Anda di halaman 1dari 18

Biografi Sultan Ageng Tirtayasa

Sultan Ageng Tirtayasa – Tahukah kalian tentang Biografi Sultan Ageng


Tirtayasa yang merupakan pahlawan nasional yang hidup pada tahun 1631 M –
1692 M. Selama kehidupannya, beliau mencurahkan tenaganya dalam memimpin
Kerajaan Banten dan melawan penjajahan Belanda.
Kepemimpinannya yang tegas dan berani, membuat beliau dihormati oleh
berbagai kalangan, termasuk pihak Belanda. Untuk itu, sangat menarik untuk
mempelajari biografi Sultan Ageng Tirtayasa secara lebih luas. Pada zaman
kehidupannya, para kolonial Belanda mendirikan sarikat dagang VOC dan
bertindak semena-mena dengan pribumi.
Akibatnya banyak terjadi perlawanan dari pribumi, salah satunya dari Sultan
Abdul Ma’ali, ayah dari Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah Abdul Ma’ali wafat,
perjuangan dilanjutkan oleh anaknya. Selanjutnya Sultan Ageng Tirtayasa
menjadi inspirasi besar bagi masyarakat di sekitarnya untuk melakukan
perlawanan kepada Belanda.
Sebelum membahas mengenai peran Sultan Ageng Tirtayasa yang begitu besar,
akan lebih baik mengetahui biografinya terlebih dahulu. Membahas biografi
Sultan Ageng Tirtayasa secara menyeluruh tentu akan panjang dan membutuhkan
waktu yang lama. Maka akan kami jelaskan secara singkat Biografi Sultan Ageng
Tirtayasa berikut ini.
Biografi Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin adalah
Raja Gowa ke-16 dan juga
sebagai pahlawan nasional
Indonesia yang terlahir dengan
nama "Muhammad Bakir I
Mallombasi Daeng Mattawang
Karaeng Bonto Mangape". Ia
lahir di Gowa, Sulawesi
Selatan, 12 Januari 1631 dan
meninggal di umur yang
terbilang muda yaitu 39 tahun,
Sultan Hasanuddin meninggal
di Gowa, Sulawesi selatan, 12
Juni 1670.
Sultan Hasanuddin merupakan putera dari Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin
juga pernah memerintah di Kerajaan Gowa mulai tahun 1653 sampai dengan
1669. Sultan Hasanuddin juga dikenal sebagai pahlawan yang berani, berkat
keberaniannya, ia dijuluki " De Haantjes Van Het Osten" oleh Belanda yang
memiliki arti Ayam Jantan dari Timur.
Pada abad ke-17, VOC berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah di
maluku setelah berhasil mengadakan perhitungan dari Spanyol dan Portugis.
VOC memaksa orang negeri menjual rempah-rempahnya dengan harga yang
ditetapkan oleh Kompeni Belanda. Maka Sultan Hasanuddin tidak menerima
keputusan dari Belanda, sebab itu bertentangan dengan kehendak Allah katanya.
Pada tahun 1660, VOC menyerang Makassar, tetapi belum bisa menaklukkan
kerajaan Gowa. Kemudian tahun 1667, VOC beserta sekutunya kembali
menyerang Makassar. Pertempuran terjadi dimana-mana, hingga Kerajaan Gowa
terdesak dan semakin lemah. Sehingga dengan terpaksa Sultan Hasanuddin
menandatangani Perjanjian Bungaya pada tanggal 18 november 1667 di Bungaya.
Karena Kerajaan Gowa merasa dirugikan, Gowa kemudian melakukan
perlawanan kembali. Pertempuran kembali terjadi pada tahun 1668. Tetapi
Kompeni Belanda dapat menguasai benteng terkuat yang dimiliki oleh Gowa
yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 24 juni 1669. Kemudian pada tanggal 12
juni 1670 Sultan Hasanuddin meninggal.
Biografi Tuanku Imam Bonjol
Kalau kita sering menyimak penjelasan guru sejarah
waktu sekolah, tentu nama Tuanku Imam Bonjol
sudah tidak asing di telinga kita. Beliau adalah
sosok pahlawan yang agamis, yang berani
mengorbankan nyawa demi kemerdekaan bangsa
Indonesia. Beliau dilahirkan di Bonjol, Pasaman,
Provinsi Sumatra Barat sekitar tahun 1772.
Meskipun beliau lahir beratus ratus tahun sebelum
Indonesia meraih merdeka, namun besarnya
perjuangan beliau telah tergores di dalam buku buku sejarah dan terdengar sampai
saat ini.
Pria yang bernama asli Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin ini merupakan sosok
pendakwah tersohor di Pulau Sumatra. Beliau sangat menjunjung tinggi
ajaran agama Islam dengan melakukan pencegahan atas maksiat dan kerusakan
yang terjadi di sekitar lingkungannya, seperti : menentang penyalahgunaan
narkotika, perjudian, minuman beralkohol, tembakau, serta praktik sabung ayam
/laga ayam. Bahkan tidak berhenti sampai disitu, penentangan Tuanku Imam
Bonjol juga terlihat sangat jelas, saat Belanda mencoba menguasai wilayah
Sumatra Barat dengan semboyan 3G yaitu Gold, Glory, dan Gospel. Dari sinilah
munculnya perang yang sangat terkenal di Indonesia dengan sebutan Perang
Padri.
Masa Perang
Api peperangan pun mulai tersulut. Saat itu terjadi perselisihan antara kaum adat
dengan kaum paderi yang melibatkan Tuanku Imam Bonjol. Kala itu kaum paderi
ingin memurnikan ajaran Islam yang telah banyak mengalami penyimpangan dari
syariat islam yang sesungguhnya. Namun, hal tersebut justru dipandang sebagai
bentuk ancaman bagi kaum adat. Siapa menduga, ternyata kaum adat pun
bekerjasama dengan pihak Belanda agar mendapatkan bantuan saat melawan
kaum paderi.
Peperangan berlangsung, kaum adat tidak berhasil meraih kemenangan. Justru
keberadaan pasukan Tuanku Imam Bonjol yang sangat kuat membuat Belanda
merasa semakin terancam. Akhirnya Belanda pun memainkan siasat licik dengan
berpura pura melakukan perjanjian damai dengan Tuanku Imam Bonjol pada
tahun 1824, perjanjian tersebut pun dikenal dengan sebutan Perjanjian Masang.
Seperti yang sudah kita sampaikan, bahwa ini adalah siasat licik Belanda yang
telah terpojok. Selang beberapa waktu setelah perjanjian damai, Belanda pun
menyerang wilayah Negeri Pandai Sikat.
Pertempuran terus terjadi, namun kekuatan Belanda yang terbagi ke wilayah
Perang Diponegoro membuatnya tidak berhasil meraih kemenangan atas Tuanku
Imam Bonjol. Akan tetapi, setelah Perang Diponegoro usai, dengan sigap
Belanda mengirimkan pasukannya dalam jumlah besar untuk merebut Sumatra
Barat secara keseluruhan.
Perang terus berlangsung, segenap kekuatan telah dikerahkan oleh Tuanku Imam
Bonjol beserta pasukannya. Akan tetapi, perbedaan jumlah dan kekuatan yang
terlalu besar membuat satu demi satu wilayah yang dipegang oleh Tuanku Imam
Bonjol direbut oleh pasukan Belanda. Namun, setelah tiga bulan berlalu, tepatnya
pada tahun 1832, Tuanku Imam Bonjol berhasil merebut kembali wilayah
kekuasaannya tersebut. Namun lagi lagi, Belanda tidak menyerah untuk
menguasai Sumatra Barat. Dengan jumlah pasukan yang lebih besar, Belanda
kembali menggempur Tuanku Imam Bonjol dan pasukannya. Dan pada
pertemuran kali ini, pasukan Belanda dipimpin langsung oleh Gubernur Jeneral
Van den Bosch. Tapi tetap saja, Belanda tidak berhasil mengalahkan Tuanku
Imam Bonjol dan pasukannya.
Singkat cerita, kedudukan Tuanku Imam Bonjol dan pasukan semakin bertambah
sulit, meski begitu beliau selaku pemimpin tetap tidak ingin berdamai dengan
Belanda. Periode terus berlanjut, bahkan Belanda telah 3 kali mengganti
panglima perangnya agar dapat menaklukan dan merebut daerah Bonjol. Bonjol
yang terus dikepung selama tiga tahun pun akhirnya jatuh ke tangan Belanda
pada tahun 1837.
Penetapan Sebagai Pahlawan Nasional
Besarnya jasa dan perjuang Tuanku Imam Bonjol bagi bangsa Indonesia tentu
tidak perlu diragukan lagi. Berangkat dari semua jasa itu, sebagai bentuk
penghargaan dari pemerintahan Indonesia yang telah mereka, SK Presiden RI
Nomor 087/TK/Tahun 1973, tanggal 6 November 1973 menetapkan bahwa
Tuanku Imam Bonjol adalah Sosok Pahlawan Nasional Indonesia.
Wafat
Tuanku Imam Bonjol Wafat di usia 92 tahun pada tanggal 6 November 1864.
Makam atau kuburan beliau berada di Jalan Pineleng-Kali, Desa Lotta,
Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Sebagian
mengatakan nama asli Tuanku Imam Bonjol adalah Peto Syarif Ibnu Pandito
Bayanuddin, namun sebagian lagi mengatakan nama beliau adalah Muhammad
Shahab.
Biografi Jenderal Soedirman

Pattimura (atau Thomas Matulessy) (lahir di Haria, pulau


Saparua, Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal di Ambon,
Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), juga
dikenal dengan nama Kapitan Pattimura adalah pahlawan
Maluku dan merupakan Pahlawan nasional Indonesia.
Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang
pertama kali terbit, M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan
Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram).
Ayahnya yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura
Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan
nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.
Namun berbeda dengan sejarawan Mansyur Suryanegara. Dia mengatakan dalam
bukunya Api Sejarah bahwa Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut
Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal
dalam sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam
Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula
dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa
Maluku disebut Kasimiliali. Namanya kini diabadikan untuk Universitas
Pattimura dan Bandar Udara Pattimura di Ambon.
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer
sebagai mantan sersan Militer Inggris.[3] Kata “Maluku” berasal dari bahasa
Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja.[4] mengingat pada
masa itu banyaknya kerajaan
Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda
dan kemudian Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah
(landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta
mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan
bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs
Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan
jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-
serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk
memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi
dalam pratiknya pemindahan dinas militer ini dipaksakan
Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras
dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan
kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit
mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura [4] Maka pada waktu
pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para
Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan
panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria
(kabaressi). Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi
perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir
Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat,
mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng
pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja
Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga
menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali,
Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda
dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri
Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi
Patimura.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat
dan di laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya
antara lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha.
Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan
benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah
Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang
Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan
bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan
mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817
di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura
dikukuhkan sebagai “PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN” oleh
pemerintah Republik Indonesia. Pahlawan Nasional Indonesia.
Biografi Pangeran Diponegoro

Siapakah Pangeran Diponegoro? Mengapa


namanya begitu dikenang sebagai pahlawan
bangsa Indonesia? Sampai-sampai, Pangdip
mendapatkan julukan sebagai Satria
Piningit di masanya. Memang julukan ini
bukan tanpa sebab karena di masa lalu,
beliau berhasil menggerakkan rakyat untuk
melawan penjajah dan kolonialisasi.
Sejarah perjuangan Pangeran Diponegoro
tidak akan terlupakan hingga kelak,
namanya pun dipakai sebagai nama-nama
jalan, bahkan salah satu universitas negeri di kota Semarang.
Biografi
Nama Bendara Raden Mas Antawirya
Lahir Yogyakarta, 17-November-1785
Meninggal Makassar, 8-Januari-1855 (Usia 69)
Orang Tua Sultan Hamengkubuwono III & R.A Mangkarawati
Pahlawan Perang Jawa, 1825-1830
Pangeran Diponegoro memiliki nama asli B.R.M Antawirya, lahir di lingkungan
keraton Ngayogyakarta pada tanggal 17 November 1785. Kontribusinya dalam
pegerakan melawan penjajah di era Hindia-Belanda, membuatnya dianugerahi
gelar pahlawan nasional Indonesia. Banyak orang yang tidak tahu bahwa ternyata
ia adalah anak tertua dari raja Jogja, Sultan Hamengkubuwono ke-3. Mungkin ini
terjadi karena Pangdip adalah anak dari selir, bukan sang ratu. Ibunya bernama
R.A Mangkarawati yang berdarah Pacitan, Jawa Timur.
Bendara Raden Mas Antawirya atau Pangeran Diponegoro juga dikenal dengan
nama Bendara Raden Mas Antawirya, ketika ia masih kecil hingga remaja. Masa
kecilnya dihabiskan di Yogyakarta, hingga sebelum akhirnya memulai ikut
perjuangan melawan penjajah. Kemuliaan dan ketinggian akhlak Pangeran
Diponegoro membuat ayahnya sang raja jadi kagum dan berniat menyerahkan
takhtanya padanya. Namun pangeran menolak karena ia menyadari bahwa
keputusan raja ini tidak tepat, sebab ia hanyalah anak selir, bukan permaisuri ratu.
Jika ia naik takhta, tentu akan menciptakan iklim kontestasi politik yang panas di
lingkungan keraton, di antara anak-anak dan keluarga besar.
Pangeran Diponegoro setidaknya pernah menikah hingga 9 kali disemasa
hidupnya. Dari sembilan istri ini, ia memperoleh 12 putra dan 10 putri. Sejarah
menyatakan bahwa meskipun ia adalah pangeran, namun selalu menolak tinggal
di dalam kompleks keraton maupun perumahan bangsawan. Ia malah memilih
tinggal di kampung halaman eyang buyut putrinya, sang permaisuri dari Sultan
Hamengkubuwono ke-1. Kampung halaman ini dinamakan Tegalrejo, namun
konsepsi mengenai Tegalrejo sangat filosofis, bahwa yang dimaksud dengan
Tegalrejo adalah kawasan pedesaan. Jadi tidak spesifik menyebutkan lokasinya
di mana. Namun di masa lalu, desa Tegalrejo lokasinya di Jawa Tengah.
Sepanjang gerilyanya sebagai pahlawan perang, Diponegoro dianggap telah
membangkitkan semangat kebangkitan perlawanan orang-orang di desa. Karena
ia memang tinggalnya selalu di desa. Perang Diponegoro tercetus pada tahun
1825-1830. Penyebab tercetusnya Perang Diponegoro adalah karena ia menolak
Belanda melakukan kaplingisasi alias pematokan tanah di desa Tegalrejo secara
paksa. Selain itu juga diberlakukannya pajak yang sangat besar, padahal tanah
yang dipijak adalah tanah nenek moyangnya sendiri.
Tidak hanya berjuang sendirian, sejarah Pangeran Diponegoro juga menyebutkan
bahwa langkahnya didukung di tingkat grassroot (akar rumput) serta elite politik
(lingkungan kerajaan). Setidaknya ia mendapatkan dukungan besar dari
Mangkubumi, pamannya. Tapi tragedi Perang Diponegoro yang berdara-darah
ini seakan-akan menjadi tragedi genosida, sebab perang ini menimbulkan korban
jiwa lebih dari 200.000 orang Jawa mati, beberapa ribu pasukan di pihak lawan
yaitu tentara Belanda berdarah Eropa.
Bisa dibilang memang pihak dari Kasunanan Surakarta yang mendukung
langkahnya, sedangkan pihak monarki Jogja sebagai keluarga intinya sendiri
malah terkesan mengecap pangdip sebagai pemberontak. Labelling pemberontak
ini melekat tidak hanya pada diri Pangeran Diponegoro, tapi juga seluruh trah
keturunannya. Pangdip dan keturunannya, semenjak perang ini tercetus, dilarang
masuk lagi ke lingkungan keraton. Bahkan perang usai pun, seluruh trahnya tidak
diperkenankan masuk ke keraton, tidak dianggap lagi.
Baru pada era Sri Sultan Hamengkubuwono IX, status pemberontak ini dicabut,
sehingga seluruh cucu-cicitnya kembali dianggap sebagai bagian dari keraton
Yogyakarta. Mereka bisa mengurus berkas-berkas silsilah keluarga yang
mungkin saja akan memberikan kebanggaan dan kedamaian tersendiri di hati
mereka
Biografi I Gusti Ketut Jelantik

Nama Lengkap : I Gusti Ketut Jelantik


Alias : Ketut Jelantik
Profesi : Pahlawan Nasional
Agama : Hindu
Warga Negara : Indonesia

Istri : I Gusti Ayu Made Geria, I Gusti Ayu Kompyang, Gusti Biyang Made
Saji, Jero Sekar
Anak : I Gusti Ayu Jelantik, I Gusti Ayu Made Sasih, I Gusti Bagus Weda
Tarka
BIOGRAFI
I Gusti Ketut Jelantik adalah pahlawan nasional Indonesia. Dia mendapatkan
penghargaan berupa gelar Pahlawan Nasional menurut SK Presiden RI No.
077/TK/Tahun 1993 karena memang layak disematkan pada berkat usahanya
yang tetap teguh membela tanah kelahiran atas kekuasaan Belanda kala itu.

Berawal dari hak hukum Tawan yang menyatakan bahwa kapal dari pemerintah
manapun apabila bersandar maupun terdampar di wilayah perairan Bali maka
menjadi milik kerajaan Bali. Saat itu, pemerintah Belanda menolak dengan
adanya hak Tawan yang sudah barang tentu merugikan pihaknya.
Kapal dagang Belanda terdampar di daerah Prancak, Jebrana yang merupakan
wilayah dari kerajaan Buleleng disita oleh kerajaan Buleleng yang membuat
pemerintah Belanda meradang. Tak setuju dengan adanya peraturan hak Tawan
yang mengakibatkan kapalnya terkena Tawan Karang, pemerintah Belanda
menuntut untuk penghapusan hukum tersebut dan menyarankan agar pihak
kerajaan Buleleng mengakui kekuasaan Belanda di Hindia Belanda.

Tuntutan yang bagi patih kerajaan Buleleng, Ketut Jelantik, sangat meremehkan
tersebut akhirnya ditanggapi dengan sikap meradang. Ia bahkan bersumpah
selama hidupnya tidak akan pernah tunduk pada kekuasaan Belanda demi apapun
alasannya. Suami dari I Gusti Ayu Made Geria ini lebih memilih untuk berperang
dibandingkan mengakui kedaulatan dan kekuasaan pemerintah Belanda.

Memilih jarang peperangan. Begitulah tindakan berani Ketut Jelantik dalam


menghadapi pemerintah Belanda. Pada tahun 1943, ketika pemerintah Belanda
berhasil meminta persetujuan beberapa raja dari kerajaan-kerajaan Bali untuk
menghapuskan hak hukum Tawan dan mengakui kekuasaan Belanda, kerajaan
Buleleng tetap pada pendiriannya.
Mereka menolak untuk menghapuskan perjanjian yang bagi Ketut Jelantik akan
merugikan warganya. Karena penolakan itulah akhirnya pecah perang yang
terjadi antara Buleleng dan Belanda pada tahun 1846 yang menghasilkan
kekalahan dari pihak Buleleng. Istana Buleleng berhasil dikuasai Belanda yang
membuat raja Buleleng dan patihnya melarikan diri ke daerah Jagaraga.

Kurang puas hanya merebut istana Buleleng, Belanda mengejar Ketut Jelantik
dan raja ke daerah Jagaraga. Di sana, ayah dari tiga anak ini bersembunyi di
benteng-benteng pertahanan yang dibuatnya bersama dengan para prajurit. Siasat
perang yang menyatakan bahwa daerah benteng mempunyai bentuk bangunan
yang sulit dijangkau oleh meriam, Ketut Jelantik memilih untuk bertahan dan
menyusun strategi perang. Benar saja, keteguhan sikap yang menolak adanya
penghapusan hak hukum Tawan nyatanya mengantarkan Buleleng pada
peperangan yang cukup sengit.
Peperangan yang meletus pada bulan Juni 1848 ini tak hanya melibatkan tentara
Belanda, tapi juga kerajaan-kerajaan yang berhasil diberdaya Belanda untuk
tunduk kepada Belanda. Berhasil memukul mundur tentara Belanda pada perang
Jagaraga I, pasa tahun 1849 Belanda kembali menyerang wilayah Jagaraga.
Dengan pengalaman strategi yang pernah dipelajari, maka pada 16 April 1849,
akhirnya Buleleng jatuh ke tangan Belanda.

Kalah dalam berperang, Ketut Jelantik melarikan diri ke pegunungan Batur


Kintamani. Di sana, ia bertahan di perbukitan Bale Pundak sampai akhirnya
gugur dalam perjuangan ketika Belanda mengetahui gerak geriknya dan berhasil
mengepungnya. Berkat usahanya yang gigih dalam mempertahankan tanah
kelahiran, Ketut Jelantik berhak mendapatkan gelar Pahlawan Nasional menurut
SK tahun 1993. Penghargaan tersebut sepadan dengan pengorbanannya.
Biografi Jenderal Sudirman Lengkap – Jenderal Besar TNI

Sudirman atau Soedirman atau Pak


Dirman adalah salah seorang Jenderal
yang terpandang dan sangat disegani
oleh pasukannya dalam sejarah
Indonesia dan salah satu dari sekian
banyak Pahlawan Revolusi Nasional
yang dimiliki Indonesia dan berjasa
sangat besar pada masa revolusi
kemerdekaan. Ia adalah Panglima
pertama dan Jendral RI pertama dan
termuda pada usia 31 tahun. Ia juga
dikenal sebagai pejuang yang gigih dan sangat teguh dalam memegang prinsip,
memiliki tutur kata yang tenang dan mampu memecahkan masalah dengan cara
yang solutif. Jarang diketahui bahwa beliau sudah berkecimpung secara aktif di
dunia pendidikan sebelum menjadi tentara dan menjadi seorang Jenderal besar di
dunia militer. Ia adalah seorang pejuang yang tangguh dan tidak kenal menyerah
sebagaimana cerita pejuang lainnya dalam biografi R.A. Kartini dan biografi Cut
Nyak Dhien sebagai para pahlawan nasional wanita Indonesia.
Riwayat Jenderal Besar Soedirman
Jenderal yang bernama asli Raden Soedirman lahir di Purbalingga, Jawa Tengah
pada 24 Januari 1916 dari orang tua bernama Karsid Kartawiraji dan Siyem,
memiliki seorang saudara bernama Muhammad Samingan. Istrinya bernama
Alfiah dan memiliki 7 orang anak. Tempat kelahirannya tepatnya berada di Bodas
Karangjati, Rembang. Ia tidak dibesarkan oleh orang tua kandungnya melainkan
diadopsi oleh pamannya yang seorang camat bernama Raden Cokrosunaryo, agar
mendapatkan kehidupan yang lebih mapan.
Dalam biografi Jenderal Sudirman ini, ia memang mendapatkan pendidikan layak
sejak kecil dimulai pada usia tujuh tahun di HIS (Hollandsch Indlandsche School)
dan pada tahun ke tujuh pindah bersekolah ke Taman Siswa. Pada tahun
berikutnya ia pindah ke Sekolah Wirotomo karena pemerintah Belanda
menganggap Taman Siswa Ilegal. Ia adalah anak yang taat beribadah dan belajar
mengenai agama Islam dari Raden Muhammad Kholil hingga mendapatkan
julukan Haji karena sering berceramah.
Pamannya wafat pada tahun 1934 dan hal itu menjadi pukulan berat karena
keluarganya menjadi jatuh miskin setelahnya, namun ia dibolehkan untuk tetap
bersekolah tanpa bayaran di Wirotomo. Ketika remaja ia ikut mendirikan
organisasi Islam bernama Hizbul Wathan milik organisasi Muhammadiyah dan
setelah lulus memimpin cabang Cilacap. Sejak muda Sudirman memang sudah
tampak memiliki bakat kepemimpinan. Masyarakat segan dan hormat kepadanya.
Setelah lulus ia kemudian belajar kembali di Kweekschool yaitu sekolah khusus
calon guru Muhammadiyah, tetapi masalah biaya membuatnya berhenti. Ia
kembali ke Cilacap dan menjadi guru di Sekolah Dasar Muhammadiyah, bertemu
dengan Alfiah dan menikah, tinggal di rumah mertuanya yang merupakan
pengusaha batik kaya bernama Raden Sosroatmodjo.
Organisasi Jenderal Sudirman
Biografi Jenderal Sudirman mencatat bahwa selama mengajar ia juga tetap aktif
untuk berorganisasi di organisasi pemuda Muhammadiyah. Setelah masa
penjajahan Jepang di Indonesia pada 1942, kegiatannya mengajar dibatasi bahkan
sekolahnya diubah menjadi pos militer oleh Jepang. Ia berunding dengan Jepang
dan akhirnya tetap diperbolehkan mengajar dengan perlengkapan yang terbatas.
Di tahun 1944 ia menjabat sebagai ketua dewan karesidenan bentukan Jepang,
dan menjadi awal mulanya memasuki dunia militer setelah diminta bergabung
dengan PETA dan menempuh pendidikan di Bogor. Perjuangan Soedirman juga
tidak kalah dengan riwayat biografi Bung Tomo dan biografi W.R.
Soepratman yang berjuang di masa yang berdekatan.
Setelah tamat pendidikan PETA, ia langsung menjadi komandan batalyon Kroya.
Ketika proklamasi kemerdekaan, Sudirman bertemu dengan Soekarno Hatta dan
diberi tugas untuk mengawasi proses penyerahan diri para tentara Jepang di
Banyumas setelah mendirikan divisi lokal dari Badan Keamanan Rakyat.
Pasukannya kemudian dijadikan bagian dari Divisi V oleh Oerip Soemohardjo,
panglima sementara. Sudirman menjadi Panglima Divisi V/Banyumas
berpangkat Kolonel setelah terbentuknya TKR (Tentara Keamanan Rakyat) atau
BKR. Kemudian melalui Konferensi TKR pada tanggal 2 November 1945,
Sudirman terpilih menjadi Panglima Besar TKR/Panglima Angkatan Perang
Republik Indonesia. Selama menunggu pelantikan sebagai panglima, ia
memerintahkan agar dilakukan serangan kepada pasukan Inggris dan Belanda di
Ambarawa, yang membuat rakyat semakin kuat mendukung Sudirman. Pada
tanggal 18 Desember 1945 Sudirman diberikan pangkat Jenderal dan dilantik
oleh Presiden.
Biografi Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien merupakan Pahlawan


Nasional wanita dari Aceh yang
melakukan perjuangan di masa Sejarah
Perang Aceh melawan belanda. Ketika
wilayah VI Mukim diserang oleh
Belanda, beliau mengungsi, sementara
suaminya yang bernama Ibrahim
Lamnga ikut serta berjuang melawan
Belanda. Gugurnya Ibrahim Lamnga di
tanah Gle Tarum pada tanggal 29 Juni
1878 kemudian menambah semangat
Cut Nyak Dhien lebih kuat untuk
melawanan Belanda. Perjuangan Cut
Nyak Dien dikenang di berbagai media. Contohnya di film drama epik yang
berjudul Tjoet Nja’ Dhien yang dirilis pada tahun 1988. Film ini disutradarai oleh
Eros Djarot. Film ini memenangkan penghargaan sebagai Piala Citra sebagai film
terbaik.
Biografi Cut Nyak Dhien : Kehidupan Sebelum Berjuang
Selain itu juga merupakan film Indonesia pertama yang mendapat kehormatan
untuk tayang di Festival Film Cannes pada tahun 1989. Kemudian, pada tanggal
13 April 2014, sebuah karya seni diadakan untuk mengenang perjalanan hidup,
kisah dan semangat perjuangan Cut Nyak Dhien. Karya seni ini dikemas dalam
bentuk teater monolog yang disutradarai dan dimainkan oleh Sha Ine Febriyanti.
Kemudian teater monolog ini dipentaskan di Auditorium Indonesia Kaya Kota
Jakarta.
Naskah monolog yang berdurasi empat puluh menit ini kemudian dipentaskan
kembali pada 2015 di berbagai kota di Indonesia. Seperti Jakarta, Pekalongan,
Semarang, Magelang dan Banda Aceh. Rencananya, teater monolong CND juga
akan dipentaskan di Belanda dan Australia. Selain itu, ada sebuah kapal perang
milik TNI-AL yang diberi nama KRI Cut Nyak Dhien, mata uang senilai sepuluh
ribu rupiah bergambar Cut Nyak Dhien dan sebuah masjid di Aceh yang berada
di dekat makamnya.
Cut Nyak Dhien terlahir dari keluarga ningrat yang memegang teguh ajaran Islam
di Aceh Besar pada tahun 1848. Tepatnya Wilayah VI Mukim. Ayah Cut Nyak
Dhien bernama Teuku Nanta Seutia yang menjadi sebagai hulubalang VI Mukim.
Sedangkan ibunya merupakan anak dari hulubalang Lampageu. Di masa kecil,
Cut Nyak Dhien ia memperoleh pendidikan pada ilmu agama dari orang tua
ataupun guru agama dan ilmu rumah tangga seperti ilmu memasak, melayani
keluarga dan yang menyangkut rumah tangga dari orang tuanya. Pada umur 12
tahun, Cut Nyak Dhien sudah dijodohkan oleh orangtuanya di tahun 1862 dengan
Teuku Cek Ibrahim Lamnga. Putra dari hulubalang Lamnga XIII.
Cut Nyak Dhien Perang Aceh Melawan Belanda
Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda menyatakan perang kepada Aceh pada
tanggal 26 Maret 1873. Serangan dimulai dengan menembaki meriam ke daratan
Aceh dari kapal perang bernama Citadel van Antwerpen. Inilah awal dari Perang
Aceh pun meletus. Pada perang tahap pertama yang terjadi 1873 hingga 1874,
Aceh yang dipimpin oleh Sultan Machmud Syah dan Panglima Polim bertempur
melawan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Köhler. Di bawah
pimpinan Johan Harmen, Belanda berangkat dengan kekuatan 3.198 prajurit dan
mendarat pada tanggal 8 April 1873. Mereka langsung menyerang serta berhasil
menguasai Masjid Raya Baiturrahman dan membakarnya. Beruntung,
Kesultanan Aceh berhasil memenangkan perang pertama. Ibrahim Lamnga yang
berlaga di garis depan kembali dengan membawa kemenangan, sementara Köhler
sendiri tewas tertembak pada bulan April 1873.
Perang tahap kedua dimulai pada tahun 1874-1880. Belanda melakukan serangan
lagi di bawah pimpinan Jenderal Jan van Swieten. Daerah VI Mukim berhasil
ditaklukkan oleh Belanda pada tahun 1873 dan Keraton Sultan berhasil
ditaklukkan pada tahun 1874. Cut Nyak Dhien yang tinggal di Daerah VI Mukim
dan bayinya akhirnya mengungsi bersama para ibu rumah tangga dan rombongan
lainnya pada tanggal 24 Desember 1875. Suami Cut Nyak Dhien berangkat
bertempur untuk merebut kembali daerah VI Mukim dari tangan Belanda. Tapi
sayangnya, Ibrahim Lamnga yang bertempur di Gle Tarum, ia gugur pada tanggal
29 Juni 1878. Kematian suaminya ini tentu membuat Cut Nyak Dhien diselimuti
kemarahan dan bersumpah akan menghancurkan para penjajah itu.
Teuku Umar, salah satu tokoh penting pejuang Aceh, melamar Cut Nyak Dhien.
Pada awalnya Cut Nyak Dhien menolak lamaran itu tapi akhirnya menerima
setelah Teuku Umar mengizinkan untuk ikut bertempur. Bergabungnya Cut Nyak
Dhien berhasil meningkatkan moral semangat perjuangan Aceh melawan
Belanda. Perang berlanjut secara gerilya dan berkobarlah perang fi’sabilillah.
Pada tahun 1875, Teuku Umar melakukan gerakan dengan melakukan
pendekatan dengan para Belanda dan hubungannya dengan para penjajah itu
semakin kuat.
Pada tanggal 30 September 1893, Teuku Umar yang bersam 250 orang
pasukannya pergi ke Kutaraja untuk menyerahkan diri kepada Belanda. Tentu
Belanda sangat senang karena musuh yang sangat berbahaya mau membantu
mereka. Sehingga Belanda memberikan Teuku Umar julukan bernama Teuku
Umar Johan Pahlawan. Lebih dari itu, Teuku Umar menjadi komandan unit
pasukan Belanda dengan kekuasaan yang cukup besar. Teuku Umar sebenarnya
merahasiakan rencana untuk menipu para Belanda, meskipun ia suduh dituduh
sebagai pengkhianat oleh rakyat Aceh. Cut Nyak Dien terus berusaha
menasihatinya agar kembali ke sisi rakyat Aceh untuk kembali melawan Belanda.
Namun, Teuku Umar masih terus berhubungan dengan Belanda demi mencoba
siasatnya. Teukur Umar lalu mempelajari taktik dan strategi tentara Belanda,
sementara perlahan tapi pasti, dia mengganti sebanyak mungkin orang Belanda
di unit yang berada di bawah tanggung jawabnya. Ketika jumlah tentara Aceh
yang berada di pasukan tersebut cukup, Teuku Umar menipu orang Belanda dan
berencana bahwa ia ingin menyerang basis Aceh. Sebenarnya Teuku Umar hanya
mencuri semua perbekalan dan logistik yang diberikan oleh Belanda. Dia
berangkat kembali ke Aceh dan tidak pernah kembali.
Kejadian ini membuat Belanda sangat marah dan melakukan operasi besar untuk
menangkap Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar. Karena sudah memiliki senjata
milik Belanda, tentara Aceh berhasil mengimbanginya. Bahkan Jenderal Jakobus
Ludovicus terbunuh. Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar terus menyerang
semuanya bahkan banyak jenderal Belanda yang harus diganti. Pasukan elit
bernama De Marsose yang dikenal tanpa ampun. Pasukan ini berhasil membuat
rakyat Aceh ketakutan.
Ketakutan ini dimanfaatkan oleh Jenderal Benedcitus. Dia menyewa orang Aceh
untuk menjadi mata-mata dan berhasil mengetahui rencana Teuku Umar untuk
menyerang Meulaboh. Karena informasinya bocor, Teuku Umar gugur tertembak.
Anak Cut Nyak Dhien menangis karena kematian ayahnya. Kini giliran Cut Nyak
Dhien yang memimpin perlawanan bersama pasukan kecilnya. Hingga
pasukannya hancur pada tahun 1901 setelah Belanda mempelajari cara berperang
Aceh. Cut Nyak Dhien sendiri juga sudah tua dan sering terkena penyakit encok.
Hingga dia berhasil ditangkap oleh Belanda. Perjuangan pun diteruskan oleh Cut
Gambang.
Biografi Ir.Soekarno

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno


yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Surabaya,
Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta,
21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi
Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai.
Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan
dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati
mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati,
Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai
Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari
Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko
Nemoto mempunyai anak Kartika..
Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar.
Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji
Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian
melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu,
Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun
1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau
sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi IT.Ia berhasil meraih gelar “Ir”
pada 25 Mei 1926.
Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai
Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka.
Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29
Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam
pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan
Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI
pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan
Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap
Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian
dipindahkan ke Bengkulu.
Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta
memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang
BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar
negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan
Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam
sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai
Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi
dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya
mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-
bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di
Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non
Blok.Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang
menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR
mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk,
yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia
disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat
makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya
sebagai “Pahlawan Proklamasi”.
TUGAS PPKN
PAHLAWAN NASIONAL

Nama :
Kelas :

SMPN 1 BANJARNEGARA

Anda mungkin juga menyukai