NIM : 21040120130108 Kelas : PWK A Mata Kuliah : Geologi Lingkungan
Bahaya Geologi dan Perencanaan Lahan Kawasan Rawan Bencana Geologi
Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana Geologi adalah semua peristiwa atau kejadian di alam yang berkaitan dengan siklus-siklus yang terjadi di bumi atau segala sesuatu yang disebabkan oleh faktor-faktor geologi. Faktor- faktor geologi tersebut dapat berupa struktur dan tekstur tanah dan batuan, jenis tanah dan batuan, pola pengaliran sungai, topografi, struktur geologi (lipatan dan patahan), tektonik maupun gunungapi. Faktor-faktor geologi tersebut selain menyebabkan adanya potensi bencana, pada kenyataannya faktor-faktor geologi tersebut memberi arti penting dalam kehidupan dan siklus kehidupan di bumi kita ini. Beberapa jenis bencana geologi disebabkan adanya penurunana tanah, gerakan tanah, aktivitas gunung berapi, debris avalance, dan gempa bumi. Penurunan tanah (land subsidence) merupakan suatu fenomena alam yang banyak terjadi di kota – kota besar yang berlokasi di sekitar pantai atau dataran alluvial atau suatu proses gerakan penurunan muka tanah yang didasarkan atas suatu datum tertentu (kerangka referensi geodesi) dimana terdapat berbagai macam variabel penyebabnya (Marfai, 2006). Penurunan muka tanah ini di akibatkan oleh banyak hal seperti pembebanan di atas permukaan, hilangnya air tanah akibat eksploitasi berlebihan, gempa yang mengakibatkan rusaknya struktur tanah, ketidakstabilan bidang tanah akibat proses tertentu, dan sebagainya. Penurunan muka tanah ini secara tidak langsung pemaksaan memadatkan struktur tanah yang belum padat menjadi padat. Umumnya terjadi pada daerah yang tadinya berupa rawa, delta, endapan banjir dan sebagainya yang di alihkan fungsi tataguna lahannya tanpa melakukan rekayasa tanah terlebih dahulu. Menurut Whittaker and Reddish, 1989 dalam Metasari 2010, secara umum faktor penyebabnya. Penurunan tanah alami (natural subsidence) yang disebabkan oleh siklus geologi, contohnya pelapukan (denuation), pengendapan (deposition), dan pergerakan kerak bumi (crustal movement). Mengakibatkan terurainya permukaan batuan, oleh angin terutama di daerah yang kering dan gersang. Sedimentasi Daerah Cekungan, sedimen yang terkumpul di Cekungan semakin lama semakin banyak dan menimbulkan beban yang bekerja semakin meningkat, kemudian proses kompaksi sedimen tersebut menyebabkan terjadinya penurunan pada permukaan tanah. Penurunan tanah akibat pengambilan air tanah (groundwater extraction), pengambilan air tanah secara besar – besaran akan mengakibatkan berkurangnya jumlah air tanah pada suatu lapisan akuifer. Hilangnya air tanah ini menyebabkan terjadinya kekosongan pori – pori tanah sehingga tekanan hidrostatis di bawah permukaan tanah berkurang sebesar hilangnya air tanah tersebut. Selanjutnya akan terjadi pemampatan lapisan akuifer. Penurunan akibat beban bangunan (settlement). Penambahan bangunan di atas permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan di bawahnya mengalami pemampatan. Proses pemampatan ini pada akhirnya menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah. penanggulangan turunnya muka tanah biasanya dilakukan beberapa tahap penelitian terhadap struktur tanah seperti daya dukung tanah, tebal dan komposisi struktur bawah permukaan, kondisi geologi, dan berbagai hal yang terkait. Salah satu penanggulangannya adalah memperkuat daya dukung tanah dengan cara melakukan rekayasa geoteknik seperti suntik semen, melakukan pembangunan pondasi pada struktur tanah yang tepat, melakukan pergantian tanah lunak dengan tanah yang relatif lebih kompak, membuat drainase vertical, memanfaatkan penggunaan air tanah seperlunya tanpa melakukan eksploitasi berlebihan. Pengertian gerakan tanah (mass movement) dengan longsoran (Landslide) mempunyai kesamaan. Gerakan tanah adalah perpindahan massa tanah atau batu pada arah tegak, mendatar atau miring dari kedudukan semula, gerakan tanah mencakup gerak rayapan dan aliran maupun longsoran. Dari definisi gerakan tanah dapat disimpulkan bahwa longsoran adalah bagian dari gerakan tanah. (Widjojo, 1985). Pada dasarnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar dari pada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air, beban serta berat jenis batuan. Penyebab – penyebab eksternal yang menyebabkan naiknya gaya geser yang bekerja sepanjang bidang runtuh, antara lain perubahan geometri lereng, penggalian atau penggerusan pada kaki lereng, pembebanan pada puncak atau permukaan bagian atas lereng, getaran yang ditimbulkan oleh gempa bumi atau ledakan, penurunan muka air tanah secara mendadak, hujan. Penyebab – penyebab internal yang menyebabkan turunnya kekuatan geser material, antara lain pelapukan, keruntuhan progresife, hilangnya sementasi tanah (kepadatan), berubah bentuknya material Berdasarkan pergerakan massa runtuhnya, longsor dapat dikelompokkan menjadi beberapa, yaitu runtuhan (falling) merupakan jatuhnya bongkahan batu atau material yang terlepas dari lereng yang terjal. Gelinciran (sliding) merupakan pergerakan massa ke arah bawah dan keluar yang disebabkan oleh tegangan geser yang bekerja pada permukaan runtuh melebihi tahanan geser yang dimiliki oleh material pada permukaan runtuh. Gulingan (toppling) merupakan tergulingnnya beberapa blok – blok batuan yang diakibatkan oleh momen guling yang bekerja pada blok – blok batuan tersebut. Aliran (flowing) merupakan material yang bergerak ke arah bawah lereng seperti suati cairan. Aliran dipengaruhi oleh jumlah kandungan atau kadar air tanah, terjadi pada material tak terkonsolodasi. Salah satu contonya aliran campuran masa tanah dan batuan (Debris avalanche) adalah suatu aliran yang meluncur dari debris batuan pada celah yang sempit dan berlereng terjal. Gunung berapi yang banyak dijumpai di beberapa wilayah ini sebenarnya berisi material panas yang berbentuk lava atau cairan. Saluran fluida atau kawah yang berisi material panas tersebut dibalut oleh tanah berbentuk kerucut yang kita kenal sebagai gunung. Negara- negara yang dilewati oleh pegunungan Mediterania dan Sirkum biasanya kaya akan gunung api. Gunung berapi merupakan gunung yang berbahaya yang dapat merusak lingkungan jika gunung berapi mengeluarkan letusan pada gunung berapi. Biasanya gunung berapi akan meletus disebabkan oleh beberapa faktor dan akan memberikan siaga jika gunung berapi akan meletus. Dampak negatif yang diberikan dari adanya letusan gunung berapi, akan sangat merugikan seluruh makhluk hidup yang bertahan hidup di bumi. Tak heran jika banyak orang yang sangat mengantisipasi agar tidak terjadinya letusan pada gunung berapi karena akan memberikan dampak negatif pada lingkungan sekitar dan makhluk hidup disekitarnya. Beberapa dampak negatifnya adalah abu vulkanik yang panas akan merusak segala yang dilewatinya. Lahar panas mengakibatkan kebakaran hutan, sehingga ekosistem hutan terancam termasuk satwa yang tinggal di dalamnya. Bahaya langsung saat gunung meletus seperti awan panas, guguran material letusan gunung, bebatuan, abu vulkanik, lava dan erosi tanah. Aliran lava gunung berapi memiliki suhu 7000 sampai 1200oC. Dengan panas yang teramat tinggi, aliran lava tersebut dapat merusak dan membakar apapun yang dilaluinya. Awan panas dengan suhu sekitar 2000-800oC dapat menyerang wilayah sekitar gunung berapi hingga radius 10 km bahkan lebih jauh. Kecepatan awan panas kurang lebih 60 sampai 145 km/jam. Awan panas ini selain dapat merusak bangunan dan pemukiman warga, juga dapat membuat pepohonan tumbang dan akar pohon tercabut dari tanah. Gempa bumi adalah getaran asli dari dalam bumi, bersumber di dalam bumi yang kemudian merambat ke permukaan bumi akibat rekahan bumi pecah dan bergeser dengan keras. Penyebab gempa bumi dapat berupa dinamika bumi (tektonik), aktivitas gunungapi, akibat meteor jatuh, longsoran (di bawah muka air laut), ledakan bom nuklir di bawah permukaan. Frekuensi suatu wilayah, mengacu pada jenis dan ukuran gempa Bumi yang dialami selama periode waktu. Gempa bumi diukur dengan menggunakan alat Seismometer. Gempa bumi tektonik merupakan gempa bumi yang paling umum terjadi merupakan getaran yang dihasilkan dari peristiwa pematahan batuan akibat benturan dua lempeng secara perlahan- lahan itu yang akumulasi energi benturan tersebut melampaui kekuatan batuan, maka batuan di bawah permukaan. Gempa bumi runtuhan biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal. Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan bumi. Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempa bumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut. Bencana gempa bumi merupakan bencana yang tidak dapat dicegah, terjadi secara tiba-tiba dan mengejutkan serta tidak dapat diperkirakan secara akurat lokasi pusatnya, waktu terjadinya dan kekuatannya secara tepat dan akurat, namun gempa bumi dapat diprediksi kisaran waktu yang memungkinkan untuk terjadi. Gempa bumi merupakan fenomena alam yang sukar sekali untuk diramalkan kapan terjadinya, berapa kekuatan gempanya, apakah gempa yang terjadi menimbulkan kerusakan harta benda dan menimbulkan korban jiwa atau tidak. Getaran gempa yang memiliki kekuatan gempa di atas 5 Skala Richter menyebabkan terjadinya getaran di permukaan bumi, getaran ini menggoyang benda-benda di atasnya seperti rumah-rumah, perabotan rumah, bangunan, tiang listrik, pohon dan sebagainya. Bila benda-benda tersebut tidak kuat menahan getaran maka akan rubuh, tumbang, terpelanting dan jatuh. Korban jiwa akan terjadi bila benda-benda tesebut menimpa orang-orang yang berdekatan dengan benda-benda yang jatuh atau terpelanting karena gempa bumi. Getaran yang dihasilkan gempa bumi dapat menyebabkan kerusakan fungsi lingkungan hidup bagi manusia dan ruang publik untuk kehidupan seperti rusaknya struktur jenis – jenis tanah, erosi tanah, terkikisnya lapisan tanah, pencemaran tanah, rusaknya fungsi ekosistem terumbu karang jika pusat gempa ada di laut, banyak tanaman yang rusak dan roboh, dan lain sebagainya. Amanat Undang-Undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menekankan bahwa secara garis besar penyelenggaraan penataan ruang diharapkan (1) dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan; (2) tidak terjadi pemborosan pemanfaatan ruang; dan (3) tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang. Dengan demikian tentunya penataan ruang dalam mempertimbangkan potensi, kondisi, permasalahan, prospek suatu daerah dan berbagai tantangan yang dihadapi termasuk pula memperhatikan daerah rawan bencana sebagai basis dalam mengembangkan dan mengelola suatu daerah. Karnawati (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan lahan dapat menjadi faktor pengontrol gerakan tanah dan meningkatkan resiko gerakan tanah karena pemanfaatan lahan akan berpengaruh pada tutupan lahan (land cover) yang ada. Penataan ruang dapat menjalankan peran penting dalam penetapan rencana pemanfaatan ruang yang aman dari dampak bencana alam karena setidaknya dalam penataan ruang sudah dimunculkan kriteria lokasi rawan bencana alam dan sebaran lokasi kawasan kritis dan kawasan yang beresiko bencana. Penataan Ruang dapat meminimalisasi dampak bencana karena premis penataan ruang adalah keseimbangan lingkungan hidup. Yang dimaksud dengan kawasan rawan bencana adalah suatu wilayah yang memiliki kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi yang untuk jangka waktu tertentu tidak dapat atau tidak mampu mencegah, meredam, mencapai kesiapan, sehingga mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu. Oleh karena itu, penyelenggaraan penataan ruang secara keseluruhan haruslah merupakan upaya intervensi terhadap kerentanan wilayah dan meningkatkan kondisi ketahanan ruang wilayah terhadap kemungkinan adanya bahaya yang terjadi. Mitigasi merupakan titik tolak utama dari manajemen penanggulangan bencana. Dengan mitigasi dilakukan usaha-usaha untuk menurunkan dan/atau meringankan dampak/korban yang disebabkan oleh suatu bencana pada jiwa manusia, harta benda, dan lingkungan. Identifikasi kawasan rawan bencana merupakan salah satu kegiatan dalam mitigasi bencana. . Daftar Pustaka Archenita, D., Silvianengsih, Hamid, D., Natalia, M., & Misrian, M. (2015). Kajian Land Subsidence Untuk Perkuatan Tanah (Studi Kasus Sawahlunto). Rekayasa Sipil, 12(2), 10–18. Husein, S. (2015). Bencana Gempabumi. January, 1–10. https://doi.org/10.13140/RG.2.1.1112.6808 Ilmugeografi, R. (n.d.). Dampak Letusan Gunung Berapi terhadap Lingkungan. https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/gunung/dampak-letusan-gunung-berapi Mengenal Bencana Geologi. (n.d.). https://bpbd.soppengkab.go.id/2018/10/16/mengenal-bencana-geologi/ Sumber daya, D. E. (2005). Pengenalan Gerakan Tanah. Esdm. https://www.esdm.go.id/assets/media/content/Pengenalan_Gerakan_Tanah.pdf Sungkawa, D. (2016). Dampak Gempa Bumi Terhadap Lingkungan Hidup. Jurnal Geografi Gea, 7(1). https://doi.org/10.17509/gea.v7i1.1706 Suranto, J. P. (2008). Kajian Pemanfaatan Lahan Pada Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor di Gununglurah, Cilongok, Banyumas. Pemanfaatan Lahan Pada Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor, 1–165. Tondobala, L. (2011). Pemahaman Tentang Kawasan Rawan Bencana dan Tinjauan Terhadap Kebijakan dan Peraturan Terkait. Jurnal Sabua, 3(1), 58–63. Yusra Agustin, S. (n.d.). BENCANA GEOLOGI, (Seri Pengetahuan Bencana). https://sumbarprov.go.id/home/news/8753-bencana-geologi-seri-pengetahuan-bencana