BELANDA
DIBUAT OLEH :
1. NAUFAL AFIFKAKA FADHILAH (22)
2. REVALINO ADITYA NUR CAHYA (26)
3. DEVI PUTRI NUR’AINI (13)
ii
KATA PENGANTAR
Perjuangan melawan penjajahan Belanda adalah sebuah bab yang menggugah dalam
sejarah bangsa Indonesia. Selama berabad-abad, Belanda telah menjajah dan menguasai
berbagai wilayah di kepulauan ini, tetapi rakyat Indonesia tidak pernah berhenti untuk
melawan penindasan. Mereka bersatu dengan semangat yang membara untuk mengakhiri
penjajahan dan memperjuangkan hak mereka atas kemerdekaan.
Dalam kata pengantar ini, kita akan merenungkan perlawanan bangsa Indonesia
terhadap kolonial Belanda dengan menggali lebih dalam kisah-kisah pahlawan, peristiwa
bersejarah, dan nilai-nilai yang membentuk perjuangan mereka. Semoga pembaca dapat
mengapresiasi keberanian dan semangat bangsa Indonesia dalam mempertahankan hak
mereka untuk hidup merdeka dan berdaulat.
Melalui penelusuran sejarah perlawanan ini, kita akan memahami betapa berharganya
kemerdekaan dan peran yang dimainkan oleh perjuangan melawan kolonial Belanda dalam
membentuk masa depan Indonesia yang kita nikmati hari ini. Semoga tulisan ini dapat
membantu menghormati dan mengenang perjuangan para pahlawan bangsa yang tak kenal
lelah dalam mencapai kemerdekaan Indonesia.
DAFTAR ISI
iii
SAMPUL ………………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR …………………………………………………………….
DAFTAR ISI …………………………………………………………....................
BAB VI KESIMPULAN
Kesimpulan ………………….…………………………………………………………….. 10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
iv
PERLAWANAN BANGSA INDONESIA TERHADAP KOLONIAL
BELANDA
Bangsa Belanda pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1596. Dipimpin oleh
Cornelis de Houtman, mereka mendarat di Banten. Awalnya mereka bertujuan berdagang,
akan tetapi karena bersikap tidak baik, akhirnya rakyat Banten marah dan mengusir mereka
keluar dari Banten. Kedatangan Belanda yang kedua ke Indonesia, tahun 1598, dengan tujuan
Banten dan Maluku. Sejak saat itu Belanda mulai mencengkeram perekonomian pribumi
(Indonesia).
BAB II
v
PERLAWANAN PATTIMURA TERHADAP PEMERINTAHAN
BELANDA
nama asli dari Kapitan Pattimura adalah Thomas Matulessy. Pattimura lahir di Saparua,
Maluku pada 8 Juni 1783. ayahnya bernama Frans Matulessy dan ibunya bernama Fransina
Silahoi. Sebelum melakukan perlawanan kepada VOC, Pattimura pernah berkarir dalam
militer sebagai mantan sersan Militer Inggris.
Namanya pun kemudian dikenal karena menjadi pemimpin dari perlawanan rakyat Maluku
yang melawan Belanda melalui perang Pattimura. Beliau wafat pada tanggal 16 Desember
1817 di Ambon, Maluku.
Sejak abad ke 17 dan 18, serentetan perlawanan bersenjata melawan Belanda (VOC)
dikarenakan terjadi praktik penindasan kolonialisme Belanda dalam bentuk monopoli
perdagangan, pelayaran hongi kerja paksa dan sebagainya. Penindasan dirasakan baik segi
sosial, ekonomi, politis dan segi sosial psikologis rakyat.
Dua ratus tahun lamanya rakyat Maluku mengalami perpecahan dan kemiskinan.
Rakyat Maluku memproduksi cengkeh dan pala untuk pasar dunia, namun tidak mendapatkan
keuntungan dari sisi ekonomi. Justru, rakyat Maluku semakin menderita karena adanya
berbagai kebijakan seperti pajak yang berat berupa penyerahan wajib (Verplichte leverantie)
vi
dan contingenten serta blokade ekonomi yang mengisolasi rakyat Maluku dari pedagang-
pedagang Indonesia lainnya.
Pada fase kedua pendudukan Inggris di Maluku pada 1810-1817 harus berakhir pada
1817. Hal ini karena Belanda kembali menguasai wilayah Maluku. Saat pemerintah Belanda
mulai memaksakan kekuasaannya melalui Gubernur Van Middelkoop clan Residen Saparua
Johannes Rudolf van der Berg, pecahlah perlawanan bersenjata rakyat Maluku. Menghadapi
kolonialisme, masyarakat Maluku menyelenggarakan musyawarah dan konsolidasi kekuatan.
Pada forum-forum tersebut, warga menyetujui Pattimura sebagai kapten besar yang
memimpin perjuangan.
Perebutan Benteng Duurstede Pada tanggal 7 Mei 1817 di Baileu negeri Haria,
Kapitan Pattimura dikukuhkan dalam upacara adat sebagai 'Kapitan Besar'. Dia pun memilih
beberapa orang pembantunya, yaitu Anthoni Rhebok, Philips Latumahina, Lucas Selano,
Arong Lisapafy, Melchior Kesaulya dan Sarassa Sanaki, Martha Christina Tiahahu, dan
Paulus Tiahahu.
Pada 16 Mei 1817, rakyat Saparua yang dipimpin Kapitan Pattimura berhasil merebut
Benteng Duurstede. Tentara Belanda yang ada di dalam benteng tersebut semuanya tewas,
termasuk Residen Van den Berg.
Berita ini pun membingungkan pemerintah Belanda di kota Ambon. Gubernur Van
Middelkoop dan komisaris Engelhard memutuskan militer yang besar ke Saparua di bawah
pimpinan mayor Beetjes. Ekspedisi ini disebut dengan ekspedisi Beetjes.
Saat mengetahui hal ini, Kapitan Pattimura mengatur taktik dan strategi pertempuran.
Pasukan rakyat sekitar 1.000 orang pun diatur untuk pertahanan sepanjang pesisir, mulai dari
teluk Haria sampai ke telus Saparua. Untuk kedua kalinya, pasukan Belanda dapat
dihancurkan pasukan Kapitan Pattimura.
Selama tiga bulan lamanya benteng Duurstede dikuasai oleh pasukan Kapitan
Pattimura. Akan tetapi, Belanda melakukan operasi besar-besaran dengan pasukan lebih
vii
banyak dan senjata yang lebih modern. Hal ini mengakibatkan pasukan Pattimura akhirnya
kewalahan dan mundur.
Setelah Benteng Duurstede direbut kembali oleh Belanda, Kapitan Pattimura berhasil
ditangkap di Siri Sori. Dia beserta beberapa anggota pasukannya di bawa ke Ambon.Belanda
berusaha keras membujuk Kapitan Pattimura untuk bekerjasama, tapi bujukan itu selalu
ditolak dengan tegas. Akhirnya, Kapitan Pattimura pun diadili Pengadilan Kolonial Belanda
dan dijatuhi hukuman gantung.
Satu hari sebelum eksekusi, Kapitan Pattimura Pattimura masih terus dibujuk, tapi dia
tetap menolak bujukan tersebut. Hingga, pada 16 Desember 1817, dia dieksekusi di depan
Benteng Victoria, Ambon. Dia pun gugur sebagai Pahlawan Nasional.
BAB III
PERANG PADRI
viii
Perang Padri pada mulanya disebabkan adanya perbedaan prinsip mengenai ajaran
agama antara Kaum Padri dengan Kaum Adat. Pertentangan terjadi karena kaum Padri atau
kelompok ulama ingin mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk yang ada di masyarakat Kaum
Adat. Bermula dari kepulangan tiga orang Haji dari Mekkah sekitar tahun 1803, yaitu Haji
Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang yang ingin memperbaiki syariat Islam yang belum
sempurna dijalankan oleh masyarakat Minangkabau.
Fase Pertama (1803-1821) Perang Padri dimulai dengan pergerakan agama Islam
yang dipimpin oleh ulama-ulama yang dikenal sebagai "Padri". Mereka mencoba untuk
menyebarkan ajaran Islam yang lebih ketat di wilayah Minangkabau. Konflik ini mencakup
serangkaian pertempuran dan pemberontakan melawan penguasa tradisional Minangkabau.
Fase Kedua (1821-1837) Pada fase ini, pemerintah Hindia Belanda ikut campur dalam
konflik ini dan membantu para penguasa tradisional untuk melawan Padri. Konflik semakin
membesar dan melibatkan pasukan Belanda dalam skala yang lebih besar. Fase ini dikenal
dengan serangkaian pertempuran yang sengit.
Fase Ketiga (1837-1838) Fase ketiga adalah fase penumpasan pemberontakan Padri
oleh pasukan Belanda. Pasukan Belanda mengalahkan pasukan Padri dan menangkap
pemimpin-pemimpinnya. Pada akhirnya, perang ini berakhir dengan kekalahan
pemberontakan Padri dan wilayah Minangkabau menjadi wilayah kolonial Hindia Belanda.
Perang Padri memiliki dampak besar pada sejarah dan perkembangan Sumatra Barat,
terutama dalam hal agama dan budaya. Itu juga merupakan contoh penting dari konflik
agama yang melibatkan pihak kolonial di Indonesia pada abad ke-19.
BAB IV
PERANG DIPONEGORO
ix
Perang Diponegoro berlangsung selama lima tahun yaitu dari tahun 1825 hingga
tahun 1830. Hal ini bermula dari peristiwa pada 20 Juli 1825, di mana pihak istana mengutus
dua bupati keraton senior yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap
Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo. Saat itu Pangeran Diponegoro dan
sebagian besar pengikutnya berhasil lolos, namun kediamannya di Tegalrejo habis dibakar.
alam perjuangan ini, Pangeran Diponegoro tidak sendiri, namun dibantu Kyai Mojo
yang juga menjadi pemimpin spiritual pemberontakan. Pangeran Diponegoro juga
berkoordinasi dengan I.S.K.S. Pakubuwono VI serta Raden Tumenggung Prawirodigdoyo
Bupati Gagatan. Hanya dalam waktu tiga minggu setelah penyerbuan Tegalrejo, pasukan
Diponegoro sudah bisa melakukan penyerangan dan berhasil menduduki keraton Yogyakarta.
Keberhasilan ini disusul dengan kemenangan di beberapa daerah pada tahun-tahun awal.
x
menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai
Mojo ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan Alibasah Sentot
BAB V
PERANG ACEH
xi
Perang dimulai pada 5 April 1857, di mana pasukan Belanda di bawah kepemimpinan
Mayor Jenderal J.H.R Kohler mulai menyerang Aceh. Dengan kekuatan yang ada, para
pejuang Aceh pun tidak tinggal diam dan mampu memberikan perlawanan sengit.
Setelah berhasil menguasai masjid, 9 Desember 1873 pasukan Belanda pun Kembali
mendarat di Pantai Aceh. Pasukan ini dipimpin oleh Letnan Jenderal J.van Swieten, seorang
pemimpin baru yang akan mengepalai pergerakan Belanda. Melihat kedatangan Belanda,
pasukan Aceh pun tidak tinggal diam hingga akhirnya meluncurkan berbagai serangan.
Namun sayangnya pasukan Aceh harus mengalah dan mundur karena persenjataan Belanda
jauh lebih lengkap.
Pada 24 Januari 1874, pasukan Belanda Kembali menduduki istana. Sultan Mahmud
Syah II bersama para pejuang lain telah terlebih dahulu meninggalkan istana hingga pada
akhirnya 4 hari setelahnya Sultan wafat akibat wabah kolera. Setelah berhasil menguasai
Masjid dan istana, Belanda akhirnya mengangkat putra mahkota Muhammad Daud Syah
sebagai Sultan Aceh. Namun karena beliau masih di bawah umur, Tuanku Hasyim Banta
Muda pun diangkat sebagai walia atau pemangku sultan sampai tahun 1884.
Tidak berhenti sampai di sini, Belanda pun terus melanjutkan perang sampai ke daerah hulu.
Posisi Letnan Jenderal Van Swieten pun sudah digantikan dengan Jenderal Pel. Setelah itu
mereka pun mulai membangun pos-pos pertahanan di Kutaraja, Krueng Aceh, dan Meuraksa
dengan kekuatan sekitar 2.759 pasukan.
Melihat pertambahan pasukan Belanda, pejuang Aceh pun tidak gentar dan tetap
semangat. Di Aceh Barat peperangan dipimpin oleh Teuku Umar dan istrinya Cut Nyak Dien
xii
hingga meluas sampai ke Meulaboh. Dengan semangat jihad, mereka pun menerapkan
strategi baru yang disebut Konsentrasi Stelsel.
Memecah belah persatuan dan kekuatan masyarakat Aceh karena dalam lingkungan
masyarakat Aceh terdapat rasa persatuan antara kaum bangsawan, ulama dan rakyat.
Menghadapi kaum ulama yang fanatik dalam memimpin perlawanan harus dengan kekerasan,
yaitu dengan kekuatan senjata
Di bawah kepemimpinan Muhammad Daud Syah dan Panglima Polem perang gerilya
terus dilakukan, sampai akhirnya Muhammad Daud menyerah. Sementara Panglima Polem
ditangkap bersama istri dan keluarganya. Perang mulai mereka setelah Cut Nyak Dien
berhasil ditangkap lalu diasingkan oleh Belanda sampai akhirnya wafat pada 8 November
1908. Perang selanjutnya dilanjutkan oleh Cut Nyak Meutia dan Pang Nanggroe. Sampai
pada akhirnya Oktober 1910, keduanya gugur dan perang resmi berakhir secara massal pada
tahun tersebut.
BAB VI
KESIMPULAN
xiii
Perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah dilakukan selama lebih dari 3 abad yang
memunculkan tokoh2 disetiap perjuangannya. Meski dengan peralatan seadanya, Indonesia
berani melawan penjajah yang ada. Walau semangat nasionalisme yang masih kurang namun
jiwa untuk menolak ketidakadilan yang ada dalam setiap pejuang menjadi salah satu
semangat yang patut ditiru.
xiv
DAFTAR PUSTAKA