Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PERANG MELAWAN PENJAJAHAN

KOLONIAL BELANDA

KELAS : XI MIPA CI 1

Guru Pembimbing : Wanda Ayunda Sekarini, S.Pd

Nama Anggota :
1. Annisawati Arya Pranata
2. Aulia Rabbani
3. Siti Fatimah Chenny Handayani

SMAN 1 CIKARANG PUSAT


2019
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berisikan sejarah tentang “Perang Melawan Penjajahan Kolonial
Belanda” tepat pada waktunya. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan
bagi para pembaca dan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam proses pembelajaran.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya karena pengetahuan yang kami
miliki cukup terbatas. Oleh karena itu, kami berharap kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih.

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………..………………………………………..…..3
B. Rumusan Masalah………………….………………………………..…..3
C. Tujuan………………………………………….……………………..…3

BAB II PEMBAHASAN
1. Perang Tondano 1………………………………………………………..4
2. Perang Tondano II……………………………………………………….4
3. Perlawanan Pattimura…………………………………………………....5
4. Perang Padri……………………………………………………….……..6
5. Perang Diponegoro………………………………………………………8
6. Perang Bali………………………………………………………………9
7. Perang Banjar……………………………………………………………10
8. Perang Aceh……………………………………………………………..11
9. Perang Batak…………………………………………………………….12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan………………………………………………………….......13

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah merupakan yang sangat penting untuk pembelajaran dalam kehidupan. Karena dengan
sejarah, kita bisa mengetahui bagaimana pejuang bangsa Indonesia dalam memperjuangkan tanah
air Indonesia ini, yang sejak abad ke-18 penetrasi kekuasaan Belanda semakin besar dan meluas,
bukan hanya dalam bidang ekonomi dan politik saja, tetapi juga meluas ke bidang-bidang lainnya
seperti kebudayaan dan agama. Hal itu menyebabkan terjadinya berbagai peristiwa perlawanan
dan peperangan melawan penindasan dan penjajahan Bangsa Barat.
Oleh karena itu kita haruslah sangat bersyukur karena bisa menikmati hidup di Indonesia hingga
saat ini tanpa harus ikut berjuang melawan penjajah. Sehingga kita tetap harus menghargai akan
perjuangan para pahlawan kita dengan bisa menjadi penerus bangsa yang bisa menjunjung tinggi
nama Indonesia. Mengingat pentingnya akan bahasa sejarah, kita sebagai warga negara Indonesia
dituntut untuk lebih memahami mengenai sejarah Indonesia dengan baik dan benar. Yang salah
satunya adalah belajar dengan sebaik mungkin.
Untuk itulah materi ini sangat penting dipelajari, karena sangat disayangkan jika sebagai warga
negara Indonesia tetapi tidak memahani mengenai negaranya sendiri.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah sejarah bangsa Indonesia melawan Bangsa Barat?


2. Nilai-nilai apa yang mendorong mereka melakukan pengorbanan untuk Indonesia ?
3. Bagaimana cara para pahlawan melawan penjajah ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah bangsa Indonesia.


2. Untuk mengetahui dan memahami kedudukan serta fungsi mengenai sejarah Indonesia.
3. Mengetahui beberapa pahlawan dan bagaimana cara mereka dalam mengusir penjajah.

4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Perang Tondano I
Perang Tondano terjadi pada 1808-1809 yang melibatkan orang Minahasa di Sulawesi Utara
dan pemerintah kolonial Belanda. Perang ini terjadi akibat dari implementasi politik pemerintah
kolonial Hindia Belanda oleh para pejabatnya di Minahasa, terutama upaya mobilisasi pemuda
untuk dilatih menjadi tentara. Perang Tondano terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama terjadi pada
masa kekuasaan VOC di Hindia Belanda. Sedangkan tahap kedua pada masa kolonial Belanda
yang dilatarbelakangi oleh kebijakan Gurbernur Daendels. Daendels mengharuskan pengiriman
2.000 pasukan perang dari golongan orang Minahasa untuk melawan Inggris. Namun terjadi
penolakan dari kubu pasukan perang Minahasa yang umumnya terdiri dari golongan pemuda untuk
membantu Belanda dalam melawan Inggris. Selain itu kebijakan pemerintah kolonial belanda yang
mengharuskan rakyat minahasa memberikan beras secara cuma – cuma pada Belanda menjadi
penyebab terjadinya peperangan.

Pasukan VOC mengepung Tondano dan Simon Cos mengultimatum bahwa:

1. Para pemberontak dari Tondano harus diserahkan kepada VOC


2. Orang Tondano harus ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak karena banyak tanaman
padi yang rusak gara-gara luapan sungai temberan.

Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai berkobar. Pasukan Belanda yang berpusat di Danau
Tondano berhasil melaksanakan serangan dan merusak pagar bambu berduri yang membatasi
danau dengan perkampungan Minawanua, sehingga menerobos pertahanan orang-orang Minahasa
di Minawanua. Walaupun sudah malam para pejuang tetap dengan semangat yang tinggi terus
bertahan dan melaksanakan perlawanan dari rumah ke rumah. Pasukan Belanda merasa
kewalahan. Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober 1808 pasukan Belanda dari darat membombardir
kampung pertahanan Minawanua. Serangan terus dilakukan Belanda sehingga kampung itu seperti
tidak ada lagi kehidupan. Pasukan Prediger mulai mengendorkan serangannya. Tiba-tiba dari
perkampungan itu orang-orang Tondano muncul dan menyerang dengan hebatnya sehingga
beberapa korban berjatuhan dari pihak Belanda. Pasukan Belanda terpaksa ditarik mundur. Seiring
dengan itu Sungai Temberan yang dibendung mulai meluap sehingga menyulitkan pasukan
Belanda sendiri. Dari jarak jauh Belanda terus menghujani meriam ke Kampung Minawanua,
tetapi tentu tidak efektif. Begitu juga serangan yang dari danau tidak mampu mematahkan
semangat juang orang-orang Tondano, Minawanua. Bahkan terpetik khabar kapal Belanda yang
paling besar tenggelam di danau.

2. Perang Tondano II
Terjadi abad ke 19. Latar belakang perang ini pada saat Daendels menjadi gubernur belanda
(dia mendapat mandat mempertahankan Jawa dari Inggris) salah satunya adalah pada saat
perekrutan tenaga pribumi untuk membantu belanda melawan inggris (mereka yang dipilih adalah
suku-suku yang memiliki keberanian berperang). Suku-suku yang dianggap pemberani seperti
orang dayak, madura dan minahasa. Dari minahasa di target mengumpulkan pasukan sejumlah
2.000 orang yang akan dikirim ke Jawa, tetapi orang-orang Minahasa tidak setuju dengan usul

5
tersebut. Akhirnya banyak pemimpin desa Minahasa yang meninggalkan rumah dan memerangi
VOC. Mereka memusatkan perjuangannya di Tondano.

Salah satu pemimpin perang tersebut bernama Ukung Lonto (ia menegaskan bahwa rakyat harus
memerangi VOC sebagai bentuk penolakan perekrutan pegawai dan menolak memberikan beras
secara cuma-cuma). Akhirnya tanggal 23 Oktober 1808 terjadi perang antara rakyat minahasa vs
VOC di Tondano, Minawanua. Belanda membendung lagi sungai temberan. Prediger (salah satu
orang VOC) menyusun 2 pasukan kuat untuk menyerang orang Minahasa. Pasukan 1 menyerang
Danau Tondano, pasukan 2 menyerang Minawanua. Pasukan I berhasil merusak pagar bambu
berduri yang membatasi danau dengan perkampungan Minawanua, sehingga menerobos
pertahanna orang-orang Minahasa di Minawanua (walaupun malam, pasukan minahasa pantang
mundur menyerang VOC) danVOCpun sempat kewalahan.

Tanggal 24 Oktober 1808, pasukan Belanda dari barat membordir kampung pertahanan
Minawanua (Belanda terus melakukan serangan sehingga kampung tersebut seperti tidak ada lagi
kehidupan), Prediger pun akhirnya menggendorkan serangan. Tetapi, tiba-tiba orang Tondano
muncul dan menyerang akibatnya banyak korban yang berjatuhan dari VOC.

Pasukan Belanda ditarik mundur, seiring dengan itu Sungai temberan yang dibendung meluap
sehingga mempersulit VOC sendiri (tersebar berita juga bahwa kapal besar belanda yang paling
besar tenggelam di Danau. Perang Tondano II berlansung lama sampai dengan 1809.

Dalam suasana kekurangan makanan ada pejuang Minahasa yang akhirnya memihak belanda.
Akhirnya tanggal 4-5 agustus 1809, benteng Moraya hancur bersama pejuang yang akan
mempertahankannya. Akhirnya para pejuang tersebut memilih mati daripada menyerah kepada
VOC.

3. Perlawanan Pattimura
Maluku dengan rempah-rempahnya bagaikan mutiara dari timur. Pada masa Belanda datang
ke Indonesia, belanda merusak semua tata perekonomian di Maluku seperti memeonopoli
perdagangan. Setelah Inggris di Maluku, keadaan kembali tenang seperti semula karena Inggris
membayar hasil bumi pada Maluku. Tetapi setelah Belanda datang lagi ke maluku akhirnya
maluku kembali di monopoli, rakyat kembali disuruh membayar upeti, kerja rodi yang membuat
rakyat Maluku menderita.

Menghadapi kondisi yang demikian, tokoh dan pemuda Maluku melakukan serangkaian
pertemuan rahasia. Diadakanlah pertemuan di Pulau Haruku (pulau tang dihuni orang islam) dan
Pulau Saparua (orang kristen). Pertemuan selanjutnya di Hutan Kayuputih, dan mereka
menyimpulkan rakyat maluku tidak mau terus menderita akibat kekejaman Belanda. Rakyat
Maluku yang di pimpin oleh Thomas Matulessi ( Pattimura) menghancurkan kapal Belanda di
Pelabuhan.

Pejuang Maluku kemudian menuju ke benteng Duurstede (pasukan belanda berkumpul dibenteng
tsb). Terjadilah pertempuran antara rakyat Maluku vs Belanda. Belanda di pimpin oleh Van Den
Berg. Selain Pattimura ada pejuang lain seperti Christina Martha Tiahahu, Thomas Pattiwwail, dan
Lucas Latumahina. Pejuang Maluku menyerbu benteng Duurstede (mereka tidak menghiraukan
tembakan dari belanda)
6
Sementara Para pejuang Maluku masih menggunkaan keris dan pedang. Para pejuang Maluku
dapat masuk dalam benteng, dan Duurstede dapat dikuasai pejuang Maluku. Belanda kemudian
mendatangkan bantuan dari Ambon. Datanglah prajurit yang dipimpin oleh Mayor Beetjes
sebanyak 300 prajurit, namun bantuan ini digagalkan oleh Pattimura bahkan Beetjes terbunuh.

Selanjutnya, Pattimura memusatkan perjuangannya untuk menyerang benteng Zeelandia. Benteng


Zeelandia di perkuat dibawah pimpinan Groot tetapi Pattimura gagal menembus benteng Groot.
Upaya perdamaian dilakukan Belanda tetapi tidak ada kesepakatan. Akhirnya Belanda
mengerahkan semua kekuatannya termasuk bantuan dari Batavia untuk merebut benteng
Duurstede.

Agustus 1817, Saparua di blokade benteng Duurstede dikepung dan akhirnya benteng duurtede
jatuh ke tangan belanda. Pattimura dan pengikutnya terus melawan dengan gerilya. Bulan
November, beberapa pembantu Pattimura tertangkap seperti Kapitan Paulus Tiahahu (Ayah
Kristina Tiahahu) yang kemudian dijatuhi hukuman mati. Mendengar peristiwa tersebut, Christina
Marta Tiahahu akhirnya pergi ke hutan untuk bergerilya. Belanda belum puas sebelum menangkap
Pattimura. Bahkan memberikan ultimatum kepada siapa saja yang berhasil menangkap Pattimura
akahn di berikan hadiah 1.000 gulden.

Setelah 6 bulan memimpin perlawanan akhirnya Pattimura tertangkap. Tepat tanggal 16 Desember
1817 Pattimura dihukum gantung di alun-alun Kota Ambon. Christina Martha Tiahahu juga
akhirnya tertangkap, dia tidak di hukum mati tetapi bersama 39 orang lainnya di buang ke Jawa
sebagai pekerja rodi. Didalam kapal Christina jatuh sakit dan akhirnya dia meninggal kemudian
jenazahnya di buang ke laut antara Pulau Buru dan Pulau Tiga, dan berakhirlah perang Pattimura.

4. Perang Padri
Perang Padri terjadi di tanah Minangkabau, Sumatera Barat pada tahun 1821 – 1837 oleh
kaum Padri. Sampai saat ini masih menjadi perdebatan asal muasal nama Padri. Ada yang
mengatakan padre berasal dari bahasa portugis yaitu Padre, sebuah gelar untuk golongan pendeta.
Pendapat lain mengatakan berasal dari kata Pedir yaitu nama sebuah kota Bandar di pesisir Utara
Aceh yang merupakan tempat transit dan pemberangkatan kaum muslimin yang akan melakukan
ibadah haji ke Mekah. Namun pada abad 19 belum muncul istilah Padri. Saat itu, istilah yang
populer adalah golongan hitam dan putih. Penamaan golongan hitam karena golongan ini selalu
memakai pakaian hitam. Golongan ini merupakan golongan yang mempertahankan paham yang
telah berkembang di Minangkabau. Sedangkan golongan putih adalah golongan pembaru di
Minangkabau yang memakai pakaian serba putih. Golongan ini yang dinamakan kaum Padri.
Namun belum diketahui penyebabnya.

Perang ini dilatarbelakangi oleh kaum Padri yang menentang kekuasaan Belanda di Minangkabau.
Belanda dapat dengan mudah menguasai Minangkabau karena telah menjalin persahabatan dengan
kaum adat atau golongan hitam yang tidak senang dengan keberadaan golongan putih atau Padri.
Tahun 1821 pemerintah Hindia Belanda mengangkat James Du Puy sebagai residen di
Minangkabau. Perang Padri di bagi menjadi tiga fase.

Fase pertama terjadi pada tahun 1821 sampai 1837. Serangan-serangan kaum Padri terhadap
Belanda meluas di seluruh tanah Minangkabau. Bulan September 1822 kaum Padri berhasil
mengusir Belanda dari Sungai Puar, Guguk Sigandang dan Tajong Alam. Menyusul kemudian di
7
Bonio kaum Padri wajib menghadapi menghadapi pasukan PH. Marinus. Pada tahun 1823 pasukan
Padri berhasil mengalahkan tentara Belanda di Kapau. Kemudian kesatuan kaum Padri yang
terkenal adalah yang berpusat di Bonjol. Pemimpin mereka adalah Peto Syarif. Peto Syarif inilah
yang dalam sejarah Perang Padri dikenal sebagai Tuanku Imam Bonjol. Dia sangat gigih
memimpin kaum Padri untuk melawan kekejaman dan keserakahan Belanda di tanah
Minangkabau. Belanda merasa kuwalahan dengan serangan kaum Padri, sehingga Belanda
mengambil strategi damai.

Pada tanggal 26 Januari 1824 tercapailah perundingan damai antara Belanda dengan kaum Padri
di wilayah Alahan Panjang. Perundingan ini dikenal dengan Perjanjian Masang. Tuanku Imam
Bonjol tidak juga keberatan dengan adanya perjanjian damai tersebut. Akan tetapi Belanda justru
dimanfaatkan perdamaian itu untuk menduduki daerah-daerah lain. Kemudian Belanda juga
memaksa Tuanku Mensiangan dari Kota Lawas untuk berunding, tetapi ditolak. Tuanku
Mensiangan justru melaksanakan perlawanan. Tetapi Belanda lebih kuat bahkan pusat pertahannya
lalu dibakar dan Tuanku Mensiangan ditangkap.

Pelanggaran perjanjian oleh Belanda menjadikan kaum Padri semakin geram. Sehingga
peperangan berlanjut pada fase kedua yang terjadi pada tahun 1825 – 1830. Pada fase ini terjadi
perjanjian damai pada tanggal 15 November 1825 yaitu perjanjian Padang antara Belanda dengan
kaum Padri yang disetujui oleh Tuanku Lintau dan Tuanku Nan Renceh. Adanya perjanjian
Padang tidak serta merta keinginan Belanda untuk benar – benar berdamai dengan kaum Padri.
Melainkan Belanda ingin meredam peperangan tersebut terlebih dahulu untuk melawan
perlawanan Diponegoro dan pasukannya di Jawa. Belanda bermaksud untuk menyelesaikan
perang Diponegoro terlebih dahulu, kemudian melanjutkan perang di wilayah lainnya. Karena
perang Diponegoro termasuk pergolakan yang cukup besar, sehingga Belanda perlu memfokuskan
tenaga dan pikiran untuk memenangkan perang ini. Perjanjian yang dilakukan Belanda dengan
kaum Padri termasuk taktik atau strategi Belanda agar dapat memenangkan kedua perang. Jika
Belanda tetap melanjutkan peperangan dengan kaum Padri, maka kosentrasi Belanda terbagi untuk
perang Diponegoro dan Perang Padri. Jika hal tersebut terjadi, maka kemungkinan besar belanda
akan mengalami kekalahan di kedua perang atau salah satunya. Strategi ternyata berhasil
diterapkan oleh Belanda. Terbukti setelah kalahnya Diponegoro dan pasukannya, kekuatan
pasukan Belanda dikosentrasikan untuk melawan kaum Padri.

Tahun 1831 Gillavary digantikan oleh Jacob Elout. Elout ini sudah mendapatkan pesan dari
Gubernur Jenderal Van den Bosch agar melakukan serangan besar-besaran pada kaum Padri.
Pergolakan yang terjadi telah memakan banyak korban di kubu kaum Padri. Hal tersebut tetap
tidak menumbangkan semangat kaum Padri untuk melawan Belanda. Akhirnya Belanda
menerapkan strategi winning the heart dan Plakat Panjang. Strategi ini diterapkan karena Belanda
mengalami kekosongan kas. Hal ini dikarenakan berbagai peperangan yang melibatkan Belanda
dengan pribumi di beberapa wilayah. Oleh karena itu, Belanda mengutus Gurbernur Jenderal Van
den Bosch ke Hindia Belanda. Gurbernur Van den Bosch menerapkan sistem tanam paksa atau
cultur stelsel untuk mengisi kekosongan kasnya, serta menerapkan strategi perdamaian dengan
kaum Padri.

8
Perlawanan kaum Padri yang dipimpin oleh Imam Bonjol tetap berlanjut. Belanda sempat
mengajak Imam Bonjol untuk berdamai, namun persyaratan yang diajukan Imam Bonjol tidak ada
jawaban dari pihak Belanda. Bulan Oktober 1837, secara ketat Belanda mengepung dan
menyerang benteng Bonjol. Akhirnya Tuanku Imam Bonjol dan pasukannya terdesak. Pada
tanggal 25 Oktober 1837 Tuanku Imam Bonjol ditangkap. Pasukan yang dapat meloloskan diri
melanjutkan perang gerilya di hutan-hutan Sumatera Barat. Imam Bonjol sendiri kemudian
dibuang ke Cianjur, Jawa Barat. Tanggal 19 Januari 1839 dia dibuang ke Ambon dan tahun 1841
dipindahkan ke Manado sampai meninggalnya pada tanggal 6 November 1864.

5. Perang Diponegoro
Abad 19 keadaan di Jawa khususnya Surakarta dan Yogyakarta sangat memprihatinkan.
Belanda selalu intervensi pemerintahan kerajaan di Jawa akibatnya gaya hidup mereka berubah,
seperti minum-minuman keras. Rakyat juga banyak diperas akibatnya mereka semakin menderita
karena mereka harus membayar pajak, bahkan ibu-ibu yang menggendong anaknya di jalan umum
harus membayar pajak. Dalam penderitaan rakyat muncul bangsawan di kerajaan dia adalah anak
dari Pakubuwana III yaitu Raden Mas Ontowiryo atau Pangeran Diponegoro.

Insiden anjir

1823, smissaert dan patih danurejo memerintahkan untuk membuat jalan dan memasang anjir
(patok). Secara sengaja pemasangan anjir ini melewati pekarangan milik pangeran Diponegoro di
tegalrejo tanpa ijin. Diponegoro memerintahkan rakyat untuk mencabut anjir, tetapi danurejo
memasang kembali anjir tersebut. Dengan keberaniannya anjir tersebut dicabut kembali oleh
pengikut diponegoro dan di ganti dengan tombak. Akhirnya tanggal 20 Juli 1825, meletuslah
perang Diponegoro. Rakyat tegalrejo berduyun-duyun berkumpul dan mereka membawa
persenjataan perang seperti tombak, pedang, lembing. Belanda membungihanguskan tentara
pribumi, akhirnya diponegoro menyingkir ke bukit selarong.

Untuk mengawali perlawanannya pangeran Diponegoro membangun benteng pertahanan di Gua


Selarong dan beliau mendapat dukungan dari masyarakat luas. Pangeran Diponegoro akhirnya
melaukan langkah-langkah seperti:

1. Merencanakan serangan ke keraton


2. Mengirim kurir kepada bupati dan ulama agar mempersiapkan perang melawan belanda
3. Menyusun daftar nama Bangsawan siapa yang lawan dan siapa yang kawan
4. Membagi kawasan perang

Dengan taktik yang demikian, diponegoro mendapatkan banyak kemenangan. Beberapa pos
Belanda dapat dikuasai. Perluasan perang Diponegoro pun meluas sampai ke daerah Banyumas,
Kedu, Pekalongan, Semarang dan Rembang, Madiun , Magetan, Kediri. Perang Diponegoro
menggerakkan seluruh kekuatan Jawa sampai akhirnya perang ini disebut Perang Jawa. Sasaran
belanda yaitu pos pertahanan pangeran Diponegoro di Gua Selarong tanggal 4 Oktober 1825, tetapi
ternyata pos tersebut sudah dikosongkan (bagian dari strategi diponegoro).

Pusat perlwanan dipindah ke Dekso di bawal Ali Basyah Sentot Prawirodirjo. Perlawanan
Diponegoro senatiasa bergerak dari pos pertahananan yang satu ke yang lain akhirnya Belanda

9
pun kebingungan. Akhirnya jendral De Kock menerapkan strategi dengan sistem “benteng stelsel”.
Dengan taktik benteng stelsel sedikit demi sedikit perlawanan diponegoro berhasil dipadamkan.

Dengan sistem benteng stelsel, para pemimping perang diponegoro banyak yang tertangkap.
Insiden ini pula membawa berakhirnya perang diponegoro yang banyak menguras biaya perang
bagi pihak Belanda.

6. Perang Bali

Sejak abad ke 19 Belanda sudah menjalin hubungan dagang dengan Bali. 2 misi Belanda di
bali ada 2 yaitu urusan politik dan ekonomi. Urusan ekonomi berjalan lancar, tetapi misi politik
agak tersendat karena aja-raja di Bali menerapkan hak Tawan Karang. Akhirnya belanda
mendekati raja-raja tersebut untuk mencabut hak tawan karang. Kecuali Raja Buleleng dan
Karangasem tidak mencabut hak tersebut. Belanda meminta ganti rugi terhadap perampasan kapal
milik Belanda tersebut.

Atas usul patih I Gusti Ketut Jelantik, Raja Gusti Ngurah Made Karangasem menolak permintaan
Belanda. Akhirnya terjadilah perang.

Selama dua hari para pemimpin, prajurit, dan rakyat Buleleng berperang mati-matian. Mengingat
persenjataan Belanda lebih modern, akhirnya pasukan Buleleng semakin terdesak. Benteng
pertahanan Bulelng jebol dan Ibukota Singaraja di kuasai Belanda. Akhirnya patih jelantik
terpaksa mundur sampai ke desa jagaraga. Sampai akhirnya pasukan Buleleng disuruh untuk
menandatangani perjanjian tanggal 6 Juli 1946, yang isinya:

1. Dalam waktu 3 bulan raja buleleng harus mengancurkan benteng pertahannya dan tidak boleh
membangun benteng lagi.
2. Raja buleleng harus membayar biaya perang sebesar 75.000 gulden, dan raja harus menyerahkan
patih jelantik kepada belanda.
3. Belanda diijinkan menempatkan pasukannya di Buleleng.

Perjanjian tersebut akhirnya di langgar oleh raja buleleng. Dia justru membangun benteng di desa
jagaraga sebagai pertahanan dan masih melaksanakan tawan karang. Tahun 1847 ada kapal asing
yang singgah di bali, dan dirampas oleh rakyat bali. Sudah tentu belanda sangat marah dengan
keadaan ini, dan meminta raja buleleng untuk menepati perjanjian tetapi malah raja buleleng tidak
menuruti aturan belanda. Akhirnya terjadilah perang.

Tanggal 8 Juni 1848, Belanda menyerang benteng jagaraga dengan tembakan meriam. Tetapi
pasukan buleleng bisa menghalau tembakan tersebut, justru banyak pasukan Belanda yang luka-
luka akibat gelar supit urang oleh Patih jelantik. Belanda akhirnya mundur tetapi mempersiapkan
perang lebih dasyat agar bisa menang.

Pada tanggal 15 April 1849 semua kekuatan Belanda dikerahkan untuk menyerang Jagaraga.
Tanggal 16 April sore hari semua kekuatan di Jagaraga dapat dilumpuhkan oleh Belanda.
Runtuhlah Benteng Jagaraga, sebagai pertanda lenyapnya kedaulatan rakyat Buleleng.

10
Raja Buleleng diikuti I Gusti Ktut Jelantik dan Jero Jempiring menyingkir ke Karangasem. Mereka
tertangkap dan terbunuh dalam upaya untuk mempertahankan diri. Dengan terbunuhnya Raja
Buleleng dan Patih Ktut Jelantik maka jatuhlah Kerajaan Buleleng ke tangan Belanda.

7. Perang Banjar

Di Kalimantan selatan ada sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan banjarmasin atau Kerajaan
banjar. Kerajaan ini terkenal dengan intan, emas, lada, rotan, dan damar. Salah satu pihak asing
yang berambisi menguasai banjar adalah Belanda.

Tahun 1817 telah ada perjanjian antara Sultan Sulaiman (raja banjar) dengan Belanda, salah satu
isinya adalah sulaiman harus menyerahkan wilayah banjarmasin kepada belanda. Dengan wilayah
yang semakin sempit, banyak yang masala, seperti penghasilan mereka semakin kecil dan Rakyat
pun menjadi menderita akibat pajak yang dibebankan mereka.

Dalam keadaan yang serba sulit, ada pula masalah intern dalam kerajaan (intervensi Belanda).
Permasalahan lain timbul juga yaitu kematian yang tiba-tiba Putera mahkota Abdul Rahman.
Sementara Sultan Adam memiliki kandidat sevagai penggantinya yaitu: Pangeran Hidayatullah
(didukung pihak istana dan mengantongi surat wasiat sebagai pengganti sultan adam), Pangeran
Tamjidillah (didukung Belanda), dan Prabu Anom (didukung Mangkubumi).

Tahun 1857, Sultan Adam meninggal dan Belanda mengangkat Tamjidillah sebagai pengganti dan
Hidayatullah sebagai Mangkubumi (padahal menurut wasiat tidak sesuai). Oleh karena itu wajar
jika banyak rakyat yang protes dan kecewa. Tamjidillah memiliki peragai yang tidak baik(suka
minum-minuman keras, menghapus hak istimewa pada saudaranya termasuk tidak menganggap
surat wasiat dari Sultan adam, keadaan di istana pun semakin memburuk). Salah satu gerakan
protes yang dilontarkan masyarakat datang dari Penghulu Abdulgani. Ada salah satu masyarakat
yang protes juga dia bernama Aling (Panembahan Muning), dalam semedinya dia berfirasat
kesultanan banjar sebaiknya dipimpin oleh Pangeran Antasari (sepupu hidayatullah, karena dia
juga keturunan raja banjar).

Omongan Aling semakin membuat kacau kerajaan, dan dia mendirikan gerakan Tambai Mekah
(Serambi Mekkah) dan banyak pengikutnya, karena dia dianggap sakti. Aling memanggil Antasari
untuk bergabung dan memang Antasari juga berniat untuk menggulingkan Tamjidillah dan VOC.
Antasari selain di dukung oleh Aling dia juga dapat dukungan dari pemimpin orang Dayak (Sultan
Pasir&Tumenggung Surapati).

Tanggal 28 April 1859, Aling dan Kuning menyerbu kawasan Pengaron. Walaupun gagal
menduduki benteng, tapi Aling dan pengikutnya berhasil membakar kawasan tersebut dan
pemukiman orang-orang Belanda yang ada di Pengaron. Karena Tamjidillah tidak mampu
memerintah dan banyak rakyat yang kecewa akhirnya tanggal 25 Juni 1859 dia mengundurkan diri
dan menyerahkan Banjar kepada Belanda. Antasari beserta para Ulama yang mendukung dia
berhasil menduduki benteng Belanda di Tabanio.

Semua para pejuang Banjar (termasuk Hidayatullah) mengucapkan sumpah “Haram Manyarah
Waja Sampai Kaputing” para pejuang tidak akan menyerah sampai titik darah penghabisan.
Belanda sebenarnya mau mengajak Hidayatullah untuk bersatu dan akan dijadikan Sultan banjar,

11
tetapi karena Hidayatullah mengetahui akal licik Belanda ia justru memilih untuk memerangi
Belanda. Belanda pun memperkuat pasukan dan mendirikan benteng pertahanan.

perlu diketahui bahwa setelah Hidayatullah pergi dari martapura dia diangkat sebagai Sultan.
Hidayatullah menyatakan perang jihad fi sabilillah terhadap Belanda. Karena jumlah pasukan dan
senjata belanda lebih unggul pasukan Hidayatullah bersama yang lain berhasil dipukul mundur.
Tanggal 28 Februari 1862, Hidayatullah berhasil ditangkap dan diasingkan di Cianjur Jabar
(berakhirlah perang Hidayatullah). Di pihak lain, Pangeran Antasari terus melanjutkan
perjuangannya. Belanda berhasil memukul mundur pasukan antasari dan memindahkan
pertahanannya di hulu sungai teweh. Tetapi Pangeran Antasari wafat, perlawanan dilanjutkan
anaknya yang bernama Muhammad seman dan muhammad said. Walaupun mereka gigih dalam
melawan kekuatan VOC mereka berhasil dikalahkan karena pasukan belanda lebih licik dan
banyak. Dengan meninggalnya pemimpin, berakhir pula perang banjar sampai tahun 1905.

8. Perang Aceh
Perang Aceh terjadi tahun 1873 – 1912. Aceh memiliki tempat yang strategis dan hasil bumi
yang melimpah seperti lada, hasil tambang, dan hasil hutan oleh karena itu belanda ingin
menguasainya. Strateginya belanda adalah dengan politik adu domba. Salah satu hal yang
merugikan Aceh adalah adanya traktat sumatera (Inggris memberikan kebebasan kepada belanda
untuk memperluas wilayahnya sampai Sumatera).
Hal ini merupakan ancaman bagi sultan Aceh.Aceh minta bantuan senjata kepada Turki, Italia,
AS.Langkah aceh diketahui oleh belanda, yang membuat belanda mengultimatum agar aceh
tunduk kepada Belanda. 26 maret 1873 terjadilah pertempuran antara aceh dan belanda (karena
Aceh tidak menghiraukan ultimatum tersebut).

Aceh di pimpin oleh Sultan mahmud Syah II. Persiapan aceh antara lain: membangun pos
pertahanan di sepanjang pantai aceh. 14 April 1873 terjadi pertempuran sengit antara pasukan
Aceh dibawah pimpinan Teuku Imeum Lueng Bata melawan tentara Belanda di bawah pimpinan
Kohler untuk memperebutkan Masjid Raya BaiturrahmanDalam perang pertama pasukan Belanda
berhasil dipukur mundur.
Pada tanggal 9 Desember 1873 , Belanda melakukan agresi atau serangan yang kedua. Serangan
ini dipimpin oleh J. van Swieten pertempuran ini terjadi di masjid Baiturrahman dan tanggal 6
januari 1874, masjid ini dibakar oleh Belanda. Belanda pun dapat menduduki Istana karena Sultan
mahmud mengkosongkan istana. 28 januari 1874 Sultan Mahmud meninggal karena wabah kolera.
Jatuhnya masjid dan Istana, belanda mengultimatum bahwa Aceh sudah menjadi kekuasaan
Belanda.

Putra mahkota Muhammad Daud Syah sebagai sultan Aceh. Tetapi karena masih di bawah umur
maka diangkatlah Tuanku Hasyim Banta Muda sebagai wali. Para pejuang aceh terus semangat
mengobarkan perang, mereka tambah semangat karena kepulangan Habib Abdurrahman dari Turki
(dia bersatu bersama Tengku Cik Di Tiro untuk melawan Belanda). Dengan serangan bertubi-tubi
akhirnya Andurrahman menyerah kepada Belanda, dan Tengku Cik Di Tiro mundur untuk
melanjutkan perang.

Tahun 1884, Daud Syah sudah dewasa dan para pemimpin perang Aceh seperti Tuanku Hasyim,
Panglima Polim, Tengku Cik Di Tiro memproklamirkan Perang Sabil (perang melawan kafir
Belanda). Di Aceh bagian barat muncul pejuang Aceh yaitu Teuku Umar bersama istrinya Cut
Nyak Dien, perlawanan semakin meluas sampai akhirnya Belanda kewalahan. Akhirnya belanda
12
menerapkan strategi “Konsentrasi Stelsel atau Stelsel Konsentrasi” tapi gagal bahkan
menumbuhkan pejuang aceh hingga perlawanannya meluas dengan strategi gerilya. Di tengah
berkobarnya perang Tengku Cik Di Tiro meninggal dan diganti anaknya Tengku Ma Amin Di
Tiro. Terbersit berita juga bahwa Teuku Umar menyerah pada Belanda dia dijadikan panglima
tentara Belanda, setelah dia mendapatkan pasukan justru dia berbalik menyerang belanda (Het
verraad van Teukoe Oemar = Pengkhianatan Teuku Umar).

Hal ini membuat belanda geram dan kewalahan menghadapi Aceh. Akhirnya belanda mau
menyetujui usulan Snouck Horgronye (dia menyamar menjadi orang islam dan mempelajari adat
istiadat aceh yang kental dengan islamnya).

Langkah-langkah usulan snouck, antara lain:


 Perlu memecah belah Aceh, sebab di lingkungan masyarakat Aceh terdapat rasa persatuan
antara kaum bangsawan, ulama, dan rakyat.
 Menghadapi pemimpin perang aceh harus dengan kekuatan senjata.
 Bersikap lunak terhadap kaum bangsawan.

Belanda segera melaksanakan taktinya dan terjadilah pertempuran, dalam pertempuran ini Teuku
Umar gugur, dan perlawanan dilanjutkan istrinya. Di lain pihak, karena banyaknya tekanan
(belanda menangka istri Sultan, Pocut Murong) akhirnya Daud Syah menyerah kepada Belanda.
Semangat juang Aceh terus berkobar tetapi karena serangan Belanda yang bertubi-tubi membuat
Cut Nyak Dien di tangkap dan akhirnya dia dibuang ke Sumedang sampai akhirnya dia wafat
tanggal 8 November 1908. Perlawanan aceh kemudian di pimpin oleh Cut Mutia, tetapi karena
pihak belanda bisa menguasai medan perang akhirnya Cut Mutia berhasil di deska dan gugur
setelah beberapa peluru menembus kaki dan tubuhnya.

9. Perang Batak
Setelah perang Padri berakhir, Belanda meluaskan daerahnya ke Batak. Hal ini merupakan
ancaman bagi masyakarat Batak, selain itu mereka juga menyebarkan agama kristen.Masyarakat
batak menentang agama yang di bawa Belanda, karena di khawatirkan akan menghilangkan
tatanan tradisional masyarakat Batak yang turun-temurun. Si Singamangaraja XII menyuruh
warganya untuk mengusir para zendeling yang memaksakan agama kristen kepada warga dan pos
zendeling pun mereka bakar. Akibatnya menimbulkan kemarahan bagi Belanda.

Pada Tanggal 8 Januari 1848 pecahlah perang Batak dan menyuruh pasukannya menduduki
Silindung. Alasan Belanda melindungi Zendeling hanya alasan belaka, tujuan utama Belanda akan
menduduki Silindung sebagai langkah awal belanda untuk memasuki tanah batak. Perang pertama
pasukan si singamangaraja XII terpaksa di pukul mundur karena kekuatannya mereka tidak
seimbang dengan Belanda. Belanda menyerang bakkara (benteng dan istana si singamangaraja xii)
dan berhasil disusuki belanda, Raja pun berhasil meloloskan diri.

Tahun 1907, Pasukan Belanda di bawah Hans Cristoffel Belanda memfokuskan penangkapan
Si Singamangaraja, belanda menggunakan siasat licik yaitu menagkap istri raja (Boru Sagala) dan
2 anaknya. Akhirnya tanggal 17 Juni 1907, posisi si singamangaraja semakin terdesak karena
sebelumnya dia bertahan agar tidak menyerah tetapi sampai akhirnya raja tertembak mati.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perang yang terjadi pada abad ke – 18 dan 19 dan awal 20 merupakan perlawanan terhadap
pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Pemerintah kolonial Belanda tetap menjalankan taktik perang yang licik dan kejam. Tipu
daya pura-pura mengajak damai, mengadu domba dan menangkap anggota keluarga pimpinan
perang Indonesia terus dilakukan.
Perang melawan penjajahan pemerintah kolonial Hindia Belanda memang belum berhasil,
tetapi semangat juang rakyat dan para pemimpin perang kita tidak akan pernah padam. Kedaulatan
dan kemerdekaan rakyat Indonesia harus terus diperjuangkan agar bebas dari penjajahan.
Penjajahan pada hakikatnya selalu kejam, menangnya sendiri, serakah, tidak memperhatikan
penderitaan orang lain. Penjajahan senantiasa bertentngan dengan harkat dan hak sasi manusia.
Banyak nilai-nilai keteladanan yang dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya semangat cinta tanah air, rela berkorban, kebersamaan, kerja keras pantang menyerah
engan berbagai tantangan, sehingga dapat memotivasi kita untuk bekerja keras dan giat belajar.

14
DAFTAR PUSTAKA

http://jasmerahnusantara.blogspot.com/2016/02/perang-melawan-penjajahan-kolonial.html ( pukul
19:34 , 11 September 2019 )

https://muniroh040596.wordpress.com/2016/10/22/pos-blog-pertama/ ( pukul 20:33 , 11 September


2019 )

https://keyliona.blogspot.com/2017/08/makalah-perang-melawan-belanda.html ( pukul 20:55 , 11


September 2019 )

15

Anda mungkin juga menyukai