Anda di halaman 1dari 4

Biografi Singkat Wikana

1. Masa Kecil
Pria yang lahir di Sumedang pada tanggal 18 Oktober 1914 ini merupakan anak ke-
14 dari 16 bersaudara. Ayahnya yang bernama Raden Haji Soelaiman merupakan
seorang pendatang dari Demak, Jawa Tengah, sementara ibunya adalah keturunan
keluarga menak Sumedang yang bernama Nonoh.
Wikana lahir bersamaan ketika Belanda tengah memperkuat pertahanan Kota
Sumedang dari serangan tentara Sekutu yang berniat datang mengambil alih
kepemilikan atas Indonesia. Ia memiliki seorang kakak bernama Winanta yang pernah
dibuang ke Boven Digoel.
Sang kakak terkenal sebagai penulis cerita pendek berjudul Antara Hidup dan Mati
atau Buron dari Boven Digoel. Kisah tersebut termasuk salah satu cerita yang
dikumpulkan dan disunting oleh Pramoedya Ananta Toer menjadi sebuah buku
berjudul Cerita dari Digoel.

2. Masuk ke Dunia Politik


Wikana mulai masuk masuk ke dunia politik ketika bergabung dengan Angkatan
Baru Indonesia (Menteng 31) dan Gerakan Rakyat Baru. Di sana, ia semakin
mendalami tentang ideologi politik. Sayangnya, pada tahun 1943 kedua organisasi
tersebut dibubarkan oleh pemerintah Jepang karena dianggap mengajarkan hal-hal
yang menentang Jepang.
Selain bergabung dengan Menteng 31 dan Gerakan Rakyat Baru, ia juga aktif di
Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia bahkan menjadi pemimpin PKI bawah tanah di
Jawa Barat.
Dengan jabatannya itu, ia membantu penerbitan dan penyebaran koran Menara
Merah di Jawa Barat di bawah koordinasi seorang tokoh PKI bernama Pamoedji.
Sayangnya, pemerintah Hindia Belanda menghentikan peredaran koran tersebut pada
tahun 1940 kemudian menangkap aktivisnya, seperti Wikana, Adam Malik, dan Pandu
Kartawiguna.
Pada bulan Juli 1938, Gerindo membentuk Barisan Pemuda Rakyat Indonesia dan
ia langsung diangkat sebagai ketua pertama. Sayangnya, satu tahun kemudian posisi
tersebut digantikan oleh Ismail Widjaja. Alasan penggantian itu adalah Wikana
dianggap terlalu radikal dan bisa membahayakan perjuangan Gerindo.
Ketika Jepang mulai masuk ke Indonesia, Laksamana Tadashi Maeda membentuk
Asrama Indonesia Merdeka. Pada tahun 1944, ia bergabung di sana menggunakan
nama samaran Raden Sunoto. Di organisasi yang bertujuan untuk menciptakan
generasi pemimpin Indonesia merdeka itulah ia berkenalan dan dekat dengan
Laksamana Maeda.

3. Terjadinya Peristiwa Rengasdengklok


Sejak awal tahun 1945, kaum pemuda dan golongan tua sering berselisih pendapat
tentang banyak hal, salah satunya tentang pelaksanaan proklamasi kemerdekaan.
Ketika berita kejatuhan Jepang tersebar di kalangan pemuda, mereka langsung
mendesak golongan tua untuk segera melaksanakan proklamasi kemerdekaan.
Para pemuda yang diwakili oleh DN Aidit, Suroto Kunto, Soebadio Sastrosatomo,
dan Wikana langsung mendatangi rumah Soekarno di Pegangsaan Timur pada tanggal
15 Agustus 1945. Mereka berdiskusi dengan Soekarno kemudian mengusulkan untuk
segera mengumumkan kemerdekaan Indonesia.
Karena bagi para pemuda Soekarno dan Hatta tidak terlihat ingin segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, Wikana langsung naik pitam. Ia
mengungkapkan akan terjadi pembunuhan dan pertumpahan darah jika proklamasi
tidak segera dilaksanakan. Merasa tersinggung dengan ucapan itu, Bung Karno
langsung marah dan menantang Wikana untuk langsung memenggal lehernya saat itu
juga.
Pertemuan itu sama sekali tidak berjalan lancar. Para pemuda pun kemudian
merencanakan untuk menculik Soekarno dan Hatta. Pada tanggal 16 Agustus 1945
pukul 03:00 pagi, Wikana bersama Chaerul Saleh dan Sukarni menjemput Soekarno
dan Hatta dengan alasan pasukan tentara Jepang Peta (Pembela Tanah Air) dan Heiho
(Pembantu Prajurit Jepang) akan melakukan pemberontakan. Padahal, saat itu tidak
ada rencana pemberontakan sama sekali.
Ketika salah satu asisten Laksamana Maeda yang bernama Nishijima bertemu
dengan Wikana di Asrama Indonesia Merdeka, ia langsung menanyakan tentang
keberadaan Soekarno dan Hatta. Setelah diberikan jaminan kalau Nishijima dan
Laksamana Maeda akan membantu proses proklamasi kemerdekaan Indonesia,
akhirnya Wikana menjanjikan akan mengatur kepulangan Soekarno dan Hatta.

4. Peran Wikana dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia


Setelah membuat janji kepada Nishijima dan Laksamana Maek, Kunto dan
Achmad Soebardjo langsung menjemput kedua Bapak Negara. Sementara itu, Wikana
bersama A.M. Hanafi, Pardjono, Pandu Kartawiguna, Djohar Noer, S. K. Wijoto, dan
Ridwan Bazar menyiapkan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jakarta.
Wikana sendiri bertugas mengatur keperluan pembacaan proklamasi di rumah
Bung Karno kemudian bekerja sama dengan Laksamana Maeda untuk mengatur agar
tentara Jepang tidak mengganggu jalannya proklamasi. Ia juga yang memastikan
Laksamana Maeda memenuhi janjinya untuk membantu berlangsungnya kemerdekaan
Indonesia dengan cara mengizinkan rumahnya dijadikan sebagai tempat perumusan
naskah proklamasi.

5. Perjuangan Setelah Indonesia Merdeka


Setelah Indonesia merdeka, Wikana semakin aktif di dunia perpolitikan Indonesia.
Hal tersebut dimulai ketika ia bergabung dengan Partai Nasionalis Indonesia (PNI)
pada tanggal 27 Agustus 1945. Kemudian ketika para pemuda membentuk Angkatan
Pemuda Indonesia (API) pada tanggal 1 September 1945, ia ditunjuk sebagai ketua.
Organisasi tersebut bertugas untuk merebut perusahaan-perusahaan yang masih
dikuasai Belanda di awal masa revolusi, contohnya Perusahaan Jawatan Kereta Api.
Ketika diadakan Kongres Pemuda Indonesia pada tanggal 10–11 November 1945
di Yogyakarta, beberapa organisasi pemuda, termasuk API, dileburkan menjadi
Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo). Saat itu Wikana dipilih sebagai wakil ketua.

6. Akhir Hayat
Pada bulan Oktober 1965, ketika baru saja kembali dari Beijing, ia langsung
dibawa oleh tentara Indonesia untuk diperiksa kemudian dipenjara di KODAM Jaya.
Untungnya, keesokan harinya ia diizinkan untuk pulang.
Lalu, pada bulan Juni 1966, segerombolan orang tak dikenal datang ke rumahnya di
Jalan Dempo No. 7A, Matraman, Jakarta Timur. Orang-orang tersebut menjemputnya
entah untuk dibawa ke mana dan tak pernah kembali.
Selama bertahun-tahun, putra putrinya berusaha mencari kabar tentang keberadaan
sang ayah. Mereka bahkan sampai menemui beberapa teman Wikana, seperti Adam
Malik, Asmara Hadi, dan Chairul Saleh untuk mencari informasi seputar ayahnya.
Sayangnya, usaha itu tidak memberikan hasil sama sekali.
Bahkan, tidak seperti jenazah Tan Malaka yang akhirnya ditemukan dan
dimakamkan dengan layak berkat jasa sejarawan yang bernama Harry Albert Poeze,
jenazah Wikana masih belum juga ditemukan.

 Alasan saya memilih tokoh Wikana adalah:


Karena namanya jarang dibicarakan, walaupun ada mungkin hanya sedikit yang
mengetahui tentang kehidupannya. Padahal, ia memiliki peran besar dalam
kemerdekaan Indonesia. Bersama pemuda-pemuda perjuangan lainnya, ialah yang
merencanakan penculikan Soekarno dan Hatta untuk mendesak terjadinya proklamasi.
Kejadian itu kini lebih banyak dikenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.

Anda mungkin juga menyukai