Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pentingnya pembahasan topik ini adalah untuk mengetahui bagaimana penderitaan


bangsa Indonesia ketika di jajah oleh bangsa-bangs Eropa, sehingga terjadi perlawanan-
perlawanan di berbagai daerah untuk mengusir para penjajah, khususnya para penjajah
Belanda.

Hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya perang antara orang Minahasa dengan


kompani Belanda, antara lain dipengaruhi oleh sikap antipati seluruh Walak di Minahasa
khususnya Walak Tondano atas kedatangan kolonial Belanda yang dianggap sama dengan
kolonial asing sebelumnya, yakni orang Tasikela (Portugis dan Spanyol) yang telah
membunuh beberapa Tona’as, antara lain Mononimbar dan Rakian dari Tondano dan Tona’as
Umboh dari Tomohon, serta adanya pemerkosaan terhadap perempuan (Wewene) Minahasa.
Hal ini menimbulkan kesan bahwa semua orang kulit putih (kolonial) memiliki perangai yang
sama alias kejam. Demikian juga pada perang ketiga, dipicu oleh tertangkapnya Ukung
Pangalila kepala Walak Tondano, dan Ukung Sumondak kepala Walak Tompaso

Sampai dengan abad 18 penetrasi kekuasaan Belanda semakin besar dan meluas,
bukan hanya dalam bidang ekonomi dan politik saja namun juga meluas ke bidang-bidang
lainnya seperti kebudayaan dan agama. Penetrasi dan dominasi yang semakin besar dan
meluas terhadap kehidupan bangsa Indonesia menyebabkan terjadinya berbagai peristiwa
perlawanan dan perang melawan penindasan dan penjajahan bangsa Eropa. Tindakan
sewenang-wenang dan penindasan yang dilakukan oleh penguasa kolonial Eropa telah
menimbulkan kesengsaraan dan kepedihan bangsa Indonesia. Menghadapi tindakan
penindasan itu, rakyat Indonesia memberikan perlawanan yang sangat gigih. Perlawanan
mula-mula ditujukan kepada kekuasaan Portugis dan VOC.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perang Tondano Terjadi?
2. Bagaimana Perang Pattimura Terjadi?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Perang Tondano Terjadi
2. Untuk Mengetahui Perang Pattimura Terjadi

BAB II

1
PEMBAHASAN

Perjuangan Indonesia untuk mengecap kemerdekaan tidak semudah membalikan telapak


tangan. Butuh waktu lebih dari 350 tahun untuk bisa terbebas dari penjajahan kolonial
Belanda. Meskipun demikian, perjuangan yang digelorakan di setiap penjuru Tanah Air terus
berkobar dan tidak sedikit para pemimpin perjuangan di berbagai daerah yang hingga kini
dikenang akan keberaniannya dalam perang melawan kolonial Belanda. Keberanian para
pejuang dan pemimpin perjuangan di berbagai daerah dalam melawan kolonial Belanda
begitu dikenang oleh seluruh Rakyat Indonesia. Dengan persenjataan tradisional seadanya,
para pejuang menunjukan semangat pantang menyerah dalam berbagai peperangan melawan
penjajah.

A. Perang Tondano

1. Perang Tondano I

Perang Tondano I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Pada saat datangnya bangsa
barat orang-orang Spanyol sudah sampai di Tondano (Minahasa, Sulawesi Utara). Orang
Spanyol di samping berdagang juga menyebarkan Agama Kristen dengan tokohnya
Franciseus Xaverius. hubungan mengalami perkembangan tatapi pada abad ke-17 hubungan
dagang mereka terganggu dengan munculnya VOC. Pada waktu itu VOC berhasil
menanamkan pengaruhnya di Ternate. Bahkan Guberbur Ternate Simon Cos mendapatkan
kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh Spanyol. Simon Cos
kemudian menempatkan kapalnya di Selat Lembeh untuk mengawai pantai timur Minahasa.
Para pedagang Spanyol dan juga pedagang Makasar bebas berdagang mulai tersingkir oleh
VOC. Apalagi Spanyol harus meninggalkan Indonesia menuju Filipina.

VOC berusaha memaksakan orang-orang Minahasa untuk monopoli berusaha di


Sulawesi Utara. Orang Minahasa kemudian menentang usaha tersebut maka voc berupaya
untuk memerangi orang minahasa dengan membendung Sungai Temberan. Akibatnya tempat
tinggal tergenang dan kemudian tempat tinggal di danau Tondano dengan rumah apung.
Pasukan VOC kemudian mengepung orang Minahasa di Danau Tondano. Simon Cos
mengeluarkan ultimatum yang berisi:

1. Orang Tondano harus menyerahkan tokoh pemberontak kepada VOC

2. Orang Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak
sebagai ganti rugi rusaknya tanaman padi.

Simon Cos kecewa karena ultimatum tidak dindahkan .Pasukan VOC kemudian
dipindahkan ke Manado. Setelah itu rakayat Tondano menghadapi masalah dengan hasil
panen yang menumpuk tidak laku terjual kepada VOC. Dengan terpaksa kemudian mereka
mendekaati VOC, maka terbukalah tanah Tondano bagi VOC. Berakhirlah perang Tondano I.
Orang Tondano memindahkan perkampungannya kedataran baru yang bernama Minawanua
(Ibu Negeri)

2
2. Perang Tondano II

Perang Tondano Il terjadi ketika memasuki abad ke-19, yakni pada abad ke-19, yakni
pada masa kolonial Belanda. Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan Gubernur Jenderal
Daendels. Deandels yang mendapat mandat untuk memerangi Inggris. memerlukan pasukan
dalam jumlah besar. Untuk menambah pasukan maka direkrut pasukan dari kalangan
pribumi. Mereka yang dipilih adalah suku-suku yang memiliki keberanian adalah orang
Madura, Dayak dan Minahasa. Atas perintah Deandels melalui Kapten Hartingh, Residen
Manado Prediger segera mengumpulkan para ukung (pemimpin walak atau daerah setingkat
distrik). Dari Minahasa ditarget untuk mengumpulkan pasukan sejumiah 2,000 orang yang
akan di kirim ke Jawa. Ternyata orang-orang Minahasa tidak setuju dengan program
Deandels untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial. Kemudian
para ukung bertekad untuk mengadakan perlawanan terhadap kolonial Belanda. Mereka
memusatkan aktivitas perjuangannya di Tondano Minahasa.

Dalam suasana Gubernur Prediger untuk meyerang pertahanan orang-orang Minahasa


di Tondano, Minawanua, dengan cara membendung Sungai Temberan dan membentuk dua
pasukan tangguh. Tanggal 23 Oktober 1808 Belanda berhasil menyerang orang-orang
Minahasa. Tanggal 24 Oktober 1808 Belanda menguasai Tondano dan mengendorkan
serangan tetapi kemudian orang-orang Tondano muncul dengan melakukan serangan.

Perang Tondano II berlansung lama sampai Agustus 1809. dalam suasana kepenatan
banyak kelompok pejuang kemudian memihak Belanda. Namun dengan kekuatan yang ada
para pejuanga Tondano terus memberikan perlawanan. Akhimnya tanggal 4-5 Agustus 1809
benteng pertahanan Moraya hancur bersama para pejuang. Mereka memilih mati daripada
menyerah.

B. Perang Pattimura

3
Pada tahun 1605 Belanda mulai memasuki wilayah Maluku dan berhasil merebut benteng
Portugis di Ambon. Praktik monopoli dengan sistem pelayaran hongi menimbulkan
kesengsaran rakyat. Pada tahun 1635 muncul perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC di
bawah pimpinan Kakiali, Kapten Hitu. Perlawanan segera meluas ke berbagai daerah. Oleh
karena kedudukan VOC terancam, maka Gubernur Jederal Van Diemen dari Batavia dua kali
datang ke Maluku (1637 dan 1638)untuk menegakkan kekuasaan Kompeni. Untuk
mematahkan perlawanan rakyat Maluku, Kompeni menjanjikan akan memberikan hadiah
besar kepada siapa saja yang dapat membunuh Kakiali. Akhirnya seorang pengkhianat
berhasil membunuh Kakiali.

Dengan gugurnya Kakiali, untuk sementara Belanda berhasil mematahkan perlawanan


rakyat Maluku, sebab setelah itu muncul lagi perlawanan sengit dari orang- orang Hitu di
bawah pimpinan Telukabesi. Perlawanan ini baru dapat dipadamkan pada tahun 1646. Pada
tahun 1650 muncul perlawanan di Ambon yang dipimpin oleh Saidi. Perlawanan meluas ke
daerah lain, seperti Seram, Maluku, dan Saparua. Pihak Belanda agak terdesak, kemudian
minta bantuan ke Batavia. Pada bulan Juli 1655 bala bantuan datang di bawah pimpinan
Viaming van Oasthoom dan terjadilah pertempuran sengit di Howamohel. Pasukan rakyat
terdesak, Saidi tertangkap dan dihukum mati, maka patahlah perlawanan rakyat Maluku.

Sampai akhir abad ke-17 tidak ada lagi perlawanan menentang VOC. Pada akhir abad ke-
18, muncul lagi perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan Sultan Jamaluddin, namun
segera dapat ditangkap dan diasingkan ke Sailan (Sri Langka). Menjelang akhir abad ke-18
(1797) muncullah perlawanan besar rakyat Maluku di bawah pimpinan Sultan Nuku dari
Tidore. Sultan Nuku berhasil merebut kembali Tidore dari tangan VOC. Akan tetapi setelah
Sultan Nuku meninggal (1805), VOC dapat menguasai kembali wilayah Tidore.

Perlawanan Pattimura (1817). Perlawanan Pattimura terjadi di Saparua, yaitu sebuah kota
kecil di dekat pulau Ambon. Sebab-sebab terjadinya perlawanan terhadap Belanda adalah :

a. Rakyat Maluku menolak kehadiran Belanda karena pengalaman mereka yang


menderita dibawah VOC
b. Pemerintah Belanda menindas rakyat Maluku dengan diberlakukannya kembali
penyerahan wajib dan kerja wajib
c. Dikuasainya benteng Duursteide oleh pasukan Belanda

Akibat penderitaan yang panjang rakyat menetang Belanda dibawah pimpinan Thomas
Matulesi atau Pattimura. Tanggal 15 Mei 1817 rakyat Maluku mulai bergerak dengan
membakar perahu-perahu milik Belanda di pelabuhan Porto. Selanjutnya rakyat menyerang
penjara Duurstede. Residen Van den Berg tewas tertembak dan benteng berhasil dikuasai
oleh rakyat Maluku.

BAB III
PENUTUP

4
A. Kesimpulan
1. Puncak petualangan Kompeni Belanda itu dimulai, dilaksanakan dan diakhiri di
wilayah Walak Tondano.

2. Hak oktroi hanya boleh dimiliki oleh kompeni tidak boelh ada pemasokan beras
ke negara lain kecuali hanya untuk kompeni saja schinggakebutuhan logistik
dianggap penting karena beras menjadi komoditi pelayaran Armada Dagang pergi
pulang Maluku-Eropa Barat.

3. Asal mula Minahasa mereka menemukan nama tersebut pada saat mereka mencari
makanan schingga Malesung/nama tua disebut sebagai Minahasa. Perlawan para
walak Minahasa terjadi sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1661-1664, 1681-
1682.1707-1711. dan 1807-1809.

B. Saran
Makalah ini diharapkan dapat menjadi bahan maupun referensi pengetahuan
mengenai Perang Tondano dan Pattimura. Namun, kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan, karena melihat masih banyak hal-hal yang belum bisa dikaji lebih
mendalam dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

5
https:/iskandarberkasta-sudra.blogspot.com/2011/02/kedatangan-belanda-ke-
indonesia.html

Notosusanto, Nugroho:Poesponegoro Marwati Djoened. 2008. Sejarah NasiDnal


I ndonesia Jilid IV. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Suyono Capt.R.P. 2003. Ppcrangan Kerajaan diNusantara. Jakarta:PT Bingkaidia


Hanna, Wiliard, 1996. Ternate dan Tidore, Jakarta: PT enebarSwadaya

https://www.wwarncteadis.com/2015/10/makalah-pcrlawanan-thomas-matulessu.htul

Anda mungkin juga menyukai