Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

HUKUM WARIS

LOGO

Disusun Oleh:

NAMA : ATHALLAH FAIZ GIOFANI

NIM : 4011911093

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG


KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Alah SWT, karena atas segala limpahan rahmat-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum Waris”. Tanpa
pertolongan-Nya, penulis belum tentu sanggup menyelesaikan makalah ini dengan
baik.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain
berkat bantuan, dorongan, dan kerjasama yang dari semua pihak yang telah
membantu dalam terselesainya makalah ini sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak/Ibu (.......) selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Kapita Selekta
yang telah memberikan tugas, petunjuk, dan bimbingan kepada penulis
sehingga penulis termotivasi dan dapat menyelesaikan tugas ini dengan sebaik-
baiknya.
2. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan
bantuan dalam penulisan makalah ini.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini. Semoga materi ini dapat bermanfaat dan
menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi
penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Terima kasih.

Tempat, Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 3
1.3 Tujuan .......................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Program Kartu Indonesia Pintar ................................................... 5
2.2 Pendistribusian Kartu Indonesia Pintar ........................................ 5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................... 8
3.2 Saran ............................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 9
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara
keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum
waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Sebab
semua manusia akan menglami peristiwa hukum yang di namakan kematian.
Akibat hukum yang selanjutnya timbul, dengan terjadinya peristiwa hukum
seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak
hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia tersebut.1
Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggal nya
seseorang, di atur oleh hukum waris.
Hukum waris yang berlaku di Indonesia sampai saat ini masih belum
merupakan unifikasi hukum. Atas dasar peta hukum waris yang di karenakan
atau sebab dia menjadi ahli waris. Kehidupan manusia dalam bermasyarakat
memiliki sifat dan corak budaya tersendiri, tergantung pada tempat, keadaan
lingkungan, mata pencarian dan kondisi sosial lainnya. Oleh karena itu, perlu
disadari bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang akan senantiasa
beradaptasi terhadap lingkungan di mana dia berada, dan akan selalu
menyesuaikan diri terhadap segala perubahan dan perkembangan yang ada
disekitarnya, tak terkecuali mekanisme dalam pembagian kewarisan. Ketika
seseorang meninggal dunia maka terutama yang menyangkut harta
peninggalannya, adalah warisan menjadi terbuka dan mulai saat itu
terjadiperalihan harta kekayaan pewaris.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk mem-
permudah penulis dalam membatasi masalah sehingga tujuan dan sasaran akan
dicapai menjadi jelas, terarah dan mendapatkan hasil yang diharapkan.
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah
ini yaitu: Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai hukum waris.

1
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Hukum Waris Dalam Islam(Depok : Fathan Prima Media,2013),
h32.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Hukum Waris

Hukum waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta


seseorang yang telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti
keluarga dekat dan keluarga jauh atau sebab pernikahan. Di dalam istilah hukum
yang baku digunakan kata ‘kewarisan’ dengan mengambil kata waris dengan
dibubuhi awalan ke- dan akhiran -an. Kata waris itu sendiri dapat berarti orang,
pewaris sebagai subjek, dan dapat berarti pula proses. Masalah kewarisan
berhubugan erat dengan masalah sistem kekeluargaan yang dianut. Dalam konteks
hukum waris di Indonesia atau hukum waris nasional 2. Namun demikian, apabila
membicarakan mengenai persoalan hukum waris, maka tidak lepas dari tiga unsur
pokok yang mutlak harus ada, yaitu:
1. Waris (erflater)
Peninggal waris atau disingkat pewaris adalah orang yang meninggal dunia
dan meninggalkan harta benda kepada orang lain.
2. Waris atau ahli waris (erfgenaam)
Waris atau ahli waris adalah orang yang menggantikan pewaris didalam
kedudukannya terhadap warisan, baik untuk seluruhnya maupun untuk
sebagian tertentu.
3. Harta warisan (nalaten schap)
Harta warisan atau disingkat warisan atau segala harta kekayaan yang
ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia yang berupa semua harta
kekayaan dari yang meninggal dunia setelah dikurangi dengan semua
hutangnya.
4. Hak waris seseorang tidaklah muncul tiba-tiba, tetapi keberadaannya
didasari oleh sebab-sebab tertentu yang berfungi mengalihkan dari pada
hak-hak yang telah meninggal dunia.

Hukum Waris itu memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses


meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang- barang
yang tak berwujud benda dari suatu angkatan manusia kepada turunannya.

2
Wahbah Az-Zuhaili, opcit, h. 154
Dengan istilah hukum waris diatas, terkandung suatu pengertian yang
mencakup kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur proses beralihnya harta
benda dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia.

2.2 Subyek Hukum Waris


Pewaris : orang yang meninggal dan meninggalkan harta benda/kekayaan.

Inilah adalah merupakan syarat sebagai pewaris yaitu adanya hak dan kewajiban
yang harus dipenuhi pada pihak ketiga, yang dapat dinilai dengan uang ahli
waris.

A. Ahli waris berdasarkan kedudukan sendiri (uit eigen hoofed) atau mewaris
secara langsung, misalnya jika ayah meninggal, maka sekalian anak-anaknya
tampil sebagai ahli waris. Menurut KUHPerdata penggolongan ahli waris ini,
adalah :
1. Golongan pertama, yaitu anak-anak beserta keturunannya dalam garis
lurus kebawah. Mulai tahun 1935 hak mewaris suami atau istri yang hidup
terlama disamakan dengan seorang anak yang sah (Pasal 852a
KUHPerdata)
2. Golongan kedua, orang tua dan saudara-saudara pewaris; pada asasnya
bagian orang tua disamakan dengan bagian saudara-saudara pewaris, tetapi
ada jaminan di mana bagian orang tua tidak boleh kurang dari seperempat
hartapeninggalan
3. Golongan ketiga, Pasal 853 dan Pasal 854 KUHPerdata, dalam hal tidak
ada gol. Pertama dan gol. Kedua, maka harta peninggalan harus dibagi
menjadi dua (kloving), setengah bagian untuk kakek-nenek pihak ayah, dan
setelah lagi untuk kakek-nenek dari pihak ibu
4. Golongan ke empat, sanak keluarga si pewaris dalam garis menyimpang
sampai derajat ke enam.
B. Ahli waris berdasarkan penggantian (bij plaatsvervulling), disebut juga
sabagai ahli waris tidak langsung (cucu-cucu pewaris) Penggantian dalam garis
lurus ke bawah, Pasal 848 KUHPerdata : hanya orang-orang yang telah mati saja
yang dapat digantikan Penggantian dalam garis ke samping, tiap saudara
kandung/tiri yang meninggal lebih dulu digantikan oleh sekalian anaknya.
Penggantian dalam garis samping, juga melibatkan penggantian anggota-
anggota keluarga yang lebih jauh, misalnya paman/keponakan, jika meninggal
lebih dulu digantikan oleh turunannya. Pihak ketiga yang bukan ahli waris dapat
menikmati harta peninggalan, dalam hal ini kemungkinan timbul karena
KUHPerdata terdapat ketentuan tentang pihak ketiga yang bukan ahli waris,
tetapi dapat menikmati harta peninggalan pewaris berdasarkan suatu
testament/wasiat
2.3 Sifat Hukum Waris

Bentuk dan system hukum waris sangat erat kaitannya dengan bentuk
masyarakat dan sifat kekeluargaan. Bentuk masyarakat dan sifat kekeluargaan
yang terdapat di Indonesia menurut system keturunan, yaitu :

1. System patrilineal/sifat kebapaan


Pada prinsipnya system yang menarik garis keturunan ayah atau garis
keturunan nenek moyanmgnya yang laki-laki. System ini di Indonesia
terdapat pada masyarakat di Tanah Gayo, Alas, Batak, Ambon,Irian
Jaya, Timor, dan Bali.
2. System matrilineal/sifat keibuan
System yang menarik garis keturunan dari nenek moyang perempuan.
Kekeluargaan yang bersifat keibuan ini di Indonesia hanya terdapat dp
satu daerah, yaitu Minangkabau
3. System bilateral atau parental/sifat kebapak-ibuan
Menarik garis keturunan baik melalui garis bapak maupun garis ibu
sehingga dalam kekeluargaan semacam ini pada hakekatnya tidak ada
perbedaan antara pihak ibu dan pihak ayah : Jawa, Madura, Sumatera
Timur, Seluruh Sulawesi, Ternate, Lombok, Riau, Aceh, Sumatera
Selatan.
2.4 Syarat Hukum Waris

a. Syarat umum :
1. Ada orang yang meninggal dunia (Pasal 830 KUHPerdata)

2. Ada ahli waris yang ditinggalkan (Pasal 836 KUHPerdata)


3. Ada harta kekayaan yang ditinggalkan (Pasal 1100)
b. Syarat mutlak
Harus ada orang yang meninggal dunia, kecuali dapat terjadi dalam
keadaan tidak hadir (Pasal 467 jo 470 KUHPerdata) bahwa pewaris
belum meninggal.

2.5 Pihak ketiga yang tersangkut dalam warisan

Selain ahli waris dan pewaris dalam KUHPerdata, juga dikenal adanya :

1. Suatu fidei comis, ialah suatu pemberian warisan kepada seseorang ahli
waris dengan ketentuan bahwa ia berkewajiban menyimpan warisan itu
dan setelah lewatnya waktu, warisan itu harus diserahkan pad orang
lain. Cara pemberian warisan semacam ini oleh UU disebut sebagai
pemberian warisan secara melangkah.
2. Executeur testamentair, pelaksanaan wasiat yang ditunjuk oleh
pewaris, yang bertugas mengawasi pelaksanaan surat wasiat secara
sungguh-sungguh sesuai dengan kehendak pewaris
3. Bewindvoerder/pengelola, seseorang yang ditentukan dalam wasiat
untuk mengurus kekayaan, sehingga para ahli waris/legataris hanya
menerima penghasilan dari harta peninggalan tersebut.

2.6 Hak dan KewAjiban Pewaris Dan Ahli Waris


a. Hak dan kewajiban pewaris
1. Hak pewaris, timbul sebelum terbukanya harta peninggalan dalam arti
sebelum pewaris meninggal dunia berhak menyatakan kehendaknya
dalam sebuah testament/wasiat, yang berupa :
a. Erfstelling, suatu penunjukan satu/beberapa orang menjadi ahli
waris untuk mendapatkan sebagian atau seluruh harta peninggalan
(testamentair erfgenaam : ahli waris menurut wasiat)
b. Legaat, pemberian hak kepada seseorang atas dasar testament/wasiat
yang khusus.
2. Kewajiban pewaris
Merupakan pembatasan terhadap haknya yang ditentukan UU. Ia harus
mengindahkan adanya legitieme portie, yaitu suatu bagian tertentu dari

3
Abdul Ghofur Anshori, Op.cit., hal. 6-7
harta peninggalan yang tidak dapat dihapuskan oleh orang yang
meninggalkan warisan (Pasal 913 KUHPerdata).
b. Hak dan kewajiban ahli waris
Hak ahli waris, setelah terbuka warisan, ahli waris diberikan hak untuk
menentukan sikap :
1. Menerima secara penuh, yang dapat dilakukan secara tegas atau secara
lain
2. Menerima dengan reserve, (hak untuk menukar). Voorrecht van boedel
beschijving atau beneficiare annvaarding. Hal ini harus dinyatakan
pada Panitera Pengadilan Negeri di tempat warisan terbuka.
3. Menolak warisan, ini mungkin, jika jumlah harta kekayaan yang berupa
kewajiban membayar hutang lebih besar daripada hak untuk menikmati
harta peninggalan.3

Kewajiban ahli waris


1. Memelihara keutuhan harta peninggalan sebelum harta peninggalan
dibagi
2. Mencari cara pembagian yang sesuai dengan ketentuan dll
3. Melunasi hutang pewaris jika pewaris meninggalkan hutang
4. Melaksanakan wasiat jika ada

2.7 Pembagian Warisan

Pasal 1079 KUHPerdata, cara pembagian warisan :


1. Masing-masing ahli wris menerima barang tertentu dengan harga/nilai
sama rata seperti misalnya seperdua harta warisan jika ahli waris hanya
terdiri dari dua orang saja, seperlima jika ahli waris terdiri dari lima
orang, demikian selanjutnya.
2. Bila diantara ahli waris ada yang menerima barang/harta waris lebih
dari bagiannya, di pihak lain di antara ahli waris menerima kurang dari
bagiannya maka ahli waris yang menerima bagian yang lebih
diharuskan memberikan sejumlah uang tunai pada yang mendapat
kurang dari bagiannya.
Setelah menerima penentuan barang-barang tertentu, Pasal 1080
KUHPerdata membuka kemungkinan tukar menukar bagian masing-masing di

2
Wahbah Az-Zuhaili, opcit, h. 154
antara para ahli waris. Pasal 1083 KUHPerdata menegaskan : apabila
pembagian warisn sudah terjadi, maka masing-masing ahli waris dinggap sebagai
pemilik barang yang diterimanya sejak saat pewaris meninggal.

2.8 Obyek Hukum Waris

Pada prinsipnya obyek hukum waris adalah harta kekayaan yang


dipindahkan dari pewaris kepada ahli waris, yang dapat berupa :

1. Aktiva, sejumlah bnda yang nyata ada dan/atau berupa tagihan/piutang


kepda pihak ketiga. Selain itu aktiva dapat berupa hak immaterial
seperti hak cipta, hak paten dsbnya
2. Pasiva, sejumlah hutang pewaris yang harus dilunasi pada pihak ketiga,
maupun kewajiban lainnya (menyimpan benda orang lain)
Jadi obyek hukum waris adalah harta kekayaan yang dapat berupa benda
berwjud dan tidak berwujud, yang berarti hak dan kewajiban pewaris
yang lahir dari hubungan hukum kekeluargaan tidak dapat diwariskan,
kecuali hak suami/ayah untuk menyangkal anaknya

2.9 Legitieme portie

Adalah suatu bagian warisan tertentu yang harus diterima seorang ahli
waris dari harta peninggalan yang tidak dapat diganggu gugat. Yang berhak
menerima/memperoleh adalah ahli waris dalam garis lurus, baik ke bawah
maupun ke atas. Dan baru timbul apabila seorang dalam suatu keadaan sungguh-
sungguh tampil ke muka sebagai ahli waris menurut UU.
Peraturan mengenai legitieme portie oleh UU dipandang sebagai suatu
pembatasan hak pewaris dalam membuat testament menurut kehendak hatinya
sendiri. Karena itu pasal-pasal tentang legitieme portie itu dimasukkan dalam
bagian tentang hak mewaris menurut wasiat (testamentair erfrecht)

2.10 Harta warisan yang tak terurus

Apabila harta warisan telah terbuka namun tidak seorangpun ahli waris
yang tampil ke muka sebagai ahli waris, tak seorang pun yang menolak
warisan, maka warisan dianggap sebagai harta warisan yang tidak terurus
Dalam hal ini, tanpa menunggu perintah hakim, Balai Harta
Peninggalan wajib mengurus harta peninggalan tersebut. Pekerjaan
pengurusan itu harus dilaporkan kepada Kejaksaan Negeri setempat. Jika
terjadi perselisihan tentang apakah suatu harta peninggalan dianggap tidak
terurus atau tidak, penentuan ini akan diputus oleh hakim
Tugas Balai Harta Peninggalan (BHP)

1. Wajib membuat perincian atau inventarisasi tentang keadaan harta


peninggalan, yang didahului dengan penyegelan barang-barang
2. Wajib membereskan warisan, dalam arti menagih piutang-piutang
pewaris dan membayar semua hutang pewaris, apabila diminta oleh
pihak yang berwajib. BHP juga wajib memberikan
pertanggungjawaban

3. Wajib memanggil para ahli waris yang mungkin masih ada melalui surat
kabar atau panggilan resmi lainnya.
2.11 Wasiat
Wasiat adalah berpesan tentang suatu kebaikan yang akan dijalankan sesudah
orang meninggal dunia. Wasiat berasal dari kata washa yang berarti
menyampaikan atau memberi pesan atau pengampuan. Dengan arti kata lain,
wasiat adalah harta yang diberikan oleh pemiliknya kepada orang lain setelah si
pemberi meninggal dunia.
3
Abdul Ghofur Anshori, Op.cit., hal. 6-7
BAB III

PEMBAHASAN

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan


yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis sosiologis adalah Mengidentifikasi dan
mengkonsepsikan hukum sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional dalam
sistem kehidupan yang nyata”. Pendekatan yuridis sosiologis adalah menekankan
penelitian yang bertujuan memperoleh pengetahuan hukum secara empiris
dengan jalan terjun langsung ke obyeknya yaitu menganalisis Hak Mewaris Bagi
Ahli Waris Golongan Kedua (Studi Kasus Berdasarkan Putusan Pengadilan
Agama Karanganyar Nomor : 1594//Pdt.G/2017/PA.Kra Pendekatan perundang-
undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua regulasi atau
peraturan perundang-undangan yang bersangkut paut dengan isu hukum yang
akan diteliti yaitu penelitian terhadap pembagian hak waris golongan kedua yang
terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam dan Kuhperdata.
Teknik pengumpulan data mengandung makna sebagai upaya pengumpulan
data dengan menggunakan alat pengumpul data tertentu.penentuan alat
pengumpulan data dalam penelitian ini berpedoman kepada jenis data.Data yang
di kumpulkan didalam penelitian ini adalah data primer ,sekunder,yang di
peroleh melalui studi kepustakaan maupun data yang di peroleh dari pihak pihak
terkait. Selain data dari pustaka,penulis juga menggunakan data yang didapat
dari responden dalam penelitian ini menggunakan sistem studi dokumen-
dokumen sukender ,dokumen yang di peroleh melalui putusan pengadilan
agama.
Setelah data–data terkumpul ,maka akan di inventarisasi dan kemudian di
seleksi yang sesuai untuk di gunakan menjawab pokok permasalahan penelitian
ini. Tujuan analisa data ini adalah mengetahui kendala kendala dalam
pelaksanaan ahli waris bagi ahli ahli waris bagi golongan kedua di pengadilan
agama karanganyar dan memberikan solusi terhadap permasalahan-permasalahan
yang timbul dalam pratek. Selanjutnya di analisa secara kualitatif untuk
mencapai kejelasan masalah yang akan di bahas .Dalam menganalisa data
penelitian ini di pergunakan metode analisis kualitatif,yaitu tata cara penelitian
yang menghasilkan data deskriptif analisis yaitu apa yang di nyatakan oleh
responden secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata ,yang di
teliti dan di pelajari sebagai suatu yang utuh. Dari studi pendahuluan yang telah
dilakukan maka penulis dapat memahami bahwa :
Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata, belum
terdapat kodifikasi. Hal ini berati bahwa bagi berbagai golongan penduduk
Indonesia masih berlaku hukum yang berbeda-beda, seperti:
1. Hukum waris Adat, sampai saat sekarang hukum waris adat pada
masing-masing daerah masih diatur secara berbeda-beda
2. Hukum waris Islam, bagi mereka yang bneragama islam (sebagian
penduduk Indonesia yang beragama islam). Hukum wris islam ini diatur
dalam instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum
Islam (Pasal 171-214 KHI)
3. Hukum waris Barat, bagi mereka yang tunduk pada Hukum Perdata
Barat, berlaku ketentua dalam KUHPerdata (BW).
Hukum waris diatur bersama-sama dengan hukum benda, alasannya:
a. Hukum waris dianggap sebagai suatu hak kebendaan (Pasal 528
KUHPerdata)
b. Hukum waris merupakan salah satu cara yang ditentukan secara
limitative oleh UU untuk memperoleh hak milik (Pasal 584
KUHPerdatta)

Sampai saat ini baik para ahli hukum Indonesia maupun di dalam
kepustakaan ilmu hukum Indonesia, belum terdapat keseragaman pengertian
sehingga istilah untuk hukum waris masih beraneka ragam.
BAB IV
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa:
Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara
keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum
waris sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Sebab
semua manusia akan menglami peristiwa hukum yang di namakan kematian.
Akibat hukum yang selanjutnya timbul, dengan terjadinya peristiwa hukum
seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak
hak dan kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia tersebut.
Penyelesaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai akibat meninggal nya
seseorang, di atur oleh hukum waris.

5.2 SARAN
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah yang dibuat masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk
memperbaiki makalah tentunya denga berpedoman pada sumber yang valid.

2
Wahbah Az-Zuhaili, opcit, h. 154
DAFTAR PUSTAKA

Apeldorn, L.J. van. (1980). Pengantar Ilmu Hukum (terjemahan : Mr. Oetarid

Sadino) Cet. XVI. Pradnya Paramita, Jakarta


A Pitlo. (1994) Hukum Waris Menurut KUHPerdata Belanda (terjemahan
M.Isa Arief). Intermasa, Jakarta
Abdulkadir Muhammad (1990). Hukum Perdata Indonesia. Citra Aditya Bakti,
Bandung

Djaj S. Meliala, (2015). Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda Dan


hukum Perikatan. Nuansa Aulia, Bandung
Eman Suparman (1985) Intisari Hukum Waris Indonesia. Armico, Bandung

Hilman Hadikusuma (1991). Hukum Waris Indonesia Menurut


perundangan, hukum Adat, Hukum Agama Hindu-Islam, PT. Citra
Aditya, Bandung

Oemarsalim. (1987). Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, Bina Aksara,


Jakarta

P.N.H. Simanjuntak. (2015). Hukum Perdata Indonesia, edisi Pertama, Kencana,

Jakarta

Anda mungkin juga menyukai