Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TENTANG :

PERLAWANAN RAKYAT TERHADAP KEKUASAAN HINDIA BELANDA


GURU PEMBIMBING : ARBA, S.Pd

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK : V (LIMA)
NAMA : RAQIAH TASYA ( KETUA)
PUTRI ( ANGGOTA)
DIMAN SETIADI ( ANGGOTA)
RIZKY ARDIANSYAH ( ANGGOTA)
NURHATIHAN ZASKIA ( ANGGOTA)
M. FATHUR FAUZAN ( ANGGOTA)

KELAS : XI MIA 1
MAPEL : SEJARAH INDONESIA

SMA NEGERI 1 BELO


TAHUN PELAJARAN
2023
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................................
KATA PENGANTAR..............................................................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................

A. Latar Belakang ............................................................................................................


BAB II PERANG MELAWAN KOLONIAL HINDIA BELANDA......................................
A.Perlawanan Pattimura....................................................................................................
B.Perang Padri...................................................................................................................
C.Perang Diponegoro........................................................................................................
D.Perang Bali ...................................................................................................................
E.Perang Banjar ................................................................................................................
F.Perang Aceh ..................................................................................................................
G.Perlawanan Rakyat Batak..............................................................................................
BAB III PENUTUP..................................................................................................................
A.Kesimpulan....................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Latar belakang kedatangan Belanda ke Indonesia adalah akibat meletusnya perang delapan
puluh tahun antara Belanda dan Spanyol (1568-1648). Pada awalnya, perang antara Belanda
dan Spanyol bersifat agama karena Belanda mayoritas beragama kristen protestan sedangkan
orang Spanyol beragama kristen katolik. Perang tersebut kemudian menjadi perang ekonomi
dan politik. Raja philip II dari Spanyol memerintahkan kota Lisabon tertutup bagi kapal
Belanda pada tahun 1585 selain karena faktor tesebut juga karena adanya petunjuk jalan ke
Indonesia dari Jan Huygen Van Lischoten, mantan pelaut Belanda yang bekerja pada Portugis
dan pernah sampai di Indonesia.

Tujuan kedatangan belanda ke indonesia adalah untuk berdagang rempah-rempah. Setelah


berhasil menemukan daerah penghasil rempah-rempah dan keuntungan yang besar, belanda
berusaha untuk mengadakan monopoli perdagangan rempah-rempah dan menjajah. Untuk
melancarkan usahanya, belanda menempuh beberapa cara seperti pembentukan VOC dan
pembentukan pemerintahan kolonial Hindia-Belanda.
Pada awal abad XIX Jawa Setelah pemerintahan Inggris berakhir, yaitu pada tahun 1816,
Indonesia kembali dikuasai oleh Pemerintahan Hindia-Belanda. Pada masa ”kedua”
penjajahan ini, yang sangat terkenal adalah sistem tanam paksa yang diterapkan oleh Van den
Bosch. Pelaksanaannya pun dimulai pada tahun 1830. Terdapat ketentuan-ketentuan dalam
pelaksanaan sistem tanam paksa tersebut. Namun pada akhirnya, dalam praktek
sesungguhnya terdapat banyak penyimpangan-penyimpangan.
Terdapat perbedaan antara penerapan sistem sewa tanah yang dilaksanakan oleh Raffles serta
sistem tanam paksa yang dilaksanakan oleh Van den Bosch. Keduanya membawa dampak
yang tidak sedikit bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Dalam perkembangan sampai dengan paruh pertama abad ke-19, kebijakan selain bidang
perekonomian, dalam bidang pendidikan juga tidak diabaikan oleh pemerintah Hindia-
Belanda, tetapi itu hanya masih berupa rencana dari pada tindakan nyata. Dalam periode itu
pemerintah harus melakukan penghematan anggaran, biaya untuk menumpas Perang
Dipenogoro (1825-1830), dan untuk pelaksanaan Culturstelsel.
Dalam rangka usahanya menguasai Indonesia,Belanda secara licik menjalankan politik pecah
belah,sehingga kerajaan-kerajaan yang saling bertentangan itu menjadi lemah.Kesempatan
inilah digunakan oleh Belanda untuk menjajah Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
PERANG MELAWAN PEJAJAHAN KOLONIAL HINDIA BELANDA

A. Perang Pattimura
Perlawanan rakyat Maluku dipimpin oleh Pattimura. Adapun latar belakang
perlawanan rakyat Maluku tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Pemerintah Kolonial memberlakukan kembali penyerahan wajib dan kerja wajib.
b. emerintah kolonial menurunkan tarif hasil bumi yang wajib diserahkan, sedangkan
pembayarannya tersendat-sendat.
c. Pemerintah kolonial memberlakukan uang kertas, sedangkan rakyat Maluku telah terbiasa
dengan uang logam.
d. Pemerintah kolonial menggerakkan pemuda Maluku untuk menjadi prajurit Belanda.
Perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda diawali dengan tindakan Kapitan
Pattimura yang mengajukan daftar keluhan kepada Residen Van den Bergh. Dalam daftar
keluhan tersebut berisi tindakan semena- mena pemerintah kolonial yang menyengsarakan
rakyat. Keluhan tersebut tidak ditanggapi Belanda sehingga rakyat Maluku di bawah
pimpinan Kapitan Pattimura menyerbu dan merebut Benteng Duurstede di Saparua. Dalam
pertempuran tersebut, Residen Van de Bergh terbunuh. Perlawanan kemudian meluas ke
Ambon, Seram, dan tempat lainnya. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak.
Namun, kemudian Belanda mengerahkan segenap kekuatannya untuk melawan rakyat
Maluku. Akhirnya pada awal Agustus 1817, Benteng Duurstede dapat direbut kembali oleh
Belanda. Namun, perlawanan rakyat Maluku tetap berlanjut dengan cara bergerilya.
Perlawanan rakyat Maluku berakhir dengan menyerahkan Kapitan Pattimura dengan
teman-temannya kepada Residen Liman Pietersen. Setelah Kapitan Pattimura dan teman-
temannya diadili di Ambon, pada tanggal 16 Desember 1817 dihukum mati di depan Benteng
Nieuw Victoria. Mereka gugur sebagai pahlawan dalam membela rakyat yang tertindas .

B. Perang Padri
Di Sumatra Barat pada awal abad ke-19 muncul gerakan Wahabiah yang tujuannya
memurnikan ajaran agama Islam. Kelompok pendukung gerakan Wahabiah dikenal sebagai
kaum Padri. Gerakan yang dilakukan kaum Padri ini mendapat tentangan dari kelompok
penghulu yang menganggap dirinya keturunan raja Minangkabau.
Dalam pertentangan antara kaum Padri dan kaum Adat (karena cenderung
mempertahankan adat, mereka dikenal dengan kaum adat), pemerintah Belanda berpihak
kepada kaum adat. Antara Residen de Puy dan Tuanku Suruaso beserta empat belas penghulu
adat mengadakan perjanjian pada tanggal 10 Februari 1821. Dari perjanjian tersebut pasukan
Belanda menduduki beberapa daerah di Sumatra Barat. Peristiwa tersebut menandai
dimulainya Perang Padri.

Perang Padri terbagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut.


a. Perang Padri I (Tahun 1821-1825)
Terjadinya Perang Padri I ditandai dengan serangan kaum padri ke pos Belanda di
Sumawang, Sulit Air, Enam kota, Rau, dan Tanjung Alam. Pusat kekuatan kaum padri di
Bonjol dan Alam Panjang. Di Bonjol pada tanggal 22 Januari 1824 disepakati perjanjian
perdamaian, tetapi pasukan Belanda melakukan pelanggaran perjanjian. Hal tersebut
menimbulkan perlawanan yang lebih dahsyat lagi dari kaum padri. Dalam perkembangannya,
pada tanggal 15 November 1825 di Padang disepakati perjanjian perdamaian. Belanda
melakukan tawaran perdamaian karena pasukan Belanda ditarik ke Jawa untuk menghadapi
perlawanan Pangeran Diponegoro. Adanya peristiwa perdamaian di Padang tersebut
menandai berakhirnya Perang Padri I.

b. Perang Padri II (Tahun 1830-1837)


Terjadinya Perang Padri II diawali pasukan Belanda mendirikan pos di wilayah
kekuasaan kaum padri (hal tersebut terjadi seusai Perang Diponegoro). Pasukan padri
diperkuat pasukan dari Jawa yang dipimpin oleh Sentot Alibasya Prawirodirjo (yang
membelot dari kontrol Belanda). Benteng Bonjol pada tanggal 21 September 1837 jatuh ke
tanggan Belanda. Dalam peristiwa tersebut Tuanku Imam Bonjoltertangkap dan diasingkan.
Walaupun Tuanku Imam Bonjol tertangkap dan diasingkan, perlawanan masih tetap berlanjut
dipimpin oleh Tuanku Tambusai, Tuanku nan Cerdik, dan Tuanku nan Alahan. Setelah
Tuanku nan Alahan menyerah, Perang Padri II berakhir.
C. Perang Diponegoro 1825-1830
Perjuangan dalam melawan pemerintahan Belanda juga dilakukan di Jawa, seperti
yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro.
Sebab umum terjadinya Perang Diponegoro adalah sebagai berikut.
a. Rakyat dibelit berbagai bentuk pajak dan pungutan.
b. Pihak Keraton Yogyakarta tidak berdaya menghadapi campur tanggan politik
pemerintah kolonial.
c. Pihak Keraton hidup mewah dan tidak memedulikan penderitaan rakyat.

Adapun sebab khusus terjadinya Perang Diponegoro adalah sebagai berikut.


a. Pangeran Diponegoro tersingkir dari elite kekuasaan karena menolak berkompromi
dengan pemerintah kolonial. Pangeran Diponegoro memilih mengasingkan diri ke
Tegalrejo.
b. Pemerintah kolonial melakukan provokasi dengan membuat jalan yang menerobos
makam leluhur Pangeran Diponegoro.
Hal tersebut yang membuat Pangeran Diponegoro marah dan menganggapnya sebagai
suatu penghinaan. Untuk memperkuat kekuatannya, Pangeran Diponegoro membangun pusat
pertahanan di Selarong. Dukungan kepada Pangeran Diponegoro datang dari mana-mana
sehingga pasukan Diponegoro semakin kuat. Dukungan datang dari Pangeran Mangkubumi,
Sentot Alibasya Prawirodirjo, dan Kiai Mojo. Untuk menghadapi perlawanan Pangeran
Diponegoro, Belanda mendatangkan pasukan dari Sumatra Barat dan Sulawesi Selatan di
bawah pimpinan Jenderal Marcus de Kock.
Pangeran Diponegoro memimpin pasukannya dengan gerilya. Untuk mengatasi
perlawanan Pangeran Diponegoro tersebut, Gubernur Jenderal Van der Capellen menugaskan
Jenderal Marcus de Kock untuk menjalankan strategi benteng stelsel, yaitu mendirikan
benteng setiap tempat yang dikuasainya. Antara benteng yang satu dan benteng lainnya
dihubungkan dengan jalan untuk memudahkan komunikasi dan pergerakan pasukan. Taktik
benteng stelsel ini bertujuan mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro. Pasukan
Diponegoro semakin bertambah lemah terlebih lagi pada tahun 1829 Kiai Mojo dan Sentot
Alibasya Prawirodirjo memisahkan diri. Lemahnya kedudukan Diponegoro tersebut,
meyebabkan ia menerima tawaran berunding dengan Belanda di Magelang.
Dalam perundingan tersebut, pihak Belanda diwakili oleh Jenderal De Kock.
Perundingan tersebut gagal mencapai sepakat, kemudian Belanda menangkap Pangeran
Diponegoro dan dibawa ke Batavia, yang selanjutnya di pindahkan ke Manado, kemudian di
pindahkan lagi ke Makassar dan meninggal di Benteng Rotterdam pada tanggal 8 Januari
1855.
Perang Diponegoro yang berlansung selama lima tahun tersebut membawa dampak antara
lain sebagai berikut.
a. Kekuasaan wilayah Yogyakarta dan Surakarta berkurang.
b. Belanda mendapatkan beberapa wilayah Yogyakarta dan Surakarta.
c. Banyak menguras kas Belanda.

D. Perang Bali Tahun 1848-1908 (Perjuangan Rakyat Bali Melawan Pemerintahan


kolonial Belanda)
Antara pemerintah kolonial dan para penguasa di Bali bersengketa mengenai hak
tawan karang. Hak tawan karang adalah hak raja Bali menyita kapal yang kandas di wilayah
perairannya. Sebelumnya antara pemerintah kolonial Belanda dan penguasa Bali sepakat
bahwa para penguasa Bali tidak akan menggunakan hak tawan karang apabila pemerintah
kolonial membayar setiap kapal Belanda yang kandas di perairan Bali. Namun pemerintah
kolonial melanggar kesepakatan tersebut, hal tersebut yang menyebabkan para penguasa Bali
kembali memberlakukan hak mereka.
Pemerintah kolonial memprotes klaim Raja Buleleng atas kapal Belanda yang kandas
di wilayah perairannya. Raja Buleleng tidak menghiraukan protes tersebut sehingga
menyebabkan terjadinya Perang Jagaraga (yang dimulai dua tahun kemudian).Kerajaan
Buleleng pada tahun 1844 berhasil menawan kapal dagang Belanda di Prancak daerah
Jrembrana (saat itu berada di bawah kekuasaan Kerajaan Buleleng). Dengan peristiwa
tersebut dijadikan alasan oleh Belanda untuk menyerang Pulau Bali (Tahun 1848).
Dalam pertempuran pertama, Belanda mengalami kegagalan, baru pada pertempuran
kedua (dipimpin Mayor Jenderal A.V. Michiels) Belanda berhasil merebut benteng
pertahanan Kerajaan Buleleng di Jagaraga. Namun, raja Buleleng dan patihnya dapat
meloloskan diri ke Karangasem. Setelah Belanda menguasai Buleleng, Belanda juga ingin
menaklukkan kerajaan-kerajaan lainnya di Bali.
Pada tahun 1894 terjadi Puputan Kusamba, Belanda dipimpin oleh Mayor Jenderal
A.V. Michiels. Dalam pertempuran ini Michiels menderita luka-luka akibat tembakan dari
pasukan Klungkung. Namun, akhirnya Kusamba (sebagai benteng pertahanan terakhir di
daerah selatan) jatuh ke tanganBelanda.
Pada tahun 1906 terjadi Puputan Bandung. Peristiwa ini di awali dengan
terdamparnya sebuah kapal di Pantai Sanur. Belanda menuntut ganti rugi kepada raja
Bandung (Ida Cokorde Ngurah Gde Pamecutan). Karena raja menolak, terjadilah
pertempuran antara Kerajaan Bandung dengan pasukan Belanda. Dalam Puputan Bandung ini
dilakukan dengan cara yang unik, yaitu laki-laki, perempuan, dan anak-anak berpakaian
serbaputih dan membawa keris atau tombak menyerbu tentara Belanda yang bersenjata
lengkap. Tanpa rasa takut mereka menyerbu, akhirnya semua gugur. Setelah Belanda dapat
menundukkan Bandung, kemudian pada tahun 1986 Belanda menaklukkan Kerajaan
Tabanan. Dalam penaklukkan tersebut Belanda mendapat perlawanan, tetapi Kerajaan
Tabanan tidak dapat bertahan dan takluk kepada Belanda. Pertempuran tersebut dinamakan
dengan Balikana Wongaya.
Pada tahun 1908 Kerajaan Klungkung juga mengadakan perlawanan terhadap
Belanda. Dalam peristiwa tersebut raja dan seluruh kerabat kerajaan gugur. Dengan
dikuasainya Kerajaan Klungkung, pemerintah kolonial Belanda berhasil menguasai Bali.

E. Perang Banjar
Di Kalimantan juga terjadi perjuangan melawan pemerintahan kolonial Belanda. Berikut
perjuangan rakyat Banjarmasin dalam melawan pemerintah kolonial Belanda. Belanda
mulai masuk ke wilayah Banjarmasin pada masa pemerintahan Sultan Adam. Pada tahun
1850 terjadi permusuhan di antara keluarga kerajaan. Dengan keadaan tersebut
dimanfaatkan oleh Belanda. Belanda ikut campur tangan dalam kehidupan politik
kerajaan dengan cara mengadu domba antar keluarga Sultan. Di Kerajaan Banjarmasin
ada tiga kelompok yang saling berebut kekuasaan, yaitu sebagai berikut.
a. Kelompok Pangeran Tamjidillah (Cucu Sultan Adam)
Kelompok ini adalah yang sangat dibenci oleh rakyat karena tingkah lakunya yang
kurang baik. Pangeran Tamjidillah memiliki hubungan yang erat dengan Belanda.
Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai sultan pada tahun 1852.
b. Kelompok Pangeran Prabu Anom (Cucu Sultan Adam)
Kelompok ini adalah kelompok yang tidak disenangi rakyat karena tindakannya yang
sewenang-wenang.
c. Kelompok Pangeran Hidayatullah (Cucu Sultan Adam)
Kelompok ini adalah kelompok yang disenangi rakyat dan dicalonkan menjadi
pengganti Sultan Adam.
Setelah Sultan Adam meninggal pada tahun 1857, di kerajaan terjadi perebutan
kekuasaan. Belanda mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai sultan Kerajaan Banjarmasin.
Namun, pengangkatan Pangeran Tamjidillah tersebut tidak disukai rakyat. Adapun Pangeran
Prabu Anom (saingan Tamjidillah) diasingkan ke Jawa oleh Belanda.
Pada waktu terjadi kekacauan tersebut, meletuslah Perang Banjarmasin (1859) yang
digerakkan oleh Pangeran Antasari. Pangeran Antasari adalah putra Sultan Muhammad yang
anti Belanda. Dalam Perang Banjarmasin tersebut, Belanda berusaha menarik perhatian
rakyat dengan menurunkan Pangeran Tamjidillah dan mengangkat Pangeran Hidayatullah
sebagai sultan, tetapi Pangeran Hidayatullah menolak. Pada tahun 1860 Belanda menjadikan
seluruh Kerajaan Banjarmasin menjadi wilayah kekuasaannya.
Pangeran Hidayatullah memihak Pangeran Antasari, tetapi pada tahun 1862 Pangeran
Hidayatullah ditawan Belanda dan dibuang ke Cianjur. Selanjutnya perang diteruskan oleh
Pangeran Antasari yang diangkat menjadi sultan oleh rakyat. Setelah menjadi sultan, perang
berkobar kembali. Namun Pangeran Antasari terkena wadah cacar. Setelah sakit beberapa
hari, Pangeran Antasari meninggal pada tahun 1862.

F. Perang Aceh (1873-1904)


Sebab umum terjadinya Perang Aceh antara lain sebagai berikut.
a. Belanda ingin memantapkan pelaksanaan Pax Netherlandica.
b. Aceh merupakan tempat yang strategis setelah dibukanya Terusan Suez.
c. Semakin berkembangnya imperialisme modern.
d. Politik ekspansi Belanda akibat Traktat Sumatra (Tahun 1871) yang berisi Inggris
mengizinkan Belanda menguasai seluruh Pulau Sumatra termasuk Aceh.
Sebab khusus terjadinya Perang Aceh adalah adanya tuntutan Belanda agar Aceh
tidak berhubungan dengan pedagang lain selain Belanda.
Pada perang tahun 1873 Belanda berhasil dikalahkan, bahkan Jenderal Kohler
terbunuh. Kemudian, Belanda mengirimkan pasukan lagi dibawah pimpinan Jenderal Van
Swieten untuk menyerang Aceh dan berhasil menduduki Kotaraja.
Untuk menyelidiki tata negara Aceh, Belanda mengirimkan Dr. Snouck Hurgronje
dan berhasil menyelesaikan penelitiannya yang diberi judul De Atjehers (The Acehnese).
Dengan hasil penelitian tersebut dapat diketahui kelemahan rakyat Aceh. Snouck Hurgronje
mengusulkan kepada Belanda agar mengirim Jenderal Van Heutz untuk mengadakan
serangan umum di Aceh. Serangan umum tersebut dikenal dengan serangan Sapurata dari
pasukan Marechaussee (Marsose) yang anggotanya terdiri dari orang Indonesia yang sudah
dilatih oleh Belanda dan perwira Belanda yang mahir berbahasa Indonesia.
Dalam serangan tersebut, Aceh berhasil dikuasai dan kemudian Belanda membuat Plakat
Pendek yang isinya adalah Kerajaan Aceh mengakui daerahnya sebagai bagian dari
kekuasaan Belanda, Kerajaan Aceh berjanji tidak akan mengadakan hubungan dengan
pemerintah asing, dan Kerajaan Aceh berjanji akan menaati perintah yang diberikan oleh
pemerintah kolonial Belanda.
Kedudukan Aceh semakin terdesak sejak tahun 1898. Teuku Umar gugur dalam pertempuran
di Meulaboh, sultan Aceh ditawan, Panglima Polim menyerah, dan Cut Nyak Dhien
tertangkap.

G. Perlawanan Rakyat Batak (Tahun 1878-1907)


Pusat Kerajaan Batak terletak di Bakkara (sebelah barat daya Danau Toba) dengan
raja terakhir Kerajaan Batak bernama Sisingamangaraja XII.
Berikut alasan terjadinya perlawanan masyarakat Batak tehadap Belanda.
a. Raja Sisingamangaraja XII tidak bersedia wilayah kerajaanya semakin diperkecil oleh
Belanda. Raja Sisingamangaraja XII tidak dapat menerima kota Natal, Mandailing,
Angkola, dan Sipirok di Tapanuli Selatan dikuasai Belanda.
b. Belanda ingin mewujudkan Pax Netherlandica. Untuk mewujudkan Pax
Netherlandica Belanda menguasai daerah Tapanuli Utara sebagai lanjutan atas
pendudukannya di Tapanuli Selatan dan Sumatra Timur. Belanda menempatkan
pasukannya di Taruntung dengan alasan untuk melindungi para penyebar agama
Kristen yang tergabung dalam Rhijnsnhezending. Tokoh penyebarnya bernama
Nomensen (orang Jerman).
Untuk menghadapi Belanda tersebut, Sisingamangaraja XII pada tahun 1878
menyerang kedudukan Belanda di daerah Tapanuli Utara. Peperangan berlangsung kira-kira
selama tujuh tahun. Belanda mengerahkan pasukan untuk menguasai Bakkara sebagai pusat
kekuasaan Sisingamangaraja XII. Kemudian terjadilah pertempuran sengit di daerah Pakpak
Dairi, sebelah barat Danau Toba. Pasukan Van Daalen yang beroperasi di Aceh melanjutkan
gerakannya ke Tapanuli Utara pada tahun 1904, sedangkan di Medan didatangkan pasukan
lain melalui Kabanjahe dan Sidikalang.
Akhir dari perang Batak, pasukan Marsose dibawah pimpinan Kapten Christoffle
berhasil menagkap keluarga Sisingamangaraja XII. Sisingamangaraja XII beserta
pengikutnya melarikan diri ke hutan Simsim. Dalam pertempuran tanggal 17 Juni 1907,
Sisingamangaraja XII gugur bersama seorang putrinya yang bernama Lapian dan dua orang
putranya yang bernama Patuan Nagari dan Patuan Anggi serta sejumlah pengikutnya.
Jenazah Sisingamangaraja XII dibawa ke Taruntung dan dimakamkan didepan tangsi militer
Belanda, kemudian pada tahun 1953 makam Sisingamangaraja XII dipindahkan ke
Soposurung di Balige.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perlawanan melawan penjajahan kolonial Hindia Belanda dilakukan di berbagai
daerah di Indonesia. Dengan tujuan untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya agar tidak
tidak jatuh ke tangan Belanda. Di Maluku terjadi perlawanan yang dilakukan oleh rakyat
Maluku yang dipimpin oleh Kapitan Patimmura. Akhir dari perlawanan tersebut, Kapitan
Pattimura dan teman-temannya menyerahkepada Residen Liman Pietersen, dan kemudian
mereka dihukum mati. Meraka gugur sebagai pahlawan dalam membela rakyat yang
tertindas. Kemudian, di Sumatra Barat juga terjadi perang yang disebut Perang Padri. Perang
Padri terbagi menjadi dua bagian yaitu Perang Pad ri I (tahun 1821-1825) dan Perang Padri
II (tahun 1830-1837). Di Pulau Jawa pun terjadi perlawanan terhadap Belanda, yang disebut
Perang Diponegoro yang dipimpin Pangeran Diponegoro. Selanjutnya di Bali juga
melakukan perlawanan terhadap Belanda, yang berlangsung selama tahun 1848 sampai 1908
yang kemudian disebut Perang Bali. Perang Banjar yang dilakukan di Kalimantan. Perang
Aceh yang dilakukan di Aceh. Dan yang terakhir Perlawanan Rakyat Batak yang berlangsung
pada tahun 1878-1907. Semua itu dilakukan karena tindakan semena-mena pemerintah
kolonial Belanda yang menyengsarakan rakyat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai