Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KELOMPOK KEBENCANAAN

TANAH LONGSOR
Dosen Pengampu: Drs. Agus Sudarsono, M. Pd & Satriyo Wibowo, S. Pd

Kelompok 4:

1. Winda Estri Dwi Jayanti (14416241012)


2. Danang Ade Agustinova (14416241023)
3. Indah Susanti (14416241037)
4. Attin Matsna Ulin Nur (14416241041)
5. Puput Wiji Astuti (14416241042)

PENDIDIKAN IPS
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017

0
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kerentanan bencana
hidrometeorologi, yaitu bencana yang disebabkan karena perubahan iklim dan cuaca (Susanti
dkk, 2017: 50). Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana terjadi karena adanya ancaman dan
kerentanan tanpa ada kapasitas masyarakat untuk menanggulanginya. Bencana dapat
mengancam semua wilayah di Indonesia baik di wilayah daratan, pegunungan maupun di
wilayah pesisir termasuk di Propinsi Jawa Tengah (Hilmi dkk, 2012). Salah satu jenis
bencana di Indonesia yang berpotensi merusak lingkungan, merugikan harga benda dan
menimbulkan korban jiwa adalah bencana longsor. Berdasarkan catatan data kejadian
bencana dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, longsor termasuk dalam bencana
yang mematikan, karena banyak korban meninggal diakibatkan oleh bencana ini. Kajian dari
BNPB menyebutkan bahwa 40,9 juta penduduk Indonesia tinggal di daerah rawan longsor
(BNPB, 30 April 2019). Dwikorita Karnawati (2001:12) menyebutkan gejala umum
terjadinya tanah longsor di suatu wilayah secara nyata dapat dilihat seperti: 1) munculnya
retakan– retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing ;2) longsor terjadi setelah
datangnya hujan; 3) munculnya mata air baru secara tiba–tiba; 4) tebing menjadi rapuh dan
kerikil mulai berjatuhan. Penjelasan tandatanda longsor tersebut sebenarnya tidak sulit
diketahui oleh masyarakat setempat, sehingga penting kiranya pendidikan mengenal tanda-
tanda bencana longsor penting dilakukan sebagai langkah antisipasi untuk mengurangi risiko
dampak yang ditimbulkan. Terjadinya tanah longsor dapat dipicu oleh curah hujan yang
tinggi atau adanya gempa bumi. Wilayah Indonesia yang rawan gempa mengakibatkan
beberapa wilayah juga rawan tanah longsor. Kemiringan lereng yang tidak ditopang oleh

1
berbagai tumbuhan dengan perakaran kuat mengakibatkan daerah tersebut semakin mudah
longsor. Bahaya tanah longsor semakin tinggi bila semakin besar harkat kemiringan lereng,
pelapukan batuan, struktur perlapisan batuan, dan tekstur tanah menunjukkan tingkat bahaya
tanah longsor yang semakin tinggi (Priyono dkk, 2006)..

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tanah longsor?
2. Bagaimana proses terjadinya tanah longsor?
3. Apa penyebab terjadinya tanah longsor?
4. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari tanah longsor?

C. Tujuan
1. Mengetahui yang dimaksud dengan tanah longsor
2. Mengetahui proses terjadinya tanah longsor
3. Mengetahui penyebab terjadinya tanah longsor
4. Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari tanah longsor

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Gerakan massa (mass movement) tanah atau sering disebut tanah longsor (landslide)
merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan di daerah tropis
basah. Gerakan massa, umumnya disebabkan oleh gaya-gaya gravitasi dan kadang-kadang
getaran atau gempa juga menyokong terjadinya tersebut. Gerakan massa yang berupa tanah
longsor terjadi akibat adanya reruntuhan geser disepanjang bidang longsor yang merupakan
batas bergeraknya massa tanah atau batuan (Hardiyatmo, 2006: 2).

Gerakan tanah adalah proses perpindahan suatu masa batuan/tanah akibat gaya gravitasi.
Gerakan tanah seringkali disebut sebagai longsoran dari massa tanah/batuan dan secara umum
diartikan sebagai suatu gerakan tanah dan atau batuan dari tempat asalnya karena pengaruh gaya
berat (Noor, 2006: 106).

Adanya gerakan tanah disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal yang dapat menyebabkan terjadinya gerakan tanah adalah daya ikat (kohesi)
tanah/batuan yanglemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya dan
bergerak ke bawah dengan menyeret butiran lainnya yang ada disekitarnya membentuk masa
yang lebih besar. Lemahnya daya ikat/batuan dapat disebabkan oleh sifat kesarangan (porositas)
dan kelolosan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang intensif dari masa
tanah/batuan tersebut.

Sedangkan faktor eksternal yang dapat memicu terjadinya gerakan tanah terdiri dari
berbagai sebab yang kompleks seperti sudut kemiringan lereng, perubahan kelembaban
tanah/batuan karena masuknya air hujan, tutupan lahan dan pola pengolahan lahan, pengikisan
oleh aliran air, ulah manusia seperti penggalian dan sebagainya.

4
B. Poses Terjadinya Tanah Longsor

Arsyad (1989) mengemukakan bahwa longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu
volume tanah diatas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air. Lapisan yang terdiri dari tanah
liat (mengandung kadar tanah liat) seteluh jenuh air akan bertindak sebagai peluncur lonsoran
akan terjadi jika terpenuhi 3 keadaan berikut:

a. Adanya lereng yang cukup curam sehingga massa tanah dapat bergerak atau meluncur
kebawah
b. Aadanya lapisan dibawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan lunak, yang akan
menjadi bidang luncur dan
c. Adanya cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah tepat diatas kedap air tersebut
menjadi jenuh

Lapisan kedap air dapat berupa tanah liat atau mengandung kadar tanah liat tinggi, atau
dapat juga berupa lapisan batuan, seperti Napal liat (slay shale) (Arsyad dalam Suripin,
2011:39).

C. Jenis-jenis Tanah Longsor

Gerakan massa (mass movement) merupakan gerakan massa tanah yang besar di sepanjang
bidang longsor kritisnya. Gerakan massa ini bergerak ke bawah material pembentuk lereng
berupa tanah, batu, timbunan buatan atau campuran dari material lain.

Menurut Cruden dan Varnes (1992) dalam (Hary C Hardiyatmo, 2006:15), karakteristik
gerakan massa pembentuk lereng dapat dibagi menjadi lima macam antara lain;

a. Jatuhan (falls)
b. Robohan (topples)
c. Longsoran (slides)
d. Sebaran (spreads)
e. Aliran (flows)

5
Gambar 1
Jenis-jenis Gerakan Massa
a. Jatuhan (falls)

Jatuhan (falls) merupakan gerakan jatuh material pembentuk lereng (tanah atau batuan)
di udara dengan tanpa adanya interaksi antara bagian-bagian material yang longsor. Jatuhan
terjadi tanpa adanya bidang longsor dan banyak terjadi pada lereng terjal atau tegak yang
terdiri dari batuan yang mempunyai bidang-bidang menerus (diskontinuitas). Jatuhan pada
tanah biasanya terjadi apabila material mudah tererosi terletak di atas tanah yang lebih tahan
erosi, contohnya di lapisan pasir bersih atau danau berada di atas lapisan lempung.

Jatuhan merupakan satu dari mekanisme erosi utama dari lempung overconsolidated
tinggi (heavily overconsolidated). Longsoran pada lempung terjadi apabila air hujan mengisi
retakan di puncak dari lereng terjal. Jatuhan yang disebabkan oleh retakan yang dangkal
runtuhnya ke depan.

Jatuhan batuan dapat terjadi pada semua jenis batuan dan umumnya terjadi akibat oleh
pelapukan, perubahan temperatur, tekanan air atau penggalian bagain bawah lereng. Di

6
daerah Tempel, Sleman, Yogyakarta terdapat lereng batuan terjal yang retak dengan lebar
retakannya secara berangsur-angsur bertambah oleh akibat getaran yang ditimbulkan oleh
aliran debris Kali Krasak, ketika terjadi banjir.

b. Robohan (topples)

Robohan (topples) merupakan gerakan material roboh dan biasanya terjadi pada lereng
batuan yang sangat terjal sampai tegak yang mempunyai bidang-bidang ketidakmenerusan
yang relatif vertikal. Tipe gerakan hampir sama dengan jatuhan, hanya gerakan batuan
longsor merupakan mengguling hingga roboh yang berakibat batuan lepas dari permukaan
lerengnya. Faktor utama yang menyebabkan robohan yaitu air yang mengisi retakan.
7
c. Longsoran (slides)

Longsoran (slidses) merupakan gerakan material pembentuk lereng yang diakibatkan


oleh terjadinya kegagalan geser, di sepanjang satu atau lebih bidang longsor. Massa tanah
yang bergerak bisa menyatu atau terpecah-pecah. Perpindahan Material total sebelum
longsoran bergantung pada besarnya regangan untuk mencapai kuat geser puncaknya dan
pada tebal zona longsornya. Perpindahan total lebih kecil pada lempeng kaku
overconsolidated. Zaruba dan Menci (1969) dalam (Hary C Hardiyatmo, 2006:19), dari
pengamatan di lapangan menyimpulkan bahwa tanah-tanah lempeng kaku dapat mengalami
perpindahan geser (shear displacement) sampai mencapai 2,5% dari tebal zona longsor.
Untuk serpih kaku (stiff shales) perpindahan geser dapat mencapai sekitar 0,8%

Berdasarkan geometri bidang gelincirnya, longsoran dibedakan dalam dua jenis antara
lain:

1) Longsoran dengan bidang longsor lengkung atau longsoran rotasional (rotational


slides)
Longsoran rotasional mempunyai bidang longsor melengkung ke atas, dan sering
terjadi pada massa tanah yang bergerak dalam satu kesatuan. Longsoran rotasional murni
terjadi pada material yang relatif homogen seperti timbunan buatan (tanggul).
Longsoran rotasional dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:
1. Penggelinciran (slips)
Penggelinciran (slips) terjadi dalam serpih (shale) lempung lunak, umumnya
mendekati lingkaran dan massa tanah yang longsor bergerak bersama dalam satu
kesatuan di sepanjang bidang longsor atau bidang gelincir yang relatif tipis.
(Patterson, 1961; Hultin, 1961) dalam (Hary C Hardiyatmo, 2006:22). Pada longsoran
rotasional umumnya mendekati tegak, khususnya pada tanah-tanah berbutir halus
berlapis. Bagian ini tidak dapat dapat berdiri terlalu lama tanpa penyangga, dan
longsoran baru dari bagian ini bisa saja terjadi. Selain itu, air yang terperangkap
dalam massa tanah longsor yang miring ke belakang dapat memicu longsoran
tambahan ketika keestabilan lereng menurun.
2. Longsoran rotasioanal berlipat (multiple rotational slides)
8
Longsoran rotasioanal berlipat (multiple rotational slides)dipicu oleh longsoran awal
yang bersifat lokal. Longsoran ini berkembang secara bertahap dan menyebar ke
belakang di sepanjang permukaan bidan longsor.
3. Longsoran berurutan (succesive slides)
Longsoran berurutan (succesive slides) merupakan deretan dari sejumlah longsoran
rotasional dangkal yang terjadi secara berurutan pada lereng lempung
overconsolidated retak-retak. Pengamatan longsoran di Jepang oleh Fukuoka (1953)
menunjukkan bahwa longsoran semacam ini terjadii diawali dari lereng bagian bawah
kemudian menyebar ke atas.
2) Longsoran dengan bidang gelincir datar atau longsoran translasional (translational
slides)

Longsoran translasional dan rotasional


Longsoran dengan bidang gelincir datar atau longsoran translasional (translational
slides) merupakan gerakan di sepanjang diskontunuitas atau bidang lemah yang secara
pendekatan sejajar dengan permukaan lereng sehingga gerakan tanah secara translasi.
Dalam tanah lempung translasi di sepanjang lapisan tipis pasir atau lanau, khususnya bila
bidang lemah tersebut sejajar dengan lereng yang ada. Longsoran translasi lempung
9
mengadung lapisan pasir atau lanau dapat disebabkan oleh tekanan air berpori yang tinggi
dalam pasir atau lanau tersebut.

Longsoran translasional dapat dibedakan menjadi tiga antara lain:


a) Longsoran blok tranlasional (translational block slides)
Longsoran blok tranlasional terjadi pada material keras (batu) di sepanjang kekar
(joint), bidang dasar (bedding plane) atau patahan (faults) yang posisinya sangat
miring tajam. Longsoran ini banyak terjadi pada lapisan batuan dengan bidang
longsor yang bisa diprediksi sebelumnya. Longsoran ini sering dipicu oleh penggalian
lereng bagian bawah dan terjadi jika kemiringan lereng melampaui sudut gesek dalam
massa batuan di sepanjang bidang longsor. Longsoran terjadi terutama dalam zona
dimana lempung terpecah-pecah dan dimana retakan yang berpotensi menyebabkan
longsor secara pendekatan merupakan bidang rata.
b) Longsoran pelat (slab)
Longsoran pelat (slab) terjadi terutama dalam lereng lempung lapuk atau lereng
debris dangkal yang terletak pada lapisan batu. Longsoran pelat terjadi pada lereng
yan terjal terdiri dari tanah residual, sesudah hujan lebat.
c) Longsoran translasional berlipat (multiple translasional slides)
Longsoran translasional berlipat (multiple translasional slides) dipicu oleh longsoran
pelat, kemudian menyebar ke atas secara bertahap ketika tanah di bagian belakang
scarp di puncak longsoran melunak oleh air hujan. Air hujan ini mengisi retakan di
atas scarp. Longsoran susulan biasanya terjadi setelah hujan lebat.
d) Sebaran lateral (spreading failurse)
Longsoran translasional mundur (retrogressive translational slides) merupakan
longsoran tipe sebaran. Dalam keruntuhan ini, kejadiannya berkembang sangat cepat,
terjadi pada lereng yang tidak begitu miring atau datar. Keruntuhan ini terjadi pada
lempung verved (berlapis-lapis) dimana tekanan air pori sangat tinggi berkembang
pada lapisan tipis pasir atau lanau yang tersisip di dalam lempung. Hasil dari gerakan
lateral menyebabkan material yang berada diatasnya remuk yang beberapa hal dapat
mengakibatkan aliran lanau (mudflows).

10
d. Sebaran (spread)

Sebaran yang termasuk longsoran translasional disebut sebaran lateral (lateral spreading)
merupakan kombinasi dari meluasnya massa tanah dan turunnya massa batuan terpecah-
pecah ke dalam material lunak di bawahnya (Cruden dan Varnes, 1992 dalam (Hary C
Hardiyatmo, 2006:27). Longsoran tipe sebaran lateral terjadi pada saat hujan lebat di Algeria,
berupa blok-blok batu gamping (limestone) yang melesak ke dalam lapisan marl yang
berbeda di bawahnya. Lapisan marl ini menjadi lemah oleh pengaruh pelapukan (Drouhin et
al, 1948 dalam Hary C Hardiyatmo, 2006:27)

e. Aliran (flows)

Aliran (flows) merupakan gerakan hancuran material ke bawah lereng dan mengalir
seperti cairan kental. Aliran sering terjadi dalam bidang geser relatif sempit. Material yang
terbawa oleh aliran dapat terdiri dari berbagai macam partikel tanah (termasuk batu-batu
besar), kayu-kayuan, rating dan lain-lain.

Beberapa istilah untuk membedakan tipe-tipe aliran yaitu;

1) Aliran tanah (earth flow)


Aliran tanah (earth flow) sering terjadi pada tanah-tanah berlampung dan berlanau
sehabis hujan lebat. Keruntuhan disebabkan oleh kenaikan berangsur-angsur tekanan air
berpori dan turunnya kuat geser tanah. Kecepatan gerakan aliran bervariasi dari lambat
sampai tinggi, bergantung pada kemiringan lereng dan kadar air tanah.
2) Aliran lumpur/lanau (mud flow)
Aliran lumpur/lanau (mud flow) dapat tejadi pada daerah dengan kemiringan antara 5
sampai 150. Aliran lanau sering terjadi pada lempung retak-retak atau lempung padat
yang berada diantara lapisan-lapisan pasir halus yang bertekanan air pori tinggi. Aliran
lanau disebabkan oleh erosi dalam lapisan pasir. Aliran lanau juga dapat terjadi pada
lempung yang mengandung lensa-lensa pasir atau lanau. Tekanan air pori tinggi dapat
berkembang dalam lensa-lensa tersebut saat hujan lebat, yang berakibat terjadinya aliran
lanau, dimana massa tanah terpecah-pecah menjadi campuran pasir, lanau dan bongkahan
lempung.
11
3) Aliran debris (debris flow)
Aliran debris (debris flow) merupakan aliran yang terjadi pada material berbutir kasar.
Kejadian ini sering terjadi pada lereng di daerah kering dimana tumbuh-tumbuhan sangat
jarang atau di daerah lereng yang permukaannya tidak ada tumbuhannya telah ditebangi.
Aliran debris terjadi pada saat hujan lebat atau anjir yang tiba-tiba yaitu bentuk aliran
yang panjang dan sempit. Kecepatan aliran debris mulai dari rendah sampai sangat tinggi
dan biasanya material yang terbawa menjadi remuk ketika bergerak turun ke bawah
lereng. Aliran debris menyebabkan kerusakan luar biasa dan banyak memakan korban
manusia. Frekuensi terjadinya aliran debris akan bertambah akibat dari perkembangan
penduduk, kerusakan hutan dan praktik-praktik pembukaan lahan yang buruk.
4) Aliran longsoran (flow slide)
Aliran longsoran (flow slide) merupakan gerakan material pembentuk lereng akibat
liquefaction pada lapisan pasir halus atau lanau yang tidak padat dan umumnya terjadi
pada daerah lereng bagian bawah. Longsoran ini terjadi dengan kecepatan mencapi 50
sampai 100m/jam (Andersen dan Bjerrum, 1968 dalam Hary C Hardiyatmo, 2006:34).
Longsoran dengan kecepatan tersebut diakibatkan oleh adanya kelebihan tekanan air pori
yang berkembang saat tanah bergerak selama longsor juga getaran akibat dari gempa atau
sumber getaran lain.

D. Penyebab terjadinya tanah longsor

Faktor penyebab terjadinya tanah longsor secara umum ditandai dengan munculnya
retakan-retakan dilerang yang sejajar dengan arah tebing. Tanah longsor biasanya terjadi
setelah hujan, karena banyak muncul mata air baru secara tiba-tiba, tebing menjadi rapuh,
dan banyak kerikil yang mulai berjatuhan. Disamping faktor penyebab secara umum tersebut,
faktor-faktor lainnya yaitu :

1. Lereng terjal
Lereng yang terjal terbentuk karena adanya pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan
angin. Lereng yang terjal akan memperbesar gaya pendorong, sehingga apabila sudut
lereng tersebut mencapai 180o maka akan sangat rawan terjadi longsor.

12
2. Tanah yang Kurang Padat dan Tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah jenis tanah lempung dan tanah liat dengan
ketebalan lebih dari 2,5 meter. Jenis tanah tersebut memiliki potensi untuk terjadinta
tanah longsor, apabila terjadi hujan. Disamping itu, tanah ini sangat rentan terhadap
pergerakan tanah karena lembek terkena air dan pecah akibat terkena panas.
3. Batuan yang Kurang Kuat
Batuan yang kurang kuat sangat rentan terhadap tanah longsor, apabila terdapat pada
daerah yang memiliki lereng sangat terjal.
4. Jenis Tata Lahan
Jenis tata lahan yang sering terjadi longsor yaitu di daerah persawahan, perladangan, dan
adanya genangan air di lereng yang terjal. Di daerah persawahan akarnya kurang kuat
untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh terhadap air
sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan di daerah perladangan, penyebab longsor
adalah akar pohon tidak mampu menembus bidang longsoran yang dalam dan biasanya
terjadi di daerah longsoran yang lama.
5. Getaran
Getaran diakibatkan karena adanya gempa bumi, gunung meletus, getaran mesin, dan
getaran lalu lintas kendaraan.
6. Surutnya Muka Air Danau
Akibat adanya susutan muka air yang sangat cepat di danau, maka dapat menyebabkan
gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringannya 220 o sehingga mudah
terjadi longsor dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.
7. Adanya Beban Tambahan
Akibat adanya beban tambahan, seperti beban bangunan pada lereng dan kendaraan,
maka akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di daerah tikungan
jalan di daerah lembah. Akibatnya aka nada penurunan tanah dan retakan yang arahnya
ke lembah.
8. Pengikisan (Erosi)

13
Pengikisan banyak terjadi di aliran sungai yang menuju tebing dank arena adanya
penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, sehingga mengakibatkan tebing menjadi
terjal.
9. Adanya Material Timbunan Pada Tebing
Dalam memperluas dan mengembangkan lahan permukiman, umumnya dilakukan
pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut
belum menjadi sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Dengan demikian,
apabila terjadi hujan maka akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan
retakan tanah.
10. Longsoran Lama
Longsoran lama pada umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material
gunung api pada lereng yang relative terjal atau pada saat dan sesudah terjadi patahan
kulit bumi.
11. Adanya Bidang Diskontinuitas (Bidang Tidak Sinambung)
Bidang-bidang yang tidak berkesinambungan tersebut merupakan bidang-bidang lemah
dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor.
12. Penggundulan Hutan
Tanah longsor terjadi akibat adanya penggundulan hutan, karena pengikatan air tanah
sangat kurang.
13. Daerah Pembuangan Sampah
Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah yang
banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran air hujan.

E. Dampak yang ditimbulkan dari tanah longsor

1. Dampak Positif :

a. Ketika terjadi bencana seperti tanah longsor ini bisa meningkatkan kesadaran diri
supaya tidak terjadi lagi penebangan hutan dan memperluas lahan.
b. Meningkatkan kepedulian terhadap korban bencana dan kepedulian terhadap sesama
secara umumnya.

14
c. Menjadikan sikap waspada dan siaga bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang
rawan tehadap tanah longsor.
d. Bisa menjadikan motivasi dan penelitian oleh para ahli geologi apa yang bisa
menyebabkan tanah longsor terjadi.

2. Dampak Negatif :

a. Mengakibatkan rumah-rumah masyarakat yang tinggal di area tanah longsor


kehilangan tempat tinggal.
b. Mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.
c. Memutus jalur transportasi ketika tanah longsor menimbun jalanan utama.
d. Mengakibatkan perekonomian tersendat di daerah yang terjadi tanah longsor.
e. Kerugian bagi Negara karena infrastuktur yang tertimbun oleh tanah longsor

BAB III
KESIMPULAN

Gerakan massa (mass movement) tanah atau sering disebut tanah longsor (landslide)
merupakan salah satu bencana alam yang sering melanda daerah perbukitan di daerah tropis
basah. Gerakan massa, umumnya disebabkan oleh gaya-gaya gravitasi dan kadang-kadang
getaran atau gempa juga menyokong terjadinya tersebut. Gerakan massa yang berupa tanah
longsor terjadi akibat adanya reruntuhan geser disepanjang bidang longsor yang merupakan batas
bergeraknya massa tanah atau batuan (Hardiyatmo, 2006: 2).
Longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah diatas suatu lapisan agak
kedap air yang jenuh air. Lapisan yang terdiri dari tanah liat (mengandung kadar tanah liat)
seteluh jenuh air akan bertindak sebagai peluncur lonsoran akan terjadi jika terpenuhi 3 keadaan
berikut: adanya lereng yang cukup curam sehingga massa tanah dapat bergerak atau meluncur
kebawah. adanya lapisan dibawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan lunak, yang
akan menjadi bidang luncur dan adanya cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah

15
tepat diatas kedap air tersebut menjadi jenuh. Karakteristik gerakan massa pembentuk lereng
dapat dibagi menjadi lima macam antara lain : jatuhan (falls), Robohan (topples), longsoran
(slides), sebaran (spreads), aliran (flows).
Bencana tanah longsor yang terjadi di wilayah Provinsi Jawa Tengah membuktikan bahwa adanya
bahaya dan ancaman kehidupan masyarakat. Dampak bencana yang ditimbulkan telah merusak
infrastruktur, merugikan harta benda dan menghilangkan nyawa manusia. Perlindungan masyarakat
terhadap bahaya dan ancaman bencana tanah longsor haruslah mendapatkan prioritas dan mendesak
untuk dilakukan demi melanjutkan keberlanjutan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
Saran
Mitigasi dan kesiapsiagaan masyarakat yang tinggal di wilayah rawan bencana perlu ditingkatkan untuk
mencegah dan mengatasi dampak bencana yang ditimbulkan. Pengetahuan dan kapasitas masyarakat
tentang penaganan bencana perlu menjadi perhatian. Semakin masyarakat siap menghadapi bencana,
maka risiko dan dampak bencana dapat ditanggulangi dengan baik. Selanjutnya pemerintah penting
untuk melibatkan diri secara aktif terutama dalam tahap kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi
bencana longsor.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abbott, Patrick L. 2014. Natural Disaster: Ninth Edition. San Diego: McGraw-Hill International
Edition.

Hardiyatmo, Harry Christady. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta. Gadjah
Mada University Press.

Kartasapoetra. 2005. Teknologi Konservasi Tanah & Air. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nandi. 2007. Longsor. Bandung: FPIPS-UPI.

Noor, Djauhari. 2006. Geologi Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.

Supirin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

BPBD. 2017. Strategi dan Upaya Penanggulangan Bencana Tanah Longsor. Diakses melalui
http://penanggulangankrisis.kemkes.go.id/ pada tanggal 22 Februari 2017.

BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). 2017. Peta Indeks Risiko Bencana Gerakan
Tanah. Diakses melalui http://geospasial.bnpb.go.id/ pada tanggal 11 Maret 2017.

17

Anda mungkin juga menyukai