Beliau merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Maluku yang
dikenal sangat gigih melawan penjajah Belanda.
Mengenai profil Pattimura, Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Pattimura
memiliki nama asli Thomas Matulessy ada juga yang mengatakan nama aslinya adalah
Ahmad Lussy. Hal ini sampai sekarang menjadi polemik dikalangan masyarakat.
"...Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina
(Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali
Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahualu. Sahualu bukan nama
orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan - M.
Sapija (1954).
Kemudian sejarawan Prof. Mansyur Suryanegara punya pendapat lain dalam bukunya yang
berjudul Api Sejarah (2009) mengatakan bahwa nama asli Pattimura adalah Ahmad Lussy
atau dalam bahasa Maluku disebut sebagai Mat Lussy yang lahir di Hualoy, Seram Selatan.
Pattimura menurut Mansyur adalah seorang bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang
ketika itu diperintah oleh Sultan Abdurrahman yang dikenal pula dengan nama Sultan
Kasimillah. Dalam bahasa Maluku disebut.
Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar Kapitan adalah pemberian
Belanda. Padahal menurut Sejarawan Prof. Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari
sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka
terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang
sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-
kekuatan alam yang mereka takuti.
Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah
memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau
kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan "kapitan" yang melekat pada diri Pattimura itu
bermula menurut Prof. Mansyur Suryanegara.
Mengenai Silsilah Pattimura, Pada tahun 1960an pemerintah Indonesia mengirim tim ke
maluku, tim ini terdiri dari Kapten Siahainenia bersama dengan Kapten TNI Mawa mereka
dari dari Kodam XV/Pattimura pergi ke Saparua dalam misi menggali sejarah Pattimura. tim
ini menyurati Subuh Patty Ayau seorang (Raja) Negeri Latu, desa yang bertetangga dengan
Desa Hualoy.
Mereka memintanya untuk membawa data atau informasi mengenai Kapitan Pattimura,
setelah didapat banyak petunjuk dari warga Saparua. Kemudian lima orang diutus sebagai
perwakilan Raja Latu yang membawa data dan informasi mengenai sejarah Kapitan
Pattimura kepada dua perwira TNI.
Tanggal 20 Mei 1960 Kapten Infantri F.L. Siahainenia dan Wattimena menandatangani
sebuah daftar silsilah dari Itawaka tentang Thomas Matulessy oyang berjudul Turun Temurun
Kapitan Matulessy. Silsilah ini baru ditandatangani oleh wakil pemerintah negeri Itawaka
bernama A. Syaranamual, pada 26 Mei 1967 yang pada akhirnya disahkan di Jakarta dan
ditandatangani oleh Frans Hitipeuw atas nama Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional,
Ditjenbud, Depdikbud. Daftar silsilah inilah yang menjadi rujukan mengenai sejarah Kapitan
Pattimura menurut versi pemerintah.
Di tanggal 28 Mei 1967, F.D. Manuhutu mengatasnamakan Ketua Saniri Negeri Haria, ia
menandatangani sebuah daftar silsilah Thomas Matulessy berjudul Silsilah Pattimura, Silsilah
ini berbeda di nama ayah Thomas Matulessy. Versi Itawaka menyebut nama ayah Thomas
dengan Frans Matulessy, sedangkan versi Haria menyebut nama ayah Thomas dengan Frans
Pattimura.
Daftar silsilah Thomas versi Haria ini juga ditandatangani Frans Hitipeuw atas nama
Pemerintah pada 5 Oktober 1987. Jadi pada hari yang sama, Frans Hitipeuw atas nama
Pemerintah mengesahkan dua daftar silsilah Thomas Matulessy. Kemudian pada bulan
September 1976, ada versi lain mengenai daftar silsilah Thomas Matulessy yang diberi judul
Silsilah Pattimura versi Ulath. Versi ini disusun oleh I.O. Nanulaita.
Kemudian pada tanggal 5-7 Nopember 1993, diadakan sebuah forum ilmiah seminar tentang
sejarah perjuangan Pahlawam Nasional Pattimura di Kodam XV Pattimura yang dihadiri oleh
para ahli sejarah, analis, dan pemerhati sejarah. Pertemuan ini diselenggarakan oleh Kanwil
Depdikbud Provinsi Maluku di Ambon. Namun hingga berakhirnya Seminar, belum bisa
dipastikan siapa tokoh Kapitan Pattimura yang sesungguhnya (Suara Maluku edisi 8
November 1993).
Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan
kemudian Belanda menetrapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente),
pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat
London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon
harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur.
Dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan
Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam
artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari
dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahn dinas militer ini dipaksakan
Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat.
Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang
buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah
pimpinan Kapitan Pattimura Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda
tahun 1817.
Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin
dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi).
Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya.
Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan
pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan
membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas
oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut
dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior
Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha.
Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi
hangus oleh Belanda. Pattimura bersama para tokoh pejuang lain yang bersamanya akhirnya
dapat ditangkap.
Pattimura ditangkap oleh pemerintah Kolonial Belanda di sebuah Rumah di daerah Siri Sori.
Pattimura kemudian diadili di Pengadilan Kolonial Belanda dengan tuduhan melawan
pemerintah Belanda.
Untuk meluruskan hal tersebut memang perlu dilakukan penelusuran sejarah tentang asal usul
Pattimura dengan data-data pendukung berupa penelitian yang berasal dari sumber-sumber
yang sifatnya otentik serta faktual.
Lukisan Wajah Asli Pattimura
Sosok disamping merupakan lukisan dari wajah Kapitan Pattimura ketika ia ditangkap oleh
Belanda pada tahun 1817. Lukisan tersebut dibuat oleh Verheul yang merupakan seorang
perwira dan penulis asal Belanda.
Lukisan tersebut ditemukan di KITLV di Leiden, Belanda. Untuk mengetahui lebih jelasnya,
pembaca dapat membaca buku yang berjudul 'Ini Dia Aslinya Kapitan Pattimura' yang ditulis
oleh Luthfi Pattimura dan Kisman Latumakulita sebagai sumber referensi pembaca sekalian.
Potret wajah Pattimura yang biasa dilihat pada pecahan Uang Seribu konon dibuat setelah
kemerdekaan. Sebenarnya tidak ada yang mengetahui wajah asli dari Pattimura sebab sangat
sedikit sekali dokumentasi mengenai hal tersebut.
Lukisan Pattimura yang biasa kita lihat mungkin hanya rekaan berdasarkan imajinasi oleh
pelukis sesuai dengan karakter atau tipe orang Maluku.
...Saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah beringin besar dan setiap
beringin besar akan tumbang tapi beringin lain akan menggantinya (demikian pula) saya
katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah batu besar dan setiap batu besar akan
terguling tapi batu lain akan menggantinya.
Ucapan-ucapan puitis yang penuh tamsil itu diucapkan oleh Pattimura, pahlawan dari Maluku
yang juga merupakan pahlawan nasional. Saat itu, 16 Desember 1817, tali hukuman gantung
telah terlilit di lehernya. Dari ucapan-ucapannya, tampak bahwa Pattimura seorang patriot
yang berjiwa besar. Dia tidak takut ancaman maut.
Wataknya teguh, memiliki kepribadian dan harga diri di hadapan musuh. Kapitan Pattimura
juga tampak optimis. Namun keberanian dan patriotisme Pattimura itu terdistorsi oleh
penulisan sejarah versi pemerintah. M Sapija, sejarawan yang pertama kali menulis buku
tentang Pattimura, mengartikan ucapan di ujung maut itu dengan :
Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi kelak Pattimura-Pattimura
muda akan bangkit
Namun menurut M Nour Tawainella, juga seorang sejarawan, penafsiran Sapija itu tidak pas
karena warna tata bahasa Indonesianya terlalu modern dan berbeda dengan konteks budaya
zaman itu. Di bagian lain, Sapija menafsirkan,
Selamat tinggal saudara-saudara, atau Selamat tinggal tuang-tuang
Inipun disanggah Tawainella. Sebab, ucapan seperti itu bukanlah tipikal Pattimura yang
patriotik dan optimis. Puncak kontroversi tentang siapa Pattimura adalah penyebutan Ahmad
Lussy dengan nama Thomas Mattulessy, dari nama seorang Muslim menjadi seorang Kristen.
Dan Inilah yang menjadi perdebatan sejarah hingga sekarang ini. Bagaimana menurut
pembaca sendiri??