Anda di halaman 1dari 5

1.

BIOGRAFI KAPITAN PATTIMURA

Nama asli Kapitan Pattimura adalah Thomas Matulessy. Ia lahir pada tanggal 8 Juni
1783. Ia lahir di kampung halamannya di Maluku Tengah tepatnya di wilayah yang
bernama Haria di daerah Saparua. Ayahnya bernama Frans Matulessy dan sang ibu
bernama Fransina Tilahoi.

Dikabarkan bahwasanya Pattimura sendiri merupakan keturunan bangsawan dan


berasal dari Nusa Inam (Seram). Garis keturunan sebagai bangsawan itu ia dapatkan
dari sang ayah yang merupakan putra raja Sahulau. Sahulau adalah nama orang yang
hidup dan berada di sebuah teluk di Seram.

2. SEJARAH KAPITAN PATTIMURA


Kapitan Pattimura adalah seorang pahlawan pra kemerdekaan yang berasal dari
daerah timur Indonesia, tepatnya daerah Maluku. Sepak terjang kehidupannya sangat
luar biasa dimana mulai dari masa kecilnya ia sudah merasakan bagaimana pahitnya
kehidupan. Pada masa kanak-kanak ia senasib dengan yang lainnya hidup dalam
keadaan yang serba kekurangan.
Pada 1810, Kepulauan Maluku diambil alih dari penjajahan Belanda oleh Inggris.
Mattulessi menerima pelatihan militer dari tentara mereka dan mencapai pangkat
sersan mayor. Setelah penandatanganan Perjanjian Anglo Belanda pada 13 Agustus
1814, pada 1816 kepulauan Maluku dikembalikan kepada Belanda. Pattimura
menghadiri upacara tersebut. Setelah itu, dengan melanggar perjanjian, dia dan rekan-
rekan prajuritnya dipulangkan ke kampung halaman mereka.

Namun, Pattimura menolak untuk menerima pemulihan kekuasaan Belanda. Ia merasa


bahwa mereka akan berhenti membayar guru-guru agama Kristen pribumi, seperti
yang telah mereka lakukan pada 1810. Ia khawatir bahwa usulan peralihan ke mata
uang kertas akan membuat orang Maluku tidak dapat memberi derma karena hanya
koin yang dianggap sah. Dengan demikian, gereja tidak dapat membantu orang miskin.

Kekurangan yang dirasakan diakibatkan oleh monopoli yang dilakukan kompeni


Belanda dalam segala bidang. Di zaman tersebut, kompeni Belanda menerapkan kerja
rodi kepada masyarakat Indonesia timur yang apabila mereka menolak atau tidak
melaksanakannya maka hukuman gantung dan cambuk akan menantinya. Dalam
kondisi kehidupan yang begitu keras itulah seorang Pattimura tumbuh menjadi
dewasa.

Semasa ia tumbuh, Inggris pernah merebut tampuk kekuasaan di Maluku dari kompeni
Belanda. Rakyat Maluku menyambut pemerintahan Inggris dengan sangat senang
karena banyak terjadi perkembangan yang signifikan dan bahkan kerja rodi ditiadakan.
Ketika Inggris menduduki Maluku inilah perlahan terbentuk seorang Thomas
Matulessy yang berpikiran lebih matang.

Pada masa itu Inggris mengeluarkan pengumuman untuk para pemuda yang
berkeinginan untuk dilatih menjadi tentara Inggris. Mendengar hal tersebut, Pattimura
bersama teman-temannya tidak menyia-nyiakan kesempatan dan langsung
mendaftarkan dirinya. Tak diragukan lagi, ia termasuk salah satu dari 500 orang yang
berhasil masuk seleksi tersebut yang kemudian dilatih bagaimana layaknya seorang
tentara.

Sebagai seorang yang berhasil masuk sebagai tentara Inggris, ia pun diberikan seragam
dan dipersenjatai. Selain itu, ia beserta tentara lainnya diberi pelatihan mengenai tata
cara menyerang dan bertahan. Tanpa kenal lelah ia pun terus berlatih hingga seiring
berjalannya waktu kemampuannya berhasil melampaui rekan-rekannya dalam hal
keterampilan dan jiwa kepemimpinannya. Oleh karena itu ia diangkat oleh Inggris
sehingga menyandang jabatan sebagai Sersan Mayor.

3. PERJUANGAN KAPITAN PATTIMURA


Pattimura dengan perjuangannya yaitu melawan penjajahan Belanda yang masuk ke
tanah Maluku untuk menguasai perdagangan rempah-rempah. Salah satu pertempuran
terbesar yang dipimpinnya ketika rakyat Maluku bersatu untuk merebut Benteng
Duurstede dari tangan penjajah Belanda. Pattimura wafat pada 16 Desember 1817 di
umur 34 tahun karena tertangkap Belanda dan dijatuhi hukuman mati di tiang
gantungan.

Dalam perlawanannya melawan penjajahan Belanda, Pattimura dikenal cerdik dan


mampu menghimpun kekuatan besar rakyat Maluku sehingga mempersulit pergerakan
Belanda di Maluku. Bahkan, namanya pun disegani oleh para pemimpin VOC kala itu
yang harus memutar otak untuk menghadapi perlawanan rakyat Maluku.

Tidak heran Pattimura sangat piawai dalam pertempuran dan menghimpun pasukan.
Menurut sejarah, ia pernah menjadi tentara berpangkat Sersan dalam kekuatan militer
Inggris di tanah Ambon.

Selama 200 tahun rakyat Maluku mengalami perpecahan dan kemiskinan. Rakyat
Maluku memproduksi cengkih dan pala untuk pasar dunia, tetapi mayoritas
masyarakat tidak ada keuntungan dari sisi ekonomi yang dirasakan. Alih-alih
mendapatkan keuntungan, rakyat Maluku justru semakin menderita dengan berbagai
kebijakan seperti pajak yang berat berupa penyerahan wajib (Verplichte leverantien)
dan contingenten serta blokade ekonomi yang mengisolasi rakyat Maluku dari
pedagang-pedagang Indonesia lain.

Pada fase kedua pendudukan Inggris di Maluku dalam 1810-1817 harus berakhir pada
25 Maret 1817 setelah Belanda kembali menguasai wilayah Maluku. Rakyat Maluku
menolak tegas kedatangan Belanda dengan membuat Proklamasi Haria dan Keberatan
Hatawano. Proklamasi Haria disusun oleh Pattimura.

Ketika pemerintah Belanda mulai memaksanakan kekuasaannya melalui Gubernur Van


Middelkoop clan Residen Saparua Johannes Rudolf van der Berg, pecahlah perlawanan
bersenjata rakyat Maluku. Diadakan musyawarah dan konsolidasi kekuatan. Pada
forum-forum tersebut menyetujui Pattimura sebagai kapten besar yang memimpin
perjuangan. Pada 7 Mei 1817 dalam rapat umum di Baileu negeri Haria, Thomas
Matulessy dikukuhkan dalam upacara adat sebagai Kapitan Besar.

Setelah dilantik sebagai kapten, Pattimura memilih beberapa pembantunya yang juga
berjiwa kesatria, yaitu Anthoni Rhebok, Philips Latimahina, Lucas Selano, Arong
Lisapafy, Melchior Kesaulya dan Sarassa Sanaki, Martha Christina Tiahahu, dan Paulus
Tiahahu. Pattimura bersama Philips Latumahina dan Lucas Selano melakukan
penyerbuan ke benteng Duurstede.

Berita tentang jatuhnya benteng Duurstede ke tangan pasukan Pattimura dan


pemusnahan orang-orang Belanda, menggoncangkan dan membingungkan pemerintah
Belanda di kota Ambon. Gubernur Van Middelkoop dan komisaris Engelhard
memutuskan militer yang besar ke Saparua di bawah pimpinan mayor Beetjes.
Ekspedisi tersebut kemudian disebut dengan ekspedisi Beetjes.
Mengetahui hal tersebut, dengan segera Kapitan Pattimura mengatur taktik dan
strategi pertempuran. Pasukan rakyat sekitar 1.000 orang diatur dalam pertahanan
sepanjang pesisir mulai dari teluk Haria sampai ke teluk Saparua. Pattimura bersama
pasukannya berhasil mengalahkan Beetjes dan tentaranya.

Pada 20 Mei 1817 diadakan rapat raksasa di Haria untuk mengadakan pernyataan
kebulatan tekad melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Peringatan kebulatan
tekad ini dikenal dengan nama Proklamasi Portho Haria yang berisi 14 pasal
pernyataan dan ditandatangani oleh 21 Raja Patih dari pulau Saparua dan Nusalaut.
Proklamasi ini membangkitkan semangat juang yang mendorong tumbuhnya front-
front pertempuran di berbagai tempat bahkan sampai ke Maluku Utara.

Pada 4 Juli 1817, suatu armada kuat dipimpin Overste de Groot menuju Saparua
dengan tugas menjalankan vandalisme. Seluruh negeri di jazirah Hatawano
dibumihanguskan. Siasat berunding, serang mendadak, aksi vandalisme, dan adu
domba dijalankan silih berganti. Belanda juga melancarkan politik pengkhianatan
terhadap Pattimura dan para pembantunya.

Pada 11 November 1817 dengan didampingi beberapa orang pengkhianat, Letnan


Pietersen berhasil menyergap Pattimura dan Philips Latumahina. Para tokoh pejuang
akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada 16
Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura
dikukuhkan sebagai pahlawan perjuangan kemerdekaan oleh pemerintah Republik
Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.

4. AKHIR PERJUANGAN KAPITAN PATTIMURA

Kekalahan yang dialami oleh tentara Maluku ketika menghadapi Belanda berakhir
dengan ditangkapnya Pattimura. Ia ditangkap di sebuah rumah di Siri Sori bersama
beberapa anggota pasukannya hingga kemudian dibawa ke Ambon. Pada masa ia
ditangkap itu, pihak Belanda menawarkan pembebasan dengan syarat ia bersedia
untuk bekerjasama dengan pemerintah Belanda.

Dengan keteguhan hati dan kecintaannya akan tanah air Indonesia, ia menolak mentah-
mentah tawaran Belanda tersebut. Ia berujar kepada dirinya sendiri bahwa ia lebih baik
mati secara terhormat daripada harus mengkhianati bangsa sendiri. Hingga pada
akhirnya tokoh pejuang kemerdekaan ini mengakhiri masa perjuangannya di tiang
gantungan pada 16 Desember 1817. Sebagai bentuk apresiasi akan kegigihannya dalam
memperjuangkan kemerdekaan, kapitan Pattimura kemudian dikukuhkan sebagai
“Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan” oleh pemerintah Republik Indonesia.

5. KESIMPULAN
Kapitan Pattimura sebagai seorang pahlawan pra kemerdekaan yang berasal dari
Maluku berjuang melawan kesewenangan pemerintahan kolonial Belanda. Ia bersama-
sama merangkul rakyat Maluku untuk berjuang bersama meraih kemerdekaan,
Perjuangan Kapitan Pattimura sangat patut untuk diperkenalkan kepada generasi
muda sebagai acuan bagaimana seorang warga negara bersikap dan bertindak.

Anda mungkin juga menyukai