Anda di halaman 1dari 30

Peran Kongres Wina dalam Mewujudkan

Perdamaian Eropa

Guna memenuhi Tugas Sejarah Eropa

Yang diampu oleh Ibu Siska Nurazizah Lestari, M.Hum

Oleh

Tita Nur Enda (19.1.01.01.0003)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI

Jln.Kh.Achmad Dahlan No.25 Kediri 64112

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan Karunianya kepada saya dan tak lupa saya ucapkan
terimakasih kepada Ibu Siska Nurazizah Lestari, M.Hum selaku dosen
pembimbing Mata Kuliah Sejarah Eropa sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Peran Kongres Wina dalam Mewujudkan Perdamaian
Eropa” dengan lancar,

Harapan sami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para
pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman saya , saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kediri
13 Desember 2020

Penyusun

1
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................3
1.1 Latar Belakang...............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................3
1.3 Tujuan.............................................................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN.........................................................................................5
2.1 Latar Belakang terjadinya Kongres Wina......................................................5
2.1.1 Peran Napoleon Bonaparte......................................................................5
2.1.2 Perang Koalisi..........................................................................................7
2.2 Kongres Wina...............................................................................................13
2.2.1 Peta Politik Eropa Sebelum Berlangsungnya Kongres Wina................13
2.2.2 Pelaksanaan Kongres Wina...................................................................14
2.2.3 Hasil Kongres Wina...............................................................................17
2.2.4 Dampak dari Hasil Kongres Wina.........................................................18
2.3 Pemberontakan terhadap Kongres Wina......................................................19
2.3.1 Revolusi Juli 1830 di Perancis...............................................................19
2.3.2 Revolusi Februari 1848 di Prancis.........................................................19
2.3.3. Revolusi Italia.......................................................................................20
2.3.4 Revolusi Jerman (Revolusi Maret)........................................................20
2.3.5 Hasil dari Berbagai Revolusi.................................................................21
2.4 Perkembangan Setelah Kongres Wina.........................................................21
2.4.1 Konvensi Wina......................................................................................23
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................27
3.1 Kesimpulan...................................................................................................27
3.2 Kritik dan Saran............................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................28

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam perkembangan sejarah politik dunia tidak akan terlepas dari


peristiwa-peristiwa konfrontasi (peperangan), penaklukan, hegemoni (kekuasaan),
invasi dan ekspansi suatu negara terhadap negara lain. Suatu negara
memungkinkan mempunyai power (kekuatan) untuk menaklukan wilayah atau
kedaulatan negara lain hanya untuk kepentingan politik.

Hans Kohn menjelaskan dalam bukunya Nasionalisme Arti dan


Sejarahnya (1994: 11), bahwa perang disatu sisi berakibat buruk terhadap
kehidupan koloni, tetapi di sisi lain hal ini juga membawa dampak positif. Salah
satunya adalah lahirnya nasionalisme dalam diri setiap bangsa. Nasionalisme
merupakan salah satu dari kekuatan yang menentukan dari abad 18 dan menyebar
pada abad 19 ke seluruh Eropa, serta abad 20 menjadi suatu kekuatan pergerakan
sedunia. Maka wajar jika bangsa-bangsa Eropa terpengaruh dengan semangat
nasionalisme tersebut terutama pada abad 19.

Keadaan Eropa pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 didominasi
oleh suatu pergolakan besar yaitu Revolusi Prancis. Revolusi ini banyak
mempengaruhi negara-negara Eropa, seperti Jerman dalam hal ide-ide
nasionalisme yang diusung oleh Napoleon Bonaparte. Ambisi Napolen untuk
menguasai Eropa menimbulkan pergelokan besar bagi negara sehingga
melahirkan titik awal perdamaian dengan sebuah pertemuan yang di namakan
Kongres Wina.

1.2 Rumusan Masalah

1. Latar Belakang Kongres Wina

2. Pelaksanaan Kongres Wina

3. Hasil dari Konges Wina

4. Dampak dari Kongres Wina

5. Pekembangan Kongres Wina

3
1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Latar Belakang Kongres Wina

2. Untuk Mengetahui Pelaksanaan Kongres Wina

3. Untuk Mengetahui Hasil dari Konges Wina

4. Untuk Mengetahui Dampak dari Kongres Wina

5. Untuk Mengetahui Pekembangan Kongres Wina

4
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang terjadinya Kongres Wina

2.1.1 Peran Napoleon Bonaparte

1. Biografi Napoleon

Dalam buku Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah,


(1982: 193) Napoleon adalah seorang jendral perang dan Kaisar Prancis sejak 11
November 1799 sampai 18 Mei 1804. Napoleon juga adalah seorang tentara
jenius. Selama lebih dari satu dekade, dia menaklukkan sebagian besar daratan
Eropa. Napoleon berasal dari keluarga bangsawan lokal dengan nama Napoleone
di Buonaparte.

Keluarga Bounaparte adalah berasal dari Corsica (pulau yang


penduduknya berbangsa Italia). Napoleon Bonaparte adalah anak kedua dari tujuh
bersaudara. Ia lahir di Casa Bounaparte, di kota Ajaccio, Corsica, pada tanggal 15
Agustus 1769, satu tahun setelah kepulauan tersebut diserahterimakan Republik
Genoa kepada Prancis. Ayahnya, Nobile Carlo Bounaparte, seorang pengacara,
pernah menjadi perwakilan korsika saat Louis XVI berkuasa di tahun 1777.
Ibunya bernama Maria Letizia Ramolino. Ia memiliki seorang kakak yang
bernama Joseph, dan 5 adik yaitu Lucien, Elisa, Louis, Pauline, Caroline, dan
Jérôme. Napoleon di baptis sebagai katolik beberapa hari sebelum ulang tahunnya
yang kedua, tepatnya tanggal 21 Juli 1771 di Katerdal Ajaccio.1

Pada bulan Januari 1779, Napoleon didaftarkan pada sebuah sekolah


agama di Autun, Prancis untuk belajar bahasa Prancis, dan pada bulan Mei ia
mendaftar di sebuah akademi militer di Brienne-le-Château. Di sekolah, ia
berbicara dengan logat Corsica yang kental sehingga ia sering dicemooh teman-

1
http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_0705671_chapter1.pdf , di akses pada 5
Desember 2020

5
temannya. Napoleon pintar matematika, dan cukup memahami pelajaran sejarah
dan geografi. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Brienne pada 1784,
Napoleon mendaftar di sekolah elit École Militaire di Paris. Di sana ia dilatih
menjadi seorang perwira artileri. Ketika bersekolah di sana, ayahnya meninggal
dunia, ia pun dipaksa menyelesaikan sekolah yang normalnya memakan waktu
dua tahun itu menjadi satu tahun. Ia diuji oleh ilmuwan terkenal Pierre-Simon
Laplace, yang dikemudian hari ditunjuk oleh Napoleon untuk menjadi anggota
senat.

Napoleon menjadi siswa di Akademi Militer Brienne tahun 1779 pada usia
10 tahun, kecerdasannya membuat Napoleon lulus akademi di usia 15 tahun.
Karier militernya menanjak pesat setelah dia berhasil menumpas kerusuhan yang
dimotori kaum pendukung royalis dengan cara yang sangat mengejutkan yaitu
menembakkan meriam di kota Paris dari atas menara. Peristiwa itu terjadi tahun
1795 saat Napoleon berusia 26 tahun. Berbagai perang yang dimenangkannya
diantaranya melawan Austria dan Prusia nama Napoleon semakin membesar dan
rakyat prancis semakin

2. Dampak Revolusi Prancis

Revolusi Prancis melahirkan sosok Napoleon Bonaparte yang lahir sebagai


tokoh yang memperjuangkan revolusi. Napoleon dilahirkan di Corsica (pulau
yang penduduknya berbangsa Italia) pada tahun 1769. Napoleon memasuki karir
militer pada tahun 1785 sebagai petugas artileri Prancis. Setelah diangkat menjadi
Brigadir Jendral, kemudian Napoleon memasuki Direktori dan mengeluarkan
Konstitusi VIII sebagai tanda berakhirnya Revolusi Prancis.

Donald Kagan menjelaskan dalam bukunya yang berjudul The Western


Heritage Vol. II Since 1648 (1987: 661), bahwa kerena keberhasilannya dalam
menjaga perdamaian, kemakmuran dan keamanan Prancis, maka pada tahun 1802
Napoleon diangkat menjadi konsul seumur hidup dan semakin melancarkan
karirnya menjadi Kaisar Prancis pada tanggal 18 Mei 1804.

6
Setelah Nepoleon menduduki tahta kekaisaran, semboyan revolusi yang
selama ini ia perjuangkan Liberty, Egality dan Fraternity (kebebasan,
kesamarataan dan persaudaraan) ia lupakan. Akhirnya cita-cita Napoleon pun
berubah ingin menguasai seluruh benua Eropa. Dalam pikirannya, Napoleon ingin
menjadikan Eropa sebagai Satu Negara, Satu Kesatuan, Satu Hukum dan Satu
Pemerintahan, “akan kujadikan semua negara menjadi satu” (Nehru, 1966: 92) 2

Hal ini senada dengan (wardhani:2015) Sejarah Prancis dan Eropa pada
1799 hingga 1815 tidak terlepas dari peran Napoleon Bonaparte yang berhasil
memprakarsai Revolusi Prancis dan mendirikan konsulat Napoleon berhasil
memeroleh gelar Kaisar Prancis dan memberikan rakyat Prancis kebebasan politis
dengan fasilitas berupa sistem pemerintahan yang teratur dan efisien. Napoleon
juga telah berhasil memperbaiki sistem administratif negara, adanya kebebasan
beragama, dan mereformasi pendidikan. Reformasi-reformasi ini diperkuat
dengan adanya Napolenic Code yang tertera pada Concordat 1801. Selain itu,
Napoleon tidak hanya berhasil menguasai Prancis namun juga berhasil
menaklukkan Austria, Prusia, dan Rusia pada 1805-1807.3

Jadi bisa di tarik kesimpulan bahwa Revolusi Prancis melahirkan sosok


Napolen Bonaparte yang menjadi pemimpin Prancis yang mana berambisi ingin
sekali menyatukan Eropa di bawah pimpinan Prancis, dengan begitu Napolen
mulai melakukan penakhlukan di negara tetangga seperti Austria, Prusia dan
Rusia.

2.1.2 Perang Koalisi

Hal ini dibuktikan selama masa kekaisarannya yang berlangsung dari


tahun 1804-1814, Napoleon telah menaklukan sebagian besar Eropa dengan
merebut kemenangan dalam serangkaian kampanye militernya. Austria, Prusia,
dan Rusia semuanya runtuh di depan Napoleon. Spanyol, Italia, Belanda, sebagian
2
http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_0705671_chapter1.pdf , di akses pada 5
Desember 2020
3
Wardhani, Tara. 2015. Diplomasi Eropa. Surabaya, Dalam http://tara-wardhani-
fisip14.web.unair.ac.id/kategori_isi-57289-SOH202%(Sejarah%20Diplomasi).html di akses pada 5
Desember 2020

7
Polandia, semuanya menjadi daerah taklukan Napoleon. Kemenangan Prancis
telah merubah peta Eropa, dengan merusak batas-batas internasional yang telah
diatur sebelumnya. Pada tahun 1808 imperium Napoleon membentang dari
Spanyol hingga perbatasan Rusia. Napoleon melakukan penaklukan-penaklukan
tersebut melalui serangkaian perang yang disebut Napoleonic Wars (Perang-
perang Napoleon) atau sering di sebut dengn Perang Koalisi.

Menurut (Suwandi:2015) Kekuasaan Napoleon yang begitu besar di Eropa


tidak terlepas dari berbagai tantangan dari negara-negara tetangganya. Itulah
sebabnya, Napoleon harus berhadapan dengan negara-negara Eropa yang lain
dalam suatu peperangan yang dikenal dengan Perang Koalisi yang terjadi
sebanyak tujuh kali (1792–1815). Musuh utamanya ialah Austria, Inggris, Rusia,
dan Prusia.

1. Perang Koalisi I (1792–1797)

Pada masa pemerintahan Directoire, Napoleon sudah tampil sebagai


komandan pasukan Prancis melawan koaliasi negara-negara Eropa yang lain,
Austria, Inggris, Prusia, Spanyol, Belanda, dan Sardinia. Napoleon berhasil
mengalahkan lawan-lawannya dan diakhiri Perjanjian Compo Formio (1797).
Perang Koalisi I berakhir tahun 1797, musuh Prancis dapat dikalahkan, kecuali
Inggris. Inggris tidak mau menandatangani perjanjian perdamaian sehingga sejak
saat itu Inggris menjadi lawan Napoleon. Napoleon bermaksud untuk
mengalahkan Inggris dengan menyerang kedudukannya di India dengan menyerbu
Mesir sebagai batu locatan. Kedatangan Napoleon di Mesir mempunyai arti
penting, seperti ditemukan Batu Rosetta yang membuka tabir sejarah Mesir kuno,
adanya ide untuk membuat terusan yang kemudian dapat direalisasi yakni Terusan
Suez. Setelah Napoleon kembali ke Prancis, pemerintahan Directoire dibubarkan
dan digantikan dengan pemerintahan Konsulat. Napoleon tampil sebagai Konsul
yang pertama.

2. Perang Koalisi II (1799–1802)

8
Dalam Perang Koalisi II Prancis menghadapi Austria, Inggris dan Turki.
Dalam perang ini, Napoleon juga tampil sebagai pemimpin perang Prancis.
Prancis berhasil mengalahkan Austria dalam pertempuran di Marengo tahun 1800.
Sekutu Austria yang lain, kemudian menghentikan perang setelah terjadi
Perjanjian Armien tahun 1802. Kemenangan ini mengantarkan Napoleon ke
puncak kekuasaan absolutnya. Ia menjadi konsul seumur hidup dan pada tahun
1804 diangkat sebagai kaisar.

3. Perang Koalisi III (1805)

Dalam Perang Koalisi III ini, Prancis berhadapan dengan Austria,


Inggris, Rusia, dan Swedia. Dalam menghadapi Inggris, Napoleon memusatkan
pasukannya di Boulogne. Namun, Angkatan Laut Prancis dapat dihancurkan oleh
pasukan Inggris di bawah pimpinan Laksamana Nelson. Pasukan Austria dan
Rusia akan menyeberang ke Inggris. Dengan tipu muslihat, Napoleon berhasil
menduduki Jerman. Austria dan Rusia akhirnya dapat dikalahkan setelah terjadi
pertempuran di Austetlitz. Pertempuran berakhir dengan Perjanjian Preszburg
tahun 1805.Dengan kemenangan ini, Napoleon mengubah peta Eropa menurut
kehendaknya sendiri. Di negara-negara yang telah berhasil dikalahkannya,
Napoleon menempatkan saudara-saudaranya untuk mendukung politik dinastinya.

4. Perang Koalisi IV (1806–1807)

Perang Koalisi IV, dipusatkan untuk mengalahkan Prusia dan Inggris.


Pasukan Prusia berhasil dihancurkan dalam pertempuran di Jena dan Auerstadt
pada tahun 1806. Berlin dapat diduduki oleh Napoleon Dalam usaha
memperlemah Inggris, Naopleon di Berlin mengeluarkan Dekrit Berlin yang
berisi Continental Stelsel, yakni suatu usaha blokade ekonomi terhadap Inggris
dengan melarang negara-negara Eropa untuk mengadakan hubungan dagang
dengan Inggris dan menerima kapal-kapal Inggris untuk berlabuh di kawasan
Eropa. Siapa yang melanggar ketentuan ini akan dihancurkan oleh Prancis.

5. Perang Koalisi V (1809)

9
Dalam Perang Koalisi V , Prancis berhadapan dengan Austria, Inggris,
Spanyol, dan Portugal. Dalam perang ini pasukan Austria berhasil dihancurkan
oleh Napoleon dalam pertempuran di Ulagram dan diakhiri dengan Perjanjian
Schonkrunn tahun 1809. Namun, Napoleon gagal mematahkan kekuatan Spanyol.
Bahkan, di Spanyol muncul gerakan nasionalisme untuk menenatang kekuasaan
Prancis. Gerakan nasionalisme ini menjalar ke negara-negara lain, seperti Prusia
dan Austria. Gerakan ini merupakan ancaman bagi dominasi kekuasaan Napoleon
di Eropa.Rusia ternyata tidak mematuhui adanya Continental Stelsel. Pada tahun
1812 Napoleon menyerang Rusia dengan kekuatan 600.000 orang pasukan yang
disebut Grande Armee. Rusia menggunakan taktik bumi hangus sehingga ketika
tentara Napoleon tiba di Moskow, banungunan di kota itu tinggal puing-puing.
Hal inilah yang mempersulit tentara Napoleon. Kondisi ini diperburuk dengan
datangnya musim dingin. Kekuatan tentara Naopleon frustrasi dan menderita
akibat kedinginan dan kehabisan persediaan makanan. Napoleon kemudian
memerintahkan untuk segera mundur. Tentara Rusia muncul dari
persembunyiannya dan segara menyerang tentara Napoleon dengan semangat
berkobar-kobar. Tentara Prancis yang telah payah dan kehabisan tenaga mundur
dan harus menyeberangi Sungai Berezina yang penuh dengan gumpalan es dan
salju. Berpuluh-puluh ribu pasukan Napoleon gugur dalam pertempuran tersebut.
Serangan ke Rusia merupakan pukulan berat bagi tentara Napoleon. Napoleon
mendahuli kembali ke Paris untuk menghimpun kekuatan baru yang akan
dikerahkan guna menebus kekalahannya.

6. Perang Koalisi VI (1813–1814)

Pada tahun 1813 di Eropa muncul koalisi yang sangat kuat yakni Rusia,
Inggris, Swedia, Austria, Spanyol, dan Prusia. Koalisi ini sepakat untuk
menghancurkan kekuasaan Napoleon. Tentara Napoleon semula memperoleh
kemenangan. Namun, dalam pertempuran di Leipzig tentara Napoleon akhirnya
berhasil dikalahkan oleh pasukan koalisi (1813). Napoleon menyerahkan dan ia
turun dari takhta kekaisaran. Napoleon kemudian dibuang ke Pulau Elba di selatan

10
Prancis (1814). Sebagai raja Prancis diangkatlah seorang Bourbon yakni Louis
XVIII ( adik Louis XVI).

Pada tahun 1814, Louis XVIII kemudian mengadakan Perjanjian Paris yang isinya
sebagai berikut.

1) Penetapan batas-batas kekuasaan Prancis seperti sebelum tahun 1792.

2) Belanda menjadi negara merdeka.

3) Inggris mendapatkan Pulau Malta.

Negara-negara Koalisi kemudian mengadakan kongres di Wina (1814) untuk


menentukan nasib negara-negara Eropa seperti sebelum terjadi Revolusi Prancis.

7. Perang Koalisi VII (1815)

Raja Louis XVIII ternyata seorang raja yang lemah sehingga bertolak
belakang dengan Napoleon yang cakap, berani, dan dikagumi rakyat. Louis XVIII
dipandang tidak cocok dengan kondisi Prancis yang sedang kacau akibat kalah
perang. Rakyat Prancis mendambakan datangnya Napoleon atau tokoh yang
sejajar. Hal ini terdengar oleh Napoleon di pembuangan. Oleh karena itu,
Napoleon berusaha meloloskan diri dan ingin kembali ke Prancis. Napolen
berhasil lolos dan kembali ke Prancis yang kemudian disambut dengan meriah
oleh rakyat Prancis.

Louis XVIII yang merasa terancam melarikan diri ke luar negeri.


Mendengar kedatangan Napoleon di Prancis, maka Kongres Wina dihentikan dan
negara-negara koalisi sepakat untuk menghadapi Prancis. Napoleon dengan
pasukannya ke luar menghadapi tentara koaliasi. Di Ligny, pasukan Napoleon
mendapatkan kemenangan. Namun, dalam pertempuran di Waterlo pada tahun
1815, Napoleon dapat dikalahkan.

Kekalahan Napoleon ini senada dengan (akbar:2014) Namun


bergabungnya Inggris dalam Quadruple Alliance (Austria, Rusia, Prusia, dan
Inggris) kembali berhasil mengalahkan Napoleon hingga diasingkan jauh dari

11
Eropa dan tidak pernah memegang kekuasaan lagi. Pada bulan September 1814,
tepatnya lima bulan setelah Napoleon turun tahta untuk pertama kali, Kanselir
Austria yang bernama Klemens Wenzel von Metternich menghimbau negara-
negara Eropa lain untuk mengadakan sebuah kongres membahas situasi Eropa
yang kacau setelah munculnya Napoleon. Hingga dibentuk lah sebuah kongres
yang diadakan di ibukota Austria, Wina, sejak September 1814 hingga Juni 1815
yang dihadiri oleh banyak petinggi negara Eropa utamanya empat negara dalam
Quadruple Alliance dan Perancis di bawah kepemimpinan Raja Louis XVIII.

Setelah berkuasa hampir 10 tahun, akhirnya bintang Napoleon mulai


pudar. Diawali ketika pertempurannya di Leipzig Jerman pada tahun 1813,
Napoleon tidak bisa menghadapi serangan dari koalisi antara Inggris dan Rusia
serta pertempuran terakhirnya di Waterloo yang merupakan pertempuran
Napoleon yang terakhir. Perang Waterloo terjadi pada tanggal 18 Juni 1815 di
dekat kota Waterloo sekitar 15 km selatan ibu kota Belgia, Brussel.

Kekalahan dalam perang ini menjadi penutup sejarahnya sebagain Kaisar


Prancis. Kekalahan Napoleon ini terjadi pada saat pasukan Prancis melawan
pasukan Inggris, Belanda, dan Prusia di bawah pimpinan Jenderal Wellington dan
sekutu Prusia- nya di bawah pimpinan Gebard Von Blucher. Kekalahan tersebut
mengakhiri kekuasaan Napoleon sebagai Kaisar Prancis pada 22 Juni 1815.4

Penggulingan Napoleon menimbulkan masalah yang sulit dan juga rumit


yang pernah dihadapi olah para negarawan. Hampir seperempat abad, benua
Eropa telah dirusak oleh perang, langsung atau tidak langsung melibatkan semua
kekuatan, besar maupun kecil. Selama masa peperangan, batasan-batasan telah
dirubah, negara lama telah dihancurkan, dipisahkan dan dirubah sekehendak hati.
Sosok dan pengaruh Napoleon yang luar biasa mendorong negara-negara Eropa
untuk bertemu di kota Wina dalam rangka merekonstruksi kembali peta Eropa
dalam sebuah kongres

4
Suwandi, Husni. 2016. Sejarah Eropa Kontemporer, Dalam
https://id.scribd.com/doc/31360067/Perang-Koalisi , di akses pada 7 Desember 2020

12
Bisa di tarik kesimpulan bahwa serangkaian perang yang di lakukan
Napolen membawa Napolen memperluas batas-batas wilayahnya, tetapi pada
akhir masa kemundurannya Napolen berhasil dikalahkan dengan pasukan
Quadruple Alliance (Austria, Rusia, Prusia, dan Inggris) dampak dari perang
tersebut membawa kekacauan di wilayah Eropa Sehingga dengan kerusakan-
kerusakan itu mendorong negara-negara di Eropa untuk melakukan sebuah
pertemuan yang di namakan Kongres Wina.

2.2 Kongres Wina

2.2.1 Peta Politik Eropa Sebelum Berlangsungnya Kongres Wina

Pada bulan Maret 1814, tentara Prancis dan Napoleon menyerah kepada
pihak sekutu. Walaupun Napoleon telah menyerah dan berada di pengasingan,
Revolusi Prancis ternyata membawa dampak yang luas bagi struktur social
masyarakat Eropa. Masyarakat Eropa menjadi masyarakat yang terrtib secara
social, ikatan lama seperti feodalisme, gerejani, dan system politik telah
mengalami perubahan. Akan tetapi juga muncul kekhawatiran sebagai dampak
dari perang yang terjadi, diantaranya adalah seberapa lama ketertiban social yang
ada mampu bertahanSelain itu, sebagai dampak dari perang, mengakibatkan
berubahnya peta politik di Eropa. Oleh karena itu pelaksanaan kongres wina lebih
dinaksudjan untuk menyusun kembali pembangunan Eropa seperti sebelum
dilanda perang koalisi.

Sebelum berlangsungnya konggres wina, Negara – Negara pemenang perang


koalisi seperti Inggris, Austria, Rusia, dan Prusia mengadakan suatu pertemuaan
di Chaumont yang di pelopori oleh menteri luar negeri Inggris Lord Castlereagh
pada 1 maret 1814. Perjanjian Chaumont berhasil ditandatangani dan disepakati
berlangsung selama 20 tahun. Isi perjanjian Chaumont yaitu sebagai berikut :

1. Jaminan kemerdekaan Negara Swiss

2. Penambahan wilayah bagi Negara Belanda

3. Membentuk konfederasi Negara-negara Jerman di bawah pimpinan Austria

13
4. Pembagiaan Italia

Hasil perjanjian Chaumont ini diperkuat oleh perjanjian Paris 1 Mei 1814,
yaitu suatu perjanjian perdamaiaan yang dibuat 4 Negara besar ditambah Spanyol,
Portugal, Swedia, dan Perancis.5

2.2.2. Pelaksanaan Kongres Wina

Menurut (Mastur:2014) Kongres wina merupkana pertemuan antara para


wakil the great powers untuk membahas perdamaian (Douglas, 1979). Kongres
Wina berlangsung di Wina, Austria dari 1 September 1814 hingga 9 Juni 1815.
Pertemuan ini dipimipin oleh negarawan Austria yang bernama Klemens Wenzel
von Metternich dan beberapa wakil negara lainnya yakni Viscount Castlereagh
dari Britania Raya, Tsa Alexander dari Rusia dan Charles Maurice de Talley-
Perigord dari Perancis6. Para diplomat dan raja yang berkumpul di Wina bertujuan
untuk menghentikan gerakan revolusioner dan ambisis imperialis serta
mempertahanakan status quo yang disebabkan oleh Napoleon.

Senada dengan (akbar:2014) Pada bulan September 1814, tepatnya lima


bulan setelah Napoleon turun tahta untuk pertama kali, Kanselir Austria yang
bernama Klemens Wenzel von Metternich menghimbau negara-negara Eropa lain
untuk mengadakan sebuah kongres membahas situasi Eropa yang kacau setelah
munculnya Napoleon. Hingga dibentuk lah sebuah kongres yang diadakan di
ibukota Austria, Wina, sejak September 1814 hingga Juni 1815 yang dihadiri oleh
banyak petinggi negara Eropa utamanya empat negara dalam Quadruple Alliance
dan Perancis di bawah kepemimpinan Raja Louis XVIII. Beberapa petinggi
tersebut diantaranya Pangeran Metternich dari Austria, Lord Castlereagh dari
Inggris, Tsar Alexander I dari Rusia, Pangeran Karl August von Hardenberg dari
Prusia, dan Menteri Luar Negeri Perancis Charles-Maurice de Talleyrand-
Perigord.
5
Suwandi, Husni. 2016. Sejarah Eropa Kontemporer, Dalam
https://id.scribd.com/doc/31360067/Perang-Koalisi , di akses pada 7 Desember 2020
6
Mastur, Amalia. 2014. Diplomasi Of Europa. Dalam http://amaliamastur-
fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-117867-Sejarah%20Diplomasi-Diplomasi
%201815%201914%20(%20Concert%20of%20Europe%20).html di akses pada 6 Desember 2020

14
Kongres Wina diadakan dengan tujuan untuk mengembalikan peta
perpolitikan di Eropa dan menjamin perdamaian di Eropa dengan menyelesaikan
isu-isu yang ditimbulkan oleh Revolusi Perancis dan Perang Napoleon. Tidak
hanya itu, negara-negara anggota dari Kongres Wina ingin membentuk kembali
batas-batas negara yang jelas dan saling menyeimbangkan kekuatan negara-
negara mereka agar Eropa tetap berada dalam kondisi damai (Encyclopedia
Britannica, 2014). Kongres Wina yang berakhir pada bulan Juni 1815 ini
menghasilkan beberapa keputusan penting untuk membangun kembali Eropa
seperti sebelum terjadinya Perang Napoleon.

Kongres Wina adalah yang pertama dari serangkaian pertemuan


internasional yang kemudian dikenal sebagai Concert of Europe, yang merupakan
upaya untuk menempa keseimbangan kekuatan secara damai di Eropa7.

(Suwandi:2016) Konggres Wina merupakan suatu perjanjian damai yang


muncul sebagai dampak bergulirnya Revolusi Perancis. Walaupun Konggres
Wina dianggap bukan sebagai suatu Konggres dalam arti sebenarnya akan tetapi
dari Konggres ini dihasilkan beberapa keputusan penting untuk membangun
kembali Eropa seperti sebelumnya terjadinya perang koalisi. Para diplomat dan
para Raja yang berkumpul di Wina tahun 1814 dan 1815, kebanyakan mereka
berfikir bahwa mereka telah berhasil menghentikan gerakan revolusioner dan
ambisi imperialis Napoleon yang melanda Eropa8

Kongres Wina berlangsung di Wina, Austria dari 1 September 1814


hingga 9 Juni 1815. Dalam konggres wina banyak permasalahan yang dibahas,
akan tetapi masalah Saksen Polandia adalah masalah yang hangat dibicarakan.
Seperti diketahui bahwa Polandia adalah daerah yang sangat strategis bagi Rusia.
Tsar Alexander I lalu membujuk Prusia untuk mendukung agar wilayah Polandia

7
Akbar, Helmi. 2014. Situasi Eropa 1815-1914. Surabaya. Dalam http://helmi-akbar-
fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-113705-(SOH2020)%20Sejarah%20Diplomasi-Situasi
%20Eropa%2018151914.html , di akses pada 6 Desember 2020
8
Suwandi, Husni. 2016. Sejarah Eropa Kontemporer, Dalam
https://id.scribd.com/doc/31360067/Perang-Koalisi , di akses pada 7 Desember 2020

15
diakui sebagai wilayah Rusia, akan tetapi Matternich dan Castlereagh tidak setuju
dengan hal tersebut.

Pada saat genting tersebut, Perancis yang diwakili oleh Talleyrand


menawarkan kesediaannya untuk mendukung Austria-Inggris. Tampilnya
Perancis sebagai sekutu Austria-Inggris mengurungkan niat Rusia untuk memiliki
Polandia. Kemudian sebagai imbalan atas bantuan yang diberikannya pada saat-
saat genting tersebut, Perancis diterima untuk duduk bersama sebagai salah satu
Negara besar, dan berhak ikut serta membuat dan merundingkan keputusan-
keputusan penting yang dicapai dalam konggres wina.Konggres yang berakhir
pada bulan Juni 1815, menghasilkan keputusan-keputusan penting yang
ditandangani oleh Negara-Negara besar peserta Konggres.

Konggres Wina adalah sebuah pertemuan antara para wakil dari kekuatan-
kekuatan besar di Eropa. Pertemuan ini dipimpin oleh negarawan Austria,
Klemens Wenzel von Metternich dan diadakan di Wina, Austria dari 1 September
1814 hingga 9 Juni 1815. Tujuannya adalah untuk menentukan kembali peta
politik di Eropa setelah kekalahan Perancis hingga berakhirnya kekuasaan
Napoleon Perbicangan dalam konggres ini tetap berlanjut meskipun Napoleon
Bonaparte, mantan Kaisar Perancis kembali dari pengasingan dan melanjutkan
kekuasaan di Perancis pada Maret 1815. Pasal Terakhir Kongres ditandatangani
sembilan hari sebelum kekalahan terakhir Napoleon pada Pertempuran Waterloo.
Secara teknis, "Konggres Wina" sebanrnya tidak pernah dilaksanakan, karena
Kongres tersebut tidak pernah bersidang dalam sesi pleno, namun hanya
berbincang dalam sesi-sesi informal yang dihadiri perwakilan dari para kekuatan
besar Eropa.

Beberapa pemimpin dan wakil Negara Eropa yang hadir dalam Konggres Wina:

1. Pangeran Matternich (Austria)

2. Viscount Castlereagh (Britania Raya)

3. Tsar Alexander I (Rusia)

16
4. Charles Maurice de Talleyrand-Perigord (Perancis)

Bisa di tarik kesimpulan bahwasanya Kongres wina sebagai perkumpulan


wakil kekuatan besar di Eropa demi meraih perdamaian akibat perpecahan yang di
lakukan Napolen, membawa Eropa kembali utuh.

2.2.3 Hasil Kongres Wina

Mereka yang hadir dalam Kongres Wina sebagian besar adalah raja-raja
dan kaum bangsawan yang keberadaannya terusik oleh Napoleon. Selama
berlangsungnya, kongres didominasi oleh negara-negara yang termasuk dalam
“Big Four“ yang sebelumnya telah membentuk koalisi. Negara-negara tersebut
yaitu Inggris, Austria, Prusia, dan Rusia

yang telah mengirimkan wakil-wakilnya untuk hadir dalam Kongres Wina.


Pertimbangan diselenggarakannya kongres ini karena tujuan utamanya adalah
untuk mengembalikan tahta raja-raja yang diusir oleh Napoleon dan mengatasi
masalah perbatasan wilayah.dijelaskan bahwa salah satu hasil dari Kongres Wina
adalah pembentukan Konfederasi Jerman atau Deutsche Bund

Konggres yang berakhir pada bulan Juni 1815, menghasilkan keputusan-


keputusan penting yang ditandangani oleh Negara - Negara besar peserta
Konggres. Hasil konggres wina adalah sebagai berikut :

1. Russia diperluas wilayahnya dengan 2/5 wilayah kerajaan Saksen, ditambah


lagi dengan daerah – daerah Poses dan Pommerania, sedang dibagian barat
wilayahnya bertambah dengan wilayah – wilayah Rheindland dan Westhphalia.

2. Daerah - daerah milik Austria di Belanda Selatan digabungkan dengan kerajaan


Belanda dengan maksud agar kerajaan Belanda cukup kuat untuk kemungkinan
menahan ekspansi Perancis ke utara.

17
3. Austria tetap memiki wilayah Gacilia, dan memperoleh daerah Lombardia serta
Venesia di Italia Utara. Kota Cracow (Polandia) dijadikan kota merdeka atau free
city.

4. Suatu kondeferasi – konfederasi negara Jerman dibentuk dengan Austria


sebagai ketuanya. Konfederasi ini beranggotakan 39 negara.

5. Wilayah – wilayah kerajaan gereja diserahkan kembali kepada Paus; sedangkan


wilayah Toscana, Odena dan Parmaditempatkan dibawah pemerintahan keluarga –
keluarga Habsburg (Austria). Kerajaan Sardinia diperluas wilayahnya.

6. Inggris berhasil memperoleh jaminan dari negara – negara besar, bahwa mereka
akan menghapuskan perdagangan budak; dan jaminan pembukaan sungai – sungai
tertentu untuk kepentingan lalu lintas perdagangan. Di samping itu diperolehnya
keuntungan – keuntungan teritorial di daerah seberang lautan terutama di Asia.9

2.2.4 Dampak dari Hasil Kongres Wina

Demikian keputusan-keputusan penting diambil dalam Kongres Wina


suatu rangkaian keputusan penting, yang pernah diambil antara Konfrensi
perdamaiaan. (Di antara para ahli sejarah sering terdengar pendapat, bahwa
keputusan Kongres Wina itu berbau Reaksioner, hanya menguntungkan pihak-
pihak yang berkuasa dan menutup ide dan paham-paham Revolusioner namun
perlu diinggat bahwa para diplomatik yang berkumpul di Wina pada saat itu
berada dalam keadaan yang sulit disebabkan pleh situasi dan kondisi yang kurang
menguntungkan.

Konggres Wina merupakan suatu perjanjian damai yang muncul sebagai


dampak bergulirnya Revolusi Perancis. Walaupun Konggres Wina dianggap
bukan sebagai suatu Konggres dalam arti sebenarnya akan tetapi dari Konggres ini
dihasilkan beberapa keputusan penting untuk membangun kembali Eropa seperti
sebelumnya terjadinya perang koalisi. Para diplomat dan para Raja yang
berkumpul di Wina tahun 1814 dan 1815, kebanyakan mereka berfikir bahwa
9
http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_0705671_chapter1.pdf , di akses pada 5
Desember 2020

18
mereka telah berhasil menghentikan gerakan revolusioner dan ambisi imperialis
Napoleon yang melanda Eropa10

2.3 Pemberontakan terhadap Kongres Wina

Keputusan kongres Wina yang sewenang-wenang dalam membagi-bagi wilayah


untuk negara lain mendapat protes keras dari rakyat negara yang bersangkutan
maka timbulah peregolakan terhadap ketidakpuasan atas sikap raja-raja yang
sewenang-wenang maka munculah beberapa gerakan rakyat yang terdiri atas:

2.3.1 Revolusi Juli 1830 di Perancis

Menentang kesewenang-wenangan kekuasaan raja Charles X. Revolusi ini


menimbulkan beberapa pergolakan seperti:

1. Perang kemerdekaan Belgia 1830-1831

2. Pembrontakan Polandia 1830-1831.

3. Tuntutan rakyat Inggris terhadap perubahan soial dan politik (Reforbill 1832).

4. Tuntutan untuk menghapuskan perbudakan di Inggris (1833).

5. Munculnya pemerintahan Liberal (kebeasan individu) di Inggris.

2.3.2 Revolusi Februari 1848 di Prancis

Menentang kesewenang-wenangan raja Louise Phillip dan tuntutan rakyat


Jerman untuk melakukan perubahan sistem pemerintahan menjadi Liberal dan
Demokratis. Revolusi ini menimbulkan beberapa pergolakan seperti:

- Pemberontakan untuk menjatuhkan Pangeran Matternich dari Austria.


- Pemberontakan Lombardy, Venetia, Bohemia, dan Hongaria terhadap
Austria.
- Gerakan buruh (Chartism) di Inggris.

10
Suwandi, Husni. 2016. Sejarah Eropa Kontemporer, Dalam
https://id.scribd.com/doc/31360067/Perang-Koalisi , di akses pada 7 Desember 2020

19
Gelombang revolusioner mulai di Perancis pada bulan Februari, dan
segera menyebar ke sebagian besar Eropa dan sebagian Amerika Latin. Lebih dari
50 negara yang terpengaruh, tetapi dengan tidak ada koordinasi atau kerjasama
antara kaum revolusioner masing-masing. Enam faktor yang melatarbelakangi
gerakan tersebut adalah meluasnya ketidakpuasan dengan kepemimpinan politik;
tuntutan untuk lebih berpartisipasi dalam pemerintahan dan demokrasi, tuntutan
untuk kebebasan pers, tuntutan kelas pekerja;, kebangkitan nasionalisme; dan
akhirnya, regrouping dari kekuatan reaksioner berdasarkan royalti, aristokrasi,
tentara, gereja dan para petani Reformasi yang berlangsung termasuk
penghapusan perbudakan di Austria dan Hungaria, akhir monarki absolut di
Denmark, pengenalan demokrasi parlementer di Belanda dan akhir definitif
monarki Capetia di Perancis.

Revolusi yang paling penting di Perancis, Belanda, Jerman, Polandia,


Italia, dan Kekaisaran Austria petak Kekuasaan kaum bangsawan yang tidak puas
dengan absolutisme. Pada 1846, telah terjadi pemberontakan kaum bangsawan
Polandia di Austria Galicia, yang hanya balas ketika petani, pada gilirannya,
bangkit melawan para bangsawan. Selain itu, pemberontakan oleh pasukan
demokratis terhadap Prussia, direncanakan tetapi tidak benar-benar dilakukan ,
terjadi di Greater Poland.

2.3.3. Revolusi Italia

Revolusi 1848 di negara Italia yang diselenggarakan pemberontakan


di negara bagian semenanjung Italia dan Sisilia, yang dipimpin oleh intelektual
dan agitator yang diinginkan pemerintah liberal. Sebagai nasionalis Italia mereka
berusaha untuk menghilangkan kontrol Austria reaksioner. Keinginan untuk bebas
dari pemerintahan asing, dan kepemimpinan konservatif Austria, memimpin
orang-orang Italia revolusi tahap untuk mengusir Austria. Revolusi itu dipimpin
oleh negara Piedmont, salah satu dari empat negara di mana para pemimpin
Austria dipaksa untuk memberikan hak liberal. Juga, pemberontakan di Kerajaan
Lombardy-Venetia, khususnya di Milan, memaksa Umum Austria Radetzky
mundur ke Quadrilatero (Segiempat) benteng

20
2.3.4 Revolusi Jerman (Revolusi Maret)

Revolusi 1848 disebut Revolusi Maret" di negara Jerman berlangsung di


selatan dan barat dari Jerman, dengan majelis populer besar dan demonstrasi
massa. Dipimpin oleh mahasiswa dan intelektual terdidik, mereka menuntut
persatuan nasional Jerman, kebebasan pers, dan kebebasan berkumpul.
Pemberontakan tidak terkoordinasi dengan baik, tetapi memiliki kesamaan
penolakan dari, struktur politik otokrasi tradisional di 39 negara independen dari
Konfederasi Jerman. Kelas menengah dan kelas pekerja komponen dari
perpecahan Revolusi, dan pada akhirnya, aristokrasi konservatif dikalahkan itu,
memaksa banyak kaum liberal ke pengasinganm Hungaria

2.3.5 Hasil dari Berbagai Revolusi

Revolusi tersebut mampu membuat beberapa perubahan pada tatanan


wilayah Eropa yaitu:

1. Revolusi tersebut mampu membuat Concert Of Europe (yaitu sebuah organisasi


4 negara: Austria, Inggris, rusia, dan Prusia yang melaksanakan konferensi untuk
membahas dan mengatasi permaslahan-permasalahan wilayah Eropa) terpecah
menjadi dua kubu yaitu Liberal (Inggris dan Perancis) berusaha mengadakan
upaya perubahahan terhadap hasil kongres Wina dan kubu Konversativ (Austria,
Rusia, dan Prusia) berusaha mempertahankan hasil keputusan kongres Wina.

2. Pada peta wilayah Eropa terjadi beberapa perubahan yang disesuaikan dengan
pembagian kekuasaan politik yang baru merubah perbatasan dan menghasilkan
dua negara baru yaitu Belanda dan Prusia. Tahun 1816 Menetapkan desa
Morestnest kepada belanda dan Neu Morestnest kepada Prusia dimana kedua
wilayah tersebut memiliki tambang seng yang berharga serta menjadikan desa
Kelmis sebagai kawasan Netral.11

11
Suwandi, Husni. 2016. Sejarah Eropa Kontemporer, Dalam
https://id.scribd.com/doc/31360067/Perang-Koalisi , di akses pada 7 Desember 2020

21
2.4 Perkembangan Setelah Kongres Wina

Perkembangan Kodifikasi Hukum Diplomatik Dalam pergaulan


masyarakat, negara sudah mengenal semacam misi-misi konsuler dan diplomatik
dalam arti yang sangat umum seperti yang dikenal sekarang pada abad ke-16 dan
ke-17, dan penggolongan Kepala Perwakilan Diplomatik telah ditetapkan dalam
Kongres Wina 1815 sebagai berikut :

1. Duta-duta besar dan para utusan (ambassadors and legate)

2. Minister plenipoteniary dan envoys extraordinaryKuasa Usaha (charge d’


affaires)

Dan setelah PBB didirikan pada tahun 1945, dua tahun kemudian telah
dibentuk Komisi Hukum Internasional. Setelah tiga puluh tahun (1949-1979),
komisi telah menangani 27 topik dan subtopik hukum internasional, 7 diantaranya
adakah menyangkut hukum diplomatik, yaitu :

• Pergaulan dan kekebalan diplomatik

• Pergaulan dan kekebalan konsuler.

• Misi-misi khusus

• Hubungan antara negara bagian dan organisasi internasional

• Masalah perlindungan dan tidak diganggu gugatnya pejabat diplomatik dan


orang lain yang memperoleh perlindungan khusus menurut hukum
internasional.

• Status kurir diplomatik dan kantong diplomatik yang diikutsertakan pada kurir
diplomatik.

• Hubungan antara negara dengan organisasi internasional

Perwakilan tetap dalam hubungan internasional mulai mendapat landasan


yang kuat, sejak Kongres Wina 1815 dan Kongres achean 1818, sebagai

22
kelengkapan terakhir di selenggarakan Konvensi oleh PBB di Wina mengenai
hubungan Diplomatik dengan hasil Vienna Convention on Diplomatic Relations
(1961) atau sering di sebut Konvensi Wina12

2.4.1 Konvensi Wina

Konvensi Wina Tahun 1986 ini berisi ketentuan-ketentuan yang berkaitan


dengan aturan (rules) dan tata-cara (procedures) pembuatan perianjian
internasional atau traktat antara Negara dengan Negara, antara Negara dengan
Oganisasi Internasional dan antara sesama Organisasi Internasional. Pada
dasarnya, Konvensi Wina 1986 ini merupakan hukum intemasional yang
mengatur tentang peöanjian internasional. Konvensi Wina Tahun 1986 ini dapat
dikatakan sebagai pemberlakuan secara mutatis mutandis dari The Vienna
Convention to the law ofTreaties of1969 (Konvensi Wina tentang Hukum
Perjanjian Internasional Tahun 1969) terhadap Organisasi Internasional.

Secara keseluruhan, Konvensi Wina Tahun 1986 ini terdiri dari 86 pasal
dan dätambab dengan Annex yang berisi tentang prosedur arbi&ase dan
konsiliasi. Materi yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan hukum dan tata-cara
atau prosedur tentang pembuatan peöanjian intemasional antara Negara dengan
Negara, antara Negara dengan Oganisasi Internasional dan antara sesama Pertama,
perlu dicatat bahwa, kesepakatan masyarakat intemasional dalam bentuk
Konvensi Wina Tahun 1986 tersebut, telab menandai munculnya satu insüumen
hukum internasional. Konvensi Wina Tahun 1986, pada hakikatnya merupakan
suatu insüumen hukum intemasional berupa peöanjian intemasional. Sebagai
suatu persetujuan resmi yang dibuat oleh masyarakat internasional melalui
konferensi diplomatik multilateral, berlak1mya Konvensi Wina Tahun 1986
memerlukan ratifikasi oleh Negara Pihak dan konfirmasi formal dari Organisasi
Internasional penanda tangan Konvensi, serta aksesi oleh Negara atau Organisasi
Internasional yang memiliki kapasitas untuk membuat perjanjian internasional.
Berdasarkan ketentuan di dalam Pasal 85 Konvensi Wina Tahm 1986, Konvensi

12
DammemTandi, Nicholas. Kewenangan Perwakilan RI di Luar Negri. Jurnal Hukum Indonesia.
Hlm 714

23
ini dapat berlaku secara efektif (entry into force), setelah dipenuhinya sejumlah 35
ins&umen ratifikasi atau aksesi oleh negara. Sampai saat ini, persyaratan yang
dirumuskan di dalam Pasal 86 Konvensi ini belum dipenuhi.

Kedua, pada dasarnya, Konvensi Wina Tahun 1986 dapat dikatakan


sebagai penerapan Konvensi Wina Tahun 1969 tentang Konvensi ini di Wina pada
21 Maret 1986 dan hingga s&rang belum berlaku secma efeküf karena
pgrsyaratan untuk berlakunya Konvensi ini belum terpenuhi Hukum Perjanjian
Internasional (The Vienna Convention on the law of Treaties of 1969) secara
mutatis-mutandis kepada Organisasi Internasional. Isi dari Konvensi Wina Tahun
1986 sangat dipengaruhi oleh Konvensi Wina Tahun 1969. Prinsip-prinsip utama
yang berkaitan dengan pembuatan peianjian internasional oleh masyarakat
internasional yang dirumuskan di dalam Konvensi Wina Tahun 1969, diadaptasi
dan ditegaskan kembali dalam Konvensi Wina Tahun 1986.

Ketiga, keberadaan Konvensi Wina Tahun 1986 merupakan bukîi


keberhasilan masyarakat internasional merumuskan perjanjian internasional yang
diprakarsai dan difasilitasi oleh PBB. Sejak didirikan, PBB, khususnya melalui
International Law Commission: WC (Komisi Hukum internasional), telah
mendorong proses kodifikasi dan pengembangan hukum internasional pada level
universal. Sebagaimana dirumuskan dalam mukadimah Kcnvensi Wina Tahun
1986 bahwa masyarakat internasional melalui organisasi PBB meyakini bahwa
pengembangan secara progresiî terhadap ketentuan hukum berkaitan dengan
penianjian internasional antara Negara dengan Negara dan antara sesama
Organisasi Internasional merupakan sarana untuk meningkatkan tata hukum (legal
order) dalam hubungan internasional.

Keempat, keberadaan Konvensi Wina Tahun 1986 juga merupakan bukti


tentang peranan mendasar pedanjian internasional dalam sejarah dan praktek
hubungan internasional. Konvensi Wina Tahun 1969 dan Konvensi Wina Tahun
1986, masing-masing sebagai suatu perjanjian internasional multilateral telab
membuktikan ani penfr)g peianjian internasional sebagai sumber hukum

24
internasional. Sebagai kesepakatan internasional Konvensi Wina Tahun 1986,
merumtLskan bak dan kewajiban yang berlaku dalam kesehmłhan sistem hukum
internasional. Dalam kaiunnya dengan norma-nonna hukum internasional yang
berlaku (the existing international law) kiranya perlu dikemukakan bahwa suatu
instrumen hukum internasional universal yang lahir dari kesepakatan intemasional
multilateral mempunyai peranan dan fungsi yang signifikan sebagai sumber
hilkum dalam sistem hukum internasional. Dalam konteks demikian, kiranya
pertu dicatat bahwa sistem hukum internasional memiliki doktrin, karakter, dan
metode tersendiri dalam proses pembentukan sumber hukum.

Seperti halnya dalam sistem hukum yang lain, ketentuanketentuan atau


norma-norma yang berlaku dalam sistem hukzun internasional berasal dari
berbagai sumber.4 Masing-masing ketentuan hukum yang berasal dati berbagai
sumber itu memililki konsekuensi yang berbeda-beda dalam penafsiran dan
penerapannya oleh peradilan intemasional. Sebagai contoh: ketentuan-ketentuan
hukum internasional yang berasal dari prinsip umum hukum (General Principles
of Law) sering ditafsirkan secara lebih fleksibel/luwes daripada ketentuan huktun
internasionai yang berasal dari perjanjian internasional bilateral

Kelima, lahimya Konvensi Wina Tabun 1986 telah memberikan


konfirmasi tentang posisi Organisasi Intemasional sebagai subyek hokum dalam
sistem hukum intemasional. Konvensi ini secara tegas mengakui kapasitas
Organisasi Internasional untuk membuat peianjian intemasional vis a vi subyek
hukum intemasional yang lain. Konvensi Wina Tabun i 986 telah melembagakan
kedudukan Organisasi Internasional sebagai subyek yang memiliki kapasitas
untuk membuat peöanjian internasional. Dengan demikian, kapasitas Organisasi
Internasional sebagai salah saiu subyek hukum internasional üdak diragukan lagi.

Pada kenyataannya, dalam praktek hubtmgan intemasional modern, telah diakui


secara luas bahwa Organisasi Internasional merupakan subyek yang memiliki
kapasitas untuk membuat pezjaqiian intemasional baik dengan negara maupun
dengan Organisasi Intemasional lainnya Sebagai contoh, pada tahun 1982, The

25
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) telah membuat
peianjian dengan Pemerintah Pakistan berkaitan dengan masalah pengungsi dari
Afghanistan. Eksistensi Organisasi Internasional sebagai subyek hukum juga
dapat dilihat dalam berbagai preseden hukum internasional13

Bisa di tarik kesimpulan bahwasanya Kongres Wina menjadi salah satu


tonggak awal lahirnya Konvensi Wina yang mana di dalamnya tersusun aturan
diplomatik yang mengatur hubungan nasional maupun Internasioanal, yang bisa di
pergunkan untuk mengatur aspek hubugan negara.

13
Riyanto, Sigit. "The Vienna Convention on the Law of Treaties between States and
International Organizations or between International Organizations of 1986" . hlm 2-5

26
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keputusan-keputusan penting diambil dalam Kongres Wina suatu


rangkaian keputusan penting, yang pernah diambil antara Konfrensi perdamaiaan.
Di antara para ahli sejarah sering terdengar pendapat, bahwa keputusan Kongres
Wina itu berbau Reaksioner, hanya menguntungkan pihak-pihak yang berkuasa
dan menutup ide dan paham-paham Revolusioner.

Namun perlu diinggat bahwa para diplomatik yang berkumpul di Wina


pada saat itu berada dalam keadaan yang sulit disebabkan oleh situasi dan kondisi
yang kurang menguntungkan. Konggres Wina merupakan suatu perjanjian damai
yang muncul sebagai dampak bergulirnya Revolusi Perancis. Walaupun Konggres
Wina dianggap bukan sebagai suatu Konggres dalam arti sebenarnya akan tetapi
dari Konggres ini dihasilkan beberapa keputusan penting untuk membangun
kembali Eropa seperti sebelumnya terjadinya perang koalisi. Para diplomat dan
para Raja yang berkumpul di Wina tahun 1814 dan 1815, kebanyakan mereka
berfikir bahwa mereka telah berhasil menghentikan gerakan revolusioner dan
ambisi imperialis Napoleon yang melanda Eropa.

3.2 Kritik dan Saran

Walaupun saya menginginkan kerapian dan kesempurnaan dalam


penyusunan makalah namun masih banyak kekurangan yang perlu di perbaiki dan
saya menyadari bahwa saya masih banyak membutuhkan sumber untuk
melengkapai makalah ini.

Oleh sebab itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan makalah ini, agar saya lebih paham tentang
bagaimana makalah yang baik dan benar.

27
28
DAFTAR PUSTAKA

http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_sej_0705671_chapter1.pdf , di akses
pada 5 Desember 2020

Wardhani, Tara. 2015. Diplomasi Eropa. Surabaya, Universitas Airlangga. Dalam

http://tara-wardhani-fisip14.web.unair.ac.id/kategori_isi-57289 SOH202%
(Sejarah%20Diplomasi).html di akses pada 5 Desember 2020

Suwandi, Husni. 2016. Sejarah Eropa Kontemporer, Universitas Airlangga


Dalam https://id.scribd.com/doc/31360067/Perang-Koalisi , di akses pada
7 Desember 2020

Mastur, Amalia. 2014. Diplomasi Of Europa. Universitar Airlangga

Dalam http://amaliamastur-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-117867-
Sejarah%20Diplomasi-Diplomasi%201815%201914%20(%20Concert
%20of%20Europe%20).html di akses pada 6 Desember 2020

Akbar, Helmi. 2014. Situasi Eropa 1815-1914. Surabaya. Fisip


Dalam http://helmi-akbar-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-113705-
(SOH2020)%20Sejarah%20Diplomasi-Situasi%20Eropa
%2018151914.html , di akses pada 6 Desember 2020

DammemTandi, Nicholas. Kewenangan Perwakilan RI di Luar Negri.

Jurnal Hukum Indonesia.

Riyanto, Sigit. 2013 "The Vienna Convention on the Law of Treaties between

States and International Organizations or between International


Organizations of 1986" .

29

Anda mungkin juga menyukai