Anda di halaman 1dari 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Tanah Longsor


Tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang umumnya terjadi di
wilayah pegunungan (mountainous area), terutama di musim hujan, yang dapat
mengakibatkan kerugian harta benda maupun korban jiwa dan menimbulkan
kerusakan sarana dan prasarana lainnya seperti perumahan, industri, dan lahan
pertanian yang berdampak pada kondisi sosial masyarakat dan menurunkan
perekonomian di suatu daerah (Bakri et al., 2019). Tanah longsor adalah
perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah,
atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng yang
disebabkan oleh faktor pengontrol gangguan kestabilan lereng dan faktor pemicu.
Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang
meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus
sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah
menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan
keluar lereng (ESDM, 2005).
2.2 Jenis Tanah Longsor
Varnes (1978) mengklasifikasi tanah longsor menjadi 6 jenis yaitu runtuhan
(fall), robohan (topple), longsoran (slides), pencaran lateral (lateral spread), aliran
(flow) dan gabungan. Klasifikasi Varnes didasarkan pada mekanisme gerakan dan
material yang berpindah. Klasifikasi tersebut diuraikan sebagai berikut:
1. Runtuhan (falls) adalah runtuhnya sebagian massa batuan pada lereng yang
terjal. Jenis ini memiliki ciri yaitu sedikit atau tanpa disertai terjadinya
pergeseran antara massa yang runtuh dengan massa yang tidak runtuh.
Runtuhnya massa batuan umumnya dengan cara jatuh bebas, meloncat atau
menggelinding tanpa melalui bidang gelincir. Penyebab terjadinya runtuhan
adalah adanya bidang-bidang diskontinyu seperti retakanretakan pada
batuan
2. Robohan (topples) adalah robohnya batuan umumnya bergerak melalui
bidang-bidang diskontinyu yang sangat tegak pada lereng. Bidang
diskontinyu ini berupa retakan pada batuan seperti pada runtuhan. Robohan
ini biasanya terjadi pada batuan dengan kelerengan sangat terjal sampai
tegak.
3. Longsoran (Slide) adalah gerakan menuruni lereng oleh material penyusun
lereng, melalui bidang gelincir pada lereng. Seringkali dijumpai tanda-tanda
awal gerakan berupa retakan berbentuk lengkung tapal kuda pada bagian
permukaan lereng yang mulai bergerak. Bidang gelincir ini dapat berupa
bidang yang relatif lurus (translasi) ataupun bidang lengkung ke atas (rotasi)

1) Longsoran Translasi
Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.
2) Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk cekung
3) Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang
gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi
blok batu.
4) Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain
bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada
lereng yang terjal hingga meng- gantung terutama di daerah pantai. Batu-
batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.
5) Rayapan Tanah
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis
tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir
tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis
rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah
miring ke bawah.
6) Aliran Bahan Rombakan
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh
air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan
tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang
lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat
bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar
gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak
4. Pencaran lateral (lateral spread) adalah material tanah atau batuan yang
bergerak dengan cara perpindahan translasi pada bagian dengan kemiringan
landai sampai datar. Pergerakan terjadi pada lereng yang tersusun atas tanah
lunak dan terbebani oleh massa tanah di atasnya.
5. Aliran (flows) yaitu aliran massa yang berupa aliran fluida kental. Aliran
pada bahan rombakan dapat dibedakan menjadi aliran bahan rombakan
(debris), aliran tanah (earth flow) apabila massa yang bergerak didominasi
oleh material tanah berukuran butir halus (butir lempung) dan aliran lumpur
(mud flow) apabila massa yang bergerak jenuh air. Jenis lain dari aliran ini
adalah aliran kering yang biasa terjadi pada endapan pasir (dry flow).
6. Di alam sering terjadi tanah longsor dengan mekanisme gabungan dari dua
atau lebih jenis tanah longsor. Tanah longsor tersebut diklasifikasikan
sebagai tanah longsor gabungan atau kompleks.
2.3 Gejala Umum Tanah Longsor
1. Munculnya retakan vertikal pada tebing
2. Munculnya air tanah secara tiba-tiba
3. Air sumur di sekitar tebing menjadi keruh
4. Adanya longsoran batu-batu kecil
5. Muncul retakan-retakan di tanah dan di tembok / pagar rumah
6. Longsor-longsor kecil, tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan
2.4 Penyebab Terjadinya Tanah Longsor
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih
besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan
batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh
besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan.
2.4.1 Faktor-faktor Penyebab Tanah Longsor
Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada
kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan,
vegetasi penutup dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis
besar dapat dibedakan sebagai faktor alami dan manusia (P2MB, 2020):
1. Faktor alam
Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antara lain:
1) Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiriringan lapisan, sisipan lapisan
batu lempung, struktur sesar dan kekar, gempa bumi, stratigrafi dan
gunung api.
2) Iklim: curah hujan yang tinggi.
3) Keadaan topografi: lereng yang curam.
4) Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa
air, erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika.
5) Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal tanah kritis.
2. Faktor manusia
Ulah manusia yang kurang bersabat dengan alam dapat menyebabkan
terjadinya longsor, antara lain:
1) Pemotongan tebing pada penambangan batu dilereng yang terjal.
2) Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.
3) Kegagalan struktur dinding penahan tanah.
4) Penggundulan hutan.
5) Budidaya kolam ikan diatas lereng.
6) Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman.
7) Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran
masyarakat, sehingga RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikan
sendiri.
8) Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik.
2.5 Penanganan Bencana tanah Longsor
Dalam upaya menerapkan manajemen penanggulangan bencana,
dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahapan sebagai berikut:
1. Tahap pra-bencana yang dilaksanakan ketika sedang tidak terjadi
bencana dan ketika sedang dalam ancaman potensi bencana
2. Tahap tanggap darurat yang dirancang dan dilaksanakan pada saat
sedang terjadi bencana.
3. Tahap pasca bencana yang dalam saat setelah terjadi bencana.
2.5.1 Fase Pencegahan dan Mitigasi
Tahap pencegahan dan mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi
serta menanggulangi resiko bencana. Rangkaian upaya yang dilakukan dapat
berupa perbaikan dan modifikasi lingkungan fisik maupun penyadaran serta
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
Tahap pencegahan dan mitigasi bencana dapat dilakukan secara
struktural maupun kultural (non struktural). Secara struktural upaya yang
dilakukan untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana adalah
rekayasa teknis bangunan tahan bencana. Sedangkan secara kultural upaya untuk
mengurangi kerentanan (vulnerability) terhadap bencana adalah dengan cara
mengubah paradigma, meningkatkan pengetahuan dan sikap sehingga terbangun
masyarakat yang tangguh. Mitigasi kultural termasuk di dalamnya adalah
membuat masyarakat peduli terhadap lingkungannya untuk meminimalkan
terjadinya bencana.
Tahapan mitigasi bencana tanah longsor yaitu, pemetaan, penyelidikan,
pemeriksaan, pemantauan, dan sosialisasi (ESDM, 2005) :
a. Pemetaan
Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam
geologi di suatu wilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau
pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sebagai data dasar untuk
melakukan pembangunan wilayah agar terhindar dari bencana.
b. Penyelidikan
Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat
digunakan dalam perencanaan penanggulangan bencana dan rencana
pengembangan wilayah.
c. Pemeriksaan
Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga
dapat diketahui penyebab dan cara penaggulangannya.
d. Pemantauan
Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis
secara ekonomi dan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh
pengguna dan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut.
e. Sosialisasi
Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota
atau Masyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat
yangditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara
lain, mengirimkan poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara
langsung kepada masyarakat dan aparat pemerintah.
f. Pemeriksaan bencana longsor
Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan
tata cara penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana
tanah longsor.
2.5.2 Tindakan Kesiapsiagaan
Tahap kesiapsiagaan dilakukan menjelang sebuah bencana akan terjadi.
Pada tahap ini alam menunjukkan tanda atau signal bahwa bencana akan segera
terjadi. Maka pada tahapan ini, seluruh elemen terutama masyarakat perlu
memiliki kesiapan dan selalu siaga untuk menghadapi bencana tersebut.
Pada tahap ini terdapat proses Renkon yang merupakan singkatan dari
Rencana Kontinjensi. Kontinjensi adalah suatu keadaan atau situasi yang
diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak akan terjadi. Rencana
Kontinjensi berarti suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana yang
didasarkan pada keadaan kontinjensi atau yang belum tentu tersebut. Suatu
rencana kontinjensi mungkin tidak selalu pernah diaktifkan, jika keadaan yang
diperkirakan tidak terjadi.
Secara umum, kegiatan pada tahap kesiapsiagaan antara lain:
a. menyusun rencana pengembangan sistem peringatan, pemeliharaan
persediaan dan pelatihan personil.
b. menyusun langkah-langkah pencarian dan penyelamatan serta rencana
evakuasi untuk daerah yang mungkin menghadapi risiko dari bencana
berulang.
c. melakukan langkah-langkah kesiapan tersebut dilakukan sebelum
peristiwa bencana terjadi dan ditujukan untuk meminimalkan korban
jiwa, gangguan layanan, dan kerusakan saat bencana terjadi.
2.5.3 Tahap Tanggap Darurat
Tahap tanggap darurat dilakukan saat kejadian bencana terjadi. Kegiatan
pada tahap tanggap darurat yang secara umum berlaku pada semua jenis bencana
antara lain:
a. Menyelamatkan diri dan orang terdekat
b. Jangan panik
c. Untuk bisa menyelamatkan orang lain, anda harus dalam kondisi
selamat.
d. Lari atau menjauh dari pusat bencana tidak perlu membawa barang-
barang apa pun.
e. Lindungi diri dari benda-benda yang mungkin melukai diri.
2.5.4 Tahap Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi biasa dilakukan setelah terjadinya
bencana (BNPB, 2020). Kegiatan inti pada tahapan ini adalah:
1. Bantuan Darurat
- Mendirikan pos komando bantuan
- Berkoordinasi dengan Satuan Koordinator Pelaksana Penanggulangan
Bencana (SATKORLAK PBP) dan pemberi bantuan yang lain.
- Mendirikan tenda-tenda penampungan, dapur umum, pos kesehatan
dan pos koordinasi.
- Mendistribusikan obat-obatan, bahan makanan dan pakaian.
- Mencari dan menempatkan para korban di tenda atau pos pengungsian.
- Membantu petugas medis untuk pengobatan dan mengelompokan
korban.
- Mencari, mengevakuasi, dan makamkan korban meninggal.
2. Inventarisasi kerusakan
Pada tahapan ini dilakukan pendataan terhadap berbagai kerusakan
yang terjadi, baik bangunan, fasilitas umum, lahan pertanian, dan
sebagainya.
3. Evaluasi kerusakan
Pada tahapan ini dilakukan pembahasan mengenai kekurangan dan
kelebihan dalam penanggulangan bencana yang telah dilakukan. Perbaikan
dalam penanggulangan bencana diharapkan dapat dicapai pada tahapan ini.
4. Pemulihan (Recovery)
Pada tahapan ini dilakukan pemulihan atau mengembalikan kondisi
lingkungan yang rusak atau kacau akibat bencana seperti pada mulanya.
Pemulihan ini tidak hanya dilakukan pada lingkungan fisik saja tetapi
korban yang terkena bencana juga diberikan pemulihan baik secara fisik
maupun mental.
5. Rehabilitasi (Rehabilitation)
- Mulai dirancang tata ruang daerah (master plan) idealnya dengan
memberi kepercayaan dan melibatkan seluruh komponen masyarakat
utamanya korban bencana. Termasuk dalam kegiatan ini adalah
pemetaan wilayah bencana.
- Mulai disusun sistem pengelolaan bencana yang menjadi bagian dari
sistem pengelolaan lingkungan
- Pencarian dan penyiapan lahan untuk permukiman tetap
- Relokasi korban dari tenda penampungan
- Mulai dilakukan perbaikan atau pembangunan rumah korban bencana
- Pada tahap ini mulai dilakukan perbaikan fisik fasilitas umum dalam
jangka menengah
- Mulai dilakukan pelatihan kerja praktis dan diciptakan lapangan kerja
- Perbaikan atau pembangunan sekolah, sarana ibadah, perkantoran,
rumah sakit dan pasar mulai dilakukan
- Fungsi pos komando mulai dititikberatkan pada kegiatan fasilitasi atau
pendampingan.
6. Rekonstruksi
Kegiatan rekonstruksi dilakukan dengan program jangka menengah
dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk
mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang lebih baik dari
sebelumnya
7. Melanjutkan pemantauan
Wilayah yang pernah mengalami sebuah bencana memiliki
kemungkinan besar akan mengalami kejadian yang sama kembali. Oleh
karena itu perlu dilakukan pemantauan terus-menerus untuk meminimalisir
dampak bencana tersebut.
2.6 Manajemen Penanganan Bencana Tanah Longsor
Dalam keseluruhan tahapan Penanggulangan Bencana tersebut, ada 3 (tiga)
manajemen yang dipakai yaitu :
1. Manajemen Risiko Bencana
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan
pada faktor-faktor yang mengurangi risiko secara terencana, terkoordinasi,
terpadu dan menyeluruh pada saat sebelum terjadinya bencana dengan fase-
fase antara lain :
a. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman
bencana
b. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana
c. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Dalam fase ini juga
terdapat peringatan dini yaitu serangkaian kegiatan pemberian
peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang
kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga
yang berwenang
2. Manajemen Kedaruratan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan
pada faktor-faktor pengurangan jumlah kerugian dan korban serta
penanganan pengungsi secara terencana, terkoordinasi, terpadu dan
menyeluruh pada saat terjadinya bencana dengan fase nya yaitu :
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan
pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana
3. Manajemen Pemulihan
Adalah pengaturan upaya penanggulangan bencana dengan penekanan
pada faktor-faktor yang dapat mengembalikan kondisi masyarakat dan
lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali
kelembagaan, prasarana, dan sarana secara terencana, terkoordinasi, terpadu
dan menyeluruh setelah terjadinya bencana dengan fase-fasenya nya yaitu :
a. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana
b. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan
sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana
DAFTAR PUSTAKA

Bakri, S., Murtilaksono, K., & Barus, B. (2019). Identifikasi Dan Analisis
Karakteristik Longsor Di Kabupaten Garut. Jurnal Teknik Sipil, 8(2), 68–78.
https://doi.org/10.24815/jts.v8i2.14117

BNPB. (2020). Penanganan Bencana. BADAN PENANGGULANGAN


BENCANA DAERAH Provinsi Nusa Tenggara Barat.
https://bpbd.ntbprov.go.id/?q=content/penanganan-bencana

ESDM. (2005). Pengenalan Gerakan Tanah. Esdm.


https://www.esdm.go.id/assets/media/content/Pengenalan_Gerakan_Tanah.p
df

P2MB. (2020). Longsor. Pusat Pendidikan Mitigasi Bencana INDONESIA,


UNIVERSITAS PENDIDIKAN.
http://p2mb.geografi.upi.edu/Landslide.html

Varnes, D.J. 1978. Slope Movement types and Processes - Special Report Hal 68
& 76. Washington D.C.

Anda mungkin juga menyukai