KELAS
11
Wisnu Sinartejo
2019
PENGERTIAN BENCANA
Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non
alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan
bencana sosial.
Pembahasan pada topik ini akan fokus pada kajian bencana alam. Bumi kita
adalah planet yang sangat dinamis. Sifat dinamis ini dapat dikenali mulai dari
rotasi bumi pada porosnya, revolusi bumi mengelilingi matahari, pergerakan
lempeng-lempeng tektonik bumi, arus laut di samudera, serta berbagai fenomena
cuaca di atmosfer. Berbagai fenomena dan lingkungan alam dibumi juga saling
berinteraksi dan hasilnya dapat memengaruhi kehidupan mahluk hidup dibumi,
termasuk manusia. Interaksi antarfenomena pada listosfer, atmosfer, dan hidrosfer
dengan menghasilkan akibat yang merugikan dan / atau mengancam kehidupan
manusia sehingga dikategorikan sebagai bencana alam. Pengelompokan jenis
bencana alam dibagi menjadi asal dinamika litosfer, hidrosfer, atmosfer dan ekstra
terestrial. Sedangkan pada kajian ini akan dibahas fokus pada bencana alam
meteorologi/hidrometeorologi yang merupakan bencana alam yang berhubungan
dengan iklim. Bencana alam ini umumnya tidak terjadi pada suatu tempat yang
khusus.
Bencana alam bersifat meteorologis paling banyak terjadi diseluruh dunia seperti
banjir dan kekeringan. Kekhawatiran terbesar pada masa modernisasi sekarang ini
adalah terjadinya pemanasan global.
3. Tanah Longsor
Tanah longsor merupakan gerakan masa batuan atau tanah menuruni
lereng atau tebing.
Gambar 3. Longsor
DAMPAK BENCANA
TERHADAP KEHIDUPAN
1. Tsunami
b. Penyebab
1) Gempa bumi yang diikuti dengan dislokasi/perpindahan massa
tanah/batuan yang sangat besar dibawah air laut/danau.
2) Tanah longsor dibawah tubuh air/laut
3) Letusan gunung api dibawah laut dan gunung api pulau.
c. Mekanisme Perusakan
Tsunami mempunyai kecepatan yang berbanding lurus dengan
kedalaman laut. Jika kedalaman laut semakin dalam, maka kecepatan
tsunami semakin besar. Kecepatan tsunami akan semakin berkurang
karena gesekan dengan dasar laut yang semakin dangkal. Hal tersebut
menjadikan tinggi yang semakin besar. Berkurangnya kecepatan
menyebabkan adanya penumpukan massa air.
d. Kajian bahaya
1) Kejadian-kejadian tsunami didata dan dijadikan database untuk
mengetahui karakteristik tsunami.
2) Identifikasi sistem tektonik, struktur geologi dan morfologi daerah dasar
laut khususnya didaerah sekitar zona tumbukan (subduction zone).
3) Pemetaan resiko bencana tsunami
2. Banjir
b. Penyebab
Pada pembahasan sebelumnya kita sudah membahas beberapa
penyebab banjir. Secara umum banjir disebabkan oleh tingginya curah
hujan. Akibatnya sistem pengaliran air, saluran drainase, dan kanal
penampung banjir tidak mampu akumulasi air hujan. Hasilnya air akan
meluap dan menyebabkan banjir.
Daya tampung sistem pengaliran air tidak selamanya sama. Sistem ini
akan berubah akibat sedimentasi, penyempitan sungai, tersumbat sampah,
serta masih banyak faktor lainya. Satu hal yang juga harus menjadi
perhatian kita adalah penggundulan hutan didaerah tangkapan air hujan.
Penggundulan hutan menyebabkan debit air yang masuk ke sistem aliran
meningkat. Akibat lainya adalah tingginya tingkat erosi serta sedimentasi.
Berkurangnya resapan air juga terjadi didaerah permukiman. Padatnya
bangunan menyebabkan berkurangnya tingkat resapan air. Kurang resapan
membuat air langsung masuk ke sistem pengaliran yang kapasitasnya
terbatas.
c. Mekanisme perusakan
Pernahkah anda melihat atau bahkan mengalami wilayah anda
tergenang banjir? Coba anda lihat apakah ada kerusakan yang terjadi, baik
pada bangunan atau fasilitas lainya?
Banjir umumnya mempunyai sifat merusak, baik yang menggenang
maupun banjir bandang. Sifat ini didapatkan kerena arus air yang cepat
dan bergolak dapat menghanyutkan berbagai benda disekitarnya.
Kerusakan akan semakin tinggi ketika aliran air membawa material tanah.
Air banjir dapat merusak pondasi bangunan, baik rumah maupun
jembatan. Material yang hanyut bersama banjir akan diendapkan setelah
surut. Endapan tersbeut dapat merusak tanaman, perumahan, perumahan,
dan menimbulkan penyakit.
d. Kajian bahaya
Kajian mengenai bahaya banjir dapat kita pelajari melalui data-data yang
tepat. Hal ini kita butuhkan untuk menentukan tingkat kerawanan serta
upaya antisipasi banjir. Data yang kita butuhkan berasal dari hal-hal
sebagai berikut.
1) Rekaman kejadian bencana yang terjadi. Data ini berfungsi sebagai
indikasi awal akan datangnya banjir di masa yang akan datang. Melalui
data ini kita dapat menentukan pola mterjadinya banjir periodik(
tahunan, lima tahunan, sepuluh tahunan, atau seratus tahunan).
2) Pemetaan topografis. Peta topografi dapat menunjukan kontur ketinggian
sekitar daerah aliran sungai. Melalui data ini kita dapat menentukan
kemampuan kapasitas sistem hidrologi dan luas daerah tangkapan
hujan.
3) Data curah hujan. Data ini dipergunakan untuk menghitung kapasitas
penyaluran sistem pengaliran.
3. Kekeringan
Gambar 6. Kekeringan
a. Pengertian
1) Kekeringan Alamiah
a) Kekeringan Meteorologis akibat tingkat curah hujan dibawah normal
adalm satu musim.
b) Kekeringan hidrologis akibat kekurangan pasokan air permukaan dan
air tanah. Kita dapat mengkur kekeringan ini berdasarkan elevasi muka
air tanah.
c) Kekeringan. Pertanian merupakan kekurangan lengas tanah (kandungan
air dalam tanah) sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman.
d) Kekeringan sosial ekonomi merupakan kekurangan pasokan komiditi
ekonomi akbiat kekeringan meteorologi,
2) Kekeringan Antropogenik
Kekeringan antropogenik disebabkan ketidaktaatan manusia pada aturan.
Kita dapat melihat kebutuhan air lebih besar dari pasokan yang
direncanakan. Kekeringan disebabkan pula oleh kerusakan kawasan
tangkapan air dan sumber-sumber air akibat perbuatan manusia.
b. Penyebab
Kekeringan di Indonesia berkaitan erat dengan fenomena ENSO (El Nino
Southren Oscillation). Dampak El-Nino sangat kuat pada wilayah yang
dipengaruhi sistem monsoon. Sedangkan pada wilayah dengan sistem
equatorial kuat, dampak El Nino cukup lemah. Pengaruh El Nino juga lebih
kuat pada musim kemarau. Pengaruh El Nino dapat kita lihat dari pola-pola
pada keragaman hujan sebagai berikut.
1) Akhir musim kemarau mundur dari normal
2) Awal masuk musim hujan mundur dari normal
3) Curah hujan musim kemarau turun tajam dibanding normal
4) Deret hari kering semakin panjang
c. Mekanisme Perusakan
Kekeringan dapat menimbulkan banyak masalah. Manusia, tumbuhan, dan
hewan akan menerima banyak dampak baik langsung maupun tidak.
Kurangnya pasokan air menyebabkan menurunya kesehatan manusia.
Kekeringan dapat juga menyebabkan pepohonan mati dan tanah menjadi
gundul. Jikat tidak segera ditanggulangi akan mengakibatkan hilangnya
bahan pangan.
b) Kekeringan hidrologis
c) Kekeringan pertanian
Tabel 3. Indikator intensitas kekeringan pertanian
Intensitas Kekeringan Persentase Daun Kering
Pertanian
Kering (terkena ringan s/d M daun kering dimulai pada bagian
sedang) ujung daun
Sangat Kering (terkena M - % daun kering dimulai pada bagian
berat) ujung daun
Amat sangat kering (Puso) Semua bagian daun kering
Sumber : bnpb.go.id
Apabila dinilai dari segi penurunan produksi, terkena ringan s/d berat
diperkirakan kehilangan hasil bisa mencapai 75% dengan rata-rata
sekitar 50%. Dan puso apabila hasil diatas 95%. Untuk kekeringan
ditinjau dari kehutanan dinilai dari Keetch Byram Drough Index (KBDI):
e) Antropogenik
Intensitas kekeringan akibat ulah manusia terjadi apabila:
(1) Rawan: apabila tingkat penutupan tajuk (crown cover) 40%-50%.
(2) Sangat rawan: Apabila tingkat penutupan tajuk (crown cover)
20%-40%.
(3) Amat sangat rawan: apabila tingkat penutupan tajuk (crwon
cover) di DAS <20%
Gambar 7. Badai
a. Pengertian
Angin badai adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan angin 120
km/jam atau lebih. Peristiwa ini sering terjadi di wilayah tropis.
b. Penyebab
Angin badai disebabkan perbedaan tekanan udara yang ekstrem. Ketika
terjadi, angin dapat bergerak dengan kecepatan sekitar 20 km/jam. Kita
mengenal angin ini sebagai badai, di samudera pasifik sebagai angin taifun,
di samudera hindia disebut siklon, dan di Amerika dinamakan hurricane.
c. Mekanisme perusakan
Tenaga angin yang kuat dapat merobohkan bangunan atau menyebabkan
kapal tenggelam. Kebanyakan angin badai disertai dengan hujan deras.
Paduan keduanya dapat menimbulkan bencana tanah longsor dan banjir.
d. Kajian Bahaya
Kajian bahaya angin badai dapat kita pantau dari data kecepatan dan arah
angin. Lembaga yang mengawasinya adalah stasiun dan satelit meteorologi.
Angin badai dipengaruhi oleh faktor topografi, vegetasi dan permukiman.
Kita juga dapat mempelajari kejadian angin badai di masa lalu. Data ini
digunakan untuk mengetahui pola umum kejadian angin badai.
e. Gejala dan Peringatan Dini
Tahukah anda bagaimana cara kita untuk memprediksi terjadinya angin
badai? Angin badai tidak selamanya terjadi secara mendadak. Sebagian
besar badai, terbentuk melalui suatu proses. Kita dapat memantaunya
melalui satelite cuaca. Monitoring menggunakan satelite ini dapat
membantu kita memberikan peringatan dini.
f. Parameter
Skala kecepatan angin diusulkan oleh Hebert Saffir yang dikenal dengan
skala Saffir-Simpson. Berikut ini adalah skalanya.
Tabel 5. Skala Saffir-Simpson
Tingkat/Level Kecepatan angin Km/jam Tingkat Kerusakan
1 120 – 153 Sedikit
2 154 - 177 Sedang
3 178 – 209 Luas
4 210 - 249 Hebat
5 >250 Sangat Hebat
5. Gelombang Pasang/Badai
b. Penyebab
Angin dengan kecepatan besar diatas permukaan laut bisa membangkitkan
fluktuasi muka air laut yang besar disepanjang pantai. Kita akan sulit
memperkirakan elevasi muka air selama terjadinya badai. Penyebabnya
adalah badai melibatkan banyak variabel seperti interaksi antara angin dan
air, perbedaan tekanan atmosfer dan lain-lain.
Perubahan elevasi muka air tergantung pada kecepatan angin, fetch,
kedalaman air, dan kemiringan dasar. Fetch merupakan panjang daerah
tempat angin berhembus dengan kecepatan dan arah konstan.
Gelombang angin di lokasi pembangkitanya masih relatif curam. Gelombang
ini disebut seas. Setelah menjalar gelombang menjadi lebih landai dan
berpuncak panjang. Gelombang ini disebut swell.
c. Mekanisme Perusakan
1) Gelombang pasang/badai dalam periode yang cukup lama (dapat
merusak/menghancurkan) kehidupan dan bangunan di daerah pantai.
2) Gelombang badai dapat memutar air dan menimbulkan gelombang yang
tinggi. Hal ini dapat mengganggu pelayaran dan berpotensi
menenggalamkan kapal.
d. Kajian Bahaya
Siklon tropis dapat menyebabkan kondisi cuaca yang ekstrem. Daerah
lintasan siklon tropis adalah wilayah perairan Indonesia, sebalah utara
Australia dan Pasifik Barat dan sampai Laut Cina Selatan.
e. Gejala dan Peringatan Dini
Pemantauan Gejala sistem konvergensi tekanan rendah dapat berkembang
menjadu Tropical Depresi dan tumbuh menjadi Tropical Siklon.
f. Parameter
1) Tinggi gelombang (meter)
2) Panjang sapuan gelombang pasang ke daratan (m atau km)
3) Luas daerah yang terkena sapuan gelombang (km2).
SIKLUS PENANGGULANGAN
BENCANA
A. Penanggulangan Bencana
2. Prioritas
3. Koordinasi keterpaduan
6. Kemitraan
7. Pemberdayaan
8. Nondiskriminatif
9. Nonproletisi
1. Tahap pencegahan/Mitigasi
Pada tahap tanggap darurat hal paling pokok yang sebaiknya dilakukan
adalah penyelamatan korban bencana. Inilah sasaran utama dari tahapa
tanggap darurat. Selain itu, tehap tanggap darurat bertujuan membantu
masyarakat yang terkena bencana langsung untuk segera dipenuhi
kebutuhan dasarnya yang paling minimal.
c. Penanganan pengungsi.
3. Tahap Rehabilitasi
4. Tahap Rekonstruksi
Kekeringan tidak hanya terjadi karena faktor alam, ulah manusia yang
merusak lingkungan juga berpengaruh terhadap potensi kekeringan. Bebrapa
cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kekeringan adalah sebagai
berikut:
a. Membuat waduk (bendungan) yang berfungsi sebagai persediaan air di
musim kemarau. Selain itu, waduk dapat mencegah terjadinya banjir pada
musim hujan.
b. Membuat hujan buatan untuk daerah-daerah yang sangat kering.
c. Reboisasi atau penghijauan kebali daerah-daerah yang sudah gundul agar
tanah lebih mudah menyerap air pada musim kemarau.
d. Melakukan diversifikasi dalam bercocok tanam bagi para petani, misalnya
mengganti tanaman padi dengan tanaman palawija pada saat musim
kemarau karena palawija dapat cepat dipanen dan tidak membutuhkan
banyak air untuk pertumbuhannya.
e. Penentuan teknologi pencegahan kekeringan (pembuatan embung,
penyesuaian pola tanam dan teknologi budidaya tanaman, dll) dan sistem
pengaliran air irigasi yang disesuaikan dengan hasil prakiraan iklim.
f. Pengembangan sistem penghargaan (reward) bagi masyarakat yang
melakukan upaya konservasi dan rehabilitasi sumberdaya air dan lahan
serta memberikan hukuman (punishment) bagi yang merusak lingkungan.
3. Penanggulangan Bencana Longsor
a. Pencegahan
Bencana longsor dapat dicegah melalui cara berikut:
- Melarang pembangunan rumah pada lokasi yang rawan longsor,
terutama pada lereng dan kaki bukit.
- Memperkuat kestabilan tanah dengan pohon-pohon yang akarnya
dapat mengikat tanah secara kuat.
- Pembangunan tembok-tembok penahan untuk memperkuat lereng
pada lokasi rawan longsor.
- Memberikan penyuluhan pada masyarakat yang tinggal di wilayah
longsor tentang cara menghindari bencana longsor.
b. Pasca bencana longsor
- Mengerahkan tim dan masyarakat untuk bersama-sama memberikan
pertolongan jikalau ada warga yang masih bisa diselamatkan.
- Mengumpulkan informasi dari warga tentang lokasi rumah yang
terkena longsor, jumlah rumah dan jumlah anggota keluarganya.
- Memberikan pertolongan medis bagi warga yang masih hidup dan
terkena longsor.
- Membangun kembali rumah warga dan infrastruktur yang terkena
longsor.
- Merelokasi warga pada lokasi baru yang lebih aman dari longsor jika
masih ada kemungkinan longsor pada masa yang akan datang.
4. Penanggulangan Bencana Tsunami
Tsunami adalah ombak besar yang terjadi setelah peristiwa gempa bumi,
gempa laut, gunung berapi meletus, atau hantaman meteor di laut. Tsunami
dapat diprediksi oleh berbagai institusi seismologi sehingga dapat diterapkan
sistem peringatan dini (early warning system).
a. Sebelum terjadi tsunami
- Memasang peralatan sistem peringatan dini di wilayah-wilayah laut
yang berpotensi mengalami tsunami.
- Melakukan pemetaan tingkat kerawanan bencana tsunami dan
mensosialisasikan kepad amasyarakat.
- Menentukan jalur-jalur evakuasi bagi penduduk yang tinggal di
wilayah-wilayah rawan tsunami.
- Menanam dan memelihara hutan mangrove di sepanjang pantai untuk
menahan laju ombak.
b. Pada saat terjadinya tsunami
- Memberikan tanda peringatan dan informasi untuk memandu
penduduk mencapai tempat yang aman.
- Mengerahkan tim penyelamat beserta perlatan pendukung untuk
membantu penduduk mencapai tempat evakuasi.
- Memantau perkembangan keadaan untuk menentukan langkah-
langkah berikutnya.
A. GEMPA BUMI
1. Persebaran Wilayah Rawan Bencana Gempa Bumi di Indonesia
Gempa bumi mungkin adalah ancaman bencana alam terbesar di
Indonesia karena terjadi tiba-tiba dan bisa menyerang wilayah padat
penduduk, seperti kota-kota besar. Gempa bumi dengan kekuatan sekitar
5 atau 6 skala Richter terjadi hampir setiap hari di Indonesia namun
biasanya tidak menyebabkan atau hanya sedikit menyebabkan kerugian.
Kalau kekuatan gempa melewati 7 skala Richter, sebuah gempa bisa
menyebabkan banyak kerusakan. Setiap tahunnya, dua atau tiga gempa
bumi dengan 7 skala Richter (atau lebih) terjadi di Indonesia dan
lingkungan hidup.
Gambar 15. Sebaran gempa bumi di Indonesia (Sumber:
http://geospasial.bnpb.go.id/wp-content/uploads/2010/02/201002-
10_hazard_gempa_bumi_kabupaten_bnpb-585x413.jpg )
C. TSUNAMI
1. Persebaran Wilayah Rawan Bencana Tsunami di Indonesia
Gambar 18. Sebaran rawan bencana tsunami di indonesia
Berdasarkan peta indeks ancaman tsunami di Indonesia kepulauan
Maluku, papua bagian utara dan sumatera bagian selatan memiliki risiko
tsunami yang tinggi. Bagian pegunungan di Sumatera dan di jawa relatif
mempunyai risiko tsunami yang rendah. Bagian Barat di pulau
Kalimantan juga menunjukan risiko tsunami yang rendah.
2. Tsunami yang Berada di Indonesia
Gempa bumi tektonik berkekuatan 8,5 SR berpusat di Samudra India
(2,9 LU dan 95,6 BT di kedalaman 20 km (di laut berjarak sekitar 149 km
selatan kota Meulaboh, Nanggroe Aceh Darussalam). Gempa itu disertai
gelombang pasang (Tsunami) yang menyapu beberapa wilayah lepas pantai
di Indonesia (Aceh dan Sumatera Utara), Sri Langka, India, Bangladesh,
Malaysia, Maladewa dan Thailand. Korban tewas di propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dan Sumatera Utara menurut Departemen Sosial RI
(11/1/2005) adalah 105.262 orang. Sedangkan menurut kantor berita
Reuters, jumlah korban Tsunami diperkirakan sebanyak 168.183 jiwa
dengan korban paling banyak diderita Indonesia, 115.229 (per Minggu
16/1/2005). Sedangkan total luka-luka sebanyak 124.057 orang,
diperkirakan 100.000 diantaranya dialami rakyat Aceh dan Sumatera
Utara.
Pada tanggal 17 juli 2006 telah terjadi gempa di sebelah selatan
pantai Pangandaran. Pusat Gempa Nasional Badan Meteorologi dan
Geofisika atau PGN BMG menyatakan gempa bumi yang terjadi di kawasan
pantai Pangandaran tersebut terjadi pada pukul 15.19 berkekuatan 6,8
Skala Richter (SR), dengan pusat gempa tektonik pada kedalaman kurang
dari 30 km di titik 9,4 Lintang Selatan, dan 107,2 Bujur Timur. Pusat
gempa tepatnya berada di sebelah selatan Pameungpeuk dengan jarak
sekitar 150 km, dan merupakan zona pertemuan dua lempeng benua Indo-
Australia dan Eurasia pada kedalaman kurang dari 30 km.
Gempa bumi yang terjadi tersebut juga menyebabkan terjadinya
gelombang tsunami yang menerjang pantai selatan Jawa Barat seperti
Cilauteureun, Kab. Garut, Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, Pangandaran,
Kab. Ciamis, pantai selatan Cianjur dan Sukabumi. Bahkan, gelombang
tsunami juga menerjang Pantai Cilacap dan Kebumen, Jawa Tengah, serta
pantai selatan Kab. Bantul, Yogyakarta. Gempa yang diiringi tsunami ini
telah menelan korban jiwa hingga mencapai ratusan orang dan ratusan
lainnya mengalami cedera, dan puluhan jiwa dinyatakan hilang. Ratusan
rumah mulai dari sepanjang pantai Krapyak, Kalipucang, Parigi,
Cipatujah, Kab. Tasikmalaya, hancur. Demikian pula, hotel-hotel di
sepanjang objek wisata pantai barat Pangandaran.
D. BANJIR
1. Persebaran Wilayah yang Sering Terjadi Banjir di Indonesia
E. KEKERINGAN
1. Persebaran Wilayah Indonesia yang Sering Mengalami Bencana Kekeringan
Gambar 20. Peta sebaran bencana kekeringan di Indonesia
Berdasarkan peta di atas menunjukan bahwa ancaman bencana
kekeringan yang tigggi di Indonesia tedapat di pulau sumatera, jawa,
Kalimantan, dan papua.kondisi curah hujan sangat mempengaruhi
kekeringan suatu daerah. Selain itu el nino juga berpengaruh terhadap
kekeringan di Indonesia.
2. Penyebab Wilayah Tersebut Mengalami Risiko Kekeringan
Penyebab kekeringan pada suatu wilayah disebabkan oleh beberapa
hal , dari wilahya sendiri beriklim kering, lahan yang mampu meloloskan
air, atau akibat dari fenomen el nino. Selain itu Kekeringan di Indonesia
biasanya terjadi di wilayah pertanian tadah hujan, wilayah irigasi
golongan, wilayah gardu liar dan juga titik endemic kekeringan.
Musim kemarau yang panjang dan kekeringan di sejumlah wilayah
Pulau Jawa menyebabkan sebagian besar petambak mengalami kerugian
sedikitnya mencapai Rp 10.000.000-15.000.000, karena para petambak
tergantung pada air tawar, hal ini disampaikan oleh Organisasi tani dan
nelayan, Kontak Tani dan Nelayan Andalan KTNA (BBC 15/09/2012).
Akibat dari kemarau panjang yang terjadi di sejumlah daerah di Indonesia
saat ini, berdampak pada menyusutnya cadangan air waduk, dimana
berdasarkan pemantauan Kementerian PU terhadap 71 waduk yang
tersebar di Indonesia, hingga akhir Agustus 2012 terdapat 19 waduk
normal, 42 waspada, dan 10 kering (Inilah.com 07/09/2012).
Kekeringan yang baru terjadi disejumlah daerah di Indonesia,
merupakan salah satu dampak akibat perubahan iklim yang terjadi di
Indonesia. Indikasi utama perubahan tersebut adalah adanya anomali
cuaca, dimana pada bulan September ini, seharusnya sudah mengalami
musim penghujan, akan tetapi menurut laporan dari BMKG bahwa musim
kemarau diperkirakan sampai pada bulan Oktober atau Desember. Selain
akibat dari perubahan iklim, kelangkaan air juga disebabkan oleh aktivitas
manusia. Dimana aktivitas manusia juga berkontribusi terhadap
permasalahan ini akibat aktivitasnya yang melakukan pembalakan hutan
besar-besaran, memperbesar sumbangan gas CO2 ke atmosfer melalui
emisi gas rumah kaca, serta aktivitas pertambangan yang tidak
mengindahkan kaidah lingkungan. Akibatnya seperti yang kita rasakan
saat ini, beberapa waduk di Pulau Jawa telah mengalami penurunan debit
simpanan air yang berdampak pada defisit air untuk kebutuhan irigasi
pertanian, serta mengeringnya sumur-sumur penduduk dibeberapa
daerah.
Faktor lain yang berpengaruh adalah tingginya intensitas
pembangunan gedung di kota-kota besar, yang berdampak pada semakin
meningkatnya aliran permukaan saat musim penghujan karena sebagian
besar lapisan tanahnya sudah terkover oleh aspal dan beton, sehingga air
hujan tidak mampu berinfiltrasi ke dalam tanah sebagai simpanan air
tanah di dalam akuifer. Selain itu, tingginya aktivitas perubahan
penggunaan lahan didaerah pegunungan dan perbukitan dari hutan ke
permukiman, juga memperbesar debit aliran sungai dan juga
menimbulkan peningkatan volume sedimentasi waduk dan sungai,
akibatnya waduk dan sungai tersebut sudah mengalami pendangkalan
dini, dan selanjutnya mengakibatkan volume simpanan air dalam waduk
menjadi semakin menurun dari kondisi sebelumnya. Hal inilah yang
menyebabkan lahan sawah disejumlah daerah mengalami kekeringan
akibat suplay air dari waduk sangat sedikit.
F. ANGIN PUTTING BELIUNG
1. Wilayah Rawan Bencana Angin Puting Beliung di Indonesia
G. TANAH LONGSOR
LEMBAGA KEBENCANAAN
B. BASARNAS
1. Kedudukan
Badan SAR Nasional (BASARNAS) adalah Lembaga Pemerintah Non-
Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Presiden.
2. Tugas dan Fungsi
a. Tugas
Badan SAR Nasional memiliki tugas membantu Presiden dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pencarian dan
pertolongan (search and rescue).
b. Fungsi
Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, Badan SAR Nasional
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
1) perumusan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang SAR;
2) perumusan kebijakan teknis di bidang SAR;
3) koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang SAR;
4) pembinaan, pengerahan dan pengendalian potensi SAR;
5) pelaksanaan siaga SAR;
6) pelaksanaan tindak awal dan operasi SAR;
7) pengoordinasian potensi SAR dalam pelaksanaan operasi SAR;
8) pendidikan, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di
bidang SAR;
9) penelitian dan pengembangan di bidang SAR;
10) pengelolaan data dan informasi dan komunikasi di bidang SAR;
11) pelaksanaan hubungan dan kerja sama di bidang SAR;
12) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung
jawabBadan SAR Nasional;
13) penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum;
14) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Badan SAR
Nasional; dan
15) penyampaian laporan, saran dan pertimbangan di bidang SAR.
3. Susunan Organisasi BASARNAS
BASARNAS terdiri dari :
a. Kepala
Kepala mempunyai tugas memimpin BASARNAS dalam menjalankan
tugas dan fungsi BASARNAS.
b. Sekretariat Utama
Sekretariat Utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan,
pembinaan dan pengendalian terhadap program, administrasi dan
sumber daya di lingkungan BASARNAS.
c. Deputi Bidang Operasi SAR
Deputi Bidang Operasi SAR mempunyai tugas merumuskan dan
melaksanakan siaga SAR, tindak awal dan operasi SAR.
d. Deputi Bidang Potensi SAR
Deputi Bidang Potensi SAR mempunyai tugas merumuskan dan
melaksanakan kebijakan di bidang potensi SAR.
e. Inspektorat
Inspektorat mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional
terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan BASARNAS.
f. Pusat
Pusat yang dimaksud disini adalah pusat data dan informasi. Pusat data
dan informasi bertugas menyediakan data dan informasi berkaitan
dengan BASARNAS.
g. Unit Pelaksana Teknis
Unit Pelaksana Teknis melaksanakan tugas SAR dan administratif
Badan SAR Nasional di daerah.
4. Pembiayaan
Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi
BASARNAS, dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan sumber anggaran lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
C. PVMBG
1. Kedudukan
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) adalah salah satu
unit di lingkungan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral.
2. Tugas dan Fungsi
a. Tugas
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mempunyai tugas
melaksanakan penelitian, penyelidikan, perekayasaan dan pelayanan di
bidang vulkanologi dan mitigasi bencana geologi.
b. Fungsi
1) penyiapan penyusunan kebijakan teknis, norma, standar, prosedur,
dan kriteria, serta rencana dan program di bidang vulkanologi dan
mitigasi bencana geologi;
2) pelaksanaan penelitian, penyelidikan, perekayasaan, pemetaan
tematik dan analisis risiko bencana geologi, serta peringatan dini
aktivitas gunungapi dan potensi gerakan tanah dan pemberian
rekomendasi teknis mitigasi bencana geologi;
3) pembinaan jabatan fungsional pengamat gunungapi;
4) pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penelitian,
penyelidikan, perekayasaan, pemetaan tematik dan analisis risiko
bencana geologi, serta peringatan dini aktivitas gunungapi dan
potensi gerakan tanah dan pemberian rekomendasi teknis mitigasi
bencana geologi; dan
5) pelaksanaan administrasi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi.
3. Susunan Organisasi PVMBG
a. Bagian Tata Usaha
Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan penyusunan
rencana kerja dan anggaran, urusan keuangan, kerja sama, umum,
kepegawaian, hukum, dan pengelolaan informasi.
b. Bidang Mitigasi Gunungapi
Bidang Mitigasi Gunungapi mempunyai tugas penyiapan penyusunan
kebijakan teknis, norma, standar, prosedur, kriteria, rencana, pelaporan,
pengamatan, dan penetapan status, peringatan dini, rekomendasi teknis
mitigasi bencana gunungapi, pelaksanaan penelitian, penyelidikan,
perekayasaan, pemantauan, pemetaan tematik, pemodelan bahaya dan
penyebaran informasi gunungapi.
c. Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami
Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami mempunyai tugas penyiapan
penyusunan kebijakan teknis, norma, standar, prosedur, kriteria,
rencana, pelaporan, pemetaan dan rekomendasi teknis mitigasi gempa
bumi dan tsunami, penelitian, penyelidikan, perekayasaan, pemodelan
bahaya serta penyebaran informasi gempa bumi dan tsunami.
d. Bidang Mitigasi Gerakan Tanah
Bidang Mitigasi Gerakan Tanah mempunyai tugas penyiapan
penyusunan kebijakan teknis, norma, standar, prosedur, kriteria,
rencana, pelaporan, pemetaan dan rekomendasi teknis mitigasi gerakan
tanah, penelitian, penyelidikan, perekayasaan, serta pelaksanaan
pemantauan dan peringatan dini potensi gerakan tanah, pemodelan
bahaya, penyebaran informasi gerakan tanah.
4. Pembiayaan
Segala biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi PVMBG,
dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan sumber
anggaran lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM MITIGASI BENCANA
A. Partisipasi Masyarakat
Masyarakat terdiri dari individu-individu dan kelompok-kelompok. Di
dalam UU 24/2007 tidak ada definisi khusus tentang masyarakat, tapi
pengertian masyarakat itu secara umum terdapat dalam pengertian “setiap
orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum.”
Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan secara spontan dengan
kesadaran dan tanggung jawab dengan dilatarbelakangi untuk kemajuan
pribadi maupun kelompok. Jenis-jenis partisipasi dibagi menjadi lima yaitu:
a. Partisipasi buah pikiran, yang diberikan partisipan dalam anjang sono,
pertemuan atau rapat,
b. Partisipasi tenaga, yang diberikan partisipan dalam berbagai kegiatan untuk
perbaikan atau pembangunan desa, pertolongan dari orang lain, dan
sebagainya
c. Partisipasi harta benda, yang diberikan orang dalam berbagai kegiatan
untuk perbaikan atau pembangunan desa, dan sebagainya
d. Partisipasi keterampilan dan kemahiran, yang diberikan orang untuk
mendorong aneka ragam bentuk usaha dan industry
e. Partisipasi sosial, yang diberikan orang sebagai tanda keguyuban.
Partisipasi masyarakat menjadi salah satu faktor pendukung
pembangunan berkelanjutan, dengan ikut berpartisipasi aktif, masyarakat
dapat meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mendukung program yang
direncanakan oleh pemerintah. Partisipasi masyarakat dalam berbagai
tindakan yang dilakukan masyarakat didalamnya terdapat proses
pembelajaran. Oleh karena itu, partisiapasi masyarakat sangat penting untuk
ditingkatkan. Dalam mitigasi bencana, unsur-unsur masyarakat diharapakan
ikut berpartispasi secara aktif disertai rasa tanggung jawab sehingga dapat
meminimalisir korban bencana.
Bencana alam merupakan suatu peristiwa yang tidak terduga dan diluar
jangkauan manusia sehingga peristiwa tersebut dapat menimbulkan banyak
kerugian, baik kerugian jiwa-raga, harta benda, maupun kerusakan
lingkungan.Oleh karena itu, pelaksanaan penanggulangan bencana dilakukan
dengan melibatkan partisipasi masyarakat yang di daerah tempat tinggalnya
berpotensi terjadi suatu bencana, bukan hanya upaya penanggulangan
bencana yang dilakukan oleh pemerintah.
Pemerintah dan masyarakat harus bersama-sama melakukan
penanggulangan bencana sehingga penanggulangan bencana alam dapat
dilakukan secara efektif dan efisien.Pemerintah melakukan penanggulangan
bencana melalui tahap response, recovery dan development dimana didalamnya
terdapat tindakan evakuasi, penyediaan kebutuhan dasar korban, upaya
rekonstruksi dan rehabilitasi, serta perbaikan-perbaikan lain yang juga
dimaksudkan sebagai langkah mitigasi bencana.Masyarakat dapat
berpartisipasi dalam penanggulangan bencana alam melalui partisipasi buah
pikiran, tenaga, harta benda, keterampilan dan kemahiran, serta partisipasi
sosial.
Aji Arifin. 2016. Buku Siswa Geografi kelas XI. Surakarta: Mediatama.
Coburn, dkk. 1994. Mitigasi Bencana Edisi Kedua. Cambridge: Cambridge
Agricultural Research Limited.
Djauhari Noor.2006. Geologi Lingkungan.Yogyakarta: Grahailmu.
Farichatun Nisa .2014. Manajemen Penanggulangan Bencana Banjir,
Putting Beliung, dan Tanah Longsor di Kabupaten Jombang.
Surabaya: FISIPOL Univ. Airlangga.
Gatot Hermanto. 2013. Geografi Untuk SMA/MA Kelas X Peminatan.
Bandung: Yrama Widya.
I D Sobandi. 2014. Mandiri Geografi untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta:
Erlangga.
K Wardiyatmoko, P. 2013. Geografi untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta:
Erlangga.
Lili Somantri dan Nurul Huda. 2015. Buku Siswa Aktif dan Kreatif
Belajar Geografi. Bandung: Grafindo.
Peraturan Kepala Badan SAR Nasional Nomor Pk. 6 Tahun 2015 tentang
Rencana Strategis Badan SAR Nasional Tahun 2015 – 2019.
Peraturan Menteri ESDM RI Nomor 13 Tahun 2016 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian ESDM.
Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2007 tentang Badan SAR Nasional.
Peraturan Presiden Republik IndonesiaNomor 8 Tahun 2008
tentangBadan Nasional Penanggulangan Bencana.
Tim BNPB. 2012. Buku Saku Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi
Bencana. Jakarta: BNPB.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
https://www.researchgate.net/publication/264309395_Pemahaman_karakteris
tik_bencana_Aspek_fundamental_dalam_upaya_mitigasi_dan_penanganan
_tanggap_darurat_bencana
https://www.bnpb.go.id/home/definisi diakses tanggal 16 April 2017
https://yudipurnawan.wordpress.com/2007/11/13/bencana-alam-dan-
antisipasinya/diakses tanggal 16 April 2017
http://masirul.com/pengertian-macam-macam-bencana-alam/ diakses
tanggal 16 April 2017
http://www.vsi.esdm.go.id/
https://www.bnpb.go.id/home/siagab diakses pada tanggal 15 April
2017 pukul 10.00 WIB
http://penanggulangankrisis.kemkes.go.id/mitigasi-bencana-angin-
topandiakses pada tanggal 15 April 2017 pukul 13.00 WIB.
http://penanggulangankrisis.kemkes.go.id/category/tips-siaga-
bencanadiakses pada tanggal 16 April 2017 pukul 11.00 WIB.