan lapisan tanah atau
batuan searah dengan kemiringan lerang. Tanah-tanah hasil pelapukan batuan dan endapan
colluvial biasanya terdapat di daerah tropis atau daerah yang mengalami tngkat pelapukan
yang relatif tinggi dan umumnya bersifat lepas-lepas dan dapat menyimpan air. Akibatnya
kekuatan gesernya relatif lemah apalagi bila air yang dikandungnya semakin jenuh. Dengan
kondisi alam seperti ini meyebabkan daerah ini rentan terhadap bencana tanah longsor.
Daerah ini merupakan Pusat pemerintahan Provinsi Gorontalo dimana di daerah ini terdapat
Kantor Gubernur, Kantor DPRD dan Kantor BKD Provinsi.
Selain itu, daerah ini dilewati oleh jalan alternatif menuju ke Pelabuhan Gorontalo. Jalan
akses ini memiliki panjang 16 kilometer yang direncanakan akan terhubung dengan jalan
arteri di bagian utara kota Gorontalo. Sepanjang jalan ini setidaknya ditemukan 69 titik
longsoran setelah hujan (Hasil Laporan Mahasiswa, 2010).

Salah satu faktor penyebab longsoran yang sering terjadi di Kelurahan Botu adalah akibat
intensitas curah hujan relatif tinggi dengan durasi yang lama yang menyebabkan perubahan
atau peningkatan kandungan air dalam tanah. Curah hujan pada tiga stasiun pengamatan
dalam kurun waktu 12 tahun terakhir menunjukkan intensitas yang cukup tinggi yakni > 75
mm yang menjadi pemicu longsor (Tabel 1). Hal ini dapat merubah kondisi tanah dari
kondisi tidak jenuh air (unsaturated) menjadi jenuh air (saturated), sehingga parameter kuat
geser tanah terutama kohesi (c) antar butiran akan berkurang. Perubahan kandungan air juga
dapat memicu kembang susut tanah yang dapat menyebabkan keruntuhan lereng. Apabila
pergerakan tanah akibat perubahan volume ini terjadi pada tanah pembentuk lereng, maka
akan terjadi longsoran yang dapat mengakibatkan kerusakan yang cukup berarti. Air hujan
yang berinfiltrasi ke dalam tanah yang lolos air (permeable) akan berakumulasi pada kaki
lereng dan menyebabkan muka air tanah naik, sehingga memperbesar tekanan hidrostatis
pada lereng tersebut. Infiltrasi air ke dalam tanah, menghilangkan tekanan air pori negatif dan
menaikan tekanan air pori positif yang mengurangi kuat geser tanah. Air hujan juga dapat
menyebabkan hilangnya ikatan tanah (soil suction).
Tabel 1. Data curah hujan harian maksimum (BWS Sulawesi II dalam Aliu, 2010)

Stasiun Pengamatan
Tahun Bolango Boidu
Bionga (mm) Lonuo (mm)
(mm)
1996 198 - 185
1997 99 183 88
1998 146 126 142
1999 94 136 82
2000 151 197 98
2001 132 121 145
2002 90 185 105
2003 166 132 135
2004 86 154 120
2005 133 112 114
2006 147 126 25
2007 116 137

Soil suction ini sangat tergantung dari kadar air tanah. Adanya hujan akan menambah
kandungan air dalam tanah dan akhirnya menurunkan kekuatan tanah. Biasanya fenomena ini
terjadi di akhir musim penghujan yang merupakan fase yang paling kritis untuk tanah-tanah
dengan permeabilitas tinggi. Kenaikan kadar air ini juga dapat menambah beban tanah yang
harus ditahan oleh lereng pada bidang longsornya. Pada lereng-lereng yang menunjukan
gejala munculnya mata air rembesan di bagian kaki lereng setelah terjadi hujan, merupakan
suatu indikasi bahwa lereng ini tidak stabil dan akan berpotensi longsor. Jenis dan komposisi
tanah pembentuk lereng sangat berpengaruh terhadap longsoran sehingga menimbulkan
perubahan parameter tanah dan tegangan air pori serta tekanan hidrostatis dalam tanah akan
mengakibatkan peningkatan tegangan geser tanah (Suryolelono, 2003).

Pada kasus longsoran di Botu, peristiwa kelongsoran lereng sering terjadi setiap musim
hujan. Kontribusi pengurangan kuat geser tanah pada lereng alam yang mengalami longsor
disebabkan oleh faktor yang dapat berasal dari alam itu sendiri, erat kaitannya dengan kondisi
geologi antara lain jenis tanah, tekstur (komposisi) dari tanah pembentuk lereng sangat
berpengaruh terjadinya longsoran, misalnya adanya lapisan tanah serpih (shale),

tanah berbutir halus (loess), pasir lepas (loose sand), dan bahan organik (Suryolelono,
2003). Bentuk butiran tanah (bulat, ataupun tajam) sangat berpengaruh terhadap gesekan
(friction) yang terjadi dalam tanah, pelapisan tanah, pengaruh gempa, geomorfologi
(kemiringan lereng), iklim, terutama hujan dengan intensitas tinggi atau sedang, dengan
durasi yang lama di awal musim hujan, atau menjelang akhir musim hujan, menimbulkan
perubahan parameter tanah yang berkaitan dengan pengurangan kuat gesernya. Pada batuan
pengurangan kuat geser dapat diakibatkan oleh adanya diskontinuitas, sifat kekakuan, arah
bedding, joint, orien-tasi lereng, derajat sementasi batuan misalnya konglomerat, batuan
pasir, breksi, dan lain - lain.

Selain tekstur tanah, pengaruh fisik dan kimia dapat mempengaruhi, terhadap
pengurangan kuat geser. Pengaruh fisik antara lain lemahnya rekatan - rekatan yang terjadi
pada tanah lempung, hancurnya batuan (disintegrasi) akibat perubahan temperatur, proses
hidrasi terutama pada jenis tanah lempung berkaitan dengan meningkatnya tekangan air pori,
kondisi jenuh lapisan tanah berbutir halus. Pengaruh kimia dapat diakibatkan oleh larutnya
bahan semen dalam batuan pasir dan konglomerat.

Penyebab lain adalah tidak berfungsinya sistem drainase yang berupa parit samping di
sepanjang tepi jalan karena tertutup oleh material dari atas lereng yang dibawa oleh air,
akibatnya air menggerus kaki lereng dan bangunan-bangunan penahan tanah. Subdrain yang
ada juga tidak efektif karena selain letaknya kurang dalam, filternya tersumbat oleh material.

Memicu terjadinya longsoran. Masyarakat disini memanfaatkan batuan-batuan yang ada


di sekitar lereng untuk bahan bangunan dan sebagian lagi dijual. Aktivitas ini jika terus
dibiarkan, akan sangat berbahaya terutama bagi keselamatan warga penambang, dan tentunya
akan memicu terjadinya longsoran yang lebih besar. Sebagian longsoran sudah menutup
badan jalan yang merupakan jalan alternatif ke lintas selatan Provinsi Gorontalo dan jika
terus dibiarkan, akan memutus jalur transportasi yang dapat berdampak pada masalah
gangguan sosial dan ekonomi.

Gambar tanah
7. Keruntuhan dinding
(Foto dok. penahan
Achmad) Gambar 8. Aktivitas
lerengpenambangan di kaki
(Foto dok. Achmad)

Metode Penanganan

Berdasarkan penyebab-penyebab yang telah diuraikan di atas, maka masalah air menjadi
penyebab utama terjadinya longsoran di kawasan Botu. Untuk itu langkah selanjutnya guna
mencegah ancaman yang lebih besar lagi adalah dengan metode-metode seperti :
1. Drainase Permukaan

Membuat drainase permukaan seperti parit terbuka, dapat mereduksi genangan air dan
untuk mengontrol aliran air permukaan dalam zona berpotensi longsor. Selokan terbuka
juga digunakan untuk memindahkan aliran air yang akan masuk ke dalam zona tanah tidak
stabil. Pembuatan selokan di zona tidak stabil harus hati-hati karena dapat menambah
parah zona tersebut.

2. Pengalihan Air Permukaan

Aliran air permukaan di zona longsor, dapat dialihkan dengan cara menggali parit di
sekitar puncak lereng. Selain itu saluran drainase yang dasarnya dilindungi batu, geotekstil,
dan pipa-pipa drainase dapat digunakan untuk memotong aliran air bawah tanah, sehingga
tanah tidak mengalir ke zona yang tidak stabil.

3. Shotcrete

Tujuan pokok dari shotcrete atau penyemenan adalah untuk perlindungan lereng dari
infiltrasi air hujan yang masuk ke dalam tanah. Bahan yang digunakan adalah sama dengan
campuran beton, namun agregatnya tidak boleh lebih dari 3/8 inci. Hal yang harus
diperhatikan adalah memasang lubang-lubang drainase (pipa) di dalam shotcrete.

Penanggulangan yang Sudah Dilakukan

Penanggulangan yang sudah dilakukan adalah dengan membangun dinding penahan tanah,
pembuatan bronjong, pembuatan sistem drainase, pembuatan kolam olakan, pemasangan
geotekstil. Pembuatan bangunan-bangunan perkuatan ini tidak banyak membantu mengatasi
masalah longsoran, karena sering digerus oleh air hujan yang mengalir disepanjang bahu
jalan dan menggerus kaki lereng. Sistem drainase di sepanjang badan jalan rata-rata tertutup
oleh material-material yang berasal dari atas lereng yang terbawa oleh aliran air. Sehingga air
hujan dengan cepatnya berinfiltrasi kedalam tanah. Pemasangan geotekstil disepanjang kaki
lereng tidak banyak membantu karena menurut pengamatan penulis, hampir semua
pemasangan geotekstil berada di atas bidang longsor (tidak menumpu pada tanah keras). Hal
ini bisa dilihat dari kondisi bantalan-bantalan yang sudah mengalami pergeseran, penurunan
dan tidak lagi beraturan meskipun umur pelaksanaan baru mencapai satu tahun.
Gambar 9. Penanganan dengan dinding Gambar 10. Keruntuhan dinding penahan
penahan tanah (Foto dok. Achmad) tanah (Foto dok. Achmad)
Efektifitas bangunan dinding penahan tanah pada daerah galian lebih baik daripada di
daerah urugan, akibat gerusan air pada kaki dinding penahan menyebabkan keruntuhan pada
dinding.

Gambar 11. Penanganan dengan bronjong Gambar 12. Kombinasi bronjong,vegetasi dan
drainase (Foto dok. Achmad)

Penanganan lereng dengan bronjong yang dikombinasikan dengan vegetasi tampak


lebih efektif pada titik-titik tertentu.
Gambar 14. Kombinasi geotekstil dan dinding
Gambar 13. Penanganan dengan geotekstil penahan tanah (Foto dok. Achmad)
(Foto dok. Achmad)

Penanganan lereng dengan kombinasi geotekstil dan dinding penahan tanah untuk
mencegah kelongsoran badan jalan.

BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Pada dasarnya tanah longsor itu terjadi apabila terjadinya gaya yaitu gaya
pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan
umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan
daya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat
jenis tanah batuan.
Dengan adany a pembagian tiga klasifikasi yang paling banyak digunakan berkaitan dengan
longsor adalah (Sharpe 1938; Varnes 1958; 1978; Hutchinson 1988) dengan memisahkan ‘gerakan
massa' menjadi dua kategori, yaitu : "penurunan" (yang merupakan materi yang tenggelam
vertikal) dan gerakan-gerakan yang terjadi di lereng. "Pegerakan lereng" ini kemudian biasanya pertama
menjadi "Tanah Longsor" seperti yang disefinisikan diatas. Dan yang kedua, dalam pegerakan lambat
yang lebih luas dan yang tidak jelas seperti "merayap", "merosot" dan "mengelembung". Dari semua
klasifikasi tanah longsor yang berbeda-beda yang pernah ada, Sistem yang di buat oleh Varnes (1978)
sering disukai karena pembuatannya cukup sederhana dan mudah untuk diterapkan di lapangan. Dalam
menerapkan klasifikasi ini, penting untuk diingat bahwa kriteria material mengacu pada material asli
lereng tersebut, bukan dengan apa yang akhirnya akan muncul dalam setoran (reruntuhan).
  Didukung serta oleh untuk mebedakan jenis tanah longsor, ada 6 jenis tanah longsor,
yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan
tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak
terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa
manusia adalah aliran bahan rombakan. Untuk mendeteksi adanya bencana tanah longsor
para ahli telah mecipktakan bebtrapa alat untuk pndeteksi yang dirancang dan di khusus
kan untuk mendeteksi terjadinya bencana yang terjasi secara tiba- tiba.

Pada alat pendeteksi tanah longsor ini dibagi menjadi tiga 3 kondisi untuk menjadi
inputan berdasarkan jarak untuk mengaktifkan buzzer dan mengirimkan SMS dengan jarak
1 samapai 3 cm pergerseran tanah.potensiometer berperan sebagai resistor variabel atau
Rheostat yang pendeteksi pergeseran permukaan tanah, Sensor cahaya (LDR) resistansinya
permukan tanah tang terpapar cahaya yang selanjutnya diteruskan ke dalam arduino.
Didalam proses ardoino akan memberikan output berupa LED, Buzzer, dan SMS. Untuk
mendukungproses perancangan dan pembuatan prototipe alat pendeteksi tanahlongsor
menggunakan sensor cahayadidukung dengan tahapan perancangan alur dari kerja sistem.

Secara umum longsor yang terjadi pada di Kelurahan Botu disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya adalah air hujan yang berinfiltrasi ke dalam pori-pori tanah yang lolos
air yang melunakkan tanah sehingga tanah kehilangan kapasitas dukungnya, selain itu
buruknya sistem drainase permukaan yang menyebabkan erosi yang terus menerus
menggerus kaki lereng.
Banyak saluran-saluran permukaan yang sudah tidak berfungsi lagi akibat
tertutupnya saluran oleh material yang terbawa oleh air hujan. Air hujan berusaha mencari
jalannya sendiri sehingga banyak yang terkonsentrasi dan membentuk genangan-genangan
di sepanjang permukaan bahu jalan. Sub drain yang ada, tidak efektif karena letaknya
kurang dalam dan filternya tersumbat oleh material sehingga air terjebak dan terakumulasi
dalam tanah. Di sekitar kaki lereng banyak dijumpai mata air yang membawa material-
material halus. Penyebab lain adalah kondisi dinding penahan tanah, bronjong dan
geotekstil yang sudah tidak berfungsi lagi sebagai pendukung beban lateral dan sebagian
besar dasarnya (fondasinya) hanya menumpu di atas bidang longsor.

4.2 Saran
Adapun saran-saran penulis :
Hendaknya dilakukan pemeliharaan saluran drainase secara rutin,Melakukan penanaman
pohon-pohon tertentu terutama pada lahan-lahan yang sudah gundul,Sebaiknya merelokasi
badan jalan di daerah timbunan karena kondisi batuan di daerah ini yang merupakan tanah
residual dan colluvial, dengan melebarkan badan jalan ke arah galian, Penyelidikan secara
detail kondisi geologi.

Anda mungkin juga menyukai