Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,karena atas berkat dan

limpahan rahmatNya-lah maka kami bisa menyelesaikan makalah dengan tepat waktu.Berikut ini

kami mempersembahkan sebuah makalah tentang !"PERLAWANAN PATIMURA, yang menurut

kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajari berbagai sejarah tentang

cikal bakalBangsa &I ndonesia dan bisa mengetahui perjuangan dari rakyat-nya itu sendiri.!

kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, olehkarena itu kritik dan

saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kamiharapkan demi kesempurnaan makalah

ini .Dengan ini, kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasat erima kasih dan semoga

Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat untuk semua pihak.amin

Penulis 

i
BAB I

PENDAHULUAN

1 .Latar belakang

Sampai dengan abad 18 penetrasi kekuasaan Belanda semakin besar dan meluas, bukan hanya
dalam bidang ekonomi dan politik saja namun juga meluas ke bidang-bidang lainnya seperti
kebudayaan dan agama. Penetrasi dan dominasi yang semakin besar dan meluas terhadap kehidupan
bangsa Indonesia menyebabkan terjadinya berbagai peristiwa perlawanan dan perang melawan
penindasan dan penjajahan bangsa Eropa. Tindakan sewenang-wenang dan penindasan yang
dilakukan oleh penguasa kolonial Eropa telah menimbulkan kesengsaraan dan kepedihan bangsa
Indonesia. Menghadapi tindakan penindasan itu, rakyat Indonesia memberikan perlawanan yang
sangat gigih. Perlawanan mula-mula ditujukan kepada kekuasaan Portugis dan VOC.

Perlawanan yang dilakukan bangsa Indonesia tersebut di bagi ke dalam dua periode, yaitu
perlawanan sebelum tahun 1800 dan perlawanan sesudah tahun 1800. Pembagian waktu tersebut
dilakukan untuk memudahkan pemahaman mengenai sejarah perlawanan bangsa Indonesia terhadap
Bangsa-Bangsa Barat tersebut. Perlawanan sebelum tahun 1800, yaitu : Perlawanan Rakyat Mataram,
Perlawanan Rakyat Banten, Perlawanan Rakyat Makasar, Pemberontakan Untung Surapati.
Sedangkan perlawanan sesudah tahun 1800, yaitu : Perlawanan Sultan Nuku(Tidore), Perlawanan
Patimura, Perang Diponegoro,Perang Paderi, Perang Aceh, Perang Bali, Perang Banjarmasin.

Proses penjajahan di Indonesia adalah proses perjuangan yang tidak akan cukup tergambarkan
dalam satu atau dua buku. Berbagai pristiwa yang pernah dialami maupun berbagai peninggalan yang
masih tersisa merupakan saksi yang masih banyak menyimpan rahasiah yang mungkin belum mampu
terungkap. 
2  Tujuan

1.      Untuk mengetahui perlawanan rakyat – rakyat Indonesia pada masa kolonialisme Belanda.

2.      Untuk mengetahui biografi Kapitan Pattimura.

3.      Untuk mengetaui latar belakang perlawanan Kapitan Pattimura dan pasukannya.

4.      Untuk mengetaui akhir perlawanan Kapitan Pattimura dan pasukannya.

3  Manfaat

1.      Untuk mengetahui perlawanan rakyat – rakyat Indonesia pada masa kolonialisme Belanda.

2.      Untuk mengetahui biografi Kapitan Pattimura.

3.      Untuk mengetaui latar belakang perlawanan Kapitan Pattimura dan pasukannya.

4.      Untuk mengetaui akhir perlawanan Kapitan Pattimura dan pasukannya.


BAB II

PEMBAHASAN

.1 Asal - Usul

Pattimura (atau Thomas Matulessy) (lahir di Haria, pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783 -
meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), juga dikenal dengan
nama Kapitan Pattimura adalah pahlawan Maluku dan merupakan Pahlawan nasional
Indonesia.Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija
menulis: "Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayahnya yang
bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini
adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk
di Seram Selatan.

Namun sejarawan Mansyur Suryanegara berbeda pendapat. Dia mengatakan dalam bukunya
"Api Sejarah" bahwa Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy,
Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah
bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja itu
dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku
disebut Kasimiliali.

Pada 20 Mei 1960 ditandatangani sebuah daftar silsilah dari Itawaka tentang Thomas
Matulessy oleh Kapten Infantri F.L. Siahainenia dan Wattimena dengan judul Turun Temurun
Kapitan Matulessy. Silsilah kemudian baru ditandatangani wakil pemerintah negeri Itawaka, A.
Syaranamual, pada 26 Mei 1967. Kemudian disahkan di Jakarta dan ditandatangani Frans Hitipeuw
atas nama Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Ditjenbud, Depdikbud.

Pada 28 Mei 1967, F.D. Manuhutu atas nama Ketua Saniri Negeri Haria, menandatangani
sebuah daftar silsilah Thomas Matulessy berjudul Silsilah Pattimura,namun berbeda di nama ayah
Thomas Matulessy. Versi Itawaka menyebut nama ayah Thomas dengan Frans Matulessy, sedangkan
versi Haria menyebut nama ayah Thomas dengan Frans Pattimura.

Daftar silsilah Thomas versi Haria ini juga ditandatangani Frans Hitipeuw atas nama Pemerintah pada
5 Oktober 1987. Jadi pada hari yang sama, Frans Hitipeuw atas nama Pemerintah mengesahkan dua
daftar silsilah Thomas Matulessy.

Setelah itu pada September 1976, I.O. Nanulaita menyusun lagi sebuah daftar silsilah Thomas
Matulessy yang diberi judul Silsilah Pattimura versi Ulath. Kesamaan dari ketiga versi silsilah itu
adalah Thomas Matulessy tidak kawin.
Secara akademik juga sudah pernah ditempuh. Pada 5-7 Nopember 1993, para ahli sejarah, analis, dan
pemerhati sejarah bersama pemerintah berkumpul dalam sebuah forum ilmiah seminar tentang sejarah
perjuangan Pahlawam Nasional Pattimura di Kodam XV Pattimura, yang diselenggarakan Kanwil
Depdikbud Provinsi Maluku di Ambon. Tetapi “Hingga berakhirnya Seminar, belum bisa dipastikan
siapa tokoh Kapitan Pattimura yang sesungguhnya”.

Menariknya seminar sejarah perjuangan Pattimura itu justru merekomendasikan dalam satu itemnya:
Demi kepastian penulisan historiografi perjuangan Pattimura, maka peran marga Pattimura di Negeri
Latu dan Silsilah Thomas Matulessy di Saparua dan Haruku, perlu diteliti secara lebih serius.

2 .Latar Belakang Perlawanan

Latar belakang terjadinya perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan Thomas Matulessi yang
lebih dikenal dengan nama Kapiten Pattimura, adalah sebagai berikut :

1. Kembalinya pemerintahan kolonial Belanda di Maluku  dari tangan Inggris. Perubahan


penguasa dengan sendirinya membawa perubahan kebijaksanaan dan peraturan. Apabila
perubahan itu menimbulkan banyak kerugian atau penghargaan yang kurang, sudah tentu
akan menimbulkan rasa tidak puas dan kegelisahan.
2. Pemerintah kolonial Belanda memberlakukan kembali penyerahan wajib dan kerja wajib.
Pada zaman pemerintahan Inggris penyerahan wajib dan kerja wajib (verplichte leverantien,
herendiensten) dihapus, tetapi pemerintah Belanda mengharuskannya lagi. Tambahan pula
tarif berbagai barang yang disetor diturunkan, sedang pembayarannya ditunda-tunda.
3. Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan uang kertas sebagai pengganti uang logam yang
sudah berlaku di Maluku, sehingga menambah kegelisahan rakyat.
4. Belanda juga mulai menggerakkan tenaga dari kepulauan Maluku untuk menjadi Serdadu
(Tentara) Belanda.

            Berdasarkan Convention of London (1814), daerah Maluku diserahkan kembali oleh Inggris


kepada Belanda. Kedatangan Belanda kembali ke Maluku disambut dengan banyak perlawanan
rakyat. Rakyat Maluku banyak yang merasa trauma dengan penindasan dan penghisapan pada masa
VOC antara lain seperti pelayaran Hongi, ektirpasa dan lain-lain, rakyat Maluku takut hal-hal di atas
kembali terulang.

            Pada tanggal 8 Maret 1817, masuklah 4 kapal perang Belanda ke Teluk Ambon. Empat kapal
itu salah satunya mengangkut 2 orang penting Belanda. Mereka adalah Komisaris Van
Middlekoop dan Engelhard. Sambutan penduduk Maluku sangat suram dan tidak meriah karena
seperti disebutkan di atas, rakyat masih trauma dengan orang-orang Belanda.
Ketika Maluku dikuasai Inggris, seolah-olah rakyat Maluku ada pada masa yang menyenangkan.
Inggris melarang semua pelanggaran atas hak mereka, kerja paksa dihapus, Inggris juga membeli hasil
bumi Maluku dengan harga yang pantas. Ketika Belanda kembali, rakyat Maluku seperti kecewa dan
tidak senang karena mereka punya dendam dengan orang-orang Belanda. Perasaan trauma itu
sepertinya akan terulang pada saat Residen gubernur Maluku menginstruksikan diberlakukan kembali
kerja paksa (rodi) yang telah dihapuskan oleh pemerintah Inggris sebelumnya dan kewajiban kepada
nelayan Maluku untuk menyediakan perahu (orambai) untuk keperluan administrasi dan militer
Belanda. Selain itu yang paling berat adalah kerja paksa untuk keperluan penebangan kayu.

            Sikap Belanda yang sewenang-wenang ini menimbulkan jiwa kritis rakyat Maluku timbul,
rakyat Maluku mulai membandingkan pemerintahan Inggris dengan Belanda. Orang-orang Kristen
yang dulunya kebanyakan bekerja untuk pemerintahan Inggris kini bergabung dengan golongan
Muslim Maluku untuk merencanakan perlawanan terhadap Belanda.

3 .Jalannya Perlawanan

            Perlawanan dimulai ketika rakyat melakukan protes di Kantor Residen Saparua di dalam
Benteng Duurstedee. Mereka menuntut agar pemerintah bersedia membayar perahu Orambai yang
dipesan oleh pemerintah Belanda dengan harga yang pantas karena selama ini perahu orambai yang
diserahkan kepada pemerintah Belanda tidak pernah dibayar. Residen Saparua Van den Berg menolak
tuntutan rakyat itu. Kejadian itu menyebabkan kebencian rakyat Maluku semakin menjadi-jadi.

Akhirnya perlawanan dengan kekerasan senjata terhadap Belanda pun direncanakan. Dalam
pertemuan antara para pemimpin rakyat Saparua (berjumlah 100 orang) dibicarakan mengenai
rencana perlawanan dan juga dibicarakan mengenai siapa yang akan memimpin, selain itu di dalam
rapat tersebut muncul desas-desus bahwa Belanda akan mengenakan wajib militer pada rakyat
Maluku untuk ditugaskan ke Jawa, yang mana desas-desus ini menimbulkan perasaan was-was dan
semakin menambah kebencian pada Belanda. Dalam rapat itu seorang pria
bernama Matulessy tampak mendominasi pertemuan. Mattulessy memiliki nama lengkap ketika lahir
adalah Achmat Lussy dan biasa dipanggil Mat Lussy, ketika Maluku dikuasai Inggris Mat Lussy
bekerja sebagai anggota tentara kolonial Inggris dan memperoleh pangkat kapten (kapitan). Waktu itu
Inggris membentuk Barisan Maluku di mana ada 400 orang Maluku yang bekerja untuk tentara
Inggris. Karena begitu akrab dengan orang Inggris dan sangat menyukai kebudayaannya Mat Lussy
bahkan berpindah agama menjadi Kristen Protestan Anglikan dan merubah namanya menjadi Thomas
Matulessy. Pengalaman di kemiliteran Inggris membuat Mattulessy cukup disegani karena
keahliannya menyusun strategi perlawanan terhadap Belanda, maka para pemimpin adat sepakat
untuk mengangkat Mattulessy sebagai pemimpin dengan gelar Pattimura.
            Pattimura menetapkan sasaran adalah Benteng Duurstede. Benteng di tepi pantai itu akan
diserang oleh pasukan yang didaratkan dari pantai. Untuk mengangkut
pasukan Pattimura merencanakan akan memakai orambai yang sedianya akan dipesan oleh Belanda.

            Benteng Duurstede adalah tempat tinggal residen Saparua Johannes Rudolph Van den


Berg yang baru berusia 29 tahun yang sejak 15 Maret 1817 menetap di sana. Ia tinggal bersama istri
dan 4 anaknya. Selain keluarga residen, benteng ini juga dijaga oleh ratusan tentara dan pegawai
administrasi.

Pada tanggal 15 Mei 1817 terjadi kerusuhan di Porto di mana sebuah perahu pos Belanda dirampas
oleh rakyat yang marah, rakyat mengancam jika Pemerintah Belanda tidak bersedia membayar
orambai maka perahu pos itu tidak akan dikembalikan berikut isinya.

Residen Van den Berg dengan ditemani 7 pasukan pengawal berangkat ke Porto untuk melakukan
dialog dengan rakyat. Tetapi residen dan pengawalnya tidak tahu bahwa rakyat itu adalah
pengikut Pattimura. Ketika sampai di daerah Haria, residen dan pengawalnya disergap dan semuanya
berhasil ditangkap, beberapa pengawalnya bahkan ada yang terbunuh. Kuda residen dibunuh.
Mengetahui residen ditawan oleh rakyat Saparua, maka dari Benteng Duurstede dikirimkan
sekelompok pasukan senapan berjumlah 20 orang dan 12 orang Jawa bersenjatakan tombak. Di
tengah jalan 32 orang serdadu itu dihujani dengan panah.

Pattimura kemudian membebaskan Van den Berg setelah residen ini mengancam bahwa jika seorang
residen ditahan maka pemerintah Belanda di Batavia tidak akan tinggal diam dan pasti akan
menghukum seluruh rakyat Maluku. Akhirnya residen dibebaskan dengan jaminan bahwa residen
telah menganggap insiden penyanderaan itu selesai dan tidak akan memperpanjangnya selain itu
residen berjanji akan melunasi orambai yang dibeli Belanda.

            Sementara itu, setelah membebaskan residen dan pengawalnya Pattimura dan pasukannya


segera menuju Benteng Duurstede dengan menaiki orambai-orambai yang berjumlah puluhan.

Pagi hari sebelum matahari terbit orambai-orambai itu sudah sampai di pantai dan ribuan orang segera
turun ke darat dan langsung melakukan serangan sporadis ke Benteng Duurstede. Pihak Belanda
sangat kaget dengan serangan ini dan berusaha bertahan mati-matian. Tetapi tanpa dinyana dari hutan
di belakang benteng juga terjadi serangan dari rakyat. Akhirnya Benteng Duurstede berhasil direbut
tanggal 16 Mei 1817, seluruh isi benteng dibunuh termasuk residen dan keluarganya termasuk 4
anaknya yang masih kecil juga jadi korban sabetan kelewang yang tak bermata. Rakyat Maluku yang
bekerja untuk Belanda juga menjadi korban. Namun, kemudian diketahui bahwa anak tertua Van den
Berg tidak mati karena dia bersembunyi di bawah tumpukan mayat. Dengan jatuhnya
Benteng Duurstede maka senjata-senjata yang ada di dalamnya juga ikut dirampas dan semakin
menguatkan kedudukan Pattimura. Setelah menduduki benteng, Pattimura menurunkan bendera
merah putih biru Belanda dan mengibarkan bendera Union Jack Inggris.
            Sore harinya anak tertua Van den Berg ditemukan oleh salah seorang pemberontak bernama
Samuel Pattiwael. Semua pasukan pemberontak ingin membunuhnya tetapi Pattimura mencegahnya
dan bahkan mengangkat anak itu sebagai anak tirinya. Anak Van den Berg itu bernama Jean Lubbert.

            Berita jatuhnya Benteng Duurstede dan terbunuhnya Residen Van den Berg sampai ke


Batavia. Pemerintah Hindia-Belanda segera memerintahkan Mayor Beetjes untuk memimpin 242
pasukan dan 2 meriam untuk merebut kembali benteng itu. Pasukan itu akan dikirim dengan perahu
tanpa perlindungan kapal perang. Hal ini dilakukan karena Pemerintah Belanda di Ambon
memandang kedudukan Belanda di Ambon masih labil sehingga kapal-kapal perang harus tetap
berada di Ambon. Tanpa perlindungan kapal perang Beetjes berhasil mendarat di Pantai Wae
Sisil. Usaha Beetjes menemui kegagalan, setelah mendarat pasukannya disergap oleh ribuan rakyat
Saparua dihancurkan di pantai Wae Sisil depan Benteng Duurstede dan bahkan ia sendiri terbunuh.

            Kemudian dikirim pasukan lagi yang lebih besar (950 orang) yang dipimpin oleh Letnan
Kolonel Groot. Tetapi setelah pertempuran yang besar dan habis-habisan pasukan ini pun bisa
dihancurkan. Lagi-lagi pasukan Belanda ini tidak dilindungi oleh kapal perang.

            Keberhasilan Pattimura ini menghilhami para pemimpin Maluku di lain daerah dan merekapun


mengobarkan perlawanan terhadap Belanda. Di Hitu perlawanan dipimpin oleh raja Ulupaha yang
berusia 80 tahun. Selain itu seorang raja bernama Paulus Tiahahu juga membantu
perlwanan Pattimura dengan dukungan ekonomi dan bahkan penyediaan logistik dan pasukan.
Bahkan salah seorang putri raja bernama Christina Martha Tiahahu memimpin perlawanan Maluku
dari laut dan darat dengan cara membajak kapal Belanda di perairan Maluku.

            Politik Devide et Impera dijalankan, Belanda mulai mendekati beberapa tokoh Maluku yang


berpengaruh seperti raja, kepala suku, pendeta Kristen dan tokoh berpengaruh lainnya untuk ikut
membantu mengalahkan Pattimura dan pengikutnya yang masih bercokol di Benteng Duurstede.

            Akhirnya pasukan besar berjumlah 2000 orang dibawah pimpinan Brigadir Jenderal
Buijskes didaratkan di Saparua pada tanggal 30 September 1817 dan mengepung
Benteng Duurstede. Kali ini serangan Belanda didukung oleh sebuah kapal perang penjelajah Maria
Van Reigersbergen. Pattimura saat itu tidak sedang berada di benteng sehingga tidak berhasil
ditangkap. Akhirnya benteng itu pun jatuh pada tanggal 3 Oktober 1817 dan beberapa tokoh
pemimpin perlawanan ditangkap.

            Brigadir Jenderal Buijskes kemudian memecat Residen Van Middelkoop dan Komisaris
Engelhard. Buijskes mengangkat dirinya sebagai residen militer dan bertanggung jawab atas
Maluku. Buijskes kemudian mengirim surat kepada Raja Ternate dan Tidore. Dia meminta kepada
kedua raja itu untuk mengirim pasukan membantu Belanda. Dalam suratnya itu Buijskes membawa-
bawa sentimen agama untuk memecah belah. Kedua raja itu pun terpengaruh. Pada awal November
1817, sebanyak 1500 pasukan Ternate dan Tidore dari Suku Alfuru berikut perahu kora-kora nya
bergabung dengan Belanda.

Bergabungnya 1500 pasukan Ternate-Tidore dari suku Alfuru ini membikin moral pasukan Pattimura
sedikit kendor. Mereka merasa ngeri dengan kebengisan orang-orang Alfuru yang suka memenggal
kepala jika membunuh musuhnya.

Pattimura membangun pertahanannya yang terdiri dari batu-batu karang. Bahkan peluru meriam
Belanda tak mampu menghancurkannya. Pattimura membangun benteng karang ini di tempat-tempat
strategis. Pertahanan ala Pattimura ini menimbulkan rasa salut Belanda pada Pattimura.

Pada tanggal 9 November Kapal-kapal perang Belanda menghujani sebuah benteng karang milik
pasukan Maluku. Setelah dibombardir dengan berat akhirnya kapal-kapal itu mendaratkan 3 kompi
pasukan dan mengambil posisi mengepung serta menutup tiap-tiap celah, sementara kapal-kapal
perang tetap menembaki, karena terus dikepung dan ditembaki akhirnya orang-orang Maluku tidak
tahan lagi dan menyerah. Akhirnya dengan taktik ini Belanda mampu merebut benteng-benteng yang
lain.

4 Akhir Perlawanan

            Kini Belanda di atas angin, dan Pattimura makin terdesak dan terpaksa harus melawan secara
gerilya. Usaha pembersihan kemudian dilakukan Belanda untuk meredam terulangnya kembali
pemberontakan dan yang paling utama adalah menangkap Pattimura.

            Usaha Belanda menangkap Pattimura terus menerus mengalami kegagalan dan


akhirnya Pattimura ditangkap di sebuah rumah di daerah SiriSori.Pattimura dapat ditangkap karena
pengkhianatan salah satu anak buahnya. Karena Pattimura bukanlah raja maka dia
diperlakukan seperti tawanan perang rendahan. Tertangkapnya Pattimura ini tidak membuat surut
perlawanan Maluku. Raja Manusama Paulus Tiahahu dari Abobu, Nusa Laut terus melakukan
pemberontakan dengan cara membajak kapal-kapal Belanda.

            Untuk menumpas pemberontakan Belanda bertindak sangat kejam dalam menghukum daerah
yang dicurigai sebagai sarang pemberontak. Rumah-rumah dibakar. Orang-orang Ternate dan Tidore
yang membantu Belanda diijinkan untuk merampok dan merampas desa-desa di Saparua.

            Raja Abobu Manusama Paulus Tiahahu akhirnya berhasil ditangkap beserta putrinya Christina
Martha Tiahahu yang masih kecil (kurang lebih 17 tahun). Komodor VarHuell diperintahkan
memimpin kapal perang Evertzen ke Nusa Laut. Sesampainya di Nusa Laut Evertzen mendapat
penumpang istimewa yaitu Paulus Tiahahu dan anaknya Christina Martha Di pantai telah berkumpul
rakyat Nusa Laut. Kemudian raja digiring ke geladak kapal dan ditembak di depan anaknya dan
disaksikan oleh rakyatnya dari pantai. Akhirnya karena masih kecil, Christina Martha
dibebaskan. Tetapi Christina malah meneruskan perlawanan bapaknya. Sampai akhirnya ia kembali
tertangkap bersama 39 orang sisa pengikutnya. Akhirnya 40 orang tahanan itu dibawa ke Batavia
dengan kapal Evertzen-kapal tempat ayah Christina dihukum mati-. Di tengah perjalanan Christina
tidak mau makan, sampai akhirnya ia mati kelaparan. Pada tanggal 1 Januari 1818 jenasah Christina
dibuang ke laut.

            Pada tanggal 16 Desember 1817, para pemimpin perlawanan Maluku dihukum gantung di
Benteng Nieuw Victoria di tepi pantai Ambon. Mereka adalah Pattimura, Anthoni Ribok, Philip
Latumahina, dan Said Parintah. Anak Residen Van den Berg yang telah dikembalikan kepada Belanda
diharuskan menyaksikan hukuman ini. Upacara eksekusi ini cukup megah karena dimeriahkan dengan
formasi kapal perang Belanda dan kora-kora Ternate dan Tidore, salvo meriam dan marching
band. Kemudian paduan suara gereja menyanyikan lagu-lagu rohani. Kemudian seorang tentara
berpangkat kapten membacakan keslaahan-kesalahan Pattimura dan kawan-kawan untuk kemudian
membacakan keputusan vonis mati dengan digantung. Sebelum digantung Pattimura mengucapkan
sebuah kata-kata yang terkenal. ”Pattimura-Pattimura tua boleh mati tetapi Pattimura-Pattimura muda
akan bangkit kembali dan melawan.” Akhirnya matilah Pattimura dan kawan-kawan. Jenasah-jenasah
para pemberontak ini dibiarkan bergantung di muka umum sampai membusuk.

            Jean Lubbert-anak Van den Berg-, memohon kepada Pemerintah Belanda agar ia diizinkan
melengkapi namanya menjadi Van den Berg Van Saparua untuk mengenang Pattimura. Perlawanan
rakyat Maluku berhenti setelah banyak pemimpin yang tertangkap atau terbunuh.
BAB III

PENUTUP

1.Kesimpulan
Pengertian wisatawan menurut undang-undang nomor 10 Tahun 2009 tentang
kepariwisataan adalah orang yang melakukan wisata.setiap orang mempunyai alasan yang
berbeda atara satu dengan yang lain.alasan melakukan perjalanan ini yang mendorong
seseorang melakukan perjalanan yang dikenal dengan istilah motivasi perjalanan.motivasi
perjalanan pada dasarnya dibagi menjadi empat kelompok besar,yaitu motivasi yang bersifat
fisik dan fisio logis,motivasi budaya,atau motivasi yang bersifat sosial dan motivasi karna
fantasi.
Sebagai pengelola pariwisata,selain harus mengetahui motivasi wisatawan melakukan
perjalanan juga harus mengenal karakteristik wisatawan yang akan melakukan perjalanan
agar pengelola pariwisata dapat memberikan pelayanan secara maksimal kepada
wisatawan.wisatawan sebagai orang yang mengunjugi daerah tujuan wisata berasal dari
berbagai daerah yang mempunyai ciri dan karakteristik berbeda antara satu dengan yang lain.

2.Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang diambil diatas, maka saran yang
peneliti berikan dalam penelitian ini adalah : a. Intensitas sosialisasi dan pelatihan mengenai
kepariwisataan perlu ditingkatkan agar semakin banyak masyarakat yang sadar akan
pentingnya pariwisata dan memiliki kemampuan untuk melihat serta mengelola potensi
wisata ekonomi di daerahnya

Anda mungkin juga menyukai