1. M. Ridwan
2. Rachmat Rahmadani
3. Syadinda Azra
4. Zahra Yulianti
Perang yang berlangsung antara Suku
Minahasa dengan Pemerintah Kolonial
Belanda pada tahun 1808-1809 yang terjadi
Kepulauan Sulawesi Utara tepatnya di Daerah
Danau Tondano, sebab ini pula perang ini di
namakan sebagai perang tondano.
Dicabutnya Perjanjian Verbond yang dibuat
pada tanggal 10 Januari 1679.
Perjanjian Verbond sendiri menandakan
sebuah ikatan persahabatan-persahabatan
antara Minahasa dan Belanda yang diingkari
sendiri oleh pihak Belanda.
Perang Tornando I terjadi pada masa kekuasaan
VOC, saat kedatangan bangsa Barat dan orang-
orang Spanyol ke tanah Tondano Sulawesi Utara.
Kedatangan orang-orang Spanyol bukan hanya
berdagang tetapi juga menyebarkan ajaran
agama Kristen.
Pada abad XVII hubungan Perdagangan antara
bangsa Spayol dengan orang pribumi mulai terusik
karena kedatangan pedagang dari VOC.
Saat itu VOC telah berhasil menumbuhkan
pengaruhnya di Ternate, Gubernur Ternate, Simon
Cos.
Akhirnya, secara perlahan Para pedagang Spanyol
dan juga Makasar yang bebas berdagang mulai
tersingkir karena ulah VOC. Apalagi waktu itu
Spanyol harus meninggalkan Kepulauan Indonesia
untuk menuju Filipina.
Lalu, rencana VOC selanjutnya adalah
bagaimana agar orang-orang Minahasa menjual
beras dan hasil panen lainnya kepada VOC,
karena VOC membutuhkan beras untuk
dijadikan bahan monopoli di Sulawesi Utara.
Tapi orang-orang Minahasa menolak hal itu.
Tidak ada pilihan lain bagi VOC kecuali
memerangi orang-orang Minahasa.
Perang Tondano 2 terjadi ketika masa
pemerintahan kolonial Belanda. Perang ini
dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur
Jenderal Daendels yang mendapat mandat
untuk memerangi Inggris, sehingga
memerlukan pasukan dalam jumlah besar.
Untuk menambah jumlah pasukan maka
direkrutlah pasukan dari kalangan pribumi,
seperti suku Madura, dayak dan Minahasa.
Dari Minahasa ditarget untuk mengumpulkan
calon pasukan sejumlah 2.000 orang yang
akan dikirim ke Jawa. Ternyata orang-orang
Minahasa tidak setuju dengan kebijakan ini.
Banyak di antara para ukung (seorang
pemimpin dalam suatu wilayah/distrik) mulai
meninggalkan rumah dan ingin mengadakan
perlawanan terhadap kolonial Belanda.
Mereka memusatkan aktivitas
perjuangannya di Tondano, Minawanua.
Karena kondisi ini, Gubernur Prediger
mengambil keputusan untuk menyerang
pertahanan orang-orang Minahasa di Tondano
dengan menerapkan strategi membendung
Sungai Temberan.
Prediger juga membentuk 2 pasukan tangguh :
1. pasukan yang dipersiapkan menyerang dari
Danau Tondano
2. Pasukan yang menyerang Minawanua dari
darat.
Tanggal 23 Oktober 1808 pertempuran mulai
berkobar. Pasukan Belanda yang berpusat di
Danau Tondano berhasil melakukan serangan
dan merusak pagar bambu berduri yang
membatasi danau dengan perkampungan
Minawanua.
Walaupun sudah malam para pejuang tetap
dengan semangat yang tinggi terus bertahan
dan melakukan perlawanan dari rumah ke
rumah. Pasukan Belanda merasa kewalahan.
Setelah pagi hari tanggal 24 Oktober 1808
pasukan Belanda dari darat membombardir
kampung pertahanan Minawanua. Serangan
terus dilakukan Belanda sehingga kampung itu
seperti tidak ada lagi kehidupan.
Pasukan Prediger mulai mengendorkan
serangannya. Tiba-tiba dari perkampungan itu
orang-orang Tondano muncul dan menyerang
dengan hebatnya sehingga beberapa korban
berjatuhan dari pihak Belanda. Pasukan Belanda
terpaksa ditarik mundur.
Dari jarak jauh Belanda terus menghujani
meriam ke Kampung Minawanua dan
melakukan serangan yang dari danau, namun
tidak mampu mematahkan semangat juang
orang-orang Tondano, Minawanua.
Suasana ini membuat kepenatan dan
kekurangan makanan, mulai dari adanya
kelompok pejuang yang memihak kepada
Belanda. Tapi dengan kekuatan dan semangat
juang yang dimiliki oleh pejuang Tondano
perlawanan terus berlangsung.
Pada tanggal 4 – 5 Agustus 1809 benteng
pertahanan Moraya milik para pejuang
Tondano hancur.
Banyaknya para pejuang yang mati menjadi
penyebab kekalahan rakyat Minahasa. Tanah
Minahasa pun kehilangan kemerdekaannya
dan takluk kepada Belanda.
Terima kasih