Pendahuluan
• Latar Belakang
Thomas Stamford Bringley Raffles ini lahir 6 Juli 1781 berkewarganegaraan Inggris. Ia adalah
seorang yang kurang mempunyai karakter hebat, tapi cukup bijaksana untuk lebih memilih
reputasi dalam sejarah daripada penghasilan material sesaat. Ayahnya adalah seorang kapten
bernama Benjamin Raffles dan Ibunya adalah Anne Lyde Linderman, namun akibat terhimpit
krisis ekonomi dan terjerat kasus dalam perdagangan budak di kepulauan Karibia mengakibatkan
ayahnya meninggal saat Raffles berusia 15 tahun. Saat itu juga ia mulai bekerja sebagai pegawai
di London untuk perusahan Hindia Timur Britania yang banyak berperan dalam penaklukan
Inggris di luar Negeri dan diangkat ke posisi agen perusahaan di Pulau Penang pada 1805. Dia
memulai studinya atas bahasa, adat istiadat, dan sejarah Melayu. Bermula menjadi palayan
humaniter utama kemudian menciptakan lewat tulisannya, suatu legenda histori mengenai
administrasinya di Jawa dan akhirnya dengan suatu kebijakan ekspansi yang berani sehingga
membuat dia mencapai keberhasilan terbesarnya yaitu pendirian Singapura. Dari gabungan
ambisi membara dan kecerdasan brilian tersebut, membuat Raffles orang yang tepat untuk
menjalankan rencana Lord Minto untuk Indonesia. Kala waktu itu untuk menyerang dan
menghancurkan kekuatan Belanda di Indonesia. Keberhasilan Inggris dalam ekspansinya ini
membawa nama Raffles menjadi semakin dikenal dan yang tidak kalah pentingnya adalah
melejitnya karir Raffles yang semakin tinggi di usianya yang masih muda. Itu disebabkan karena
pemerintah Inggris mempercayakan semua kendali di nusantara kepadanya. Sehingga di
tunjuklah Raffles sebagai Letnan Gubernur oleh Lord Minto sebelum kembali ke Kalkuta. Dia
menjadi Jenderal Gubernur di Jawa pada tahun 1811-1816.
• Rumusan masalah
Sejak tahun 1800, blokade Inggris terhadap Belanda semakin memuncak. Kedudukan-
kedudukan Belanda yang ada di luar Jawa (hanya Ambon yang agak kuat) diserang
Inggris. Demikianlah Ambon, Gorontalo, Banda, Ternate, praktis dapat dikuasainya.
Tidak dengan Jawa, rupanya pertahanan masih kuat dan memerlukan perhitungan militer
yang lebih serius. Tetapi keputusan itu belum diambil oleh pucuk pimpinan Inggris di
India. Walaupun demikian, persiapan untuk menyerang Jawa telah dilakukan sejak masa-
masa sebelumnya.
Pada tahun 1808 mulai berlangsung suatu zaman baru dalam hubungan Jawa-Eropa.
Negeri Belanda telah berada di bawah kekuasaan Perancis sejak tahun 1795. Sehubungan
dengan sentralisasi kekuasaan yang semakin besar, maka Napoleon Bonaperte
mengangkat adiknya, Louis Napoleon sebagai penguasa di negeri Belanda pada tahun
1806. Pada tahun 1808, Louis mengirim Marsekal Herman Willem Daendels ke Batavia
untuk menjadi Gubernur jenderal (1808-1811) dan untuk memperkuat pertahanan Jawa
sebagai basis melawan Inggris di Samudera Hindia. Dalam perjalanannya Daendels tidak
membawa pasukan baru bersamanya bahkan memakai bendera Amerika untuk
menghindari serangan atau hadangan Inggris di India. Dengan tidak adanya pasukan yang
dibawa dia segera membentuk pasukan yang terdiri dari sebagian besar terdiri atas orang-
orang Indonesia, berjumlah dari 4000 menjadi 18000 orang.
Tekanan blockade Inggris yang berat terhadap Belanda melumpuhkan export kopi
yang merupakan salah satu sumber penghasilan yang besar. Suasana ekonomi di bawah
Daendels yang bersifat revolusioner dan diktaktor ini rusak. Di samping itu kebencian
terhadapnya datang dari semua golongan termasuk orang-orang Eropa sendiri.
Maksudnya memberantas penyelewengan dan korupsi yang menyelimuti administrasi
Eropa banyak mengalami kegagalan. Salah satu contoh tindakan Daendels yang hanya
menghasilkan kebencian adalah sebagai berikut, seperti disebutkan di atas, bahwa Ambon
masih dipertahankan oleh Belanda dalam ukuran kecil. Di sana ditempatkan seorang
colonel Perancis yang bernama Filz. Akibat serangan Inggris itu Filz menyerah. Dia
dibebaskan oleh Inggris dan kemudian pergi ke Batavia untuk mempertanggung
jawabkan perbuatannya. Hasilnya malahan colonel yang malang itu dimarahinya dan
kemudian dijatuhi hukuman mati (dengan jalan ditembak), itu merupakan perbuatan yang
tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh seorang pemimpin seperti Daendels.
Adapun perlawanan diberbagai tempat terhadap Daendels yang serba keras dari bangsa
Indonesia antara lain ialah Banten, Cirebon, dan Yogyakarta.
Thomas Stamford Raffles pernah menjadi Gubernur Jenderal pada masa yang
sangat singkat di Jawa yaitu mulai tahun 1811 sampai dengan 1816. Selama
kepemimipinannya, Raffles mengubah sistem tanam paksa (culture stelsel) yang
diberlakukan colonial Belanda, yaitu sistem kepemilikan tanah yang kemungkinan besar
dipengaruhi oleh tulisan awal Dirk van Hogendorp, dengan kebijakan landrente. Prinsip
yang digunakannya berdasarkan pada teori liberalisme, seperti yang dipraktikkan Inggris
di India. Seperti dalam bidang perekonomian dan keuangan Raffles menetapkan bahwa :
• semua tanah adalah milik Negara, dan rakyat sebagai pemakai (penggarap)
tanah wajib membayar sewa (berupa pajak bumi) kepada pemerintah.
• Pemimpin pribumi seperti sultan dan bupati yang tidak taat pada peraturan
landrente, akan dipecat.
Pada 13 agustus 1814 diberlakukan konvensi London yang memuat bahwa seluruh
wilayah yang pernah dikuasai Belanda harus dikembalikan kepada pihak Inggris tetapi
tidak berlaku atas Bangka, Belitung, dan Bengkulu. Sebenarnya Raffles tidak menerima
hal ini karena kekayaan Hindia-Belanda sanagat menguntungkan pihak Inggris, naumun
ia terpaksa menandatanganinya yang merupakan bagian dari penyusunan kembali secara
menyeluruh urusan-urusan Eropa setelah perang-perang Napoleon. Raffles akhirnya
ditarik kembali ke Inggrisdan digantikan oleh John Fendall yang melaksanakan
keputusan konvensi London sekaligus serah terimanya. Tahun 1818 Raffles kembali ke
timur untuk Jabatan barunya yaitu menjadi Gubernur Bengkulu. Setelah setahun
pemerintahannya ia menggagas proyek bernama Singapore. Proyek mercusuar ini adalah
pelampiasan dari rasa kekecewaannya karena penyerahan tanah Jawa kepada Belanda.
Diapun akhirnya terkenal sekali sebagai pendiri Singapura.
Indonesia mulai tahun 1811 berada dibawah kekuasaan Inggris. Inggris menunjuk
Thomas Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur jenderal di Indonesia. Beberapa
kebijakan Raffles yang dilakukan di Indonesia antara lain:
Akibat dari kebijakan diatas, maka penggarap tanah harus membayar pajak kepada
pemerintah sebagai ganti uang sewa. Sistem tersebut disebut Lnadrent atau sewa tanah.
Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain:
• Petani harus menyewa tanah meskipun dia adalah pemilik tanah tersebut;
Raffles berkuasa dalam waktu yang cukup singkat. Sebab sejak tahun 1816
kerajaan Belanda kembali berkuasa di Indonesia. Pada tahun 1813, terjadi prang Lipzig
antar Inggris melawan Prancis. Perang itu dimenangkan oleh Inggris dan kekaisaran
Napoleon di Prancis jatuh pada tahun 1814. Kekalahan Prancis itu membawa dampak
pada pemerintahan di negeri Belanda yaitu dengan berakhirnya pemerintahan Louis
Napoleon di negeri Belanda. Pada tahun itu juga terjadi perundingan perdamaian antara
Inggris dan Belanda. Perundingan itu menghasilkan Konvensi London atau Perjanjian
London (1814), yang isinya antara lain menyepakati bahwa semua daerah di Indonesia
yang pernah dikuasai Belanda harus dikembalikan lagi oleh Inggris kepada Belanda,
kecuali daerah Bangka, Belitung dan Bengkulu yang diterima Inggris dari Sultan
Najamuddin. Penyerahan daerah kekuasaan di antara kedua negeri itu dilaksanakan pada
tahun 1816. Dengan demikian mulai tahun 1816, Pemerintah Hindia-Belanda dapat
kembali berkuasa di Indonesia.
• Daftar Pustaka
• https://id.wikipedia.org/wiki/Thomas_Stamford_Raffles
• http://wartasejarah.blogspot.co.id/2013/07/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none_8675.html
• http://www.gerbangilmu.com/2015/12/masa-pemerintahan-thomas-stamford.html
• http://ariskaputri88.blogspot.co.id/2014/03/sistem-pertanahan-masa-thomas-
stamford.html