Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SEJARAH ASIA

FROM FRENCH WITHDRAWAL TO YEAR ZERO (CAMBODIA FROM


KING SIHANOUK TO VIETNAM INVASION 1955-1979)

Disusun oleh :

Disusun Oleh :

Nama :
NIM :

JURUSAN

FAKULTAS

UNIVERSITAS

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena atas segala limpahan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah Sejarah
Asia yang berjudul “From French
Withdrawal to Year Zero (Cambodia from
King Sihanouk to Vietnam Invasion 1955-
1979)”. Tanpa pertolongan-Nya, penulis belum
tentu sanggup menyelesaikan makalah ini
dengan baik.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak
sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun
penulis menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan kerjasama yang dari
semua pihak yang telah membantu dalam
terselesainya makalah ini sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi dapat teratasi.
Dalam Penulisan makalah ini penulis
merasa masih banyak kekurangan baik pada
teknis penulisan maupun materi, mengingat
akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini. Semoga materi ini
dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan
pemikiran bagi pihak yang membutuhkan,
khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai. Terima kasih.

1
Tempat, Oktober 2022

P
e
n
u
l
i
s

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ..........................................................................................1
DAFTAR ISI .........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................3
1.2 ..............................................................................Rumusan Masalah
5
1.3 ..............................................................................Tujuan Penulisan
5
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................6

2
BAB III PENUTUP
3.1
.....................................................................................................
Kesimpulan ................................................................................10
3.2
.....................................................................................................
Saran ...........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................12

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bentuk pemerintahan negara Kamboja adalah kerajaan. Negara dipimpin


oleh raja, sedangkan kepala pemerintahannya adalah perdana menteri. Kamboja
memiliki lima pemerintahan lokal dengan ibu kota Phnom Penh. Kamboja pernah
dijajah oleh Prancis, lalu merdeka pada 17 April 1953. Kamboja adalah negara
yang sejak tahun 1970 dirundung malang, dan porak poranda karena kudeta. Pada
tanggal 18 Maret 1970, sewaktu Pangeran Sihanouk pergi ke luar negeri,
keponakannya Pangeran Sisowath Sirik Matak bersama Lon Nol melakukan
kudeta. Semenjak itu kemelut semakin besar di negara Kamboja. Bahasa resmi
penduduk Kamboja adalah bahasa Khmer. Bahasa lain yang digunakan adalah
bahasa Prancis, sebagian besar penduduk beragama Buddha. Jumlah penduduk
negara ini 11.168.000 jiwa. Sebagian besar penghidupan penduduknya di sektor
pertanian. Hasil pertanian di Kamboja adalah beras, jagung, merica, tembakau,
kapas, gula aren, dan lain sebagainya. Sedangkan hasil tambangnya adalah besi,
tembaga, mangan, dan emas. Hasil industri Kamboja adalah tekstil, kertas,
plywood, dan minyak (Budiana, 2013).
Menjelang kemerdekaannya, Negara Kesatuan Republik Indonesia banyak
membantu negara Kamboja ini. Buku - buku taktik perang karangan perwira
militer Indonesia banyak digunakan oleh militer Kamboja. Oleh karenanya, para
calon perwira di militer Kamboja, wajib belajar dan dapat berbahasa Indonesia.
SejarahPerkembangan peradaban Kamboja terjadi pada abad 1 Masehi.
Selama abad ke-3,4 dan 5 Masehi, negara Funan dan Chenla bersatu untuk
membangun daerah Kamboja. Negara-negara ini mempunyai hubungan dekat
dengan China dan India. Kekuasaan dua negara ini runtuh ketika Kerajaan Khmer
dibangun dan berkuasa pada abad ke9 sampai abad ke-13.Kerajaan Khmer masih
bertahan hingga abad ke-15. Ibukota Kerajaan Khmer terletak di Angkor, sebuah
daerah yang dibangun pada masa kejayaan Khmer. Angkor Wat, yang dibangun

4
juga pada saat itu, menjadi simbol bagi kekuasaan Khmer.
Pada tahun 1432, Khmer dikuasai oleh Kerajaan Thai. Dewan Kerajaan
Khmer memindahkan ibukota dari Angkor ke Lovek, dimana Kerajaan mendapat
keuntungan besar karena Lovek adalah bandar pelabuhan. Pertahanan Khmer di
Lovek akhirnya bisa dikuasai oleh Thai dan Vietnam, dan juga berakibat pada
hilangnya sebagian besar daerah Khmer. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1594.
Selama 3 abad berikutnya, Khmer dikuasai oleh Raja-raja dari Thai dan Vietnam
secara bergilir.
Pada tahun 1863, Raja Norodom, yang dilantik oleh Thai, mencari
perlindungan kepada Perancis. Pada tahun 1867, Raja Norodom menandatangani
perjanjian dengan pihak Perancis yang isinya memberikan hak kontrol provinsi
Battambang dan Siem Reap yang menjadi bagian Thai. Akhirnya, kedua daerah
ini diberikan pada Kamboja pada tahun 1906 pada perjanjian perbatasan oleh
Perancis dan Thai.
Kamboja dijadikan daerah Protektorat oleh Perancis dari tahun 1863
sampai dengan 1953, sebagai daerah dari Koloni Indochina. Setelah penjajahan
Jepang pada 1940-an, akhirnya Kamboja meraih kemerdekaannya dari Perancis
pada 9 November1953. Kamboja menjadi sebuah kerajaan konstitusional dibawah
kepemimpinan Raja Norodom Sihanouk.
Pada saat Perang Vietnam tahun 1960-an, Kerajaan Kamboja memilih
untuk netral. Hal ini tidak dibiarkan oleh petinggi militer, yaitu Jendral Lon Nol
dan Pangeran Sirik Matak yang merupakan aliansi pro-AS untuk menyingkirkan
Norodom Sihanouk dari kekuasaannya. Dari Beijing, Norodom Sihanouk
memutuskan untuk beraliansi dengan gerombolan Khmer Merah, yang bertujuan
untuk menguasai kembali tahtanya yang direbut oleh Lon Nol. Hal inilah yang
memicu perang saudara timbul di Kamboja.
Khmer Merah akhirnya menguasai daerah ini pada tahun 1975, dan
mengubah format Kerajaan menjadi sebuah Republik Demokratik Kamboja yang
dipimpin oleh Pol Pot. Mereka dengan segera memindahkan masyarakat
perkotaan ke wilayah pedesaan untuk dipekerjakan di pertanian kolektif.
Pemerintah yang baru ini menginginkan hasil pertanian yang sama dengan yang

5
terjadi pada abad 11. Mereka menolak pengobatan Barat yang berakibat rakyat
Kamboja kelaparan dan tidak ada obat sama sekali di Kamboja.
Pada November 1978, Vietnam menyerbu RD Kamboja untuk
menghentikan genosida besar-besaran yang terjadi di Kamboja. Akhirnya, pada
tahun 1989, perdamaian mulai digencarkan antara kedua pihak yang bertikai ini di
Paris. PBB memberi mandat untuk mengadakan gencatan senjata antara pihak
Norodom Sihanouk dan Lon Nol.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan
masalah dari penulisan makalah ini yaitu bagaimana sejarah Kamboja yang
dipimpin oleh raja Sihanouk pada invasi Vietnam (1955-1979).
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penulisan makalah
ini yaitu untuk mengetahui sejarah Kamboja yang dipimpin oleh raja Sihanouk
pada invasi Vietnam (1955-1979).

6
BAB II
PEMBAHASAN

Kamboja salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang rawan konflik
dalam pemerintahannya (Swantoro, 2007). Tidak hanya terlibat konflik dalam
negeri, Kamboja juga sering dilibatkan dalam perang oleh negara tetangga antara
Vietnam dan Thailand yang saling berebut wilayah dan pengaruh di Indochina.
Konflik yang terjadi di Kamboja sebagian besar merupakan konflik perebutan
tampuk kekuasaan. Perebutan kekuasaan sudah dialami Kamboja pada abad ke
XVIXVIII. Pengalaman masalalu tersebut terulang kembali di Kamboja, setelah
Kamboja memperoleh kemerdekaan hingga tahun 1980an.
Kemerdekaan yang telah diperoleh Kamboja tidak serta merta membawa
Kamboja menuju kesejahteraan yang lebih baik. Kemerdekaan itu telah membawa
babak baru bagi kehidupan rakyat Kamboja. Dalam kehidupan yang baru ini
rakyat Kamboja mengalami penderitaan yang cukup panjang. Hal itu terjadi
sebagai akibat dari timbulnya konflik politik dalam negeri Kamboja yang memicu
timbulnya peperangan. Konflik itu terjadi karena ketidakpuasan suatu golongan
tertentu sehingga berusaha untuk merebut kursi kepemimpinan di Kamboja
(Budiana, 2013).
Konflik-konflik politik di Kamboja mulai muncul ketika Kamboja berada
di bawah kekuasaan Perancis. Pada saat itu Perancis mengangkat Pangeran
Norodom Sihanouk sebagai raja Kamboja. Hal itu terlihat janggal karena ayah
serta paman Pangeran Sihanouk masih hidup. Meskipun demikian karena Perancis
menghendaki maka Pangeran Sihanouk resmi menjadi raja Kamboja sejak tahun
1941 (Nasution, 2002).
Seiring berjalannya waktu Sang raja pun tumbuh dewasa dan selalu
berusaha memperjuangkan kemandirian bagi bangsanya untuk menuju
kemerdekaan yang sesungguhnya. Pemerintah Perancis pun sempat mengeluh
karena Sang raja yang dianggap akan mudah dikendalikan malah bertindak
sebaliknya. Akhirnya Perancis memberikan kemerdekaan penuh atas negara
Kamboja pada tahun 1953. Setelah Kamboja memperoleh kemerdekaan penuh,

7
Pangeran Norodom Sihanouk mulai membangun hubungan luar negeri dengan
negara-negara tetangga maupun bangsa Barat. Hal tersebut dilakukan untuk
mendapatkan pengakuan kedaulatan dari dunia internasional (Suci, 2011).
Tahun 1955 hingga 1960 Kamboja dipimpin oleh Norodom Suramarit.
Pemerintahannya hanya bertahan selama 5 tahun, karena Norodom Suramarit
meninggal pada tahun 1960. Selanjutnya Pangeran Sihanouk diangkat menjadi
kepala negara tetapi tanpa gelar raja. Selama menjabat sebagai kepala negara
Pangeran Sihanouk mendapat banyak tekanan dari lawan politiknya. Akibat dari
berbagai tekanan tersebut, Pangeran Sihanouk hanya mampu bertahan selama 1
dekade dalam memimpin Kamboja (Allen, 1995).
Ketika Sihanouk memimpin Kamboja, negara ini sempat terlibat
kekisruhan dengan negara tetangga yaitu Vietnam yang saat itu sedang terjadi
perang saudara. Akibat dari peristiwa tersebut Sihanouk harus meninggalkan
Kamboja dan pergi ke Eropa untuk mencari jalan ke luar agar negaranya dapat
terhindar dari pusaran perang Vietnam. Sehingga urusan kenegaraan di
percayakan kepada Jenderal Lon Nol yang pada waktu itu bertindak sebagai
kepala pemerintahan di Kamboja. Tetapi kepercayaan Sihanouk terhadap Lon Nol
malah disalahgunakan, Lon Nol mengambil kesempatan dengan memanfaatkan
posisinya untuk melakukan kudeta terhadap pemerintahan Sihanouk.
Bulan Maret 1970 Lon Nol berhasil mengambil alih kepemimpinan di
Kamboja dari Sihanouk (Varman, 1980). Pemerintahan Lon Nol di Kamboja
mendapat dukungan dari Amerika Serikat. Dukungan diperkuat dengan bantuan-
bantuan yang diterima Lon Nol dari negara adi kuasa itu. Rezim ini tidak disukai
oleh masyarakat Kamboja karena korup dan tidak berpihak kepada rakyat.
Kepemimpinanya pun tidak bertahan lama terlebih ketika ia terserang stroke. Lon
Nol menderita stroke awal tahun 1971 dan meskipun ia pulih dengan cepat, ia
tidak pernah kembali mengontrol politik secara penuh (Chandler, 1998). Dan
1975 kepemimpinan Kamboja digantikan oleh Pol Pot.
Tahun 1975 merupakan tahun yang menandai runtuhnya sistem kekuasaan
liberalisme barat dukungan Amerika di Kamboja. Rezim Lon Nol yang
memerintah Kamboja, digulingkan oleh Pol Pot, penganut politik komunisme

8
radikal. Bahkan, para sejarawan menyebut dirinya lebih komunis dari bapakbapak
komunisme di Uni Soviet dan Cina (Suci, 2011). Hal tersebut karena Pol Pot
merubah ideologi negara secara radikal dan membabi buta tanpa memikirkan
kondisi rakyatnya. Komunis radikal memerintah Kamboja dari tahun 1975-1979,
selama periode tersebut 1, 7 juta orang tewas akibat penyiksaan, penyakit, beban
kerja yang berat dan kelaparan (Syamdani, 2009).
Pol Pot sebenarnya merupakan nama samaran dari Saloth Sar. Nama
tersebut digunakan Saloth Sar sebagai simbol revolusioner untuk mendukung
perjuangannya. Ia mengikuti beberapa tokoh dunia untuk mengubah nama aslinya
dalam melakukan revolusinya. Bagi rakyat Kamboja Pol Pot merupakan
pemimpin yang sangat kejam dan menakutkan karena menimbulkan penderitaan
bagi rakyat Kamboja pada masa pemerintahannya. Meskipun demikian menurut
mantan pemimpin Khmer Merah, Khieu Samphan, malah memuji Pol Pot sebgai
seorang patriot yang peduli terhadap keadilan sosial dan memerangi musuhmusuh
asing, yang diungkapkan dalam buku yang berjudul, “Reflection on Cambodian
History Up to the Era of Democratic Kampuchea” (Refleksi Sejarah Rakyat
Kamboja hingga Era Kamboja Demokratik).
Dalam buku tersebut Khieu Samphan juga membantah jika Khmer Merah
memiliki kebijakan membiarkan rakyat Kamboja kelaparan atau memerintahkan
untuk melalukan pembunuhan massal. Namun, dia menyatakan bahwa Pol Pot lah
yang bertanggung jawab atas semua kebijakan tersebut. Dari pernyataan tersebut
dapat diambil kesimpulan sementara bahwa Khieu Samphan ingin cuci tangan
dari peristiwa tersebut dan membebankan tanggung jawab pada Pol Pot, padahal
seperti yang kita tahu bahwa Khieu Samphan juga menduduki jabatan penting
pada saat itu yang memungkinkan ia juga terlibat dalam kebijakan-kebijakan yang
diambil oleh Pol Pot.
Meskipun ada pembelaan tersebut namun setidaknya terdapat 343 ladang
pembantaian yang ditemukan di seluruh wilayah Kamboja, akibat dari praktik
pemberangusan jejak-jejak liberalisme yang dilakukan oleh rezim Pol Pot
(Suci,2011). Ladang tersebut merupakan bukti nyata dari praktik kekejaman Pol
Pot untuk membersihkan Kamboja dari sistem pemerintahan Lon Nol pada

9
periode sebelumnya yang lebih memihak pada Barat. Ladang-ladang pembantain
tersebut hingga kini masih ada dan merupakan salah satu daerah yang dijadikan
museum oleh pemerintah Kamboja untuk mengenang peristiwa yang membuat
Kamboja kehilangan lebih kurang 1,7 juta jiwa rakyatnya dan mengenang
bagaimana negara itu pernah mengalami satu masa paling kelam dalam perjalanan
sejarah bangsanya.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konflik-konflik politik di Kamboja mulai muncul ketika Kamboja berada
di bawah kekuasaan Perancis. Pada saat itu Perancis mengangkat Pangeran
Norodom Sihanouk sebagai raja Kamboja. Hal itu terlihat janggal karena ayah
serta paman Pangeran Sihanouk masih hidup. Meskipun demikian karena Perancis
menghendaki maka Pangeran Sihanouk resmi menjadi raja Kamboja sejak tahun
1941. Kamboja memperoleh kemerdekaan penuh pada 9 November 1953 dari
Perancis. Sejak saat itu Kamboja mulai mengembangkan politik luar negeri untuk
mengamankan integritas wilayah dan kedaulatan negaranya. Hal itu dilakukan
agar Kamboja memperoleh pengakuan dari dunia internasional sebagai negara
yang berdaulat dan merdeka secara penuh. Selain itu, Kamboja juga menghadapi
masalah bangkitnya pergolakan dan besarnya ketegangan politik khususnya
menjelang pemilu 1955.
Kamboja menjadi sorotan dunia internasional ketika di bawah
pemerintahan Pol Pot. Saat itu Pol Pot memproklamirkan Kamboja sebagai negara
baru dengan nama Democratic Kampuchea. Ia menyebutkan tahun 1975 sebagai
“Year Zero” yang berarti bahwa segala sesuatu ingin dibangun dari titik nol oleh
rezim ini. Tanggal 17 April 1975 dinyatakan sebagai Hari Pembebasan
(Liberation Day) dari rezim Lon Nol yang buruk dan korup. Diharapkan
pergantian kepemimpinan itu membawa dampak yang lebih baik, namun hal yang
diharapkan ternyata malah sebaliknya.
Pergantian kepemimpinan di Kamboja berakibat berubahnya ideologi
maupun haluan politik di negara tersebut. Baik pada masa pemerintahan
Sihanouk, Lon Nol, maupun Pol Pot memiliki ciri khas sendiri yang memberi
warna pada kehidupan rakyat Kamboja. Ironinya pergantian kepemimpinan
tersebut tidak membawa Kamboja ke arah yang lebih baik, malah membuat rakyat
Kamboja semakin menderita karena pemerintahan yang tidak berpihak kepada
rakyat.

11
3.2 Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah yang dibuat masih
terdapat banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk
memperbaiki makalah tentunya dengan berpedoman pada sumber yang valid.

12
DAFTAR PUSTAKA

Allen., Unwin. (1995). Focus on Southeast Asia. Singapore: KHL Printing Co Pte
Ltd.
Budiana, M. (2013). Politik dan Pemerintahan Serta Pelaksanaan Pemilihan
Umum di Kerajaan Kamboja. Jurnal Online Westphalia. 12 (2)
Swantoro,P. (2007). Masalalu Selalu Aktual. Jakarta: Kompas Media Nusantara.
Nasution, Nazaruddin., dkk. (2002). Pasang Surut Hubungan Diplomatik
Indonesia Kamboja. Jakarta: Metro Pos.
Afred Suci. (2011). 151 Konspirasi Dunia Paling Gila dan Mencengangkan.
Jakarta: Wahyumedia.
Varman, Norodom Sihanouk. (1980). War and Hope. New York: Pantheon
Books.
Chandler, David. (1998). A History of Cambodian. Chiang Mai: Silkworm Books.
Syamdani. (2009). Kisah Diktator-Diktator Psikopat. Yogyakarta: Narasi.

13

Anda mungkin juga menyukai