Anda di halaman 1dari 4

KISAH PERJUANGAN

KAPITAN PATTIMURA

O
L
E
h

KELOMPOK 5
KETUA : SAEPUL MUKMIN
ANGGO : FAWAID
TA SUPAWAN
DINO

SMP
NEGER
I5
SEKOT
ONG
Perjuangan Pattimura dan Rakyat Maluku Mengusir Penjajah

Apakah Sobat SMP pernah mendengar nama Pattimura? Nama Pattimura merupakan nama salah
satu pahlawan nasional yang kemudian diabadikan menjadi nama Universitas, Bandar Udara,
bahkan diabadikan menjadi gambar dalam uang pecahan Rp 1000 yang pernah diterbitkan oleh
Bank Indonesia. Jadi, siapakah sebenarnya Pattimura dan apa peran Pattimura dalam sejarah
Indonesia?

Thomas Matulessy juga dikenal dengan nama Kapitan Pattimura atau Pattimura adalah Pahlawan
nasional Indonesia dari Maluku. Pattimura lahir di Haria, Saparua, Maluku Tengah pada 8 Juni
1783 dari keluarga Matulessy. Ayahnya bernama Frans Matulessy dan ibunya bernama Fransina
Silahoi. Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarir dalam militer sebagai
mantan sersan Militer Inggris. Namanya kemudian dikenal karena memimpin perlawanan rakyat
Maluku melawan Belanda melalui perang Pattimura.

Sejak abad ke 17 dan 18 berlangsung serentetan perlawanan bersenjata melawan Belanda (VOC)
dikarenakan terjadi praktik penindasan kolonialisme Belanda dalam bentuk monopoli
perdagangan, pelayaran hongi, kerja paksa dan sebagainya. Penindasan tersebut dirasakan dalam
semua sisi kehidupan rakyat, baik segi sosial ekonomi, politis dan segi sosial psikologis. 

Selama dua ratus tahun rakyat Maluku mengalami perpecahan dan kemiskinan. Rakyat Maluku
memproduksi cengkeh dan pala untuk pasar dunia, namun mayoritas masyarakat tidak ada
keuntungan dari sisi ekonomi yang dirasakan. Alih-alih mendapatkan keuntungan, rakyat Maluku
justru semakin menderita dengan adanya berbagai kebijakan seperti pajak yang berat berupa
penyerahan wajib (Verplichte leverantien) dan contingenten serta blokade ekonomi yang
mengisolasi rakyat Maluku dari pedagang-pedagang Indonesia lain. 

Pada fase kedua pendudukan Inggris di Maluku pada tahun 1810 – 1817 harus berakhir pada
tanggal 25 Maret 1817 setelah Belanda kembali menguasai wilayah Maluku. Rakyat Maluku
menolak tegas kedatangan Belanda dengan membuat “Proklamasi Haria” dan “Keberatan
Hatawano”. Proklamasi Haria disusun oleh Pattimura.

Ketika pemerintah Belanda mulai memaksanakan kekuasaannya melalui Gubemur Van


Middelkoop clan Residen Saparua Johannes Rudolf van der Berg,pecahlah perlawanan bersenjata
rakyat Maluku. Diadakan musyawarah dan konsolidasi kekuatan dimana pada forum-forum
tersebut menyetujui Pattimura sebagai kapten besar yang memimpin perjuangan. Pada tanggal 7
Mei 1817 dalam rapat umum di Baileu negeri Haria, Thomas Matulessy dikukuhkan dalam
upacara adat sebagai “Kapitan Besar”.

Setelah dilantik sebagai kapten, Pattimura memilih beberapa orang pembantunya yang juga
berjiwa ksatria, yaitu Anthoni Rhebok, Philips Latimahina, Lucas Selano, Arong Lisapafy,
Melchior Kesaulya dan Sarassa Sanaki, Martha Christina Tiahahu, dan Paulus Tiahahu. Pattimura
bersama Philips Latumahina dan Lucas Selano melakukan penyerbuan ke benteng Duurstede. 

Berita tentang jatuhnya benteng Duurstede ke tangan pasukan Pattimura dan pemusnahan orang-
orang Belanda, menggoncangkan dan membingungkan pemerintah Belanda di kota Ambon.
Gubernur Van Middelkoop dan komisaris Engelhard memutuskan militer yang besar ke Saparua
di bawah pimpinan mayor Beetjes. Ekspedisi tersebut kemudian disebut dengan ekspedisi Beetjes.

Mengetahui hal tersebut, dengan segera Kapitan Pattimura mengatur taktik dan strategi
pertempuran. Pasukan rakyat sekitar seribu orang diatur dalam pertahanan sepanjang pesisir mulai
dari teluk Haria ,sampai ke teluk Saparua. Pattimura bersama pasukannya berhasil mengalahkan
Beetjes dan tentaranya. 

Pada tanggal 20 Mei 1817 diadakan rapat raksasa di Haria untuk mengadakan pernyataan
kebulatan tekad melanjutkan perjuangan melawan Belanda. Peringatan kebulatan tekad ini dikenal
dengan nama Proklamasi Portho Haria yang berisi 14 pasal pernyataan dan ditandatangani oleh 21
Raja Patih dari pulau Saparua dan Nusalaut. Proklamasi ini membangkitkan semangat juang yang
mendorong tumbuhnya front-front pertempuran di berbagai tempat bahkan sampai ke Maluku
Utara.

Pada tanggal 4 Juli 1817 sebuah armada kuat dipimpin Overste de Groot menuju Saparua dengan
tugas menjalankan vandalisme. Seluruh negeri di jazirah Hatawano dibumi hanguskan. Siasat
berunding, serang mendadak, aksi vandalisme, dan adu domba dijalankan silih berganti. Belanda
juga melancarkan politik pengkhianatan terhadap Pattimura dan para pembantunya. 

Pada tanggal 11 November 181 7 dengan didampingi beberapa orang pengkhianat, Letnan
Pietersen berhasil menyergap Pattimura dan Philips Latumahina. Para tokoh pejuang akhirnya
dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember
1817 di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai
pahlawan perjuangan kemerdekaan oleh pemerintah Republik Indonesia. Pahlawan Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai