Anda di halaman 1dari 16

BAB II

MATERI
2.1 BENCANA
Bencana alam merupakan hal yang sangat menakutkan bagi umat manusia. Bahkan
kebudayaan suatu bangsa pun dapat dipengaruhi oleh ketakutannya terhadap bencana ini. Sebut
saja negara Jepang yang menyesuaikan bentuk bangunannya agar tahan terhadap bencana gempa.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara Benua Asia
dan Benua Australia serta Samudera Hindia dan Samudra Pasifik. Meskipun menyimpan
keindahan alam yang sangat luar biasa, bangsa Indonesia juga menyadari bahwa wilayah nusantara
ini memiliki kurang lebih 129 gunung api aktif (yang termasuk dalam Ring of Fire), dan berada
pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif dunia yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia, serta
Pasifik.
Kondisi tersebut membuat Indonesia sangat berpotensi mengalami bencana alam. Di sisi lain,
Indonesia memiliki iklim tropis dan kondisi hidrologis yang dapat memicu bencana alam lainnya
seperti banjir, tanah longsor, angin puting beliung, dan lain sebagainya.
Tidak hanya di Indonesia, hampir seluruh negara di muka bumi ini pernah mengalami bencana
alam dalam skala kecil maupun skala besar yang menyebabkan dampak di berbagai bidang
kehidupan.
Bencana Alam Tornado di Amerika Serikat
1. Pengertian Bencana Alam
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
menyatakan bahwa bencana merupakan peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa oleh alam. Pada umumnya bencana alam terjadi karena adanya perubahan pada
kondisi alam baik secara perlahan maupun secara ekstrem. Selain itu, bencana alam dapat
terjadi karena ada faktor campur tangan manusia yang tidak bertanggungjawab, misalnya
penebangan pohon berlebihan yang menyebabkan tanah longsor.
2. Klasifikasi Bencana Alam
Bencana alam dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis meliputi:
a. Bencana Alam Geologis
Bencana alam geologis merupakan bencana alam yang terjadi di permukaan bumi. Contoh
bencana alam geologis yaitu gempa bumi, tanah longsor, tsunami, gunung meletus, dan
lain sebagainya.
b. Bencana Alam Meteorologis / Klimatologis
Bencana alam meteorologis merupakan bencana alam yang terjadi karena perubahan iklim
yang ekstrem. Contoh bencana alam meteorologis yaitu kekeringan, banjir, angin puting
beliung, dan lain sebagainya.
c. Bencana Alam Ekstraterestrial
Bencana alam ekstraterestrial merupakan bencana alam yang terjadi karena benda dari luar
angkasa. Bencana alam ini tergolong bencana alam yang paling jarang terjadi. Contoh
bencana alam ekstraterestrial yaitu badai matahari.
3. Macam-Macam Bencana Alam
Berikut ini beberapa macam bencana alam yang sering terjadi di berbagai daerah:
a. Gempa Bumi
Gempa bumi merupakan bencana alam di mana timbulnya guncangan/ getaran pada
permukaan bumi yang disebabkan oleh pelepasan energi dari dalam bumi secara tiba-tiba.
Energi ini dapat berasal dari tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, aktivitas
gunung berapi, runtuhan batuan, dan lain sebagainya. Besarnya kekuatan gempa bumi ini
dapat diukur menggunakan alat Seismometer.
Jenis-jenis gempa bumi:
 Gempa bumi tektonik (pergeseran lempeng tektonik)
 Gempa bumi tumbukan (jatuhnya meteor atau asteroid)
 Gempa bumi reruntuhan (daerah kapur, pertambangan)
 Gempa bumi vulkanik (aktivitas magma sebelum gunung meletus)
b. Banjir
Banjir merupakan salah satu bencana alam di mana daratan tergenang oleh air secara
berlebihan. Bencana alam hidrometeorologis ini umumnya terjadi karena intensitas hujan
yang tinggi sehingga menyebabkan aliran air sungai meluap. Selain itu, faktor lain yang
menyebabkan banjir adalah perilaku manusia yang tidak bertanggungjawab (penggundulan
hutan, membuang sampah sembarangan, dan lain sebagainya).
Berbagai hal mengenai banjir dibahas mendalam pada artikel “Pengertian, Jenis,
Dampak, dan Pengendalian Banjir“.
c. Tanah Longsor
Tanah longsor merupakan peristiwa gerakan massa tanah dan atau batuan yang
menuruni lereng karena adanya gangguan kestabilan batuan dan tanah penyusun lereng
tersebut. Bencana alam ini terjadi karena adanya faktor pendorong dan faktor pemicu.
Faktor pendorong adalah factor – faktor yang memengaruhi kondisi material sendiri,
sedangkan faktor pemicu adalah faktor yang menyebabkan bergeraknya material tersebut.
2.2 TANAH LONGSOR
1. Pengertian Tanah Longsor
Gerakan tanah adalah suatu gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan atau
batuan penyusun lereng. Definisi di atas dapat menunjukkan bahwa massa yang bergerak
dapat berupa massa tanah, massa batuan ataupun percampuran antara keduanya. Masyarakat
pada umumnya menerapkan istilah longsoran untuk seluruh jenis gerakan tanah, baik yang
melalui bidang gelincir ataupun tidak. Varnes (1978) secara definitif juga menerapkan istilah
longsoran ini untuk seluruh jenis gerakan tanah. Gerakan tanah merupakan salah satu proses
geologi yang terjadi akibat interaksi beberapa kondisi antara lain geomorfologi, struktur
geologi, hidrogeologi dan tata guna lahan. Kondisi tersebut saling berpengaruh sehingga
mewujudkan kondisi lereng yang cenderung bergerak (Karnawati, 2007).
Gerakan tanah dapat diidentifikasi melalui tanda-tanda sebagai berikut: munculnya
retak tarik dan kerutan-kerutan di permukaan lereng, patahnya pipa dan tiang listrik,
miringnya pepohonan, perkerasan jalan yang terletak pada timbunan mengalami amblas,
rusaknya perlengkapan jalan seperti pagar pengaman dan saluran drainase, tertutupnya
sambungan ekspansi pada pelat jembatan, hilangnya kelurusan dari fondasi bangunan, tembok
bangunan retak-retak, dan dinding penahan tanah retak serta miring ke depan (Hardiyatmo,
2012).
Kerentanan lereng terhadap gerakan tanah didefinisikan sebagai kecenderungan
lereng dalam suatu wilayah atau zona untuk mengalami gerakan, tanpa mempertimbangkan
resikonya terhadap kerugian jiwa atau ekonomi. Apabila aspek risiko terhadap manusia
diperhitungkan, maka lebih tepat diterapkan istilah kerawanan (BAPEKOINDA, 2002).
2. Jenis-jenis Tanah Longsor
Varnes (1978) mengklasifikasi tanah longsor menjadi 6 jenis yaitu runtuhan (fall),
robohan (topple), longsoran (slides), pencaran lateral (lateral spread), aliran (flow) dan
gabungan. Klasifikasi Varnes didasarkan pada mekanisme gerakan dan material yang
berpindah. Klasifikasi tersebut diuraikan sebagai berikut:
a. Runtuhan (falls) adalah runtuhnya sebagian massa batuan pada lereng yang terjal, seperti
ditunjukkan pada Gambar 2. Jenis ini memiliki ciri yaitu sedikit atau tanpa disertai
terjadinya pergeseran antara massa yang runtuh dengan massa yang tidak runtuh.
Runtuhnya massa batuan umumnya dengan cara jatuh bebas, meloncat atau
menggelinding tanpa melalui bidang gelincir. Penyebab terjadinya runtuhan adalah
adanya bidang-bidang diskontinyu seperti retakan-retakan pada batuan.
b. Robohan (topples) adalah robohnya batuan umumnya bergerak melalui bidang-bidang
diskontinyu yang sangat tegak pada lereng. Bidang diskontinyu ini berupa retakan pada
batuan seperti pada runtuhan. Robohan ini biasanya terjadi pada batuan dengan
kelerengan sangat terjal sampai tegak.
c. Longsoran (Slide) adalah gerakan menuruni lereng oleh material penyusun lereng,
melalui bidang gelincir pada lereng. Seringkali dijumpai tanda-tanda awal gerakan
berupa retakan berbentuk lengkung tapal kuda pada bagian permukaan lereng yang mulai
bergerak. Bidang gelincir ini dapat berupa bidang yang relatif lurus (translasi) ataupun
bidang lengkung ke atas (rotasi). Kedalaman bidang gelincir pada longsoran jenis
translasi lebih dangkal daripada kedalaman bidang gelincir longsoran rotasi. Material
yang bergerak secara translasi dapat berupa blok (rock block slide). Longsoran yang
bergerak secara rotasi melalui bidang gelincir lengkung disebut nendatan (slump).
Nendatan umumnya terjadi pada lereng yang tersusun oleh material yang relatif
homogen.
d. Pencaran lateral (lateral spread) adalah material tanah atau batuan yang bergerak dengan
cara perpindahan translasi pada bagian dengan kemiringan landai sampai datar.
Pergerakan terjadi pada lereng yang tersusun atas tanah lunak dan terbebani oleh massa
tanah di atasnya, seperti ditunjukkan pada Gambar 5. Pembebanan inilah yang
mengakibatkan lapisan tanah lunak tertekan dan mengembang ke arah lateral.
e. Aliran (flows) yaitu aliran massa yang berupa aliran fluida kental, seperti ditunjukkan
pada Gambar 6. Aliran pada bahan rombakan dapat dibedakan menjadi aliran bahan
rombakan (debris), aliran tanah (earth flow) apabila massa yang bergerak didominasi
oleh material tanah berukuran butir halus (butir lempung) dan aliran lumpur (mud flow)
apabila massa yang bergerak jenuh air. Jenis lain dari aliran ini adalah aliran kering yang
biasa terjadi pada endapan pasir (dry flow).
Di alam sering terjadi tanah longsor dengan mekanisme gabungan dari dua atau lebih
jenis tanah longsor. Tanah longsor tersebut diklasifikasikan sebagai tanah longsor
gabungan atau kompleks.
3. Bagian-Bagian Longsoran
Di Indonesia, longsoran dengan bidang gelincir melengkung banyak terjadi, terutama pada
lereng dengan tanah lempung atau lempung pasiran. Untuk itu perlu adanya pemahaman
istilah teknis tentang bagian-bagian pada geometri suatu longsoran. Pemahaman tentang
bagian-bagian geometri longsoran ini diperlukan dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan longsoran.
Tabel 1. Bagian-bagian longsoran (Varnes,1978 dalam BAPEKOINDA, 1996)
Nama Definisi
Mahkota Longsoran Daerah yang tidak bergerak dan berdekatan dengan
bagian tertinggi dari tebing atau gawir utama longsoran
Tebing atau gawir utama Permukaan lereng yang curam pada tanah yang tidak
longsoran terganggu dan terletak pada bagian atas dari longsoran
Puncak Longsoran Titik tertinggi terletak di antara kontak material yang
bergerak atau pindah dengan tebing atau gawir utama
longsoran
Kepala Longsoran Bagian atas dari longsoran sepanjang kontak antara
material yang bergerak atau pindah dan tebing atau
gawir utama longsoran
Tebing atau gawir minor Permukaan yang curam pada material yang bergerak
atau pindah yang dihasilkan oleh pergerakan ikutan dari
material longsoran
Tubuh Utama Bagian longsoran yang terletak pada material yang
bergerak yang merupakan tampalan antara bidang
gelincir, tebing utama longsoran dan jari bidang gelincir
Kaki Longsoran Bagian dari longsoran yang bergerak mulai dari jari
bidang gelincir dan bertampalan dengan permukaan
tanah asli
Ujung Longsoran Titik pada jari kaki longsoran yang letaknya paling jauh
dari puncak longsoran
Jari Kaki Longsoran Bagian paling bawah longsoran yang biasanya
berbentuk lengkung, berasal dari material longsoran
yang bergerak dan letaknya paling jauh dari tebing
utama
Bidang Gelincir Bidang kedap air yang menjadi landasan bergeraknya
massa tanah
Jari dari bidang gelincir Tampalan antara bagian bawah dari bidang gelincir
longsoran dengan permukaan tanah asli
Permukaan Pemisah Bagian dari permukaan tanah asli yang bertampalan
dengan kaki longsoran
Material yang bergerak Material yang bergerak dari posisi asli yang digerakkan
oleh longsoran yang dibentuk oleh massa yang tertekan
dan akumulasi massa
Daerah yang tertekan Daerah dari longsoran yang terdapat di dalam material
yang bergerak dan terletak di bawah permukaan tanah
asli
Zona akumulasi Daerah dari longsoran yang terdapat di dalam material
yang bergerak dan terletak di atas permukaan tanah asli

4. Kemiringan Lereng
Kondisi geomorfologi dan geologi merupakan parameter-parameter dari pemicu gerakan
tanah. Aspek geomorfologi seperti kelerengan berperan aktif dalam mengontrol terjadinya
gerakan tanah. Semakin besar kelerengan semakin besar gaya penggerak massa tanah atau
batuan penyusun lereng. Namun perlu diperhatikan tidak semua lahan yang miring selalu
rentan untuk bergerak. Hal ini sangat tergantung kondisi geologinya, seperti jenis struktur,
dan komposisi tanah atau batuan penyusun lereng (BAPEKOINDA, 2002).
Van Zuidam (1988) dalam Rahmawati (2009) mengklasifikasikan kemiringan lereng menjadi
7, yaitu :
a. 0o-2o (0% - 2%) kemiringan lereng datar.
b. 2o-4o (2% - 7%) kemiringan lereng landai.
c. 4o-8o (7% - 15%) kemiringan lereng miring.
d. 8o-16o (15% - 30%) kemiringan lereng agak curam.
e. 16o-35o (30% - 70%) kemiringan lereng curam.
f. 35o-55o (70% - 140%) kemiringan lereng sangat curam.
g. >55o (>140%) kemiringan lereng terjal.
Wilayah dengan kemiringan lereng antara 0% hingga 15% akan stabil terhadap
kemungkinan longsor, sedangkan di atas 15% potensi untuk terjadi longsor pada kawasan
rawan gempa bumi akan semakin besar.
Kemiringan lereng dapat dinyatakan dengan dua satuan, yaitu dengan satuan sudut
(derajat) atau satuan persen yang menyatakan perbandingan antara jarak vertikal dan
jarak horisontal dikalikan 100 persen. Menentukan kemiringan lereng dapat ditunjukkan
pada Gambar berikut :

Gambar : Menentukan Kemiringan Lereng (Nawawi, 2001)

Pada Gambar tersebut dm adalah jarak miring, dv adalah jarak vertikal, dan dh adalah
jarak horisontal. Kemiringan dapat dicari menggunakan persamaan:
Kemiringan lereng dalam persen = 𝑑𝑣𝑑ℎ×100% = tan 𝛼×100%
Kemiringan lereng dalam derajat (𝛼) =Arc Cosinus 𝑑ℎ𝑑𝑚 (1)
Berdasarkan batasannya, lereng dengan sudut 45o akan sama dengan 100%, karena pada
lereng tersebut dv sama dengan dh dan ini dapat dijadikan sebagai dasar konversi antara
satuan besaran sudut dengan satuan persen (Nawawi, 2001).
5. Sifat Kelistrikan Batuan
Sifat kelistrikan batuan adalah karakteristik dari batuan bila dialirkan arus listrik ke dalamnya.
Batuan di alam ini dapat dianggap sebagai medium listrik seperti pada kawat penghantar
listrik, sehingga mempunyai tahanan jenis (resistivitas). Tahanan jenis batuan adalah
karakteristik batuan yang menunjukkan kemampuan batuan tersebut untuk menghambat arus
listrik.
Sifat dari tahanan jenis batuan di alam dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
a. Medium Konduktif
Medium yang mudah menghantarkan arus listrik. Nilai resistivitasnya sangat kecil,
berkisar 10-8 sampai 1 Ωm. Contoh: logam, graphite, sulfide.
b. Medium Semikonduktif
Medium yang cukup mudah untuk menghantarkan arus listrik. Nilai resistivitasnya 1
sampai 107 Ωm. Contoh: batuan porus yang mengandung air.
c. Medium Resistif
Medium yang sukar untuk menghantarkan arus listrik. Nilai resistivitasnya sangat tinggi,
lebih besar dari 107 Ωm. Batuan ini terdiri dari mineral silikat, phosphate, karbonat.
Setiap medium (lapisan batuan) mempunyai sifat kelistrikan berbeda-beda, tergantung
dari 8 faktor yaitu: kandungan mineral logam, kandungan mineral non logam, kandungan
elektrolit padat, kandungan air garam, perbedaan tekstur batuan, perbedaan porositas batuan,
perbedaan permeabilitas batuan, dan perbedaan temperatur (Saputro, 2010). Nilai resistivitas
batuan ditunjukkan pada Tabel berikut :
Tabel 2. Nilai resistivitas batuan (Telford, 1990)
Material Resistivity (Ohm-meter)
Pirit (Pyrite) 0.01-100
Kwarsa (Quartz) 500-800000
Kalsit (Calcite) 1x1012−1𝑥1013
Garam Batu (Rock Salt) 30-1𝑥1013
Granit (Granite) 200-10000
Andesit (Andesite) 1.7x102- 45x104
Basal (Basalt) 200-100.000
Gamping (Limestones) 500-10000
Batu Pasir (Sandstone) 200-8000
Batu Tulis (Shales) 20-2000
Pasir (Sand) 1-1000
Lempung (Clay) 1-100
Air Tanah (Ground 0.5-300
water)
Air Asin (Sea water) 0.2
Magnetit (Magnetite) 0.01-1000
Kerikil Kering (Dry 600-10000
gravel)
Aluvium (Alluvium) 10-800
Kerikil (Gravel) 100-600
Pasir Lempungan 20-2×103
(Consolidated shales)

Aliran arus listrik di dalam batuan dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu konduksi
secara elektronik, konduksi secara elektrolitik, dan konduksi secara dielektrik.
a. Konduksi secara elektronik
Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron bebas sehingga
arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektron-elektron bebas tersebut.
Aliran listrik ini juga dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik masing-masing batuan yang
disebut tahanan jenis (resistivitas). Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka
semakin sulit bahan tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya.
b. Konduksi secara elektrolitik
Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki resistivitas yang
sangat tinggi. Batuan yang menjadi konduktor elektrolitik adalah batuan bersifat porus
dan pori-pori tersebut terisi oleh larutan atau cairan elektrolitik (penghantar) misalnya air.
Konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas dan
resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan pori-porinya.
Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan bertambah banyak,
dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan
berkurang.
c. Konduksi secara dielektrik
Konduksi pada batuan bersifat dielektrik terhadap aliran listrik, artinya batuan tersebut
mempunyai elektron bebas sedikit, bahkan tidak ada sama sekali.
6. Penyebab terjadinya tanah longsor
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada
gayapenahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan
tanah.Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta
berat jenis tanah batuan
Faktor-faktor Penyebab Tanah Longsor :
a. Hujan
Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karenameningkatnya
intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akanmenyebabkan terjadinya
penguapan air di permukaan tanah dalam tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya
tanah permukaan. Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga
tanahdengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitashujan yang
tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air padatanah menjadi jenuh dalam
waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karenamelalui
tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga
menimbulkan gerakan lateral. Bila adapepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat
dicegah karena airakan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan
berfungsimengikat tanah.
b. Lereng terjal

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong.Lereng yang terjal
terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, airlaut, dan angin. Kebanyakan sudut
lereng yang menyebabkan longsoradalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang
longsorannya mendatar.
c. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liatdengan ketebalan
lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220.Tanah jenis ini memiliki potensi untuk
terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan
terhadappergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketikahawa
terlalu panas.
d. Batuan yang kurang kuat

Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara
kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat.Batuan tersebut akan mudah menjadi
tanah bila mengalami prosespelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila
terdapatpada lereng yang terjal.
e. Jenis tata lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan,perladangan, dan adanya
genangan air di lereng yang terjal. Pada lahanpersawahan akarnya kurang kuat untuk
mengikat butir tanah danmembuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga
mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnyaadalah karena
akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoranyang dalam dan umumnya terjadi
di daerah longsoran lama.
f. Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan,getaran mesin, dan
getaran lalulintas kendaraan. Akibat yangditimbulkannya adalah tanah, badan jalan,
lantai, dan dinding rumahmenjadi retak.
g. Susut muka airdanau ataubendungan
Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahanlereng menjadi hilang,
dengan sudut kemiringan waduk 220 mudahterjadi longsoran dan penurunan tanah yang
biasanya diikuti olehretakan.
h. Adanya beban tambahan

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan
memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor,terutama di sekitar tikungan jalan pada
daerah lembah. Akibatnyaadalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang
arahnya kearah lembah.
i. Pengikisan/erosi

Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain ituakibat
penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akanmenjadi terjal.
j. Adanya material timbul pada tebing

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan


pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunanpada lembah tersebut belum
terpadatkan sempurna seperti tanah asliyang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan
akan terjadipenurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.
k. Bekas longsoran lama
Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadipengendapan material
gunung api pada lereng yang relatif terjal ataupada saat atau sesudah terjadi patahan kulit
bumi. Bekas longsoran lamamemilki ciri:
 Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuktapal kuda.
 Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebalkarena tanahnya gembur
dan subur.
 Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.
 Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.
 Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada
longsoran lama.
 Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan danlongsoran kecil.
 Longsoran lama ini cukup luas.
7. Pencegahan tanah longsor

Jangan mencetak sawah dan membuat kolam pada lereng bagian atas di dekat pemukiman(gb
Kiri). Buatlah terasering (sengkedan) [ada lereng yang terjal bila membangun permukiman
(gb.kanan)

Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah
melaluiretakan.(gb.kiri) Jangan melakukan penggalian di bawah lereng terjal.(gb.kanan)

Jangan menebang pohon di lereng (gb.kiri)


Jangan membangun rumah di bawah tebing. (gb. kanan)
J
angan mendirikan permukiman di tepi lereng yang Terjal (gb.kiri) Pembangunan rumah yang
benar di lereng bukit. (gb.kanan)

Jang
an mendirikan bangunan di bawah tebing yang terjal. (gb.kiri)
Pembangunan rumah yang salah di lereng bukit. (gb.kanan)

Jangan memotong tebing jalan menjadi tegak. (gb.kiri)


Jangan mendirikan rumah di tepi sungai yang rawan erosi. (gb.kanan)
8. Tahap mitigasi bencana tanah longsor
 Pemetaan Menyajikan informasi visual tentang tingkat kerawanan bencana alam
geologi di suatuwilayah, sebagai masukan kepada masyarakat dan atau pemerintah
kabupaten/kota danprovinsi sebagai data dasar untuk melakukan pembangunan wilayah
agar terhindar daribencana.
 Penyelidikan Mempelajari penyebab dan dampak dari suatu bencana sehingga dapat
digunakan dalamperencanaan penanggulangan bencana dan rencana pengembangan
wilayah.
 Pemeriksaan Melakukan penyelidikan pada saat dan setelah terjadi bencana, sehingga
dapat diketahuipenyebab dan cara penaggulangannya.
 Pemantauan Pemantauan dilakukan di daerah rawan bencana, pada daerah strategis
secara ekonomidan jasa, agar diketahui secara dini tingkat bahaya, oleh pengguna dan
masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut.
 Sosialisasi Memberikan pemahaman kepada Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota
atauMasyarakat umum, tentang bencana alam tanah longsor dan akibat yang
ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan dengan berbagai cara antara lain, mengirimkan
 poster, booklet, dan leaflet atau dapat juga secara langsung kepada masyarakat
danaparat pemerintah.
 Pemeriksaan bencana longsor
Bertujuan mempelajari penyebab, proses terjadinya, kondisi bencana dan tatacara
penanggulangan bencana di suatu daerah yang terlanda bencana tanah longsor.
9. Selama dan sesudah terjadi bencana
a. Tanggap Darurat
Yang harus dilakukan dalam tahap tanggap darurat adalah penyelamatan dan
pertolongankorban secepatnya supaya korban tidak bertambah. Ada beberapa hal yang
harusdiperhatikan, antara lain:
- Kondisi medan
- Kondisi bencana
- Peralatan
- Informasi bencana
b. Rehabilitasi
Upaya pemulihan korban dan prasarananya, meliputi kondisi sosial, ekonomi, dan
saranatransportasi. Selain itu dikaji juga perkembangan tanah longsor dan teknik
pengendaliannyasupaya tanah longsor tidak berkembang dan penentuan relokasi korban
tanah longsor bilatanah longsor sulit dikendalikan.
c. Rekonstruksi
Penguatan bangunan-bangunan infrastruktur di daerah rawan longsor tidak
menjadipertimbangan utama untuk mitigasi kerusakan yang disebabkan oleh tanah
longsor, karenakerentanan untuk bangunan-bangunan yang dibangun pada jalur tanah
longsor hampir100%.
Ada beberapa tindakan perlindungan dan perbaikan yang bisa ditambah untuk tempat-tempat
hunian, antara lain:
 Perbaikan drainase tanah (menambah materi-materi yang bisa menyerap).
 Modifikasi lereng (pengurangan sudut lereng sebelum pem-bangunan).
 Vegetasi kembali lereng-lereng.
 Beton-beton yang menahan tembok mungkin bisa menstabilkan lokasi hunian.

Anda mungkin juga menyukai