Anda di halaman 1dari 15

PERLAWANAN BANGSA INDONESIA TERHADAP KOLONIAL

BELANDA

SMA NEGERI 1 KARANGJATI


2023
PERLAWANAN BANGSA INDONESIA TERHADAP KOLONIAL
BELANDA

DIBUAT OLEH :
1. NAUFAL AFIFKAKA FADHILAH (22)
2. REVALINO ADITYA NUR CAHYA (26)
3. DEVI PUTRI NUR’AINI (13)

SMA NEGERI 1 KARANGJATI


2023

ii
KATA PENGANTAR

Perjuangan melawan penjajahan Belanda adalah sebuah bab yang menggugah dalam
sejarah bangsa Indonesia. Selama berabad-abad, Belanda telah menjajah dan menguasai
berbagai wilayah di kepulauan ini, tetapi rakyat Indonesia tidak pernah berhenti untuk
melawan penindasan. Mereka bersatu dengan semangat yang membara untuk mengakhiri
penjajahan dan memperjuangkan hak mereka atas kemerdekaan.

Dalam kata pengantar ini, kita akan merenungkan perlawanan bangsa Indonesia
terhadap kolonial Belanda dengan menggali lebih dalam kisah-kisah pahlawan, peristiwa
bersejarah, dan nilai-nilai yang membentuk perjuangan mereka. Semoga pembaca dapat
mengapresiasi keberanian dan semangat bangsa Indonesia dalam mempertahankan hak
mereka untuk hidup merdeka dan berdaulat.

Melalui penelusuran sejarah perlawanan ini, kita akan memahami betapa berharganya
kemerdekaan dan peran yang dimainkan oleh perjuangan melawan kolonial Belanda dalam
membentuk masa depan Indonesia yang kita nikmati hari ini. Semoga tulisan ini dapat
membantu menghormati dan mengenang perjuangan para pahlawan bangsa yang tak kenal
lelah dalam mencapai kemerdekaan Indonesia.

DAFTAR ISI
iii
SAMPUL ………………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR …………………………………………………………….
DAFTAR ISI …………………………………………………………....................

BAB I PERLAWANAN BANGSA INDONESIA TERHADAP KOLONIAL BELANDA


Perlawanan bangsa Indonesia terhadap Belanda ……………………………………….. 1

BAB II PERLAWANAN PATTIMURA TERHADAP PEMERINTAHAN BELANDA


Perlawanan Pattimura terhadap Belanda ……………………………………………….. 2

BAB III PERANG PADRI


Perang Padri melawan Belanda ………………………………………………….…………5

BAB IV PERANG DIPONEGORO


Perang Diponegoro melawan Belanda…………………………………………………….. 6

BAB V PERANG ACEH


Perang Aceh Melawan Belanda …………………………………………………………… 8

BAB VI KESIMPULAN
Kesimpulan ………………….…………………………………………………………….. 10

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

iv
PERLAWANAN BANGSA INDONESIA TERHADAP KOLONIAL
BELANDA

Bangsa Belanda pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1596. Dipimpin oleh
Cornelis de Houtman, mereka mendarat di Banten. Awalnya mereka bertujuan berdagang,
akan tetapi karena bersikap tidak baik, akhirnya rakyat Banten marah dan mengusir mereka
keluar dari Banten. Kedatangan Belanda yang kedua ke Indonesia, tahun 1598, dengan tujuan
Banten dan Maluku. Sejak saat itu Belanda mulai mencengkeram perekonomian pribumi
(Indonesia).

Menanggapi tindak kesewenangan tersebut, hampir diseluruh wilayah Indonesia,


rakyat mengadakan perlawanan terhadap penjajah. Perlawanan tersebut terjadi karena rakyat
Indonesia tidak senang mendapat perlakuan tidak manusiawi dari penjajah. Rakyat diperas
dan ditindas diluar perikemanusiaan. Semangat patriotisme ini di wujudkan dalam berbagai
cara. Reaksi ini pada masa-masa sebelum tahun 1905 pernah dicetuskan dengan perlawanan
bersenjata. Semangat rakyat dan tokoh perjuangan pada masa itu telah membuktikan bahwa
semangat nasional telah lama bergejolak pada dada bangsa Indonesia sebagai reaksi terhadap
penderitaan lahir dan batin akibat penjajahan.

Usaha Belanda untuk mengkonsolidasi kekeuatannya mendapat


perlawanan dari raja- raja Islam, dan ditingkat desa, dari para guru serta ulama Islam.
Meskipun Belanda berhasil mengontrol sebagian besar daerah Nusantara yang
ditaklukkannya, namun Islam tetap melebarkan sayapnya; bahkan sejak abad ke-19 Islam
mendapatkan daya dorong, berkat semakin meningkatnya hubungan dengan Timur Tengah.

Kegagalan taktik perlawanan bersenjata oleh beberapa pejuang telah menyadarkan


pemimpin-pemimpin bangsa pada waktu itu untuk merubah taktik dan cara-cara perlawanan.
Gerakan ini di Indonesia oleh pemerintah colonial disebut dengan “Inlandsche Beweging”.

BAB II

v
PERLAWANAN PATTIMURA TERHADAP PEMERINTAHAN
BELANDA

Perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan Pattimura terhadap pemerintah kolonial


Hindia Belanda dilatarbelakangi oleh banyak faktor, sebagai berikut. Semakin diperketatnya
kebijakan monopoli perdagangan, Pelayaran Hongi, dan kerja paksa, yang membuat rakyat
Maluku semakin menderita. Pemerintah kolonial berencana menghapus sekolah-sekolah desa
dan memberhentikan guru untuk menghemat anggaran. Rakyat dipaksa menyediakan garam,
ikan asin, dan kopi bagi kapal-kapal perang Belanda yang berlabuh di Ambon. Menurunkan
harga hasil bumi, sementara pembayarannya cenderung ditunda-tunda. Adanya paksaan bagi
para pemuda untuk menjadi serdadu Belanda di luar Maluku. Adanya permasalahan dalam
peredaran uang kertas yang menggantikan uang loga, sehingga semakin mempersulit
kehidupan rakyat. Adanya sikap arogan dan sewenang-wenang dari Residen Saparua, Van
den Berg.

nama asli dari Kapitan Pattimura adalah Thomas Matulessy. Pattimura lahir di Saparua,
Maluku pada 8 Juni 1783. ayahnya bernama Frans Matulessy dan ibunya bernama Fransina
Silahoi. Sebelum melakukan perlawanan kepada VOC, Pattimura pernah berkarir dalam
militer sebagai mantan sersan Militer Inggris.
Namanya pun kemudian dikenal karena menjadi pemimpin dari perlawanan rakyat Maluku
yang melawan Belanda melalui perang Pattimura. Beliau wafat pada tanggal 16 Desember
1817 di Ambon, Maluku.

Sejak abad ke 17 dan 18, serentetan perlawanan bersenjata melawan Belanda (VOC)
dikarenakan terjadi praktik penindasan kolonialisme Belanda dalam bentuk monopoli
perdagangan, pelayaran hongi kerja paksa dan sebagainya. Penindasan dirasakan baik segi
sosial, ekonomi, politis dan segi sosial psikologis rakyat.

Dua ratus tahun lamanya rakyat Maluku mengalami perpecahan dan kemiskinan.
Rakyat Maluku memproduksi cengkeh dan pala untuk pasar dunia, namun tidak mendapatkan
keuntungan dari sisi ekonomi. Justru, rakyat Maluku semakin menderita karena adanya
berbagai kebijakan seperti pajak yang berat berupa penyerahan wajib (Verplichte leverantie)

vi
dan contingenten serta blokade ekonomi yang mengisolasi rakyat Maluku dari pedagang-
pedagang Indonesia lainnya.

Pada fase kedua pendudukan Inggris di Maluku pada 1810-1817 harus berakhir pada
1817. Hal ini karena Belanda kembali menguasai wilayah Maluku. Saat pemerintah Belanda
mulai memaksakan kekuasaannya melalui Gubernur Van Middelkoop clan Residen Saparua
Johannes Rudolf van der Berg, pecahlah perlawanan bersenjata rakyat Maluku. Menghadapi
kolonialisme, masyarakat Maluku menyelenggarakan musyawarah dan konsolidasi kekuatan.
Pada forum-forum tersebut, warga menyetujui Pattimura sebagai kapten besar yang
memimpin perjuangan.

Perebutan Benteng Duurstede Pada tanggal 7 Mei 1817 di Baileu negeri Haria,
Kapitan Pattimura dikukuhkan dalam upacara adat sebagai 'Kapitan Besar'. Dia pun memilih
beberapa orang pembantunya, yaitu Anthoni Rhebok, Philips Latumahina, Lucas Selano,
Arong Lisapafy, Melchior Kesaulya dan Sarassa Sanaki, Martha Christina Tiahahu, dan
Paulus Tiahahu.

Pada 16 Mei 1817, rakyat Saparua yang dipimpin Kapitan Pattimura berhasil merebut
Benteng Duurstede. Tentara Belanda yang ada di dalam benteng tersebut semuanya tewas,
termasuk Residen Van den Berg.

Berita ini pun membingungkan pemerintah Belanda di kota Ambon. Gubernur Van
Middelkoop dan komisaris Engelhard memutuskan militer yang besar ke Saparua di bawah
pimpinan mayor Beetjes. Ekspedisi ini disebut dengan ekspedisi Beetjes.

Saat mengetahui hal ini, Kapitan Pattimura mengatur taktik dan strategi pertempuran.
Pasukan rakyat sekitar 1.000 orang pun diatur untuk pertahanan sepanjang pesisir, mulai dari
teluk Haria sampai ke telus Saparua. Untuk kedua kalinya, pasukan Belanda dapat
dihancurkan pasukan Kapitan Pattimura.

Selama tiga bulan lamanya benteng Duurstede dikuasai oleh pasukan Kapitan
Pattimura. Akan tetapi, Belanda melakukan operasi besar-besaran dengan pasukan lebih

vii
banyak dan senjata yang lebih modern. Hal ini mengakibatkan pasukan Pattimura akhirnya
kewalahan dan mundur.

Setelah Benteng Duurstede direbut kembali oleh Belanda, Kapitan Pattimura berhasil
ditangkap di Siri Sori. Dia beserta beberapa anggota pasukannya di bawa ke Ambon.Belanda
berusaha keras membujuk Kapitan Pattimura untuk bekerjasama, tapi bujukan itu selalu
ditolak dengan tegas. Akhirnya, Kapitan Pattimura pun diadili Pengadilan Kolonial Belanda
dan dijatuhi hukuman gantung.

Satu hari sebelum eksekusi, Kapitan Pattimura Pattimura masih terus dibujuk, tapi dia
tetap menolak bujukan tersebut. Hingga, pada 16 Desember 1817, dia dieksekusi di depan
Benteng Victoria, Ambon. Dia pun gugur sebagai Pahlawan Nasional.

BAB III
PERANG PADRI

viii
Perang Padri pada mulanya disebabkan adanya perbedaan prinsip mengenai ajaran
agama antara Kaum Padri dengan Kaum Adat. Pertentangan terjadi karena kaum Padri atau
kelompok ulama ingin mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk yang ada di masyarakat Kaum
Adat. Bermula dari kepulangan tiga orang Haji dari Mekkah sekitar tahun 1803, yaitu Haji
Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piobang yang ingin memperbaiki syariat Islam yang belum
sempurna dijalankan oleh masyarakat Minangkabau.

Fase Pertama (1803-1821) Perang Padri dimulai dengan pergerakan agama Islam
yang dipimpin oleh ulama-ulama yang dikenal sebagai "Padri". Mereka mencoba untuk
menyebarkan ajaran Islam yang lebih ketat di wilayah Minangkabau. Konflik ini mencakup
serangkaian pertempuran dan pemberontakan melawan penguasa tradisional Minangkabau.

Fase Kedua (1821-1837) Pada fase ini, pemerintah Hindia Belanda ikut campur dalam
konflik ini dan membantu para penguasa tradisional untuk melawan Padri. Konflik semakin
membesar dan melibatkan pasukan Belanda dalam skala yang lebih besar. Fase ini dikenal
dengan serangkaian pertempuran yang sengit.

Fase Ketiga (1837-1838) Fase ketiga adalah fase penumpasan pemberontakan Padri
oleh pasukan Belanda. Pasukan Belanda mengalahkan pasukan Padri dan menangkap
pemimpin-pemimpinnya. Pada akhirnya, perang ini berakhir dengan kekalahan
pemberontakan Padri dan wilayah Minangkabau menjadi wilayah kolonial Hindia Belanda.

Perang Padri memiliki dampak besar pada sejarah dan perkembangan Sumatra Barat,
terutama dalam hal agama dan budaya. Itu juga merupakan contoh penting dari konflik
agama yang melibatkan pihak kolonial di Indonesia pada abad ke-19.

BAB IV
PERANG DIPONEGORO

ix
Perang Diponegoro berlangsung selama lima tahun yaitu dari tahun 1825 hingga
tahun 1830. Hal ini bermula dari peristiwa pada 20 Juli 1825, di mana pihak istana mengutus
dua bupati keraton senior yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap
Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo. Saat itu Pangeran Diponegoro dan
sebagian besar pengikutnya berhasil lolos, namun kediamannya di Tegalrejo habis dibakar.

Pangeran Diponegoro bergerak ke barat hingga ke Gua Selarong di Dusun Kentolan


Lor, Guwosari, Pajangan, Bantul sebagai markas besarnya. Perang Diponegoro melibatkan
berbagai kalangan, mulai dari kaum petani hingga golongan priyayi yang menyumbangkan
uang dan barang-barang berharga lainnya sebagai dana perang. Kaum pribumi terlibat dengan
berbekal semangat “Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati” yang berarti "sejari
kepala sejengkal tanah dibela sampai mati”.

alam perjuangan ini, Pangeran Diponegoro tidak sendiri, namun dibantu Kyai Mojo
yang juga menjadi pemimpin spiritual pemberontakan. Pangeran Diponegoro juga
berkoordinasi dengan I.S.K.S. Pakubuwono VI serta Raden Tumenggung Prawirodigdoyo
Bupati Gagatan. Hanya dalam waktu tiga minggu setelah penyerbuan Tegalrejo, pasukan
Diponegoro sudah bisa melakukan penyerangan dan berhasil menduduki keraton Yogyakarta.
Keberhasilan ini disusul dengan kemenangan di beberapa daerah pada tahun-tahun awal.

berkobarnya Perang Diponegoro. Pergerakan pun meluas ke daerah Banyumas, Kedu,


Pekalongan, Semarang, dan Rembang. Kemudian ke arah timur mencapai Madiun, Magetan,
Kediri, dan sekitarnya. Meluasnya gerakan perlawanan yang dicetuskan Pangeran
Diponegoro disebut mampu menggerakkan kekuatan di seluruh Jawa. Selama perang,
Pangeran Diponegoro menerapkan strategi perang gerilya dan perang atrisi (penjemuan).
Pada puncak peperangan di tahun 1827, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang
serdadu yang menjadi suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bagi Belanda.

Perang Diponegoro adalah perang terbuka dengan mengerahkan berbagai jenis


pasukan, mulai dari pasukan infanteri, kavaleri, dan artileri, yang berlangsung dengan sengit.
Di tahun yang sama, pasukan Belanda melakukan penyerangan terhadap Diponegoro dengan

x
menggunakan sistem benteng sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai
Mojo ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran Mangkubumi dan Alibasah Sentot

Prawirodirjo menyerahkan diri kepada Belanda. Bahkan pada 21 September 1829,


Belanda sempat membuat sayembara dengan hadiah hadiah sebesar 50.000 Gulden, beserta
tanah dan penghormatan bagi siapa saja yang dapat menangkap Pangeran Diponegoro hidup
atau mati. Pada 16 Februari 1830, memperhatikan posisinya yang lemah akhirnya Pangeran
Diponegoro setuju untuk bertemu dengan utusan Jenderal De Kock, yakni Kolonel Jan
Baptist Cleerens. Pada 20 Februari 1830, pertemuan antara kedua belah pihak tidak
menghasilkan kesepakatan dan Pangeran Diponegoro menyatakan ingin bertemu langsung
dengan Jenderal De Kock. Walau pertemuan dengan Jenderal De Kock terjadi beberapa kali,

namun mata-mata yang ditanamkan di kesatuan Diponegoro melaporkan bahwa


Pangeran Diponegoro tetap bersikeras mendapatkan pengakuan Belanda sebagai sultan Jawa
bagian selatan Akhirnya pada 25 Maret 1830, Jenderal De Kock memerintahkan Letnan
Kolonel Louis du Perron dan Mayor A.V Michiels untuk mempersiapkan perlengkapan
militer dan merencanakan penangkapan Diponegoro. Pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal
De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Pada akhirnya, setelah
pengkhianatan tersebut Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan
syarat sisa pengikutnya dilepaskan. Penyerahan diri Pangeran Diponegoro pun menandai
berakhirnya Perang Diponegoro atau perang Jawa pada tahun 1830.

BAB V
PERANG ACEH

xi
Perang dimulai pada 5 April 1857, di mana pasukan Belanda di bawah kepemimpinan
Mayor Jenderal J.H.R Kohler mulai menyerang Aceh. Dengan kekuatan yang ada, para
pejuang Aceh pun tidak tinggal diam dan mampu memberikan perlawanan sengit.

Belanda sempat melakukan penyerangan ke Masjid raya Baiturrahman, dan sempat


menginstruksikan anak buahnya untuk menembakkan peluru ke arah Masjid. Akibatnya,
masjid mulai terbakar dan pasukan Aceh mulai berbondong-bondong meninggalkan masjid.
Belanda akhirnya berhasil menguasai masjid pada 14 April 1873. Namun Mayor Jenderal
Kohler diketahui tewas dalam sengitnya pertempuran di masjid ini.

Setelah berhasil menguasai masjid, 9 Desember 1873 pasukan Belanda pun Kembali
mendarat di Pantai Aceh. Pasukan ini dipimpin oleh Letnan Jenderal J.van Swieten, seorang
pemimpin baru yang akan mengepalai pergerakan Belanda. Melihat kedatangan Belanda,
pasukan Aceh pun tidak tinggal diam hingga akhirnya meluncurkan berbagai serangan.
Namun sayangnya pasukan Aceh harus mengalah dan mundur karena persenjataan Belanda
jauh lebih lengkap.

Pada 24 Januari 1874, pasukan Belanda Kembali menduduki istana. Sultan Mahmud
Syah II bersama para pejuang lain telah terlebih dahulu meninggalkan istana hingga pada
akhirnya 4 hari setelahnya Sultan wafat akibat wabah kolera. Setelah berhasil menguasai
Masjid dan istana, Belanda akhirnya mengangkat putra mahkota Muhammad Daud Syah
sebagai Sultan Aceh. Namun karena beliau masih di bawah umur, Tuanku Hasyim Banta
Muda pun diangkat sebagai walia atau pemangku sultan sampai tahun 1884.

Tidak berhenti sampai di sini, Belanda pun terus melanjutkan perang sampai ke daerah hulu.
Posisi Letnan Jenderal Van Swieten pun sudah digantikan dengan Jenderal Pel. Setelah itu
mereka pun mulai membangun pos-pos pertahanan di Kutaraja, Krueng Aceh, dan Meuraksa
dengan kekuatan sekitar 2.759 pasukan.

Melihat pertambahan pasukan Belanda, pejuang Aceh pun tidak gentar dan tetap
semangat. Di Aceh Barat peperangan dipimpin oleh Teuku Umar dan istrinya Cut Nyak Dien

xii
hingga meluas sampai ke Meulaboh. Dengan semangat jihad, mereka pun menerapkan
strategi baru yang disebut Konsentrasi Stelsel.

Berbagai kegagalan dalam pertempuran melawan rakyat Aceh akhirnya membuat


Belanda mulai geram dan menugaskan Dr. Snouck Hurgronje untuk menganalisis kelemahan
dari pasukan Aceh. Akhirnya, ia pun mengusulkan beberapa cara untuk menaklukkan Aceh,
yaitu:

Memecah belah persatuan dan kekuatan masyarakat Aceh karena dalam lingkungan
masyarakat Aceh terdapat rasa persatuan antara kaum bangsawan, ulama dan rakyat.
Menghadapi kaum ulama yang fanatik dalam memimpin perlawanan harus dengan kekerasan,
yaitu dengan kekuatan senjata

Bersikap lunak terhadap kaum bangsawan dan keluarganya dengan memberikan


kesempatan kepada mereka untuk masuk ke dalam korps pamong praja di pemerintah
kolonial.Untuk melaksanakan usulan-usulan tersebut, pada 1898 Kolonel J.B van Heutsz
diangkat sebagai Gubernur Sipil dan Militer Aceh. Dengan berbagai macam persiapan
akhirnya mereka pun melancarkan beberapa serangan untuk menggempur Aceh.

Di bagian Aceh Barat, Teuku Umar juga merencanakan penyerangan besar-besaran ke


Meulaboh. Namun ternyata rencana ini berhasil diketahui Belanda dan malah terjadi serangan
balik yang sengit pada 1899. Dalam pertempuran tersebut akhirnya Teuku Umar pun gugur,
sedangkan pasukan Cut Nyak Dien terus melakukan perlawanan.

Di bawah kepemimpinan Muhammad Daud Syah dan Panglima Polem perang gerilya
terus dilakukan, sampai akhirnya Muhammad Daud menyerah. Sementara Panglima Polem
ditangkap bersama istri dan keluarganya. Perang mulai mereka setelah Cut Nyak Dien
berhasil ditangkap lalu diasingkan oleh Belanda sampai akhirnya wafat pada 8 November
1908. Perang selanjutnya dilanjutkan oleh Cut Nyak Meutia dan Pang Nanggroe. Sampai
pada akhirnya Oktober 1910, keduanya gugur dan perang resmi berakhir secara massal pada
tahun tersebut.

BAB VI
KESIMPULAN

xiii
Perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah dilakukan selama lebih dari 3 abad yang
memunculkan tokoh2 disetiap perjuangannya. Meski dengan peralatan seadanya, Indonesia
berani melawan penjajah yang ada. Walau semangat nasionalisme yang masih kurang namun
jiwa untuk menolak ketidakadilan yang ada dalam setiap pejuang menjadi salah satu
semangat yang patut ditiru.

xiv
DAFTAR PUSTAKA

Indonesia: The Long Oppression" oleh Harold Crouch


http://digilib.uinsa.ac.id/5213/3/Bab%201.pdf
buku Kisah Perjuangan Pahlawan Indonesia karya Lia Nuralia
buku Sejarah Indonesia Modern, 1200-2004 (2005) karya Merle Calvin Ricklefs
https://sumberbelajar.seamolec.org/Media/Dokumen/
59c4c574865eac963be3cd30/089fe7c3c0d5335abe0d7550187f2e8a.pdf
Sejarah Indonesia Jilid 2 untuk SMA/ MA Kelas XI oleh Dr. Abdurakhman, S.S. 2017.

Anda mungkin juga menyukai