Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH SEJARAH INDONESIA

PERANG PATTIMURA

Disusun oleh :
Rudly Abit ikhsani,
Riffo Ade iyans ,
M.aiman khoirul I.,
M. Akyasa syafiqi Ets.
Madrasah Aliyah negeri Pekalongan

Tahun pelajaran 2022/2023

Kata pengantar

Segala puji dan syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atasberkat dan limpahan rahmatNya-lah maka kami bisa menyelesaikan
makalah dengan tepatwaktu.Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada bapak Fuad Hasan S.Pd selaku guru Mata pelajaran sejarah
Indonesia yang telah membantu penulis dalam mengerjakan makalah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Berikut ini kami sebagai sebuah makalah tentang “Perang Pattimura”,yang


menurut kamidapat memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk
dipelajariberbagai sejarah tentang cikal bakal Bangsa Indonesia dan bisa
mengetahui perjuangan darirakyat-nya itu sendiri.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritikdan saran dari semua pihak yang membangun selalu kami harapkan
demikesempurnaan makalah ini.

Dengan ini, kami pengajuan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih
dansemoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat untuksemua pihak. Amin.

Pekalongan, 16 September 2022


Penulis,

_____________________

Bab 1
Pembahasan

A. Latar belakang
Kepulauan Maluku yang terkenal sebagai kepulauan rempah-rempah
mengundang banyak sekali bangsa besar yang ingin datang untuk
menguasainya, terkhusus oleh bangsa Eropa, mulai dari kedatangan bangsa
Spanyol, Portugis, Inggris dan kemudian bangsa Belanda yang memonopoli
perdagangan dengan cara yang salah. Hal inilah yang menjadi alasan bangsa
Maluku melakukan pemberontakan.

Permulaan abad ke-19, penduduk Maluku mengadakan perlawanan


bersenjata melawan V.O.C(Belanda) yang ingin menjadi penguasa tunggal
dalam dunia perdagangan didaerah jajahan yaitu Maluku. V.O.C
menggunakan kekuasaan kerajaan sekitar Maluku untuk meluaskan
kekuasaannya. Pada hakekatnya, nafsu kaum penjajah untuk menguasai
rempah-rempah inilah yang menjadi penyebab bangsa Maluku melakukan
perlawanan.

Menurut M. Sapija, sebab-sebab perlawanan rakyat Maluku dibagi menjadi


empat bagian :

1. Penindasan dan penghisapan dengan jalan curang atau pemerasan


(knevelarij) terhadap penduduk Maluku yang terutama dilakukan oleh para
pembesar belanda pada zaman Oost Indische Compagnie dan juga pada
zaman Residen Van den Berg dengan mendapat perlindungan dari monopoli
V.O.C.
2. Ketidakpuasan rakyat terhadap peraturan-peraturan gubernur Van
Middlekoop antara lain peraturan yang mewajibkan penduduk negeri
menyediakan perahu-perahu untuk keperluan pemerintah Belanda,
peraturan-peraturan dimana pada masa kekuasaan Inggris telah
dihapuskan.

3. Kekurangan uang yang diderita oleh pemerintah Belanda pada masa itu.

4. Sifat kritis dari penduduk Maluku untuk membandingkan perbuatan-


perbuatan pemerintah yang dulu dengan peraturan-peraturan pemerintah
yang sekarang.Pelopor utama pergerakan perlawanan bangsa Maluku
adalah Thomas Matulessy yang dikenal dengan nama Kapitan Pattimura.
Sosok Pattimura adalah sosok yang menjadi pelopor dan membuka
perlawanan bersenjata terhadap Belanda yang kemudian diikuti oleh para
pahlawan dari daerah- daerah lainnya di Maluku.

B. Rumusan masalah

1. Apa yang melatar belakangi perang tersebut ?


2. Siapa tokoh yang paling berperan dalam perlawanan tersebut?
3. Bagaimana proses dalam perlawanan tersebut?
4. Bagaimana akhir dalam perlawanan tersebut?

C. Tujuan pembahasan

Agar kita dapat mengetahui susah payahnya perjuangan pahlawan untuk


memperjuangkan bangsa Indonesia.

Bab 2
Pembahasan

A. Biografi PATTIMURA
Thomas Matulessy alias Kapitan Pattimura lahir di desa Haria pulau Saparua
pada tanggal 8 juni 1783. Thomas adalah keturunan dari keluarga besar
Matulessia (Matullessy) di desa Haria pulau Saparua.Pattimura beragama
Kristen Protestan. Ia adalah mantan sersan mayor dinas militer Inggris. Ia
bisa membaca dan menulis juga memperoleh didikan militer, dan karena
pendidikannya itu, dia
diangkat menjadi pemimpin pemberontakan

B. Perang PATTIMURA

Thomas Matulessy sejak berusia 13 tahun, telah terlibat dalam berbagai


diskusi dengan orang dewasa tentang apa yang telah dilihat dan diketahui
yang dilakukan Penjajah Belanda terhadap rakyat Saparua (Lease). Kegiatan
seperti ini biasanya tidak pernah dilakukan aleh anak-anak seusia itu.
Dengan demikian tidak mengherankan apa bila sejak kecil sudah terbentuk
sikap, jiwa, dan karakter menentang Penjajah Belanda dalam diri seorang
Thomas Matulessy.

Selama periode akhir abad 18 sampai permulaan abad 19, Inggris telah
mengambil alih kekuasaan atas wilayah Maluku dari tangan Belanda
sebanyak dua kali yaitu pada tahun 1798 – 1803 sewaktu Napoleon
menguasai Balanda di mana Belanda dimasukan kedalam kekuasaan
kerajaan Perancis dan pada tahun 1810 -1817. Kekuasaan Inggris pada
period ke 2 di peroleh melalui peperangan dengan direbutnya Benteng
Victoria pada 10 Agustus 1810. Pada saat yang sama di Benteng Duurstede
(Saparua) suara dentuman meriam terdengar disusul oleh naiknya bendera
Inggris. Peristiwa ini disaksikan juga oleh Thomas Matulessy, Johannis Kakak
Thomas, Philips Latumahina dan Anthone Rhebok.

Sementara itu seorang jurubucara Inggris yang membacakan pengumuman


tentang kekalahan Belanda dan penghapusan sistem monopoli. Pada
keesokan harinya ditengah-tengah parade tentara Inggris di lapangan
Benteng Victoria, dibacakan sebuah pengumuman yakni pemerintah Inggris
menetapkan untuk membentuk sebuah corps batalyon yang terdiri dari
pemuda-pemuda Maluku yang gagah berani. Corps batalyon ini hanya
bertugas di Maluku.

Thomas Matulessy dan kawan-kawan antre mendaftarkan diri untu masuk


corps limaratus (nama yang diberikan kepada batalion pemuda Maluku).
Dalam pelatihan ternyata Thomas merupakan orang yang paling trampil dan
cekatan. Karena itulah ia diberi tanggung jawab sebagai pemimpin corps
limaratus dengan tanda pangkat sersan mayor pada usia 34 tahun.

Corps limaratus hanya bertahan 6 tahun lebih, karena pada bulan Mei 1817
corps ini harus dibubarkan karena Belanda.Kembalinya Belanda disambut
dengan berbagai kekecawaan, ini kelihatan dari sikap rakyat yang
membangkang tehadap kerja rodi dan monopoli. Dalam waktu singkat van
den Berg berhasil membuat dirinya orang yang paling dibenci di negeri ini.
Melihat kenyataan ini Thomas dan kawan-kawan bekas anggota korps 500,
mulai bergerak. Pada tanggal 3 Mei 1817 mereka mengadakan pertemuan
di rumah Thomas untuk membicarakan keadaan tersebut. Rapat berikutnya
dilakukan tanggal 9 Mei 1817, di hutan Haria. Pada saat itu hadir juga
Philips Latumahina dan Anthone Rhebok.

Dalam pertemuan Gunung Saniri pada 14 Mei 1817, diputuskan untuk


menyerang Benteng Duurstede dan mengangkat Thomas Matulessy sebagai
panglima perang. Pada saat yang sama atas usul Paulus Tiahahu yang hadir
bersama anak perempauannya Martha Chr. Tiahahu agar para pemimpin
yang hadir mengangkat sumpah dengan bahasa daerah untuk patuh kepada
“Thomas Matulessy Kapitan Pattimura” diakhiri dengan di tiupnya kulit
bia(kulit siput) sebanyak tiga kali. Sejak inilah perjuangan menentang
Penjajah Belanda dibawah pimpinan Thomas Matulessy dikenal sebagai
“Perang Pattimura”.
Perlawanan terhadap Belanda dimulai setelah hasil pertemuan gunung
Saniri disebar luaskan.

Pada tanggal 14 Mei jam 9 malam rakyat serentak berbondong-bondong


berjalan menuju Negeri Porto di mana di pelabuhannya sedang disiapkan
arombai (perahu) pos residen untuk berangkat ke Ambon. Rakyat yang
datang membakar arombai – arombai tersebut. Setibanya di rumah Patih
Haria, sebelum ia meminta pertanggung jawaban Patih Haria, van den Berg
telah dikepung oleh sejumlah laki-laki bersenjata yang ingin membunuhnya.
Mendengar hal ini Thomas Matulessy dengan beberapa temannya bergegas
pergi menjumpai van den Berg.

Setibanya di rumah Patih Haria, kepada van den Berg Kapitan Pattimura
mengantarkan pulang ke benteng dan Thomas Matulessy menjamin akan
pulang dengan selamat.Kemudian van den Berg diantar oleh Kapitan
Pattimura dengan kawan-kawan sampai di kaki Benteng Duurstede.
Sebelum van den Berg menaiki tangga benteng untuk memasuki benteng
Kapitan Pattimura menyalami residen sambil mengucapkan selamat.

Sejak saat itu (15 Mei 1817) Benteng Duurstede di kepung oleh rakyat
Lease. Pasukan Belanda di dalam Benteng menjadi panik dan ketakutan.
Pada keesokan harinya tanggal 16 Mei 1817. menjelang subuh Kapitan
Pattimura berada di depan pasukannya. Ia memberi isyarat untuk maju dan
gelombang manusia itu maju kedepan menuju Benteng Duurstede.

pintu benteng terbuka dan kelihatan Residen van der Berg keluar sambil
mengipas-ngipas bendera putih. Tetapi ia terjatuh karena kena tembakan.
Rakyatpun menyerbu masuk benteng melalui pintu maupun memanjat
dinding tembok. Benteng Duurstede dan pasukan Belanda yang ada di
dalamnya dapat ditaklukan. Semua tentara Belanda dibunuh termasuk istri
van den Berg dan salah seorang anaknya. Sedangkan seorang anak yang lain
ketika akan dibunuh, dilarang oleh Kapitan Pattimura.da menyerahkan anak
itu kepada Simon Pattiwael untuk dirawat dan dipelihara.

Pertempuranpun di mulai lagi, pasukan Belanda dipimpin langsung oleh


Overste Groot, yang menurunkan pasukannya di pantai Hatawano tgl 21 Juli
1817. Pasukan Belanda membakar seluruh rumah dan perahu yang
dijumpai. Setelah Hatawano dibumihangus, de Groot mempersiapkan
pasukannya untuk merebut benteng Duurstede dengan mempersiapkan
kapal-kapalnya untuk memuat berbagai perlengkapan, meriam, peluru dan
bahan makanan. Pada tanggal 2 Agustus kapal-kapal tersebut tiba di
Saparua. Terjadi tembak menebak dan pada tanggal 3 Agustus tentara
Belanda melakukan pendaratan. Tentara Belanda tidak mendapat
perlawanan karena pada saat itu Benteng Duurstede telah dikosongkan. Ini
mungkin merupakan siasat Kapitan Pattimura untuk memindahkan medan
tempur ke daerah pedalaman.

Pasukan Belanda telah leluasa beroperasi di Saparua, dan pada 11


November 1817 terjadi penggrebekan terhadap Kapitan Pattimura dan
kawan-kawanya pada sebuah rumah oleh tentara Belanda yang dituntun
oleh Raja Negeri Boi sebagai penunjuk jalan. Pattimura dan kawan-kawan
ditangkap dan dimasukan kedalam kamar tahanan dalam kapal Evertsen
untuk diangkut ke Ambon.
Pada tanggal 16 Desember 1817, Empat Pahlawan yakni Thomas Matulessy
alias Kapitan Pattimura, Anthony Ribok, Philip Latumahina dan Said Perintah
di giring ke tempat hukuman (tiang gantungan) di lapangan depan Benteng
Victoria. Setelah mereka tiba, putusan hukuman mati dibacakan. Thomas
Matulessy meminta seorang guru agama untuk berdoa kepada mereka.

Setelah selesai berdoa, yang pertama kali naik ke tiang gantungan adalah:
Philip Latumahina, kemudian Anthoni Ribok dan yang ketiga Said Perintah
disusul Thomas Matulesy. Keempat orang ini telah menjalankan
hukumannya dengan raut muka yang gagah berani. Setelah itu dengan
tegap Thomas berjalan kearah tiang gantungan dan sebelum di gantung ia
mengucapkan: “Selamat Tinggal” dan tali gantungan itu dipasang olehnya
sendiri ke lehernya.Kapitan Pattimura dan kawan-kawan telah pergi sebagai
pahlawan besar Maluku dan Bangsa Indonesia. Tindakan mreka pasti
dikagumi Belanda tapi tidak dinyatakan.

Bab 3
Penutup

A. Kesimpulan

Untuk membangun Maluku dibutuhkan Patimura-Pattimura Muda Kabaresi


yang memiliki semangat perjuangan dan keberaniaan. Berani menegakkan
kebenaran dan keadilan; Berani menyatakan pendapat; dan Berani
berkorban untuk kepentingan umum. Ini satu tantangan ke depan dimana
Maluku harus mampu di kembangkan jadi satu wilayah terdepan dalam
pembangunan kemaritiman dan kelautan. Kalau dulu Maluku menjadi poros
maritime dunia karena hasil rempah-rempahnya, maka kedepan, Maluku
harus dapat dijadikan salah satu poros maritm terpenting di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai