Nama Kelompok :
Pembahasaan :
2. Tindakan VOC yang anarkis dan provokatif dalam memblokade pelabuhan Somba Opu
serta memburu, menangkap, dan merusak perahu-perahu orang-orang Bugis, Makassar dan
yang lain untuk melemahkan posisi Gowa.
3. Tindakan VOC dalam menjalankan politik devide et impera yang akhirnya menyebabkan
Perang Gowa antara pasukan Sultan Hasanuddin dengan VOC, orang-orang Ambon, dan
orang-orang Bugis Bone yang di pimpin oleh Aru Palaka.
Pada akhirnya, segala upaya yang dilakukan Sultan Hasanuddin mengalami kegagalan.
Beliau akhirnya terpaksa harus mengakui adanya VOC di tanahnya akibat dikalahkan dalam
perang Gowa yang menjadikan ia harus mengikuti Perjanjian Bongaya tahun 1667 . Akibat
perjanjian itu, akhirnya Sultan Hasanuddin mengundurkan diri dari kepemimpinannya, tak
lama kemudian tepatnya 12 Juni 1670 ia meninggal dunia.
Pangeran Antasari
Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1797[1][2] atau 1809[3][4][5][6] –
meninggal di Bayan Begok, Hindia Belanda, 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun) adalah
seorang Pahlawan Nasional Indonesia.
Ia adalah Sultan Banjar.[7] Pada 14 Maret 1862, dia dinobatkan sebagai pimpinan
pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar
Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati
(gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung
Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.[8]
Pembahasaan :
Ada beberapa alasan dan latar belakang, mengapa Pangeran Antasari melakukan
perlawanan terhadap Belanda, diantaranya :
2. Adanya masalah dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat Banjar yang diakibatkan
menyempitnya wilayah Banjar (wilayah mengecil menjadi Hulu Sungai, Martapura, dan
Banjarmasin) karena perjanjian yang dilakukan Belanda.
5. Intervensi oleh Belanda yang menjadi konflik internal Kasultanan Banjar, dimana
Pangeran Tamjidillah menjadi Sultan dan Pangeran Hidayatullah menjadi Mangkubumi,
padahal seharusnya Pangeran Hidayatullah menjadi Sultan.
6. Tamjidillah yang berpihak pada Belanda sangat bersikap sewenang-wenang baik terhadap
saudara maupun rakyatnya.
7. Perilaku Belanda yang sewenang-wenang, keras, kasar, serta menindas rakyat Banjar.
1. Pada 25 April 1859, Pangeran Antasari bersama 300 Prajuritnya menyerang tambang
batu bara milik Belanda yang terletak di Pengaron serta perumahan Belanda yang ada
disekitarnya dengan cara dibakar.
2. Merebut Benteng Pengaron serta mengambil alih tambang Nassau Oranje milik Belanda.
4. Bersama prajurit dan para panglimanya, melakukan penyerangan pos-pos Belanda yang
terletak di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai
Barito sampai ke Puruk Cahu.
5. Melakukan perang gerilya serta membuat kerajaan baru di pedalaman dan benteng-
benteng pertahanan.
6. Melakukan penyelundupan senjata untuk mensenjatai peperangan yang dibantu oleh para
pangeran-pangeran di Banjar.
Pattimura (Thomas Matulessy) lahir di Haria, pulau Saparua, Maluku, 8 Juni 1783 –
meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), juga dikenal dengan
nama Kapitan Pattimura adalah Pahlawan nasional Indonesia dari Maluku.
Pembahasaan :
Maluku, merupakan salah satu pulau Indonesia yang memiliki arti pulau raja-raja
(berasal dari kata dalam quran surah Al-Mulk). Dalam sejarahnya, pulau ini pernah
mengalami beberapa penjajahan, salah satunya oleh Bangsa Belanda. Dari pulau ini, terdapat
sosok yang terkenal, yaitu Kapitan Pattimura (Thomas Matulessy atau Ahmad Lussy). Ia
merupakan salah satu pahlawan nasional yang sangat berjasa bagi rakyat Maluku dan bangsa
Indonesia.
2. Rusaknya tata ekonomi dan pola perdagangan bebas yang telah lama berkembang di
Nusantara akibat kedatangan Belanda.
3. Tindakan Belanda yang tidak mau membayar hasil bumi rakyat Maluku.
4.
Peningkatan intensitas kegiatan monopoli di Maluku oleh Belanda.
7. Para pemuda yang akan dikumpulkan untuk dijadikan tentara di luar Maluku.
8. Sikap Belanda yang sama sekali tidak empati terhadap jasa-jasa yang telah dilakukan
masyarakat Maluku.
1. Melakukan serangkaian pertemuan rahasia di Pulau Haruku (Pulau yang dihuni oleh
orang-orang Islam), Pulau Saparua (Pulau yang dihuni orang-orang Kristen), dan hutan kayu
putih guna menseragamkan pemikiran bahwa masyarakat Maluku tidak ingin lagi menderita
di bawah keserakahan dan kekejaman Belanda.
1. Menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi
dan Jawa.
2. 16 Mei 1817 = benteng Duurstede direbut oleh Kapitan Pattimura beserta rakyat Saparua.
3. Semua tentara Belanda yang ada dalam benteng tewas. Begitu juga Residen Van den Berg
ikut tewas.
SULTAN AGENG TIRTAYASA
Sultan Ageng Tirtayasa atau Pangeran Surya (Lahir di Kesultanan Banten, 1631 –
meninggal di Batavia, Hindia Belanda, 1692 pada umur 60 - 61 tahun)[1] adalah Sultan
Banten ke-6. Ia naik takhta pada usia 20 tahun menggantikan kakeknya, Sultan Abdul
Mafakhir yang wafat pada tanggal 10 Maret 1651, setelah sebelumnya ia diangkat menjadi
Sultan Muda dengan gelar Pangeran Adipati atau Pangeran Dipati, menggantikan
ayahnya[2] yang wafat lebih dulu pada tahun 1650.[3]
Pembahasaan :
Sultan Abu al-Fath Abdulfatah atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng
Tirtayasa, merupakan sosok tokoh pahlawan Nasional yang berjuang dalam membela tanah
Banten melawan VOC.
Ada beberapa alasan serta latar Belakang mengapa Sultan Ageng Tirtayasa
melakukan perlawanan terhadap VOC, antara lain :
2. Keinginan Belanda menguasai Banten karena wilayah ini sangat strategis sebagai bandar
perdagangan internasional.
3. Adanya persaingan antara Belanda (VOC) dengan Banten dikarenakan VOC membangun
bandar perdagangan juga di Batavia.
4. Hasutan VOC terhadap Sultan Haji (putera Sultan Ageng) untuk merebut tahta kesultanan
Banten.
5. Perompakan atau pembajakan kapal milik Banten yang pulang dari Jawa Timur oleh
kapal-kapal Belanda.
Bentuk perlawanan yang dilakukannya, antara lain :
2. Mengundang para pedagang Eropa seperti Inggris, Perancis, Denmark, dan Portugis serta
mengembangkan hubungan dagang dengan negara-negara Asia seperti Persia, Benggala,
Siam, Tonkin, dan Cina guna memulihkan posisi Banten sebagai bandar perdagangan
internasional sekaligus menandingi perkembangan VOC di Batavia.
4. Melakukan perusakan terhadap beberapa kebun tanaman tebu milik VOC guna memberi
tekanan dan memperlemah kedudukan VOC.
6. Tahun 1682 pasukan Sultan Ageng Tirtayasa mengepung istana Surosowan dan
mendesak Sultan Haji yang berkomplotan dengan Belanda.
Pada akhirnya, perang Banten yang dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa ini tidak
bisa dikatakan mengalami kekalahan, namun juga belum bisa dikatakan mendapat
kemenangan atas VOC. Tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap oleh VOC
dengan tipu muslihat. Sultan Ageng ditawan di Batavia sampai wafatnya pada tahun 1692.
Walaupun beliau wafat, rakyat Banten masih belum putus asa dalam memperjuangkan
tanahnya dari penjajahan VOC.
PANGERAN DIPOBEGORO
Pembahasaan :
Perang Diponegoro atau yang disebut Perang Jawa merupakan perang yang terjadi
dari 1825 hingga 1830. Perang ini merupakan salah satu perang yang besar bagi Belanda,
dimana pihak Belanda kehilangan 8000 tentara Belanda dan 7000 serdadu pribumi (tentara
sewaan Belanda), dan lebih dari 200.000 penduduk Jawa Tengah dan Yogyakarta meninggal.
Peran sentral perang ini dipegang oleh Pangeran Diponegoro.
1. Karena Belanda ikut campur dalam urusan keraton Yogyakarta, bahkan untuk mengganti
raja dan mengurusi kepemerintahan, harus mendapat izin dari pihak Belanda.
3. Kaum bangsawan sangat dirugikan karena sebagian besar sumber penghasilannya diambil
alih oleh Belanda. Mereka dilarang menyewakan tanah bahkan diambil alih haknya.
4. Akibat Belanda, rakyat yang semakin menderita karena banyaknya pajak yang harus
dibayar, seperti pajak hasil bumi, pajak jalan, pajak ternak, pajak jembatan, pajak pasar, pajak
kepala, pajak dagangan, serta pajak tanah.
5. Tindakan Belanda yang melecehkan harga diri dan nilai-nilai budaya masyarakat, salah
satunya dengan memasang patok-patok pembuatan jalan yang secara sengaja mengenai
makam leluhur Pangeran Diponegoro.
4. Menjadikan Kyai Mojo sebagai guru spiritual pemberontakan serta berkoordinasi dengan
I.S.K.S. Pakubowono VI serta Raden Tumenggung Prawirodigdoyo Bupati Gagatan untuk
melakukan perlawanan terhadap Belanda.
6. Menentukan taktik dan strategi perang dengan sebaik mungkin berdasarkan informasi
mengenai kekuatan musuh, jarak tempuh dan waktu, kondisimedan, sertacurah hujan yang
dibantu oleh para telik sandi dan kurir.
Sisingamangaraja XII (Pantuan Besar Ompu Pulo Batu) merupakan salah satu sosok Tokoh
Pahlawan Nasional yang berjuang di daerah Sumatra. Sebagai pemimpin kerajaan masyarakat
Batak, beliau adalah sosok yang sangat berkontribusi besar dalam upaya membela tanah
Batak melawan penjajahan Belanda saat Perang Batak yang terjadi selama 29 tahun (1878-
1907).
1. Adanya upaya kristenisasi yang dilakukan oleh Belanda dimana upaya ini dikhawatirkan
mampu menghilangkan tatanan tradisional dan bentuk kesatuan negeri yang telah ada secara
turun temurun, dan
7. Menyerang dan menyergap berbagai pos Belanda yang ada di tanah Batak
8. Juli 1889 Sisingamangaraja XII kembali angkat senjata melawan ekspedisi Belanda di
Huta Puong.
9. Sisingamangaraja XII bersama putera-puteranya Patuan Nagari dan Patuan Anggi beserta
sisa prajuritnya melakukan perlawanan terakhir di Aik Sibulbulon daerah Dairi.