Anda di halaman 1dari 3

PERANG SAPARUA

Setelah Belanda menerima penyerahan dari Inggris pada 1816, kesejahteraan


rakyat Maluku langsung menurun. Rakyat pun mulai melakukan perlawanan,
yang meluas ke berbagai daerah di Maluku, seperti di Ambon, Seram, dan Hitu,
dengan pusat perlawanan berada di Saparua. Oleh karena itu, disebut sebagai
Perang Saparua, yang dipimpin oleh Thomas Matulessy atau Kapitan Pattimura.
Perang Saparua termasuk salah satu pergolakan terbesar yang pernah dihadapi
Belanda selama menjajah Indonesia. Lantas, mengapa terjadi Perang Saparua di
Ambon?
Penyebab Perang Saparua
Perang Saparua dilatarbelakangi oleh banyak faktor, sebagai berikut.
1. Semakin diperketatnya kebijakan monopoli perdagangan, Pelayaran
Hongi, dan kerja paksa, sehingga rakyat semakin menderita.
2. Pemerintah kolonial berencana menghapus sekolah-sekolah desa dan
memberhentikan guru untuk menghemat anggaran.
3. Rakyat dipaksa menyediakan garam, ikan asin, dan kopi bagi kapal-kapal
perang Belanda yang berlabuh di Ambon.
4. Adanya paksaan bagi para pemuda untuk menjadi serdadu Belanda di luar
Maluku.
5. Adanya permasalahan dalam peredaran uang kertas yang semakin
mempersulit kehidupan rakyat.
6. Adanya sikap arogan dan sewenang-wenang dari Residen Saparua, Van
den Berg.
Tokoh Perang Saparua
Akibat tindakan sewenang-wenang yang dilakukan Belanda, rakyat Maluku
semakin terdorong untuk melancarkan perlawanan. Para tokoh dan pemuda
Maluku kemudian mengadakan serangkaian pertemuan rahasia. Misalnya
pertemuan di Pulau Haruku dan di Pulau Saparua pada 14 Mei 1817.
Dalam pertemuan tersebut, mereka sepakat untuk melawan dan Pattimura
dipercaya sebagai pemimpin perlawanan. Selain itu, terdapat tokoh-tokoh lain
yang berjasa besar dalam Perang Saparua, yaitu Anthonie Rhebok, Thomas
Pattiwael, Lucas Latumahina, Said Perintah, Ulupaha, dan Christina Martha
Tiahahu.

Jalannya Perang Saparua


Perlawanan dimulai dengan menghancurkan kapal-kapal Belanda di
pelabuhan. Setekah itu, para pejuang Maluku menuju Benteng Duurstede di
Pulau Saparua. Dalam pertempuran yang terjadi pada 15 Mei 1817 itu, Residen
Van den Berg, yang memimpin pasukan Belanda, tewas dan Benteng Duurstede
berhasil direbut pejuang Maluku. Belanda kemudian mendatangkan 300
pasukan dari Ambon yang dipimpin oleh Mayor Beetjes.
Akan tetapi, bantuan itu kembali dilumpuhkan oleh para pejuang yang
dipimpin oleh Pattimura. Bahkan Mayor Beetjes tewas dalam pertempuran.
Kemenangan ini semakin meningkatkan semangat para pejuang dan perlawanan
semakin meluas di Maluku. Di Saparua, perang terus berlanjut hingga Agustus
1817 dan Belanda terus mendatangkan bantuan. Salah satunya bantuan sekitar
1.500 pasukan dari Ternate dan Tidore. Dengan adanya bantuan itu, Pattimura
mulai terkepung sehingga harus mengganti strategi. Benteng Duurstede kembali
ke tangan Belanda. Strategi perang yang digunakan oleh Pattimura dan
Christina Martha Tiahahu di Maluku adalah strategi perang gerilya.
Akhir Perang Saparua
Setelah berbulan-bulan terlibat pertempuran, Belanda berusaha menyelesaikan
menyelesaikan perang dalam waktu dekat. Bahkan Belanda akan memberikan
hadiah sebesar 1.000 gulden kepada pihak yang berhasil menangkap Pattimura.
Akibat pengkhianatan yang dilakukan seorang warga, Belanda mengetahui
persembunyian Pattimura dan berhasil menangkapnya beserta para pejuang
lainnya pada November 1817. Pattimura akhirnya dijatuhi hukuman mati pada
Desember 1817 di Benteng Victoria, Ambon. Peristiwa ini menandai
berakhirnya Perang Saparua.

Anda mungkin juga menyukai