DI:
S
U
S
U
N
OLEH KELOMPOK III :
1. NURUL ARINI
2. MUH.NAUFAL REZKY
3. NUR SAKINAH
4. NOR MUHAMMAD HAFIDZ
MAN 1 BARRU
2023/2024
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan limpahan rahmatNya-lah maka kami bisa menyelesaikan makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini kami mempersembahkan sebuah makalah tentang “Perlawanan Terhadap
Kolonialisme Belanda”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita
untuk mempelajari berbagai sejarah tentang cikal bakal Bangsa Indonesia dan bisa mengetahui
perjuangan dari rakyat-nya itu sendiri. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dengan ini, kami mempersembahkan makalah
ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga
dapat memberikan manfaat untuk semua pihak. Amin.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
b. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
c. Tujuan Pembahasan.........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan ……………………………………………..………………………….9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perlawanan mula-mula ditujukan kepada kekuasaan Portugis dan VOC. Perlawanan yang
dilakukan bangsa Indonesia tersebut di bagi ke dalam dua periode, yaitu perlawanan sebelum
tahun 1800 dan perlawanan sesudah tahun 1800. Pembagian waktu tersebut dilakukan untuk
memudahkan pemahaman mengenai sejarah perlawanan bangsa Indonesia terhadap Bangsa-
Bangsa Barat tersebut. Perlawanan sebelum tahun 1800, yaitu : Perlawanan Rakyat Mataram,
Perlawanan Rakyat Banten, Perlawanan Rakyat Makasar, Pemberontakan Untung Surapati.
Sedangkan perlawanan sesudah tahun 1800, yaitu : Perlawanan Sultan Nuku(Tidore),
Perlawanan Patimura, Perang Diponegoro,Perang Paderi, Perang Aceh, Perang Bali, Perang
Banjarmasin. Proses penjajahan di Indonesia adalah proses perjuangan yang tidak akan cukup
tergambarkan dalam satu atau dua buku. Berbagai pristiwa yang pernah dialami maupun
berbagai peninggalan yang masih tersisa merupakan saksi yang masih banyak menyimpan
rahasiah yang mungkin belum mampu terungkap.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
Supaya kita dapat mengetahui susah payahnya para pejuang yang peduli akan keadaan
Bangsa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Selain Pattimura tokoh lainnya adalah Paulus Tiahahu dan puterinya Christina Martha
Tiahahu. Anthoni Reoak, Phillip Lattumahina, Said Perintah dan lain-lain. Perlawanan juga
berkobar di pulau-pulau lain yaitu Hitu, Nusalaut dan Haruku penduduk berusaha merebut
benteng Zeeeland. Untuk merebut kembali benteng Duurstede, pasukan Belanda didatangkan
dari Ambon dibawah pimpinan Mayor Beetjes namun pendaratannya digagalkan oleh
penduduk dan mayor Beetjes tewas. Pada bulan Nopember 1817 Belanda mengerahkan
tentara besarbesaran dan melakukan sergapan pada malam hari Pattimura dan kawan-
kawannya tertangkap. Mereka menjalani hukuman gantung pada bulan Desember 1817 di
Ambon. Paulus Tiahahu tertangkap dan menjalani hukuman gantung di Nusalaut. Christina
Martha Tiahahu dibuang ke pulau Jawa. Selama perjalanan ia tutup mulut dan mogok makan
yang menyebabkan sakit dan meninggal dunia dalam pelayaran pada awal Januari tahun 1818.
Latar belakang timbulnya perlawanan Pattimura, di samping adanya tekanan-tekanan yang
berat di bidang ekonomi sejak kekuasaan VOC juga dikarenakan hal sebagai berikut.
Tokoh / Pemimpin Perang Bangsa Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang berhasil
menguasai Maluku pada tahun 1512, kemudian disusul oleh bangsa Spanyol. Lalu disusul
bangsa Inggris menguasai Maluku pada tahun 1811. Berdasarkan Convention of London
(1814), daerah Maluku diserahkan oleh Inggris kepada Belanda. Belanda kemudian
menerapkan praktek monopoli perdagangan di Maluku, dan melakukan tindakan-tindakan lain
yang sangat merugikan rakyat Maluku. Diantaranya diadakan "pelayaran hongi" dan
"ekstirpasi" yaitu aksi penebangan pohon pala dan cengkeh yang melanggar aturan monopoli.
Akibat penderitaan yang dialami rakyat Maluku, maka timbullah reaksi dan perlawanan rakyat
Maluku pada tahun 1817 dibawah pimpinan Thomas Matulessy atau lebih dikenal dengan
nama Kapitan Pattimura, seorang bekas sersan mayor pada dinas angkatan perang Inggris.
Pattimura dibantu oleh beberapa pejuang lainnya antara lain, Anthony Rhebok, Thomas
Pattiwael dan seorang pejuang putri Christina Martha Tiahahu.
Proses Perlawanan Serangan pertama terhadap Belanda dilancarkan pada malam hari
tanggal 18 Mei 1817.Serangan ini berhasil dengan dibakarnya perahu-perahu pos di Porto
(pelabuhan). Keesokan harinya mereka menyerang Benteng Duurstede dan berhasil
merebutnya. Pada saat itu Residen Van Den Berg beserta keluarga dan pengawalnya yang ada
di benteng berhasil dibunuh. Untuk membalas dan merebut kembali benteng Duurstede,
Belanda mendatangkan bala bantuan dari Ambon ke Haruku pada tanggal 19 Mei 1817.
Bantuan itu berkekuatan 200 orang prajurit dan dipimpin oleh seorang mayor. Mereka
memusatkan kekuatan di benteng Zeelandia. Raja-raja di Maluku mengerahkan rakyatnya
untuk menyerang benteng Zeelandia. Belanda menerobos kepungan rakyat dan melanjutkan
perjalanan ke Saparua. Terjadi pertempuran sengit di Saparua. Banyak jatuh korban dipihak
tentara Belanda. Dengan demikian berhasillah pasukan Pattimura mempertahankan benteng
Duurstede. Kemenangan yang gemilang ini menambah semangat juang rakyat Maluku,
sehingga perlawanan meluas ke daerah lain seperti Seram, Hitu dan lain-lain. Perlawanan
rakyat di Hitu, ditangani oleh Ulupaha (80 tahun). Karena pengkhianatan terhadap bangsa
sendiri, akhirnya Ulupaha terdesak dan tertangkap oleh Belanda. Pada bulan Juli 1817,
Belanda mendatangkan bala bantuan berupa kapal perang yang dilengkapi dengan meriam-
meriam. Benteng Duurstede yang dikuasai oleh Pattimura dihujani meriam-meriam yang
ditembakkan dari laut. Akhirnya benteng Duurstede berhasil direbut kembali oleh Belanda.
Pasukan Pattimura melanjutkan perjuangan dengan siasat perang gerilya. Pada bulan Oktober
1817, Belanda mengerahkan pasukan besar-besaran untuk menghadapi Pattimura. Sedikit
demi sedikit pasukan Pattimura terdesak. Akhirnya pada bulan November 1817, Belanda
berhasil menangkap Pattimura, Anthonie Rhebok dan Thomas Pattiwael.
Istilah Padri berasal dari kata Pidari atau Padre, yang berarti ulama yang selalu
berpakaian putih. Para pengikut gerakan padri biasanya memakai jubah putih. Sedangkan
kaum adat memakai pakaian hitam. Selain itu juga ada yang berpendapat bahwa disebut
gerakan Padri karena para pemimpin gerakan ini adalah orang Padari, yaitu orang-orang yang
berasal dari Pedir yang telah naik haji ke Mekah melalui pelabuhan Aceh yaitu Pedir. Adapun
tujuan dari gerakan Padri adalah memperbaiki masyarakat Minangkabau dan mengembalikan
mereka agar sesuai dengan ajaran Islam yang murni yang berdasarkan AlQur’an dan Hadist.
Gerakan ini mendapat sambutan baik di kalangan ulama, tetapi mendapat pertentangan dari
kaum adat. (Mawarti, Djoened PNN, 1984:169). Perang Padri dilatarbelakangi oleh
kepulangan tiga orang Haji dari Mekkah sekitar tahun 1803, yaitu Haji Miskin, Haji Sumanik
dan Haji Piobang yang ingin memperbaiki syariat Islam yang belum sempurna dijalankan oleh
masyarakat Minangkabau. Mengetahui hal tersebut, Tuanku Nan Renceh sangat tertarik lalu
ikut mendukung keinginan ketiga orang Haji tersebut bersama dengan ulama lain di
Minangkabau yang tergabung dalam Harimau Nan Salapan. Harimau Nan Salapan kemudian
meminta Tuanku Lintau untuk mengajak Yang Dipertuan Pagaruyung Sultan Arifin
Muningsyah beserta Kaum Adat untuk meninggalkan beberapa kebiasaan yang bertentangan
dengan ajaran agama Islam. Dalam beberapa perundingan tidak ada kata sepakat antara Kaum
Padri dengan Kaum Adat.
Seiring itu beberapa nagari dalam Kerajaan Pagaruyung bergejolak, puncaknya pada
tahun 1815, Kaum Padri dibawah pimpinan Tuanku Pasaman menyerang Kerajaan
Pagaruyung dan pecahlah peperangan di Koto Tangah. Serangan ini menyebabkan Sultan
Arifin Muningsyah terpaksa menyingkir dan melarikan diri dari ibu kota kerajaan. Dari
catatan Raffles yang pernah mengunjungi Pagaruyung pada tahun 1818, menyebutkan bahwa
ia hanya mendapati sisasisa Istana Kerajaan Pagaruyung yang sudah terbakar. Perang Padri
Adanya perselisihan antara kaum adat dan kaum padri sebagai akibat dari usaha yang
dilakukan kaum padri untuk memurnikan ajaran Islam dengan menghapus adat kebiasaan
yang tidak sesuai dengan ajaran islam. Campur tangan belanda dengan membantu kaum
adat .Pertempuran pertama terjadi dikota lawas kemudian meluas ke daerah daerah lain.
Sehingga muncul pemimpin pemimpin yang mendukung gerakan kaum padri seperti Datuk
Bandaro, Datuk Malim Basa (Imam Bonjol), Tuanku pasaman, Tuanku Nan Rencek, Tuanku
Nan. cerdik, dan Tuanku Nan Gapuk.
Nama Pangeran Diponegoro mungkin sudah tidak asing di telinga Sobat SMP. Beliau
merupakan salah satu pahlawan nasional yang turut melawan penjajahan Belanda. Di bulan
kemerdekaan ini, Direktorat SMP akan mengupas sosok Pangeran Diponegoro serta peristiwa
Perang Diponegoro sebagai upaya perlawanan terhadap penjajahan Belanda.
Pangeran Diponegoro adalah putra dari Sri Sultan Hamengku Buwono III memiliki nama
asli Raden Mas Ontowiryo, lahir pada 11 November 1785 di Yogyakarta. Sosok Pangeran
Diponegoro dikenal secara luas karena memimpin Perang Diponegoro atau disebut sebagai
Perang Jawa karena terjadi di tanah Jawa. Perang ini merupakan salah satu pertempuran terbesar
yang pernah dialami oleh Belanda selama masa pendudukannya di Nusantara.
Perang tersebut terjadi karena Pangeran tidak menyetujui campur tangan Belanda dalam
urusan kerajaan. Selain itu, sejak tahun 1821 para petani lokal menderita akibat penyalahgunaan
penyewaan tanah oleh warga Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman. Van der Capellen
mengeluarkan dekrit pada tanggal 6 Mei 1823 yang menyatakan bahwa semua tanah yang
disewa orang Eropa dan Tionghoa wajib dikembalikan kepada pemiliknya per 31 Januari 1824.
Namun, pemilik lahan diwajibkan memberikan kompensasi kepada penyewa lahan
Eropa.Pangeran Diponegoro membulatkan tekad untuk melakukan perlawanan dengan
membatalkan pajak Puwasa agar para petani di Tegalrejo dapat membeli senjata dan makanan.
Kekecewaan Pangeran Diponegoro juga semakin memuncak ketika Patih Danureja atas perintah
Belanda memasang tonggak-tonggak untuk membuat rel kereta api melewati makam leluhurnya.
Beliau kemudian bertekad melawan Belanda dan menyatakan sikap perang.
Pada hari Rabu, 20 Juli 1825, pihak istana mengutus dua bupati keraton senior yang
memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di
Tegalrejo sebelum perang pecah. Meskipun kediaman Diponegoro jatuh dan dibakar, pangeran
dan sebagian besar pengikutnya berhasil lolos karena lebih mengenal medan di Tegalrejo.
Pangeran Diponegoro beserta keluarga dan pasukannya bergerak ke barat hingga Desa Dekso di
Kabupaten Kulonprogo, dan meneruskan ke arah selatan hingga keesokan harinya tiba di Goa
Selarong yang terletak lima kilometer arah barat dari Kota Bantul.Pangeran Diponegoro
kemudian pindah ke Selarong, sebuah daerah berbukit-bukit yang dijadikan markas besarnya.
Pangeran Diponegoro kemudian menjadikan Goa Selarong, sebuah goa yang terletak di Dusun
Kentolan Lor, Guwosari Pajangan Bantul, sebagai basisnya. Pangeran menempati goa sebelah
barat yang disebut Goa Kakung, yang juga menjadi tempat pertapaannya, sedangkan Raden Ayu
Retnaningsih (selir yang paling setia menemani Pangeran setelah dua istrinya wafat) dan
pengiringnya menempati Goa Putri di sebelah Timur.
Perang Diponegoro yang terjadi selama lima tahun (1825 – 1830) telah menelan korban
tewas sebanyak 200.000 jiwa penduduk Jawa, sementara korban tewas di pihak Belanda
berjumlah 8.000 tentara Belanda dan 7000 serdadu pribumi.Selain melawan Belanda, perang ini
juga merupakan perang (sesama) saudara antara orang-orang keraton yang berpihak pada
Diponegoro dan yang anti-Diponegoro (antek Belanda). Akhir perang ini menegaskan
penguasaan Belanda atas Pulau Jawa.Setelah perang Diponegoro, pada tahun 1832 seluruh raja
dan bupati di Jawa tunduk menyerah kepada Belanda kecuali bupati Ponorogo Warok
Brotodiningrat III, justru hendak menyerang seluruh kantor belanda yang berada di kota-kota
karesidenan Madiun dan di jawa tengah seperti Wonogiri, karanganyar yang banyak dihuni oleh
Warok.Begitulah peristiwa perang Diponegoro yang dipimpin langsung oleh Pangeran
Diponegoro. Semoga setelah membaca artikel ini, pengetahuan SMP Sobat mengenai perjuangan
para pahlawan nasional akan semakin bertambah, ya. Sebab menurut Presiden Soekarno, bangsa
yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya
Latar Belakang Terjadinya Perlawanan Aceh adalahDi dalam Traktat London 17 Maret
1824, Inggris dan Belanda menandatangani perjanjian mengenai pembagian wilayah jajahan di
Indonesia dan Semenanjung Malaya. Belanda dalam perjanjian tidak dibenarkan mengganggu
kemerdekaan negara Aceh. Namun Belanda selalu mencari alasan untuk menyerang Aceh.
Berdasarkan Traktat Sumatera pada 2 November 1871, pihak Belanda diberi kebebasan
oleh Inggris untuk memperluas daerah kekuasaannya di Aceh. Hal ini mengganggu ketenangan
Aceh.Semakin pentingnya posisi Aceh dengan dibukanya Terusan Suez pada tahun 1869.Aceh
menolak mengakui kedaulatan Hindia Belanda. Maka tanggal 26 Maret 1873 pemerintah
Kolonial Belanda mengumumkan perang terhadap Aceh.Jalannya Perlawanan Setelah mendarat
pada tanggal 5 April 1873 dengan kekuatan kurang lebih 3000 orang bala tentara. Karena
ternyata bertahan sangat kuat, serangan ditunda kembali sambil menunggu bala bantuan dari
Batavia. Singkat cerita Snock Hugronje diutus untuk mempelajari masyarakat Aceh dan akhirnya
Belanda berhasil menduduki Aceh. Salah satu keberhasilannya adalah membuang Tjut Nyak
Dien ke Sumedang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhirnya pada tahun 1837 Benteng Bonjol dapat dikuasai Belanda, dan Tuanku
Imam Bonjol berhasil ditangkap, tetapi peperangan ini masih berlanjut sampai akhirnya
benteng terakhir Kaum Padri, di Dalu-Dalu , yang waktu itu telah dipimpin oleh Tuanku
Tambusai jatuh pada 28 Desember 1838. Hancurnya benteng tersebut memaksa Tuanku
Tambusai mundur, bersama sisa-sisa pengikutnya pindah kenegeri sembilan
semenanjung malaya dan akhirnya peperangan ini dianggap selesai karena sudah tidak
ada perlawanan yang berarti. 3.2 Saran Semoga dengan dibuatnya makalah ini, kita bisa
mengetahui bagaimana susahnya pejuang Indonesia zaman dahulu merebut NKRI, dari
bertaruh harta maupun nyawa. Janganlah melupakan jasa pahlawan yang telah gugur
dalam membela Indonesia dan semoga kita bisa mengambil nilai-nilai luhur dari mereka.
DAFTAR PUSTAKA
http://iskandarberkasta-sudra.blogspot.com/2011/02/kedatangan-belanda-ke-
indonesia.html Notosusanto,
Nugroho:Poesponegoro
Marwati
Nasional