BELANDA
1. Perang Tondano
Perang yang terjadi pada tahun 1808-1809 yang melibatkan orang Minahasa di
Sulawesi utara dan pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad 19 adalah
Perang Tondano. Perang Tondano terjadi selama dua periode, yakni pada masa
pemerintahan VOC dan perang yang meletus pada abad ke-19.Perang yang
berlangsung di sekitar Danau Tondano, Sulawesi Utara, ini merupakan bentuk
perlawanan rakyat Minahasa terhadap pendudukan bangsa Belanda. Penyebab
Perang Tondano 1 adalah ambisi VOC untuk memonopoli beras di Minahasa, yang
secara berani ditentang oleh rakyatnya. Sayangnya, rakyat Minahasa terpaksa
menyerah kepada VOC karena perekonomiannya terancam.
a. Perang Tondano I ( 1808 )
Latar Belakang Perang Tondano I Sebelum VOC menyentuh Sulawesi Utara, rakyat
Minahasa telah melakukan hubungan dagang dengan bangsa Spanyol, yang juga
menyebarkan agama Kristen di wilayah tersebut. Salah satu tokoh yang diketahui
berjasa dalam penyebaran agama Kristen di Minahasa adalah Fransiscus Xaverius.
Akan tetapi, hubungan antara Minahasa dan Spanyol menjadi terganggu ketika pada
abad ke-17, VOC berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate.Gubernur Simon
Cos, yang diberi kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari
Spanyol, mulai menempatkan kapalnya di Selat Lembeh. Akibat ulah VOC ini, para
pedagang Spanyol dan Makassar pun tersingkir dari tempat itu.
Jalannya Perang Tondano I Perang Tondano 1 berlangsung antara 1661 hingga 1664. Untuk
melemahkan rakyat Minahasa, VOC tidak menggunakan kekuatan militernya, tetapi dengan
membendung Sungai Temberan.
Akibatnya, aliran sungai meluap hingga membanjiri permukiman penduduk. Akan tetapi,
rakyat Minahasa tidak tunduk begitu saja dan mengatasinya dengan mendirikan rumah
apung di sekitar Danau Tondano.
Mengetahui hal itu, VOC kemudian mengepung kekuatan orang-orang Minahasa di Danau
Tondano dan memberikan ultimatum.
Berikut ini isi ultimatum Gubernur Simon Cos kepada rakyat Minahasa :
• Masyarakat Tondano harus menyerahkan tokoh pemberontak kepada VOC
• Masyarakat Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak
karena rusaknya tanaman padi akibat luapan Sungai Temberan
Akan tetapi, ultimatum itu tidak dihiraukan oleh masyarakat Minahasa, sehingga VOC
memilih untuk mundur ke Manado.
Akhir Dari Perang Tondano I : Pilihan VOC untuk mundur ke Manado ternyata
membuat keadaan masyarakat Minahasa semakin sulit . Pasalnya, hasil pertanian
penduduk menjadi menumpuk karena pembeli dari bangsa Spanyol telah diusir VOC
dari Nusantara.Masyarakat Minahasa pun tidak memiliki pilihan selain mendekat
dan menjalin kerjasama dengan VOC agar hasil pertaniannya dapat terjual.
Terbukanya perdagangan Minahasa bagi VOC ini mengakhiri Perang Tondano 1.
Setelah itu, Belanda membangun permukiman di Sulawesi Utara, lengkap dengan
sebuah benteng.
b. Perang Tondano II ( 1809 )
Latar Belakang Perang Tondano II Akar permasalahan Perang Tondano 2 sebenarnya
masihberhubungan dengan hasil akhir Perang Tondano 1. Pada akhir Perang Tondano 1,
pihak VOC dan rakyat Minahasa membuat perjanjian pada 1679 yang mengatur berbagai hal
di sekitar hubungan dan kepentingan kedua belah pihak. Salah satu isi perjanjian tersebut
adalah bahwa Minahasa akan membantu Belanda, terutama dalam menyalurkan sejumlah
kebutuhannya. Dalam perkembangannya, Belanda mulai melakukan tindakan-tindakan licik,
termasuk mencampuri urusan walak-walak Minahasa. Tindakan Belanda yang tidak sesuai
perjanjian itu membuat walak-walak berselisih. Pada 1802, Carel Christoph Prediger Jr.
diangkat sebagai residen Manado. Tidak lama kemudian, Gubernur Jenderal Hindia Belanda,
H.W. Daendels, membutuhkan pasukan dalam jumlah besar yang akan dipersiapkan untuk
menghadapi kemungkinan serangan Inggris.
Akhir Dari Perang Tondano II Perang Tondano II berlangsung cukup sengit hingga Agustus 1809.
Bahkan pada 5 Agustus 1809, benteng pertahanan Moraya milik para pejuang hancur bersama
rakyat yang berusaha mempertahankannya. Setelah itu, Belanda membantai semua penduduk
yang dijumpainya sampai habis. Dalam kelompok-kelompok terbatas, sisa pasukan Minahasa
memilih bertahan di hutan lebat yang tidak mudah untuk dijangkau Belanda. Karena kesulitan
menjangkau tengah hutan, Belanda sampai mengaku akan memberikan pengampunan kepada
pemberontak asalkan mereka mau mengakui kekuasaan Belanda. Akan tetapi, hal itu tidak
pernah terjadi karena pihak Inggris lebih dulu mengambil alih kekuasaan Belanda di Minahasa
pada 1810. Pihak Inggris memanggil tokoh Perang Tondano 2, yakni Matulandi dan Mamait, dari
persembunyian di hutan dan mengangkat mereka kembali sebagai kepala walak. Sementara
Lonto dan beberapa tokoh perlawanan lainnya yang sempat dibuang ke Ternate, dikembalikan
ke Minahasa. Oleh Inggris, para pemberontak Belanda itu diberi izin untuk membangun
permukiman di tempat yang lama, yakni di sebelah utara Minawanua.
2. Perang Pattimura
Penjajahan yang dilakukan bangsa Belanda mengundang perlawanan dari rakyat Indonesia
di berbagai daerah. Salah satunya perlawanan dari rakyat Maluku yang dipimpin oleh
Thomas Matulessy atau dikenal sebagai Kapitan Pattimura. Perlawanan Pattimura di
Saparua, Kepulauan Maluku, terjadi pada 15 Mei 1817. Saat itu, rakyat Maluku
menghancurkan kapal-kapal Belanda di pelabuhan dan menyerang Benteng Duurstede di
Pulau Saparua.
Latar Belakang Perang Pattimura Perlawanan rakyat Maluku di bawah pimpinan Pattimura
terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda dilatarbelakangi oleh banyak faktor, sebagai
berikut.
• Semakin diperketatnya kebijakan monopoli perdagangan, Pelayaran Hongi, dan kerja paksa,
yang membuat rakyat Maluku semakin menderita.
• Pemerintah kolonial berencana menghapus sekolah-sekolah desa dan memberhentikan guru
untuk menghemat anggaran.
• Rakyat dipaksa menyediakan garam, ikan asin, dan kopi bagi kapal-kapal perang Belanda yang
berlabuh di Ambon.
• Menurunkan harga hasil bumi, sementara pembayarannya cenderung ditunda-tunda.
• Adanya paksaan bagi para pemuda untuk menjadi serdadu Belanda di luar Maluku.
• Adanya permasalahan dalam peredaran uang kertas yang menggantikan uang loga, sehingga
semakin mempersulit kehidupan rakyat.
• Adanya sikap arogan dan sewenang-wenang dari Residen Saparua, Van den Berg.
Itulah beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perang di Maluku melawan Belanda.
Di Saparua, perang berlangsung hingga Agustus 1817, di mana Pattimura menggunakan strategi
dengan melakukan gerilya.
Melihat gigihnya perlawanan rakyat Saparua, Belanda terus mendatangkan bantuan dari
berbagai daerah.
Dengan adanya bantuan itu, Pattimura, yang awalnya unggul, mulai terkepung.
Pada November 1817, Belanda mengetahui persembunyian Pattimura dan berhasil
menangkapnya beserta para pejuang lainnya.
Pattimura dijatuhi hukuman mati pada Desember 1817 di Benteng Victoria, Ambon. Peristiwa
itu menandai berakhirnya perlawanan Pattimura terhadap Belanda.
Jalannya Perang Pattimura / Perang Maluku Protes rakyat di bawah pimpinan Pattimura diawali
dengan penyerahan daftar keluhan-keluhan kepada Belanda. Daftar itu ditandatangani oleh 21
penguasa orang kaya, patih, raja dari Saparua dan Nusa Laut. Namun tidak mendapat tanggapan
dari Belanda. Pada tanggal 3 Mei 1817 kira-kira seratus orang, di antaranya Pattimura berkumpul di
hutan Warlutun dan memutuskan untuk menghancurkan benteng di Saparua dan membunuh semua
penghuninya. Pada tanggal 9 Mei berkerumunlah lagi sejumlah orang yang sama di tempat tersebut.
Dipilihnya Pattimura sebagai kapten.
Serangan perang maluku dimulai pada tanggal 15 Mei 1817 dengan menyerbu pos Belanda di
Porto. Residen Van den Berg dapat ditawan, namun kemudian dilepas lagi. Keesokan harinya rakyat
mengepung benteng Duurstede dan direbut dengan penuh semangat. Seluruh isi benteng itu dibunuh
termasuk residen Van den Berg beserta keluarga dan para perwira lainnya. Rakyat Maluku berhasil
menduduki benteng Duurstede. Setelah kejadian itu, Belanda mengirimkan pasukan yang kuat dari
Ambon lengkap dengan persenjataan di bawah pimpinan Mayor Beetjes. Ekspedisi ini berangkat
tanggal 17 Mei 1817. Dengan perjalanan yang melelahkan, pada tanggal 20 Mei 1817 pasukan itu
tiba di Saparua dan terjadilah pertempuran dengan pasukan Pattimura. Pasukan Belanda dapat
dihancurkan dan Mayor Beetjes mati terjebak
Belanda berusaha mengadakan perundingan dengan Pattimura namun tidak berhasil sehingga
peperangan di maluku terus berkobar. Belanda terus-menerus menembaki daerah pertahanan
Pattimura dengan meriam, sehingga benteng Duurstede terpaksa dikosongkan. Pattimura mundur,
benteng diduduki Belanda, tetapi kedudukan Belanda dalam benteng menjadi sulit karena terputus
dengan daerah lain. Belanda minta bantuan dari Ambon. Setelah bantuan Belanda dari Ambon yang
dipimpin oleh Kapten Lisnet dan Mayer datang, Belanda mengadakan serangan besar-besaran
(November 1817).
3. PERANG PADRI
4. Perang Diponegoro
Perang Diponegoro yang juga dikenal dengan sebutan Perang Jawa atau dalam bahasa Inggris
disebut dengan The Java War dan dalam bahasa Belanda disebut dengan De Java Oorlog,
merupakan perang besar dan berlangsung selama 5 tahun dari tahun 1825 hingga tahun 1830 di
Pulau Jawa. Latar Belakang Perang Diponegoro
Perang Diponegoro atau Perang Jawa berawal dari sikap Pangeran Diponegoro yang tidak
menyetujui campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan.
Di sisi lain, kerajaan seakan tak berdaya menghadapi campur tangan politik pemerintah kolonial
Belanda, tetapi kalangan pejabat keraton justru hidup mewah serta tidak memperdulikan
penderitaan rakyat. Kronologi dan Tokoh yang Terlibat
Perang Diponegoro berlangsung selama lima tahun, terhitung dari tahun 1825 hingga tahun
1830. Hal ini diawali dari peristiwa pada tanggal 20 Juli 1825, di mana pihak istana mengutus
dua bupati keraton senior yang memimpin pasukan Jawa-Belanda untuk menangkap Pangeran
Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo.
Saat itu Pangeran Diponegoro serta sebagian besar pengikutnya berhiasil lolos, tapi
kediamannya di Tegalrejo habis dibakar. Pangeran Diponegoro bergerak ke barat hingga ke Gua
Selarong di Dusun Kentolan Lor, Guwosari, Pajangan, Bantul sebagai markas besarnya.
Perang Diponegoro melibatkan berbagai kalangan, mulai dari kaum petani hingga golongan
priyayi yang menyumbangkan uang serta barang-barang berharga lainnya sebagai dana perang.
Kaum pribumi yang terlibat perang dengan berbekal semangat “Sadumuk bathuk, sanyari bumi
ditohi tekan pati” yang memiliki arti "sejari kepala sejengkal tanah dibela sampai mati”.
Dalam perjuangan melawan Belanda, Pangeran Diponegoro tidak sendiri, tetapi dibantu oleh
Kyai Mojo yang juga menjadi pemimpin spiritual pemberontakan
Pangeran Diponegoro
Pada tanggal 16 Februari 1830, menyadari posisinya yang semakin lemah akhirnya Pangeran
Diponegoro setuju untuk bertemu dengan utusan Jenderal De Kock, yaitu Kolonel Jan Baptist
Cleerens.
Pada tanggal 20 Februari 1830, pertemuan antara kedua belah pihak tidak menghasilkan
kesepakatan dan Pangeran Diponegoro menyatakan ingin bertemu langsung dengan Jenderal
De Kock.
Meskipun pertemuan dengan Jenderal De Kock telah terjadi beberapa kali, namun mata-mata
Belanda yang ditempatkan di kesatuan Diponegoro melaporkan bahwa Pangeran Diponegoro
tetap bersikeras menginginkan Belanda mengakuinya sebagai sultan Jawa bagian Selatan.
Hingga akhirnya pada 25 Maret 1830, Jenderal De Kock memerintahkan Letnan Kolonel Louis
du Perron dan Mayor A.V Michiels untuk mempersiapkan perlengkapan militer dan
merencanakan penangkapan Diponegoro.
Pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjepit pasukan Diponegoro di
Magelang. Pada akhirnya, setelah pengkhianatan yang terjadi, Pangeran Diponegoro
menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa pengikutnya dilepaskan. Penyerahan
diri Pangeran Diponegoro pun menandai berakhirnya Perang Diponegoro atau perang Jawa
pada tahun 1830.
5. Perlawanan di Bali
Pendudukan Belanda di Nusantara identik dengan kesewenangannya dalam
mengusik adat dan peraturan daerah.Hal tersebut juga terjadi di Bali, Hak Tawan
Karang yang telah berlaku sebelum Belanda datang diusik eksistensinya oleh
Belanda.Hak Tawan Karang adalah tradisi Bali yang menyebutkan bahwa kapal
beserta isinya yang karam dan terdampar di pesisir Bali adalah hak milik raja
setempat.
Latar Belakang Perlawanan Bali Pemerintah kolonial Belanda menganggap tradisi
Hak Tawan Karang tidak dapat diterima dan mengajukan untuk menghapus Hak
Tawan Karang. Atas bujukan Belanda, raja-raja di Bali dapat menerima perjanjian
untuk menghapus Hukum Tawan Karang. Namun, sampai tahun 1844 Raja Buleleng
dan Karangasem masih menolak penghapusan tersebut dan masih menerapkan Hak
Tawan Karang. Dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (1981) karya M.C
Ricklefs, latar belakang perlawanan rakyat Bali terhadap Belanda
adalah :Dipaksakannya penghapusan Hak Tawan Karang kepada kerajaan-kerajaan
di Bali.
Kerajaan Buleleng tidak terima atas tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh Belanda
karena 2 kapal Belanda yang karam di perairan Bali diakuisisi oleh Kerajaan
Buleleng.
Jalannya Perlawanan Bali Armada Belanda terdiri dari 1.700 prajurit gabungan
dari Batavia dan Surabaya dan dipimpin oleh komandan tertinggi Van Den
Bosch. Selama 2 hari, pasukan dari kerajaan Buleleng, Karangasem dan
Kalungkung bertempur mati-matian mempertahankan kedaulatan Bali.
Namun, karena persenjataan Belanda yg lebih lengkap dan modern, maka para
pejuang mengalami kekalahan. Kekalahan tersebut menyebabkan Raja
Buleleng I Gusti Ngurah Made dan Ketut Jelantik mundur ke daerah Jagaraga.
Pihak Bali juga terpaksa menandatangani perjanjian damai oleh Bali pada
1847. Pada tanggal 15 April 1849 semua kekuatan Belanda untuk menyerang
Jagaraga dari 2 sisi depan dan belakang.
Akhir perlawanan
Belanda telah mengetahui pengingkaran perjanjian damai oleh Bali pada 1847. Pada tanggal 15
April 1849 semua kekuatan Belanda dikerahkan untuk menyerang Jagaraga dari 2 sisi, depan
dan belakang.
Pertempuran di Jagaraga berlangsung selama 2 hari dan kekuatan dari aliansi kerajaan Bali
dapat dilumpuhkan oleh Belanda. Raja Buleleng dan Ketut Jelantik melarikan diri menuju
Karangasem untuk meminta bantuan dari Raja Karangasem. Namun, Belanda dan pasukannya
tetap mengejar Raja Buleleng dan Ketut Jelantik. Mereka terbunuh dalam upaya
mempertahankan diri dari Belanda.
6. Perang Banjar
Penyebab Perang Banjar Kedatangan Belanda yang ikut campur dalam urusan
Kesultanan Banjar menimbulkan banyak permasalahan.Kondisi ini kemudian memuncak dengan
adanya perlawanan dari Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah II dalam Perang
Banjar.Apabila dirangkum, maka penyebab terjadinya Perang Banjar antara lain:
• Rakyat menjadi sasaran eksploitasi dari Belanda dan Kesultanan Banjar
• Munculnya konflik perebutan tahta Kesultanan Banjar akibat intervensi Belanda
• Sikap sewenang-wenang dari Tamjidillah yang ditunjuk Belanda sebagai Sultan Banjar
Dampak Perang Banjar adalah terjadi penyatuan gerakan rakyat di bawah pimpinan Pangeran
Antasari dan Pangeran Hidayatullah II. Meski sudah melakukan perlawanan denga gigih dan
pantang menyerah, pada akhirnya Belanda bisa mengatasi keadaan.Akibat kemenangan Belanda
pada perang tersebut, Kesultanan Banjar kemudian dihapuskan. Keputusan ini diambil Belanda
demi menghindari konflik lebih lanjut dan menghindari meletusnya perlawanan rakyat
Kalimantan Selatan. Belanda juga menghapuskan pemerintahan-pemerintahan bawahan dari
Kesultanan Banjar sehingga tidak ada penerus kerajaan. Pihak belanda kemudian menerapkan
aturan-aturan baru di bawah Residentie Zuider en Ooster Afdeelingvan Borneo (Keresidenan
Bagian Selatan dan Timur Pulau Borneo).Berbagai sumber daya di Kalimantan kemudian
dikuasai dan dimonopoli oleh Belanda yang mengakibatkan rakyat menderita.Eksploitasi besar-
besaran kemudian terjadi karena Belanda mengambil sumber daya alam secara paksa berupa
rempah-rempah, perkebunan, dan tambang batu bara.
7. Perang Aceh
Aceh merupakan daerah pertama masuknya Islam di nusantara. Aceh juga pernah menjadi
kerajaan Islam yang mendapat pengakuan dari Syarif Mekkah atas nama khalifah Turki.
A.Latar Belakang Perang Aceh
Aceh memiliki kedudukan yang strategis. Aceh menjadi pusat perdagangan. Daerahnya luas
dan memiliki hasil penting seperti lada, hasil tambang, serta hasil hutan. Karena itu dalam
rangka mewujudkan pax neerlandica Belanda sangat berambisi untuk menguasai Aceh sultan
yang pernah berkuasa tetapi ingin mempertahankan kedaulatan Aceh. Semangat dan tindakan
Sultan beserta rakyatnya yang demikian itu memang secara resmi didukung dan dibenarkan
oleh adanya traktat London tanggal 17 Maret 1824 detik traktat London itu adalah hasil
kesepakatan antara Inggris dan Belanda yang isinya antara lain bahwa Belanda setelah
mendapatkan kembali tanah jajahannya di Kepulauan Nusantara tidak dibenarkan
mengganggu kedaulatan Aceh isi traktat London itu secara resmi menjadi kendala bagi
Belanda untuk menguasai Aceh. Apalagi pada tahun 1825 Inggris sudah menyerahkan
Sibolga dan Natal kepada Belanda titik Dengan demikian, Belanda Sudah berhadapan
langsung wilayah kesultanan Aceh titik Belanda tinggal menunggu waktu yang tepat untuk
dapat melakukan intervensi di Aceh titik Belanda mulai kasak usuk Untuk menimbulkan
kekacauan di Aceh titik politik adu domba juga Mulai diterapkan perkembangan politik yang
semakin menohok kesultanan Aceh adalah ditandatanganinya traktat Sumatera antara
Belanda dengan Inggris pada tanggal 2 November 1871 titik hal ini jelas merupakan ancaman
bagi kesultanan Aceh titik dalam posisi yang terus terancam ini Aceh berusaha mencari
sekutu dengan negara-negara lain. Pada tahun 1873 Aceh mengirim utusan yakni Habib
Abdurrahman pergi ke Turki untuk meminta bantuan senjata langkah-langkah Aceh itu
diketahui oleh Belanda titik oleh karena itu Belanda mengancam dan meng ultimatum agar
kesultanan Aceh tunduk di bawah pemerintahan Hindia Belanda Aceh tidak menghiraukan
ultimatum itu karena Aceh dinilai membangkang pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda
melalui komisaris Nieuwenhuijzen mengumumkan perang terhadap Aceh pecahlah
pertempuran antara Aceh melawan Belanda beberapa persiapan di Aceh sebenarnya sudah
dilakukan misalnya membangun pos-pos pertahanan. Meningkatkan jumlah pasukan di
beberapa tempat strategis titik sejumlah 3000 pasukan disiagakan di pantai dan 4000 pasukan
disiagakan di lingkungan istana senjata dari luar juga sebagian juga telah berhasil
dimasukkan ke Aceh seperti 5000 peti mesiu dan sekitar 1394 peti senapan.
B. Syahid atau Menang
Agresi tentara Belanda terjadi pada tanggal 5 April 1873 tentara Belanda di bawah pimpinan
Jenderal Mayor J. H. R. Kohler terus melakukan serangan terhadap pasukan Aceh pasukan
Aceh yang terdiri atas para uleebalang, ulama dan rakyat terus mendapat tempuran dari
pasukan Belanda. Dengan kekuatan yang ada para pejuang Aceh mampu memberikan
perlawanan sengit. Pertempuran terjadi di kawasan pantai dan kota. Bahkan, pada tanggal 14
April 1973 terjadi pertempuran sengit antara pasukan Aceh di bawah pimpinan Teuku imeum
lueng bata melawan tentara Belanda di bawah pimpinan Kohler untuk memperebutkan
Masjid Raya Baiturrahman dalam pertempuran memperebutkan Masjid Raya Baiturrahman
ini pasukan Aceh berhasil membunuh Kohler di bawah pohon dekat masjid tersebut. Karena
kekuatan para pejuang Aceh tidak semata-mata terletak pada kekuatan pasukannya, tetapi
juga karena Hakikat kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai agama dan sosial budaya
yang sesuai dengan ajaran Alquran.para pejuang Aceh dalam melawan Belanda hanya ada
dua pilihan "Syahid atau Menang" pada tanggal 9 Desember 1873 belanda melakukan agresi
atau Serangan yang kedua.serangan ini dipimpin oleh j.van Swieten. Pertempuran sengit
terjadi istana dan juga terjadi di Masjid Raya Baiturrahman. Pada tanggal 6 Januari 1874
Masjid itu dibakar. Para pejuang dan ulama kemudian meninggalkan masjid. Tentara Belanda
kemudian menuju istana. Pada tanggal 15 Januari 1874 Belanda dapat menduduki istana
setelah istana dikosongkan, karena Sultan Mahmud Syah 2 bersama para pejuang yang lain
meninggalkan istana menuju ke Leueung bata dan diteruskan ke pagar aye (sekitar 7 km dari
pusat kota Banda Aceh). Tetapi pada tanggal 28 Januari 1874 Sultan meninggal karena
wabah kolera. Para pejuang Aceh tidak mengendorkan semangatnya semangat juang semakin
meningkat seiring pulangnya Habib Abdurrahman dari Turki pada tahun 1877. Tokoh ini
kemudian menggalang kekuatan bersama Tengku Cik Di Tiro.pasukannya terus melakukan
serangan-serangan ke pos-pos Belanda.
C. Perang Sabil
Perang Sabil merupakan perang melawan Kaphee Belanda (kafir Belanda), perang Suci untuk
membela agama, perang untuk mempertahankan tanah air, Perang Jihad untuk melawan
kezaliman di muka bumi. Dengan digelorakan Perang Sabil, perlawanan rakyat Aceh
semakin meluas. apalagi dengan seruan Sultan Muhammad Daud Syah yang menyerukan
gerakan amal untuk membiayai perang, telah menambah semangat para pejuang Aceh. Di
Aceh bagian barat tampil Teuku Umar beserta istrinya Cut Nyak Dien. Pasukan Aceh dengan
semangat jihadnya telah menambah kekuatan untuk melawan Belanda. Belanda mulai
kewalahan di berbagai medan pertempuran. Belanda mulai menerapkan strategi baru yang
dikenal dengan konsentrasi stelsel atau stelsel konsentrasi. Peristiwa itu membuat Belanda
semakin marah dan geram sementara untuk menghadapi semangat Perang Sabil Belanda juga
semakin kesulitan. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain untuk melaksanakan usulan Snouck
Horgronje untuk melawan Aceh dengan kekerasan. Perlu diketahui bahwa sebelum itu
Belanda telah meminta Snouck Hurgronje agar melakukan kajian tentang seluk beluk
kehidupan dan semangat juang orang-orang Aceh
8. Perang Batak
Kerajaan masyarakat Batak yang dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja, pusat
pemerintahannya ada di bakkara. Sejak tahun 1870 yang menjadi raja adalah patuan bosar
Ompu Pulo batu yang bergelar Sisingamangaraja XII. Pada tahun 1878 Sisingamangaraja XII
angkat senjata memimpin rakyat Batak untuk melawan Belanda.
A.Latar Belakang Perang Batak
Belanda mulai memasuki tanah Batak seperti Mandailing, Padang Lawas, sipiro bahkan
sampai Tapanuli. Hal ini jelas merupakan ancaman serius bagi kekuasaan raja Batak,
Sisingamangaraja XII. Masuknya dominasi Belanda ke tanah Batak ini juga disertai dengan
penyebaran agama Kristen. Pada tahun 1877 Raja Sisingamangaraja XII berkampanye
keliling ke daerah-daerah untuk menghimbau agar masyarakat mengusir para zending yang
memaksakan agama Kristen kepada penduduk. Akibat kampanye Raja Sisingamangaraja
telah menimbulkan akses pengusiran para zending. Bahkan ada penyerbuan dan pembakaran
terhadap pos zending di silindung. Kejadian ini telah memicu kemarahan Belanda dan dengan
alasan melindungi para zending, pada tanggal 8 Januari 1878 Belanda mengirim pasukan
untuk menduduki silindung. Pecahlah Perang Batak.
B.Jalannya Perang Batak
Kali pertama pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Schelten menuju Bahal Batu.
Rakyat Batak di bawah pimpinan langsung Raja Sisingamangaraja melakukan perlawanan
terhadap gerakan pasukan Belanda di bahal Batu. Di samping itu, dikembangkan benteng
buatan yang ada di perkampungan. setiap kelompok Kampung dibentuk 4 persegi dengan
pagar keliling terbuat dari tanah dan batu. Pertempuran pertama terjadi di bahal Batu.
Sisingamangaraja dengan pasukannya berusaha memberikan perlawanan sekuat tenaga.
Tutup tetapi nampaknya kekuatan pasukan Batak tidak seimbang dengan kekuatan tentara
Belanda, sehingga pasukan Sisingamangaraja ini harus ditarik mundur. Perang Batak ini
semakin meluas ke daerah-daerah lain. Setelah berhasil menggagalkan berbagai serangan dari
pasukan Sisingamangaraja, Belanda mulai bergerak Bakkara. Bakkara merupakan benteng
dan istana Kerajaan Sisingamangaraja. Sisingamangaraja dengan sisa pasukannya bergerak
menuju huta puong. Pada Juli tahun 1889 Sisingamangaraja kembali angkat senjata melawan
ekspedisi Belanda. Di huta puong ini pasukan Sisingamangaraja bertahan cukup lama. Tetapi
pada tanggal 4 September 1899 Huta Puong juga jatuh ke tangan Belanda. Tahun 1907
pasukan Belanda di bawah komando Hans Christoffel memfokuskan untuk menangkap
Sisingamangaraja. Sisingamangaraja berhasil dikepung rapat di daerah segitiga baru,
Sidikalang dan singkel. Dengan beban psikologis yang berat Sisingamangaraja Tetap
Bertahan, tidak mau menyerah. Akhirnya pada tanggal 17 Juni 1907 siang pasukan Belanda
dikerahkan untuk menangkap Sisingamangaraja di pos pertahanannya di Aik sibulbulon di
daerah Dairi. Tetapi dalam pertempuran itu Sisingamangaraja tertembak mati. Begitu juga
putrinya Lovian dan dua orang putranya Sutan Nagari dan patuan. Dengan demikian
berakhirlah Perang Batak