PENDAHULUAN
1
BAB II
ISI
Daftar silsilah Thomas versi Haria ini juga ditandatangani Frans Hitipeuw atas nama
Pemerintah pada 5 Oktober 1987. Jadi pada hari yang sama, Frans Hitipeuw atas nama
Pemerintah mengesahkan dua daftar silsilah Thomas Matulessy.
Setelah itu pada September 1976, I.O. Nanulaita menyusun lagi sebuah daftar silsilah
Thomas Matulessy yang diberi judul Silsilah Pattimura versi Ulath. Kesamaan dari ketiga
versi silsilah itu adalah Thomas Matulessy tidak kawin.
Secara akademik juga sudah pernah ditempuh. Pada 5-7 Nopember 1993, para ahli
sejarah, analis, dan pemerhati sejarah bersama pemerintah berkumpul dalam sebuah forum
ilmiah seminar tentang sejarah perjuangan Pahlawam Nasional Pattimura di Kodam XV
2
Pattimura, yang diselenggarakan Kanwil Depdikbud Provinsi Maluku di Ambon. Tetapi
“Hingga berakhirnya Seminar, belum bisa dipastikan siapa tokoh Kapitan Pattimura yang
sesungguhnya”.
Menariknya seminar sejarah perjuangan Pattimura itu justru merekomendasikan
dalam satu itemnya: Demi kepastian penulisan historiografi perjuangan Pattimura, maka
peran marga Pattimura di Negeri Latu dan Silsilah Thomas Matulessy di Saparua dan
Haruku, perlu diteliti secara lebih serius.
3
oleh pemerintah Inggris sebelumnya dan kewajiban kepada nelayan Maluku untuk
menyediakan perahu (orambai) untuk keperluan administrasi dan militer Belanda. Selain itu
yang paling berat adalah kerja paksa untuk keperluan penebangan kayu.
Sikap Belanda yang sewenang-wenang ini menimbulkan jiwa kritis rakyat Maluku
timbul, rakyat Maluku mulai membandingkan pemerintahan Inggris dengan Belanda. Orang-
orang Kristen yang dulunya kebanyakan bekerja untuk pemerintahan Inggris kini bergabung
dengan golongan Muslim Maluku untuk merencanakan perlawanan terhadap Belanda.
4
Pada tanggal 15 Mei 1817 terjadi kerusuhan di Porto di mana sebuah perahu pos
Belanda dirampas oleh rakyat yang marah, rakyat mengancam jika Pemerintah Belanda tidak
bersedia membayar orambai maka perahu pos itu tidak akan dikembalikan berikut isinya.
Residen Van den Berg dengan ditemani 7 pasukan pengawal berangkat ke Porto untuk
melakukan dialog dengan rakyat. Tetapi residen dan pengawalnya tidak tahu bahwa rakyat itu
adalah pengikut Pattimura. Ketika sampai di daerah Haria, residen dan pengawalnya disergap
dan semuanya berhasil ditangkap, beberapa pengawalnya bahkan ada yang terbunuh. Kuda
residen dibunuh. Mengetahui residen ditawan oleh rakyat Saparua, maka
dari Benteng Duurstede dikirimkan sekelompok pasukan senapan berjumlah 20 orang dan 12
orang Jawa bersenjatakan tombak. Di tengah jalan 32 orang serdadu itu dihujani dengan
panah.
Pattimura kemudian membebaskan Van den Berg setelah residen ini mengancam bahwa jika
seorang residen ditahan maka pemerintah Belanda di Batavia tidak akan tinggal diam dan
pasti akan menghukum seluruh rakyat Maluku. Akhirnya residen dibebaskan dengan jaminan
bahwa residen telah menganggap insiden penyanderaan itu selesai dan tidak akan
memperpanjangnya selain itu residen berjanji akan melunasi orambai yang dibeli Belanda.
Sementara itu, setelah membebaskan residen dan pengawalnya Pattimura dan
pasukannya segera menuju Benteng Duurstede dengan menaiki orambai-orambai yang
berjumlah puluhan.
Pagi hari sebelum matahari terbit orambai-orambai itu sudah sampai di pantai dan ribuan
orang segera turun ke darat dan langsung melakukan serangan sporadis ke
Benteng Duurstede. Pihak Belanda sangat kaget dengan serangan ini dan berusaha bertahan
mati-matian. Tetapi tanpa dinyana dari hutan di belakang benteng juga terjadi serangan dari
rakyat. Akhirnya Benteng Duurstede berhasil direbut tanggal 16 Mei 1817, seluruh isi
benteng dibunuh termasuk residen dan keluarganya termasuk 4 anaknya yang masih kecil
juga jadi korban sabetan kelewang yang tak bermata. Rakyat Maluku yang bekerja untuk
Belanda juga menjadi korban. Namun, kemudian diketahui bahwa anak tertua Van den Berg
tidak mati karena dia bersembunyi di bawah tumpukan mayat. Dengan jatuhnya
Benteng Duurstede maka senjata-senjata yang ada di dalamnya juga ikut dirampas dan
semakin menguatkan kedudukan Pattimura. Setelah menduduki benteng, Pattimura
menurunkan bendera merah putih biru Belanda dan mengibarkan bendera Union Jack Inggris.
Sore harinya anak tertua Van den Berg ditemukan oleh salah seorang pemberontak
bernama Samuel Pattiwael. Semua pasukan pemberontak ingin membunuhnya tetapi
Pattimura mencegahnya dan bahkan mengangkat anak itu sebagai anak tirinya. Anak Van den
Berg itu bernama Jean Lubbert.
Berita jatuhnya Benteng Duurstede dan terbunuhnya Residen Van den Berg sampai ke
Batavia. Pemerintah Hindia-Belanda segera memerintahkan Mayor Beetjes untuk memimpin
242 pasukan dan 2 meriam untuk merebut kembali benteng itu. Pasukan itu akan dikirim
dengan perahu tanpa perlindungan kapal perang. Hal ini dilakukan karena Pemerintah
Belanda di Ambon memandang kedudukan Belanda di Ambon masih labil sehingga kapal-
kapal perang harus tetap berada di Ambon. Tanpa perlindungan kapal perang Beetjes berhasil
5
mendarat di Pantai Wae Sisil. Usaha Beetjes menemui kegagalan, setelah mendarat
pasukannya disergap oleh ribuan rakyat Saparua dihancurkan di pantai Wae Sisil depan
Benteng Duurstede dan bahkan ia sendiri terbunuh.
Kemudian dikirim pasukan lagi yang lebih besar (950 orang) yang dipimpin oleh
Letnan Kolonel Groot. Tetapi setelah pertempuran yang besar dan habis-habisan pasukan
ini pun bisa dihancurkan. Lagi-lagi pasukan Belanda ini tidak dilindungi oleh kapal perang.
Keberhasilan Pattimura ini menghilhami para pemimpin Maluku di lain daerah dan
merekapun mengobarkan perlawanan terhadap Belanda. Di Hitu perlawanan dipimpin oleh
raja Ulupaha yang berusia 80 tahun. Selain itu seorang raja bernama Paulus Tiahahu juga
membantu perlwanan Pattimura dengan dukungan ekonomi dan bahkan penyediaan logistik
dan pasukan. Bahkan salah seorang putri raja bernama Christina Martha Tiahahu memimpin
perlawanan Maluku dari laut dan darat dengan cara membajak kapal Belanda di perairan
Maluku.
Politik Devide et Impera dijalankan, Belanda mulai mendekati beberapa tokoh
Maluku yang berpengaruh seperti raja, kepala suku, pendeta Kristen dan tokoh berpengaruh
lainnya untuk ikut membantu mengalahkan Pattimura dan pengikutnya yang masih bercokol
di Benteng Duurstede.
Akhirnya pasukan besar berjumlah 2000 orang dibawah pimpinan Brigadir Jenderal
Buijskes didaratkan di Saparua pada tanggal 30 September 1817 dan mengepung
Benteng Duurstede. Kali ini serangan Belanda didukung oleh sebuah kapal perang
penjelajah Maria Van Reigersbergen. Pattimura saat itu tidak sedang berada di benteng
sehingga tidak berhasil ditangkap. Akhirnya benteng itu pun jatuh pada tanggal 3 Oktober
1817 dan beberapa tokoh pemimpin perlawanan ditangkap.
Brigadir Jenderal Buijskes kemudian memecat Residen Van Middelkoop dan
Komisaris Engelhard. Buijskes mengangkat dirinya sebagai residen militer dan bertanggung
jawab atas Maluku. Buijskes kemudian mengirim surat kepada Raja Ternate dan Tidore. Dia
meminta kepada kedua raja itu untuk mengirim pasukan membantu Belanda. Dalam suratnya
itu Buijskes membawa-bawa sentimen agama untuk memecah belah. Kedua raja itu pun
terpengaruh. Pada awal November 1817, sebanyak 1500 pasukan Ternate dan Tidore dari
Suku Alfuru berikut perahu kora-kora nya bergabung dengan Belanda.
Bergabungnya 1500 pasukan Ternate-Tidore dari suku Alfuru ini membikin moral
pasukan Pattimura sedikit kendor. Mereka merasa ngeri dengan kebengisan orang-orang
Alfuru yang suka memenggal kepala jika membunuh musuhnya.
Pattimura membangun pertahanannya yang terdiri dari batu-batu karang. Bahkan
peluru meriam Belanda tak mampu menghancurkannya. Pattimura membangun benteng
karang ini di tempat-tempat strategis. Pertahanan ala Pattimura ini menimbulkan rasa salut
Belanda pada Pattimura.
Pada tanggal 9 November Kapal-kapal perang Belanda menghujani sebuah benteng
karang milik pasukan Maluku. Setelah dibombardir dengan berat akhirnya kapal-kapal itu
mendaratkan 3 kompi pasukan dan mengambil posisi mengepung serta menutup tiap-tiap
celah, sementara kapal-kapal perang tetap menembaki, karena terus dikepung dan ditembaki
6
akhirnya orang-orang Maluku tidak tahan lagi dan menyerah. Akhirnya dengan taktik ini
Belanda mampu merebut benteng-benteng yang lain.
7
Jean Lubbert-anak Van den Berg-, memohon kepada Pemerintah Belanda
agar ia diizinkan melengkapi namanya menjadi Van den Berg Van Saparua untuk mengenang
Pattimura. Perlawanan rakyat Maluku berhenti setelah banyak pemimpin yang tertangkap
atau terbunuh.
8
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Akhirnya pada tahun 1821 perlawanan Maluku dapat dikatakan berakhir. Perlawanan
Maluku terjadi lagi pada tahun 1858, 1860, 1864, dan 1866 walaupun tidak seheroik
pertempuran 1817. Meskipun Pattimura telah gugur, namun semangat dalam
memperjuangkan kemerdekaan yang beliau miliki masih melekat pada Rakyat Maluku.
Semangat tersebut terus mereka bawa dan tidak akan pernah padam untuk menembus segala
rintangan demi satu tujuan yang mulia yaitu merdeka. Tepat seperti kata – kata terakhir
beliau yang mengatakan ”Pattimura-Pattimura tua boleh mati tetapi Pattimura-Pattimura
muda akan bangkit kembali dan melawan.” Hingga akhirnya seluruh perjuangan mereka
terbayarkan dengan terusirnya penjajah dari tanah Indonesia pada tahun 1945.
Namanya kini diabadikan untuk Universitas Pattimura dan Bandar Udara Pattimura di
Ambon.
3.2. Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini, kita bisa mengetahui bagaimana susahnya
pejuang Indonesia zaman dahulu merebut NKRI, dari bertaruh harta maupun nyawa.
Janganlah melupakan jasa pahlawan yang telah gugur dalam membela Indonesia. Hargailah
jasa – jasa mereka karena berkat mereka, kita bisa menikmati kebebasan yang telah direbut
oleh penjajah. Setidaknya, apabila tidak bisa membuat negara Indonesia menjadi baik maka
jangan merusaknya. Selain itu, semoga kita bisa mengambil nilai-nilai luhur dari mereka.