HUKUM WARIS
LOGO
Disusun Oleh:
NIM : 4011911093
FAKULTAS HUKUM
Puji syukur ke hadirat Alah SWT, karena atas segala limpahan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum Waris”. Tanpa
pertolongan-Nya, penulis belum tentu sanggup menyelesaikan makalah ini dengan
baik.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan kerjasama yang dari semua pihak yang telah
membantu dalam terselesainya makalah ini sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak/Ibu (.......) selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Kapita Selekta
yang telah memberikan tugas, petunjuk, dan bimbingan kepada penulis
sehingga penulis termotivasi dan dapat menyelesaikan tugas ini dengan sebaik-
baiknya.
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan dalam penulisan makalah ini.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga materi ini dapat bermanfaat dan
menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi
penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 3
1.3 Tujuan .......................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Program Kartu Indonesia Pintar ................................................... 5
2.2 Pendistribusian Kartu Indonesia Pintar ........................................ 5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................... 8
3.2 Saran ............................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 9
BAB I
PENDAHULUAN
1
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Hukum Waris Dalam Islam(Depok : Fathan Prima Media,2013),
h32.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Wahbah Az-Zuhaili, opcit, h. 154
Dengan istilah hukum waris diatas, terkandung suatu pengertian yang
mencakup kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur proses beralihnya harta
benda dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia.
Inilah adalah merupakan syarat sebagai pewaris yaitu adanya hak dan kewajiban
yang harus dipenuhi pada pihak ketiga, yang dapat dinilai dengan uang ahli
waris.
A. Ahli waris berdasarkan kedudukan sendiri (uit eigen hoofed) atau mewaris
secara langsung, misalnya jika ayah meninggal, maka sekalian anak-anaknya
tampil sebagai ahli waris. Menurut KUHPerdata penggolongan ahli waris ini,
adalah :
1. Golongan pertama, yaitu anak-anak beserta keturunannya dalam garis
lurus kebawah. Mulai tahun 1935 hak mewaris suami atau istri yang hidup
terlama disamakan dengan seorang anak yang sah (Pasal 852a
KUHPerdata)
2. Golongan kedua, orang tua dan saudara-saudara pewaris; pada asasnya
bagian orang tua disamakan dengan bagian saudara-saudara pewaris, tetapi
ada jaminan di mana bagian orang tua tidak boleh kurang dari seperempat
hartapeninggalan
3. Golongan ketiga, Pasal 853 dan Pasal 854 KUHPerdata, dalam hal tidak
ada gol. Pertama dan gol. Kedua, maka harta peninggalan harus dibagi
menjadi dua (kloving), setengah bagian untuk kakek-nenek pihak ayah, dan
setelah lagi untuk kakek-nenek dari pihak ibu
4. Golongan ke empat, sanak keluarga si pewaris dalam garis menyimpang
sampai derajat ke enam.
B. Ahli waris berdasarkan penggantian (bij plaatsvervulling), disebut juga
sabagai ahli waris tidak langsung (cucu-cucu pewaris) Penggantian dalam garis
lurus ke bawah, Pasal 848 KUHPerdata : hanya orang-orang yang telah mati saja
yang dapat digantikan Penggantian dalam garis ke samping, tiap saudara
kandung/tiri yang meninggal lebih dulu digantikan oleh sekalian anaknya.
Penggantian dalam garis samping, juga melibatkan penggantian anggota-
anggota keluarga yang lebih jauh, misalnya paman/keponakan, jika meninggal
lebih dulu digantikan oleh turunannya. Pihak ketiga yang bukan ahli waris dapat
menikmati harta peninggalan, dalam hal ini kemungkinan timbul karena
KUHPerdata terdapat ketentuan tentang pihak ketiga yang bukan ahli waris,
tetapi dapat menikmati harta peninggalan pewaris berdasarkan suatu
testament/wasiat
2.3 Sifat Hukum Waris
Bentuk dan system hukum waris sangat erat kaitannya dengan bentuk
masyarakat dan sifat kekeluargaan. Bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan
yang terdapat di Indonesia menurut system keturunan, yaitu :
a. Syarat umum :
1. Ada orang yang meninggal dunia (Pasal 830 KUHPerdata)
Selain ahli waris dan pewaris dalam KUHPerdata, juga dikenal adanya :
1. Suatu fidei comis, ialah suatu pemberian warisan kepada seseorang ahli
waris dengan ketentuan bahwa ia berkewajiban menyimpan warisan itu
dan setelah lewatnya waktu, warisan itu harus diserahkan pad orang
lain. Cara pemberian warisan semacam ini oleh UU disebut sebagai
pemberian warisan secara melangkah.
2. Executeur testamentair, pelaksanaan wasiat yang ditunjuk oleh
pewaris, yang bertugas mengawasi pelaksanaan surat wasiat secara
sungguh-sungguh sesuai dengan kehendak pewaris
3. Bewindvoerder/pengelola, seseorang yang ditentukan dalam wasiat
untuk mengurus kekayaan, sehingga para ahli waris/legataris hanya
menerima penghasilan dari harta peninggalan tersebut.
3
Abdul Ghofur Anshori, Op.cit., hal. 6-7
harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang
meninggalkan warisan (Pasal 913 KUHPerdata).
b. Hak dan kewajiban ahli waris
Hak ahli waris, setelah terbuka warisan, ahli waris diberikan hak untuk
menentukan sikap :
1. Menerima secara penuh, yang dapat dilakukan secara tegas atau secara
lain
2. Menerima dengan reserve, (hak untuk menukar). Voorrecht van boedel
beschijving atau beneficiare annvaarding. Hal ini harus dinyatakan
pada Panitera Pengadilan Negeri di tempat warisan terbuka.
3. Menolak warisan, ini mungkin, jika jumlah harta kekayaan yang berupa
kewajiban membayar hutang lebih besar daripada hak untuk menikmati
harta peninggalan.3
2
Wahbah Az-Zuhaili, opcit, h. 154
antara para ahli waris. Pasal 1083 KUHPerdata menegaskan : apabila
pembagian warisn sudah terjadi, maka masing-masing ahli waris dinggap sebagai
pemilik barang yang diterimanya sejak saat pewaris meninggal.
Adalah suatu bagian warisan tertentu yang harus diterima seorang ahli
waris dari harta peninggalan yang tidak dapat diganggu gugat. Yang berhak
menerima/memperoleh adalah ahli waris dalam garis lurus, baik ke bawah
maupun ke atas. Dan baru timbul apabila seorang dalam suatu keadaan sungguh-
sungguh tampil ke muka sebagai ahli waris menurut UU.
Peraturan mengenai legitieme portie oleh UU dipandang sebagai suatu
pembatasan hak pewaris dalam membuat testament menurut kehendak hatinya
sendiri. Karena itu pasal-pasal tentang legitieme portie itu dimasukkan dalam
bagian tentang hak mewaris menurut wasiat (testamentair erfrecht)
Apabila harta warisan telah terbuka namun tidak seorangpun ahli waris
yang tampil ke muka sebagai ahli waris, tak seorang pun yang menolak
warisan, maka warisan dianggap sebagai harta warisan yang tidak terurus
Dalam hal ini, tanpa menunggu perintah hakim, Balai Harta
Peninggalan wajib mengurus harta peninggalan tersebut. Pekerjaan
pengurusan itu harus dilaporkan kepada Kejaksaan Negeri setempat. Jika
terjadi perselisihan tentang apakah suatu harta peninggalan dianggap tidak
terurus atau tidak, penentuan ini akan diputus oleh hakim
Tugas Balai Harta Peninggalan (BHP)
3. Wajib memanggil para ahli waris yang mungkin masih ada melalui surat
kabar atau panggilan resmi lainnya.
2.11 Wasiat
Wasiat adalah berpesan tentang suatu kebaikan yang akan dijalankan sesudah
orang meninggal dunia. Wasiat berasal dari kata washa yang berarti
menyampaikan atau memberi pesan atau pengampuan. Dengan arti kata lain,
wasiat adalah harta yang diberikan oleh pemiliknya kepada orang lain setelah si
pemberi meninggal dunia.
3
Abdul Ghofur Anshori, Op.cit., hal. 6-7
BAB III
PEMBAHASAN
Sampai saat ini baik para ahli hukum Indonesia maupun di dalam
kepustakaan ilmu hukum Indonesia, belum terdapat keseragaman pengertian
sehingga istilah untuk hukum waris masih beraneka ragam.
BAB IV
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa:
Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara
keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum
waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Sebab
semua manusia akan menglami peristiwa hukum yang di namakan kematian.
Akibat hukum yang selanjutnya timbul, dengan terjadinya peristiwa hukum
seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak
hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia tersebut.
Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggal nya
seseorang, di atur oleh hukum waris.
5.2 SARAN
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah yang dibuat masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk
memperbaiki makalah tentunya denga berpedoman pada sumber yang valid.
2
Wahbah Az-Zuhaili, opcit, h. 154
DAFTAR PUSTAKA
Apeldorn, L.J. van. (1980). Pengantar Ilmu Hukum (terjemahan : Mr. Oetarid
Jakarta