Disusun Oleh :
Kelompok 5
Nama : Nur Hayati
Aldian Saputra
Lalu Helmi Maulana Wahid
Kelas : XI IPS 2
Mapel : Sejarah Indonesia
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................
Pada awal abad XIX Jawa Setelah pemerintahan Inggris berakhir, yaitu
pada tahun 1816, Indonesia kembali dikuasai oleh Pemerintahan Hindia-Belanda.
Pada masa ”kedua” penjajahan ini, yang sangat terkenal adalah sistem tanam
paksa yang diterapkan oleh Van den Bosch. Pelaksanaannya pun dimulai pada
tahun 1830. Terdapat ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaan sistem tanam paksa
tersebut. Namun pada akhirnya, dalam praktek sesungguhnya terdapat banyak
penyimpangan-penyimpangan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perang Tondano terjadi ?
2. Apa saja bentuk perlawanan pada perang Pattimura ?
3. Bagaimana perlawanan pada perang Padre ?
4. Apa saja yang terjadi saat perang di Ponegoro ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana perang Tondano terjadi
2. Untuk mengetahui apa saja bentuk perlawanan pada perang Pattimura
3. Memahami bagaimana perlawanan pada perang Padri
4. Untuk mengetahui apa saja yang terjadi saat perang di Ponegoro
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perang Tondano
“ Perang Tondano yang terjadi pada 1808 – 1809 adalah perang yang
meilbatkan orang Minahasa di Sulawesi Utara dan pemerintah kolonial Belanda
pada permulaan abad XIX. Perang pada permulaan abad XIX ini terjadi akibat
dari implementasi politik pemerintah kolonial Hindia Belanda oleh para
pejabatnya di Minahasa, terutama upaya mobilisasi pemuda untuk dilatih
menjadi tentara.”( Taufik Abdullah dan A.B.Lapian, 2012:375 )
1. Perang Tondano I
Perang Tondano I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada saat datangnya
bangsa barat orang-orang Spanyol sudah sampai di Tondano (Minahasa, Sulawesi
Utara). Orang Spanyol di samping berdagang juga menyebarkan agama Kristen
dengan tokohnya Franciscus Xaverius. Hubungan mengalami perkembangan
tatapi pada abad ke-17 hubungan dagang mereka terganggu dengan munculnya
VOC. Pada waktu itu VOC berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate.
Bahkan Guberbur Ternate Simon Cos mendapatkan kepercayaan dari Batavia
untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh Spanyol. Simon Cos kemudian
menempatkan kapalnya di Selat Lembeh untuk mengawai pantai timur Minahasa.
Para pedagang Spanyol dan juga pedagang Makasar bebas berdagang mulai
tersingkir oleh VOC. Apalagi Spanyol harus meninggalkan Indonesia menuju
Filipina.
VOC berusaha memaksakan orang-orang Minahasa untuk monopoli
berusaha di Sulawesi Utara. Orang Minahasa kemudian menentang usaha tersebut
maka VOC berupaya untuk memerangi orang minahasa dengan membendung
Sungai Temberan. Akibatnya tempat tinggal tergenang dan kemudian tempat
tinggal di danau Tondano dengan rumah apung. Pasukan VOC kemudian
mengepung orang Minahasa di Danau Tondano. Simon Cos mengeluarkan
ultimatum yang berisi 1) orang Tondano harus menyerahkan tokoh pemberontak
kepada VOC 2) orang Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan
50-60 nbudak sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi. Simon Cos kecewa
karena ultimatum tidak diindahkan .Pasukan VOC kemudian dipindahkan ke
Manado. Setelah itu rakayat Tondano menghadapi masalah dengan hasil panen
yang menumpuk tidak laku terjual kepada VOC. Dengan terpaksa kemudian
mereka mendekaati VOC, maka terbukalah tanah Tondano bagi VOC. Berakhirlah
perang Tondano I. Orang Tondano memindahkan perkampungannya kedataran
baru yang bernama Minawanua (ibu negeri)
2. Perang Tondano II
Perang Tondano II terjadi ketika memasuki abad ke-19, yakni pada abad ke-
19, yakni pada masa kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan
Gubernur Jenderal Daendels. Deandels yang mendapat mandat untuk memerangi
Inggris, memerlukan pasukan dalam jumlah besar. Untuk menambah pasukan
maka direkrut pasukan dari kalangan pribumi . Mareka yang dipilih adalah suku-
suku yang memiliki keberanian adalah orang Madura, Dayak dan Minahasa. Atas
perintah Deandels melalui Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger segera
mengumpulkan para ukung (pemimpin walak atau daerah setingkat distrik). dari
Minahasa ditarget untuk mengumpulkan pasukan sejumlah 2.000 orang yang akan
di kirim ke jawa. Ternyata orang-orang Minahasa tidak setuju dengan program
Deandels untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial.
Kemudian para ukung bertekad untuk mengadakan perlawanan terhadap kolonial
Belanda. Mereka memusatkan aktivitas perjuangannya di Tondano Minahasa.
Dalam suasana Gubernur Prediger untuk meyerang pertahanan orang-orang
Minahasa di Tondano, Minawanua, dengan cara membendung Sungai Temberan
dan membentuk dua pasukan tangguh. Tanggal 23 Oktober 1808 Belanda berhasil
menyerang orang-orang Minahasa. Tanggal 24 Oktober 1808 Belanda menguasai
Tondano dan mengendorkan serangan tetapi kemudian orang-orang Tondano
muncul dengan melakukan serangan.
Perang Tondano Ii berlasung lama sampai Agusttus 1809. dalam suasana
kepenatan banyak kelompok pejuang kemudian memihak Belanda. Namun
dengan kekuatan yang ada para pejuanga Tondano terus memberikan perlawanan.
Akhirnya tanggal 4-5 Agustus 1809 benteng pertahanan Moraya hancur bersama
para pejuang. Mereka memilih mati daripada menyerah.
B. Perang Pattimura
Perlawanan rakyat Maluku dipimpin oleh Pattimura. Adapun latar
belakang perlawanan rakyat Maluku tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Pemerintah Kolonial memberlakukan kembali penyerahan wajib dan kerja
wajib.
b. emerintah kolonial menurunkan tarif hasil bumi yang wajib diserahkan,
sedangkan pembayarannya tersendat-sendat.
c. Pemerintah kolonial memberlakukan uang kertas, sedangkan rakyat Maluku
telah terbiasa dengan uang logam.
d. Pemerintah kolonial menggerakkan pemuda Maluku untuk menjadi prajurit
Belanda.
Perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda diawali dengan
tindakan Kapitan Pattimura yang mengajukan daftar keluhan kepada Residen Van
den Bergh. Dalam daftar keluhan tersebut berisi tindakan semena- mena
pemerintah kolonial yang menyengsarakan rakyat. Keluhan tersebut tidak
ditanggapi Belanda sehingga rakyat Maluku di bawah pimpinan Kapitan
Pattimura menyerbu dan merebut Benteng Duurstede di Saparua. Dalam
pertempuran tersebut, Residen Van de Bergh terbunuh. Perlawanan kemudian
meluas ke Ambon, Seram, dan tempat lainnya. Akibatnya kedudukan Belanda
semakin terdesak. Namun, kemudian Belanda mengerahkan segenap kekuatannya
untuk melawan rakyat Maluku. Akhirnya pada awal Agustus 1817, Benteng
Duurstede dapat direbut kembali oleh Belanda. Namun, perlawanan rakyat
Maluku tetap berlanjut dengan cara bergerilya.
Perlawanan rakyat Maluku berakhir dengan menyerahkan Kapitan
Pattimura dengan teman-temannya kepada Residen Liman Pietersen. Setelah
Kapitan Pattimura dan teman-temannya diadili di Ambon, pada tanggal 16
Desember 1817 dihukum mati di depan Benteng Nieuw Victoria. Mereka gugur
sebagai pahlawan dalam membela rakyat yang tertindas .
C. Perang Padri
Di Sumatra Barat pada awal abad ke-19 muncul gerakan Wahabiah yang
tujuannya memurnikan ajaran agama Islam. Kelompok pendukung gerakan
Wahabiah dikenal sebagai kaum Padri. Gerakan yang dilakukan kaum Padri ini
mendapat tentangan dari kelompok penghulu yang menganggap dirinya keturunan
raja Minangkabau.
Dalam pertentangan antara kaum Padri dan kaum Adat (karena cenderung
mempertahankan adat, mereka dikenal dengan kaum adat), pemerintah Belanda
berpihak kepada kaum adat. Antara Residen de Puy dan Tuanku Suruaso beserta
empat belas penghulu adat mengadakan perjanjian pada tanggal 10 Februari 1821.
Dari perjanjian tersebut pasukan Belanda menduduki beberapa daerah di Sumatra
Barat. Peristiwa tersebut menandai dimulainya Perang Padri.
Perang Padri terbagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut.
a. Perang Padri I (Tahun 1821-1825)
Terjadinya Perang Padri I ditandai dengan serangan kaum padri ke pos
Belanda di Sumawang, Sulit Air, Enam kota, Rau, dan Tanjung Alam. Pusat
kekuatan kaum padri di Bonjol dan Alam Panjang. Di Bonjol pada tanggal 22
Januari 1824 disepakati perjanjian perdamaian, tetapi pasukan Belanda melakukan
pelanggaran perjanjian. Hal tersebut menimbulkan perlawanan yang lebih dahsyat
lagi dari kaum padri. Dalam perkembangannya, pada tanggal 15 November 1825
di Padang disepakati perjanjian perdamaian. Belanda melakukan tawaran
perdamaian karena pasukan Belanda ditarik ke Jawa untuk menghadapi
perlawanan Pangeran Diponegoro. Adanya peristiwa perdamaian di Padang
tersebut menandai berakhirnya Perang Padri I.
b. Perang Padri II (Tahun 1830-1837)
Terjadinya Perang Padri II diawali pasukan Belanda mendirikan pos di
wilayah kekuasaan kaum padri (hal tersebut terjadi seusai Perang Diponegoro).
Pasukan padri diperkuat pasukan dari Jawa yang dipimpin oleh Sentot Alibasya
Prawirodirjo (yang membelot dari kontrol Belanda). Benteng Bonjol pada tanggal
21 September 1837 jatuh ke tanggan Belanda. Dalam peristiwa tersebut Tuanku
Imam Bonjoltertangkap dan diasingkan. Walaupun Tuanku Imam Bonjol
tertangkap dan diasingkan, perlawanan masih tetap berlanjut dipimpin oleh
Tuanku Tambusai, Tuanku nan Cerdik, dan Tuanku nan Alahan. Setelah Tuanku
nan Alahan menyerah, Perang Padri II berakhir.
B. Saran
Jangan hanya terfokus dengan hal-hal yang sudah dilakukan. Carilah
inspirasi yang baru demi kemajuan pengetahuan tentang sejarah Indonesia.
Pemerintah juga harus mendukung dan memfasilitasi berbagai kegiatan dalam
pembelajran sejarah Indonesia agar masyarakat lebih inspiratif.
DAFTAR PUSTAKA
https://keyliona.blogspot.com/2017/08/makalah-perang-melawan-
belanda.html
https://www.academia.edu/30942983/MAKALAH_PERANG_MELAWA
N_PEJAJAHAN_KOLONIAL_HINDIA_BELANDA
http://berbagilillah.blogspot.com/2016/11/mengevaluasi-perang-melawan-
penjajahan.html
http://jasmerahnusantara.blogspot.com/2016/02/perang-melawan-
penjajahan-kolonial.html