Anda di halaman 1dari 5

Biografi

Kapiten Pattimura

Oleh : Syawlia Lu’lu’ Fathanah


X MIPA 2
No. Urut 36
Biografi
Kapiten Pattimura

Data Diri
Nama : Thomas Matulessy
Lahir : 8 Juni 1783
Wafat : 16 Desember 1817
Ibu : Fransina Silahoi
Ayah : Frans Matulessy
Anak : 1. Huapatty
2. Risamena
3. Benjamin
Biografi
Pattimura lahir sebagai Thomas Matulessy pada 8 Juni 1783 di Saparua, Maluku; nama Pattimura
adalah nama samarannya.[1][2] Orang tuanya adalah Frans Matulessia dan Fransina Tilahoi, dan dia
memiliki seorang adik laki-laki bernama Yohanis. Menurut I.O. Nanulaitta, dikutip dari Historia.id,
keluarga Matulessia beragama Kristen Protestan. Pada tahun 1810, kepulauan Maluku diambil alih
dari penjajahan Belanda oleh Inggris. Mattulessi menerima pelatihan militer dari tentara mereka dan
mencapai pangkat sersan mayor.
Setelah penandatanganan Perjanjian Anglo Belanda pada 13 Agustus 1814 pada tahun 1816
kepulauan Maluku dikembalikan kepada Belanda; Pattimura menghadiri upacara tersebut. Setelah
itu, dengan melanggar perjanjian, dia dan rekan-rekan prajuritnya dipulangkan ke kampung halaman
mereka. Namun, Pattimura menolak untuk menerima pemulihan kekuasaan Belanda. Ia merasa
bahwa mereka akan berhenti membayar guru-guru Agama Kristen pribumi, seperti yang telah
mereka lakukan pada tahun 1810, dan khawatir bahwa usulan peralihan ke mata uang kertas akan
membuat orang Maluku tidak dapat memberi derma— hanya koin yang dianggap sah — dan
dengan demikian menyebabkan gereja tidak dapat membantu orang miskin.

Pemberontakan Ambon tahun 1817


Ia ditunjuk sebagai Kapitan oleh rakyat Saparua untuk memberontak melawan Belanda pada 14 Mei
1817. Serangan dimulai pada tanggal 15, dengan Pattimura dan para letnannya Said Perintah,
Anthony Reebhok , Paulus Tiahahu dan putri Tiahahu Martha Christina Tiahahu memimpin. Pada 16
Mei 1817, mereka merebut Benteng Duurstede dan membunuh 19 tentara Belanda, Residen
Johannes Rudolph van den Berg (yang baru tiba dua bulan sebelumnya), istrinya, tiga anaknya dan
pengasuh mereka. Satu-satunya Belanda yang selamat adalah putra Van den Berg yang berusia
lima tahun, Jean Lubbert. Setelah perebutan, pasukan Pattimura mempertahankan benteng dan
pada 20 Mei mengalahkan Mayor Beetjes, Letnan Dua ES de Haas, dan 200 tentara, hanya
menyisakan 30 yang selamat.Pada tanggal 29 Mei, Pattimura dan para pemimpin Maluku lainnya
membuat Proklamasi Haria, yang menguraikan keluhan mereka terhadap pemerintah Belanda dan
menyatakan Pattimura sebagai pemimpin rakyat Maluku. Sebagai tanggapan, Gubernur
Jenderal Van der Capallen segera memecat Gubernur Ambon, Jacobus A. van Middelkoop, dan
tangan kanannya, Nicolaus Engelhard, karena pelanggaran mereka terhadap masyarakat setempat.
Pada 1 Juni, Pattimura memimpin serangan yang gagal ke Benteng Zeelandia di Haruku. Dua bulan
kemudian, pada tanggal 3 Agustus, Benteng Duurstede akhirnya direbut kembali oleh Belanda,
tetapi pemberontakan telah menyebar dan tidak dapat ditundukkan selama beberapa bulan lagi.
Karena pengkhianatan dari raja Booi, Pati Akoon, dan Tuwanakotta, Pattimura ditangkap pada 11
November 1817 ketika ia berada di Siri Sori. Dia dan rekan-rekannya dijatuhi hukuman mati. Pada
16 Desember 1817, Pattimura bersama Anthony Reebhok, Philip Latumahina, dan Said Parintah
digantung di depan Benteng Nieuw Victoria [nl] di Ambon.
Perjuangan
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai
mantan sersan militer Inggris.
Pada tahun 1816, pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian
Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan
penduduk serta pelayaran Hongi (Hongitochten), serta mengabaikan Traktat London I, antara lain
dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu
pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan
dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu
Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer
pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahan dinas militer
ini dipaksakan.
Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal
ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama
dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan
Pattimura. Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih,
Para Kapitan, tua-tua adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang
karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima perang,
Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil
mengkoordinir raja-raja patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat,
mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan.
Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para raja patih maupun rakyat biasa. Dalam
perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan
kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala
nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan
sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut
dikoordinasi Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior
Kesaulya, Anthoni Rebook, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan
pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede di Saparua, pertempuran di
pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jazirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan.
Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus
oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang
gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu,
Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai pahlawan perjuangan kemerdekaan oleh pemerintah
Republik Indonesia.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai