Anda di halaman 1dari 3

BIOGRAFI PATIMURA

Biografi Kapitan Pattimura.


Beliau merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Maluku yang dikenal sangat
gigih melawan penjajah Belanda.

Perdebatan Mengenai Asal Usul Pattimura


Ayah Pattimura bernama Frans Matulessy dan ibunya bernama Fransina Tilahoi, Pattimura lahir pada
tanggal 8 Juni 1783, di wilayah bernama Haria di daerah Saparua, Maluku Tengah menurut versi
pemerintah Indonesia. M. Sapija yang menulis buku mengenai Sejarah Perjuangan Pattimura (1954),
mengatakan bahwa Pattimura lahir di daerah bernama Hualoy, Seram Selatan, ia menulis :

"...Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina
(Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali
Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahualu. Sahualu bukan nama
orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan - M.
Sapija (1954).

.
Perjuangan dan Perlawanan Pattimura Terhadap Belanda
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai
mantan sersan Militer Inggris. Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik
yang berarti Tanah Raja-Raja. mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan

Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan
kemudian Belanda menetrapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente),
pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat
London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon
harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur.

Dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan
Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam
artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari
dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahn dinas militer ini dipaksakan
Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari
rakyat.

Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang
buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah
pimpinan Kapitan Pattimura Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda
tahun 1817

Sebagai pemimpin
dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin
rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan.
Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa.

Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan
Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi
Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes,
salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.

Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut dikoordinir
Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok,
Philip Latumahina dan Ulupaha.
Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda
Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau
Ambon dan Seram Selatan.
Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh
Belanda. Pattimura bersama para tokoh pejuang lain yang bersamanya akhirnya dapat ditangkap.

Pattimura ditangkap oleh pemerintah Kolonial Belanda di sebuah Rumah di daerah Siri Sori. Pattimura
kemudian diadili di Pengadilan Kolonial Belanda dengan tuduhan melawan pemerintah Belanda.

Pattimura kemudian dijatuhi hukuman gantung, sebelum eksekusinya di tiang gantungan, Belanda
ternyata terus membujuk Pattimura agar dapat bekerja sama dengan pemerintah kolonial Belanda,
namun Pattimura menolaknya.

Pattimura kemudian mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di
depan Benteng Victoria di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura
dikukuhkan sebagai Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia.

Perdebatan Mengenai Nama Asli dari Kapitan Pattimura.


Banyak yang mengatakan bahwa Pattimura sebenarnya bernama Ahmad Lussy yang beragama Islam,
tetapi banyak juga yang meyakini bahwa Pattimura lebih dikenal dengan Thomas Mattulessy yang identik
Kristen. Inilah yang menjadikan perdebatan sampai sekarang ini.

Wataknya teguh, memiliki kepribadian dan harga diri di hadapan musuh. Kapitan Pattimura juga tampak
optimis. Namun keberanian dan patriotisme Pattimura itu terdistorsi oleh penulisan sejarah versi
pemerintah. M Sapija, sejarawan yang pertama kali menulis buku tentang Pattimura, mengartikan ucapan
di ujung maut itu dengan :

Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi kelak Pattimura-Pattimura


muda akan bangkit

Namun menurut M Nour Tawainella, juga seorang sejarawan, penafsiran Sapija itu tidak pas karena
warna tata bahasa Indonesianya terlalu modern dan berbeda dengan konteks budaya zaman itu. Di
bagian lain, Sapija menafsirkan,

Selamat tinggal saudara-saudara, atau Selamat tinggal tuang-tuang

Inipun disanggah Tawainella. Sebab, ucapan seperti itu bukanlah tipikal Pattimura yang patriotik dan
optimis. Puncak kontroversi tentang siapa Pattimura adalah penyebutan Ahmad Lussy dengan nama
Thomas Mattulessy, dari nama seorang Muslim menjadi seorang Kristen. Dan Inilah yang menjadi
perdebatan sejarah hingga sekarang ini. Bagaimana menurut pembaca sendiri??

Catatan Sejarah Yang Memuat Mengenai Kepahlawanan Pattimura :

Verhuel Herinneringen van een reis naar Oost Indien (1835-1836),


J.B. Van Doren (1857), Thomas Matulesia, Het Hoofd Der Opstandelingen Van Het
Eiland Honimoa,
P.H. van der Kemp (1911), Het herstel van het Nederlandsche gezag in de Molukken
in 1817,
M. Sapija (1954), Sejarah Perjuangan Pattimura, Penerbit Djambatan,
Ben van Kaam (1977), Ambon door de eeuwen,
M. Nour Tawainella (2012), "Menggali sejarah dan kearifan lokal Maluku"
Mansyur Suryanegara (2009). "Api Sejarah"

Anda mungkin juga menyukai