Anda di halaman 1dari 13

TUGAS PPKN

Nama Kelompok :

1. Dita Floris (10)


2. Hendika Firmansyah (13)
3. Khoirunisa Afifah (16)
4. Luluk Ernawati (18)
5. Nazwa Salsabila (27)

SDN KALIJUDAN I No.239 SURABAYA


SULTAN HASANUDIN

Nama : Sultan Hasanuddin


Nama Lain : I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe
Julukan : Ayam Jantan Dari Timur
Lahir : Makassar, 12 Januari 1631
Wafat : Makassar, 12 Juni 1670

Pembahasaan :

Sultan Hasanuddin (I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto


Mangape) merupakan sosok pemimpin kerajaan Gowa yang sangat mahsyur. Prinsip
“Tanahku terbuka bagi semua bangsa”, “Tuhan menciptakan tanah dan laut; tanah
dibagikan-Nya untuk semua manusia dan laut adalah milik bersama.” Yang dipegang
masyarakatnya, menjadikan kerajaan yang ia pimpin berkembang pesat. VOC yang melihat
peluang dalam berdagang kemudian mendatangi wilayah tersebut.

 Ada beberapa alasan yang hingga akhirnya menjadikan Sultan Hasanuddin


melakukan perlawanan terhadap VOC atau Belanda, antara lain :

1. Adanya upaya-upaya VOC untuk mendapatkan serta menguasai Gowa terutama


pelabuhan Somba Opu guna menerapkan sistem monopoli perdagangan, padahal masyarakat
Gowa anti terhadap tindakan monopoli perdagangan.

2. Tindakan VOC yang anarkis dan provokatif dalam memblokade pelabuhan Somba Opu
serta memburu, menangkap, dan merusak perahu-perahu orang-orang Bugis, Makassar dan
yang lain untuk melemahkan posisi Gowa.
3. Tindakan VOC dalam menjalankan politik devide et impera yang akhirnya menyebabkan
Perang Gowa antara pasukan Sultan Hasanuddin dengan VOC, orang-orang Ambon, dan
orang-orang Bugis Bone yang di pimpin oleh Aru Palaka.

 Tindakan VOC yang sewenang-wenang, akhirnya menyebabkan Sultan Hasanuddin


melakukan beberapa perlawanan, antara lain :

1. Sultan Hasanuddin mempersiapkan benteng pertahanan di sepanjang pantai, serta


mengkoordinasikan beberapa sekutu Gowa guna melawan kesewenang-wenangan VOC.

2. 1668 Sultan Hasanuddin mencoba menggerakkan kekuatan rakyat untuk kembali


melawan kesewenang-wenangan VOC, namun perlawanan ini segera dapat dipadamkan oleh
VOC.

 Hasil Akhir Perlawanan

Pada akhirnya, segala upaya yang dilakukan Sultan Hasanuddin mengalami kegagalan.
Beliau akhirnya terpaksa harus mengakui adanya VOC di tanahnya akibat dikalahkan dalam
perang Gowa yang menjadikan ia harus mengikuti Perjanjian Bongaya tahun 1667 . Akibat
perjanjian itu, akhirnya Sultan Hasanuddin mengundurkan diri dari kepemimpinannya, tak
lama kemudian tepatnya 12 Juni 1670 ia meninggal dunia.
Pangeran Antasari

Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1797[1][2] atau 1809[3][4][5][6] –
meninggal di Bayan Begok, Hindia Belanda, 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun) adalah
seorang Pahlawan Nasional Indonesia.

Ia adalah Sultan Banjar.[7] Pada 14 Maret 1862, dia dinobatkan sebagai pimpinan
pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar
Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati
(gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung
Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.[8]

Pembahasaan :

Pangeran Antasari, merupakan sosok seorang yang sangat kharismatik dan


mendedikasikan penuh umurnya untuk perjuangan daerahnya yaitu Kalimantan Selatan.
Beliau merupakan salah satu tokoh yang sangat memegang peran penting perjuangan dalam
perang Banjar yang terjadi dari tahun 1859 - 1905. Kepala Pemerintahan, Panglima Perang,
hingga Pemimpin Tertinggi Agama Islam ia jabat kala itu, hingga ia disebut sebagai
Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin. Semboyan “Hidup untuk Allah dan mati
untuk Allah” menjadi pegangan Pangeran Antasari dan rakyat Kalimantan Selatan kala itu.

 Ada beberapa alasan dan latar belakang, mengapa Pangeran Antasari melakukan
perlawanan terhadap Belanda, diantaranya :

1. Adanya hak monopoli dagang Belanda dalam Kasultanan Banjar.

2. Adanya masalah dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat Banjar yang diakibatkan
menyempitnya wilayah Banjar (wilayah mengecil menjadi Hulu Sungai, Martapura, dan
Banjarmasin) karena perjanjian yang dilakukan Belanda.

3. Banyaknya dominasi dan intrik kekuasaan Belanda.


4. Adanya kebijakan Kerja Paksa yang ditanggung rakyat Banjar.

5. Intervensi oleh Belanda yang menjadi konflik internal Kasultanan Banjar, dimana
Pangeran Tamjidillah menjadi Sultan dan Pangeran Hidayatullah menjadi Mangkubumi,
padahal seharusnya Pangeran Hidayatullah menjadi Sultan.

6. Tamjidillah yang berpihak pada Belanda sangat bersikap sewenang-wenang baik terhadap
saudara maupun rakyatnya.

7. Perilaku Belanda yang sewenang-wenang, keras, kasar, serta menindas rakyat Banjar.

 Ada beberapa bentuk perlawanan yang dilancarkan Pangeran Antasari terhadap


Belanda dalam Perang Banjar, antara lain :

1. Pada 25 April 1859, Pangeran Antasari bersama 300 Prajuritnya menyerang tambang
batu bara milik Belanda yang terletak di Pengaron serta perumahan Belanda yang ada
disekitarnya dengan cara dibakar.

2. Merebut Benteng Pengaron serta mengambil alih tambang Nassau Oranje milik Belanda.

3. Melakukan penyerangan ke perkebunan milik gubernemen di Gunung Jabok, Kalangan,


dan Bangkal.

4. Bersama prajurit dan para panglimanya, melakukan penyerangan pos-pos Belanda yang
terletak di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai
Barito sampai ke Puruk Cahu.

5. Melakukan perang gerilya serta membuat kerajaan baru di pedalaman dan benteng-
benteng pertahanan.

6. Melakukan penyelundupan senjata untuk mensenjatai peperangan yang dibantu oleh para
pangeran-pangeran di Banjar.

 Hasil akhir perlawanan Pangeran Antasari


namun pada akhirnya hasil perlawanan yang dilakukan Pangeran Antasari bersama para
panglima dan rakyat Banjar dalam Perang Banjar melawan Belanda mengalami kekalahan.
Pangeran Antasari meninggal di umurnya 75 tahun karena terkena sakit cacar dan paru-paru.
Sempat beberapa tahun dekade perjuangan rakyat Banjar dalam melawan Belanda tetap
berlangsung. Namun banyak panglima yang meninggal secara tragis seperti Haji Buyasin,
Tumenggung Macan Negara, dan Panglima Bukhari yang gugur ditangan Belanda, serta Kiai
Demang Lehman yang mati karena dihukum gantung.
PATTIMURA

Pattimura (Thomas Matulessy) lahir di Haria, pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783 –
meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), juga dikenal dengan
nama Kapitan Pattimura adalah Pahlawan nasional Indonesia dari Maluku.

Pembahasaan :

Maluku, merupakan salah satu pulau Indonesia yang memiliki arti pulau raja-raja
(berasal dari kata dalam quran surah Al-Mulk). Dalam sejarahnya, pulau ini pernah
mengalami beberapa penjajahan, salah satunya oleh Bangsa Belanda. Dari pulau ini, terdapat
sosok yang terkenal, yaitu Kapitan Pattimura (Thomas Matulessy atau Ahmad Lussy). Ia
merupakan salah satu pahlawan nasional yang sangat berjasa bagi rakyat Maluku dan bangsa
Indonesia.

 Ada beberapa alasan yang akhirnya menghantarkan Kapitan Pattimura memimpin


jalannya perlawanan terhadap Belanda, diantaranya :

1. Kembalinya Bangsa Eropa terutama Bangsa Belanda ke Pulau Maluku.

2. Rusaknya tata ekonomi dan pola perdagangan bebas yang telah lama berkembang di
Nusantara akibat kedatangan Belanda.

3. Tindakan Belanda yang tidak mau membayar hasil bumi rakyat Maluku.

4.
Peningkatan intensitas kegiatan monopoli di Maluku oleh Belanda.

5. Berbagai kebijakan Belanda yang memberatkan dan menyengsarakan rakyat Maluku


seperti penyerahan wajib, masih juga harus dikenai kewajiban kerja paksa, penyerahan ikan
asin, dendeng, dan kopi.
6. Pemberentian para guru di Maluku dengan dalih penghematan.

7. Para pemuda yang akan dikumpulkan untuk dijadikan tentara di luar Maluku.

8. Sikap Belanda yang sama sekali tidak empati terhadap jasa-jasa yang telah dilakukan
masyarakat Maluku.

 Ada berbagai bentuk-bentuk perlawanan Pattimura terhadap penjajahan Belanda,


antara lain :

1. Melakukan serangkaian pertemuan rahasia di Pulau Haruku (Pulau yang dihuni oleh
orang-orang Islam), Pulau Saparua (Pulau yang dihuni orang-orang Kristen), dan hutan kayu
putih guna menseragamkan pemikiran bahwa masyarakat Maluku tidak ingin lagi menderita
di bawah keserakahan dan kekejaman Belanda.

2. Mengadakan perlawanan untuk menentang kebijakan Bangsa Belanda.

3. Melakukan perlawanan dimulai dengan menghancurkan kapal-kapal Bangsa Belanda di


pelabuhan.

4. Melakukan penyerbuan dan perlawanan Bangsa Belanda di Benteng Duurstede serta


menguasai benteng tersebut.

5. Menghancurkan, membunuh, serta menggagalkan rencana Belanda yang berniat


menguasai kembali Benteng Duurstede dengan mendatangkan 300 prajurit dari Ambon.

6. Melakukan upaya penyerangan terhadap Bangsa Belanda di Benteng Zeelandia (Pulau


Haruku) serta berusaha menguasainya, tetapi gagal.

 Hasil perjuangan kapiten patimura:

1. Menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi
dan Jawa.

2. 16 Mei 1817 = benteng Duurstede direbut oleh Kapitan Pattimura beserta rakyat Saparua.

3. Semua tentara Belanda yang ada dalam benteng tewas. Begitu juga Residen Van den Berg
ikut tewas.
SULTAN AGENG TIRTAYASA

Sultan Ageng Tirtayasa atau Pangeran Surya (Lahir di Kesultanan Banten, 1631 –
meninggal di Batavia, Hindia Belanda, 1692 pada umur 60 - 61 tahun)[1] adalah Sultan
Banten ke-6. Ia naik takhta pada usia 20 tahun menggantikan kakeknya, Sultan Abdul
Mafakhir yang wafat pada tanggal 10 Maret 1651, setelah sebelumnya ia diangkat menjadi
Sultan Muda dengan gelar Pangeran Adipati atau Pangeran Dipati, menggantikan
ayahnya[2] yang wafat lebih dulu pada tahun 1650.[3]

Pembahasaan :

Sultan Abu al-Fath Abdulfatah atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng
Tirtayasa, merupakan sosok tokoh pahlawan Nasional yang berjuang dalam membela tanah
Banten melawan VOC.

 Ada beberapa alasan serta latar Belakang mengapa Sultan Ageng Tirtayasa
melakukan perlawanan terhadap VOC, antara lain :

1. Kezaliman kaum kolonialis dan imperialis di Nusantara yaitu Belanda.

2. Keinginan Belanda menguasai Banten karena wilayah ini sangat strategis sebagai bandar
perdagangan internasional.

3. Adanya persaingan antara Belanda (VOC) dengan Banten dikarenakan VOC membangun
bandar perdagangan juga di Batavia.

4. Hasutan VOC terhadap Sultan Haji (putera Sultan Ageng) untuk merebut tahta kesultanan
Banten.

5. Perompakan atau pembajakan kapal milik Banten yang pulang dari Jawa Timur oleh
kapal-kapal Belanda.
 Bentuk perlawanan yang dilakukannya, antara lain :

1. Melakukan serangan-serangan terhadap VOC.

2. Mengundang para pedagang Eropa seperti Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis serta
mengembangkan hubungan dagang dengan negara-negara Asia seperti Persia, Benggala,
Siam, Tonkin, dan Cina guna memulihkan posisi Banten sebagai bandar perdagangan
internasional sekaligus menandingi perkembangan VOC di Batavia.

3. Sultan Ageng Tirtayasa mengirim beberapa pasukannya untuk mengganggu kapal-kapal


dagang VOC

4. Melakukan perusakan terhadap beberapa kebun tanaman tebu milik VOC guna memberi
tekanan dan memperlemah kedudukan VOC.

5. Mengobarkan semangat anti VOC.

6. Tahun 1682 pasukan Sultan Ageng Tirtayasa mengepung istana Surosowan dan
mendesak Sultan Haji yang berkomplotan dengan Belanda.

7. Melakukan berbagai serangan-serangan dengan taktik gerilya.

 Hasil Akhir Perlawanan

Pada akhirnya, perang Banten yang dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa ini tidak
bisa dikatakan mengalami kekalahan, namun juga belum bisa dikatakan mendapat
kemenangan atas VOC. Tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap oleh VOC
dengan tipu muslihat. Sultan Ageng ditawan di Batavia sampai wafatnya pada tahun 1692.
Walaupun beliau wafat, rakyat Banten masih belum putus asa dalam memperjuangkan
tanahnya dari penjajahan VOC.
PANGERAN DIPOBEGORO

Pangeran Harya Dipanegara (lebih dikenal dengan nama Diponegoro, lahir di


Ngayogyakarta Hadiningrat, 11 November 1785 – meninggal di Makassar, Hindia Belanda, 8
Januari 1855 pada umur 69 tahun) adalah salah seorang pahlawan nasional Republik
Indonesia. Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin Perang Diponegoro/Perang Jawa
(1825-1830) melawan pemerintah Hindia Belanda. Perang tersebut tercatat sebagai perang
dengan korban paling besar dalam sejarah Indonesia.

Pembahasaan :

Perang Diponegoro atau yang disebut Perang Jawa merupakan perang yang terjadi
dari 1825 hingga 1830. Perang ini merupakan salah satu perang yang besar bagi Belanda,
dimana pihak Belanda kehilangan 8000 tentara Belanda dan 7000 serdadu pribumi (tentara
sewaan Belanda), dan lebih dari 200.000 penduduk Jawa Tengah dan Yogyakarta meninggal.
Peran sentral perang ini dipegang oleh Pangeran Diponegoro.

 Alasan pangeran Diponegoro melakukan perlawanan terhadap Belanda didasari


berbagai sebab, diantaranya :

1. Karena Belanda ikut campur dalam urusan keraton Yogyakarta, bahkan untuk mengganti
raja dan mengurusi kepemerintahan, harus mendapat izin dari pihak Belanda.

2. Adanya berbagai campur tangan Belanda menyebabkan rusaknya adat istiadat


Yogyakarta dan melemahnya kehidupan beragama, sedangkan diketahuhi bahwa Pangeran
Diponegoro merupakan sosok yang sangat religius, tegas, dan berjiwa jihad yang tinggi.

3. Kaum bangsawan sangat dirugikan karena sebagian besar sumber penghasilannya diambil
alih oleh Belanda. Mereka dilarang menyewakan tanah bahkan diambil alih haknya.
4. Akibat Belanda, rakyat yang semakin menderita karena banyaknya pajak yang harus
dibayar, seperti pajak hasil bumi, pajak jalan, pajak ternak, pajak jembatan, pajak pasar, pajak
kepala, pajak dagangan, serta pajak tanah.

5. Tindakan Belanda yang melecehkan harga diri dan nilai-nilai budaya masyarakat, salah
satunya dengan memasang patok-patok pembuatan jalan yang secara sengaja mengenai
makam leluhur Pangeran Diponegoro.

 Ada beberapa bentuk perlawanan yang dilakukan Pangeran Diponegoro dalam


Perang Jawa atau Perang Diponegoro, diantaranya :

1. Bersama-sama dengan pasukannya melarikan diri ke arah Tegalrejo untuk menghindari


upaya penangkapan.

2. Menjadikan goa selarong sebagai basis dalam menentukan setiapperlawan gerilya.

3. Melakukan berbagai perang gerilya serta melakukan perlawanan besar-besaran ketika


musim hujan tiba.

4. Menjadikan Kyai Mojo sebagai guru spiritual pemberontakan serta berkoordinasi dengan
I.S.K.S. Pakubowono VI serta Raden Tumenggung Prawirodigdoyo Bupati Gagatan untuk
melakukan perlawanan terhadap Belanda.

5. Memobilisasi para bandit profesional untuk ikut serta melakukan perlawanan.

6. Menentukan taktik dan strategi perang dengan sebaik mungkin berdasarkan informasi
mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisimedan, sertacurah hujan yang
dibantu oleh para telik sandi dan kurir.

 Hasil dari perlawanan Pangeran diponegoro


Belanda mengadakan perundingan dengan Pangeran Diponegoro. Perundingan tersebut hanya
sebagai jalan tipu muslihat karena ternyata Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Manado,
kemudian ke Makassar hingga wafat 1855. Setelah berakhirnya Perang Diponegoro tidak lagi
muncul perlawanan yang lebih berat di Jawa.
Sisingamangaraja XII

Nama : Sisingamangaraja XII


Lahir : Bakkara, Tapanuli, 18 Februari 1845
Meninggal : Simsim, 17 Juni 1907
Makam : Palau Samosir
Anak : Lopian, Patuan Anggi, Patuan Nagari
Pasangan/Istri
: Boru Simanjuntak, Boru Situmorang, Boru Sagala, Boru Nadeak,
Boru Siregar
Penghargaan : Pahlawan Kemerdekaan Nasional (SK Presiden RI No. 590/1961 )

Sisingamangaraja XII (Pantuan Besar Ompu Pulo Batu) merupakan salah satu sosok Tokoh
Pahlawan Nasional yang berjuang di daerah Sumatra. Sebagai pemimpin kerajaan masyarakat
Batak, beliau adalah sosok yang sangat berkontribusi besar dalam upaya membela tanah
Batak melawan penjajahan Belanda saat Perang Batak yang terjadi selama 29 tahun (1878-
1907).

2 alasan mengapa Sisingamangaraja XII melakukan perlawanan terhadap Belanda di


Sumatra, diantaranya :

1. Adanya upaya kristenisasi yang dilakukan oleh Belanda dimana upaya ini dikhawatirkan
mampu menghilangkan tatanan tradisional dan bentuk kesatuan negeri yang telah ada secara
turun temurun, dan

2. Adanya keinginan Belanda untuk menguasai seluruh tanah Batak.

Untuk mencegah jatuhnya tanah Batak di tangan Belanda, Sisingamangaraja XII


melakukan berbagai bentuk perlawanan, antara lain :

1. Melakukan kampanye keliling daerah-daerah guna menghimbau agar masyarakat


mengusir para zending yang memaksakan agama Kristen kepada penduduk.

2. Mengusir para zending.

3. Melakukan penyerbuan dan pembakaran terhadap pos-pos zending.

4. Melakukan perlawanan terhadap gerakan pasukan Belanda di Bahal Batu.


5. Mempersiapkan benteng pertahanan berupa benteng alam di dataran tinggi Toba dan
Silindung.

6. Mempersiapkan benteng pertahanan berupa benteng buatan di perkampungan.

7. Menyerang dan menyergap berbagai pos Belanda yang ada di tanah Batak

8. Juli 1889 Sisingamangaraja XII kembali angkat senjata melawan ekspedisi Belanda di
Huta Puong.

9. Sisingamangaraja XII bersama putera-puteranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi beserta
sisa prajuritnya melakukan perlawanan terakhir di Aik Sibulbulon daerah Dairi.

Hasil akhir perlawanan Sisingamangaraja XII

Pada akhirnya, hasil perlawanan yang dilakukan Sisingamangaraja XII beserta


segenap masyarakat Batak mengalami kekalahan. Taktik licik yang dilakukan Belanda
dengan upaya menangkap Boru Sagala, istri Sisingamangaraja XII dan dua anaknya,
menyebabkan Sisingamangaraja XII mengalami beban psikologi yang berat. 17 Juni 1907
Sisingamangaraja XII meninggal dalam perlawanan terakhirnya di Aik Sibulbulon (Dairi)
karena tertembak timah panas tepat di dadanya. Kedua putra dan seorang putrinya ikut gugur
di tangan Belanda. Dengan begitu usailah Perang Batak.

Anda mungkin juga menyukai