Anda di halaman 1dari 23

UPAYA MITIGASI BENCANA GERAKAN

TANAH
08:32 // 0 komentar // tafrihan // Category: Article //

Longsor Tieng, 20/12/2011.


Bencana bukan hanya untuk disesali lalu dibiarkan begitu saja, bencana perlu dikelola, bencana
perlu juga dicarikan solusi pemecahannya, kewaspadaan dan mengetahui gejala bencana dan
penanganan ketiak sudah terjadi bencana adalah langkahpositif untuk pengelolaan bencana.

Mewaspadai tanda-tanda terjadinya gerakan tanah secara lokal, misalnya terjadinya retakan tapal
kuda pada lereng, jalan raya pecah-pecah, kemiringan tumbuhan di lereng, kemiringan tanda-
tanda lain seperti tiang listrik, telepon dan sebagainya. Tanda-tanda tersebut mudah dikenali pada
daerah yang rentan terhadap bahaya rayapan tanah / tanah merayap.

Patuhi beban maksimal kendaraan yang melewati jalan di daerah tebing atau lereng perbukitan
untuk menghindari getaran yang memicu gerakan tanah, sebagaimana jalan raya, yang kiri-
kanan jalan raya adalah tebing terjal dari aliran sungai.

Penanganan darurat

1. Pengaturan drainase lereng


2. Desain drainase lereng
3. Perbaikan lereng
4. Menghindari beberapa hal yang memyebabkan kestabilan lereng terganggu
5. Mengadakan sistem peringatan dini

Penanganan Jangka Panjang

1. Membuat Saluran Pembuangan Air (SPA) pada daerah yang berhujan tinggi dan
merubahnya menjadi Saluran Penampungan Air dan Tanah (SPAT) pada daerah yang
berhujan rendah.
2. Mengurangi atau menghindari pembangunan teras bangku di kawasan yang rawan
gerakan tanah lahan yang tanpa dilengkapi dengan SPA dan saluran drainase di bawah
permukaan tanah untuk mengurangi kandungan air dalam tanah.
3. Mengurangi intensifikasi pengolahan tanah daerah yang rawan longsor.
4. Membuat saluran drainase di bawah permukaan (mengurangi air di dalam tanah)
5. Jika sangat diperlukan di tempat-tempat tertentu dilengkapi bangunan teknik sipil /
bangunan mekanik.

tafrihan.diengplateau.com

0000000000000000000000000

PARFI KHADIYANTO
Selasa, 09 Desember 2008
Gerakan Tanah (Longsoran)
Gerakan tanah adalah suatu konsekuensi fenomena dinamis alam untuk mencapai kondisi baru akibat
gangguan keseimbangan lereng yang terjadi, baik secara alamiah maupun akibat ulah manusia. Gerakan
tanah akan terjadi pada suatu lereng, jika ada keadaan ketidakseimbangan yang menyebabkan
terjadinya suatu proses mekanis, mengakibatkan sebagian dari lereng tersebut bergerak mengikuti gaya
gravitasi, dan selanjutnya setelah terjadi longsor, lereng akan seimbang atau stabil kembali. Jadi longsor
merupakan pergerakan massa tanah atau batuan menuruni lereng mengikuti gaya gravitasi akibat
terganggunya kestabilan lereng. Apabila massa yang bergerak pada lereng ini didominasi oleh tanah dan
gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, baik berupa bidang miring maupun lengkung, maka
proses pergerakan tersebut disebut sebagai longsoran tanah. Menurut Suripin (2002) tanah longsor
adalah merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan massa tanah terjadi pada suatu
saat dalam volume yang relatif besar. Ditinjau dari segi gerakannya, maka selain erosi longsor masih ada
beberapa erosi akibat gerakan massa tanah, yaitu rayapan (creep), runtuhan batuan (rock fall), dan
aliran lumpur (mud flow). Karena massa yang bergerak dalam longsor merupakan massa yang besar
maka sering kejadian longsor akan membawa korban, berupa kerusakan lingkungan, yaitu lahan
pertanian, permukiman, dan infrastruktur, serta hilangnya nyawa manusia.
Proses terjadinya gerakan tanah melibatkan interaksi yang kompleks antara aspek geologi,
geomorfologi, hidrologi, curah hujan, dan tata guna lahan.
Secara umum faktor pengontrol terjadinya longsor pada suatu lereng dikelompokan menjadi faktor
internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari kondisi geologi batuan dan tanah penyusun lereng,
kemiringan lereng (geomorfologi lereng), hidrologi dan struktur geologi. Sedangkan faktor eksternal
yang disebut juga sebagai faktor pemicu yaitu curah hujan, vegetasi penutup, penggunaan lahan pada
lereng, dan getaran gempa.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan
bahwa daerah yang memiliki kerawanan terhadap bencana tanah longsor dikategorikan dalam kawasan
fungsi lindung. Sedangkan batasan kawasan lindung diatur lebih lanjut dalam Surat Keputusan Menteri
Pertanian Republik Indonesia Nomor 837/KPTS/UM/11/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan
Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya.
Daerah perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring merupakan daerah rawan terjadi
gerakan tanah. Kelerengan dengan kemiringan lebih dari 20o (atau sekitar 40%) memiliki potensi untuk
bergerak atau longsor, namun tidak selalu lereng atau lahan yang miring punya potensi untuk longsor
tergantung dari kondisi geologi yang bekerja pada lereng tersebut.

Potensi terjadinya gerakan tanah pada lereng tergantung pada kondisi tanah dan batuan penyusunnya,
dimana salah satu proses geologi yang menjadi penyebab utama terjadinya gerakan tanah adalah
pelapukan batuan (Selby, 1993).
Proses pelapukan batuan yang sangat intensif banyak dijumpai di negara-negara yang memiliki iklim
tropis seperti Indonesia. Tingginya curah hujan dan penyinaran matahari menjadikan tinggi pula proses
pelapukan batuan. Batuan yang banyak mengalami pelapukan akan menyebabkan berkurangnya
kekuatan batuan yang pada akhirnya membentuk lapisan batuan lemah dan tanah residu yang tebal.
Apabila hal ini terjadi pada daerah lereng, maka lereng akan menjadi kritis. Faktor geologi lainnya yang
menjadi pemicu terjadinya gerakan tanah adalah aktivitas volkanik dan tektonik, faktor geologi ini dapat
dianalisis melalui variabel tekstur tanah dan jenis batuan. Tekstur tanah dan jenis batuan merupakan
salah satu faktor penyebab terjadinya gerakan tanah yang diukur berdasarkan sifat tanah dan kondisi
fisik batuan.
Disamping itu curah hujan yang meningkatkan presepitasi dan kejenuhan tanah serta naiknya muka air
tanah, maka jika hal ini terjadi pada lereng dengan material penyusun (tanah dan atau batuan) yang
lemah maka akan menyebabkan berkurangnya kuat geser tanah/batuan dan menambah berat massa
tanah. Pada dasarnya ada dua tipe hujan pemicu terjadinya longsor, yaitu hujan deras yang mencapai 70
mm hingga 100 mm perhari dan hujan kurang deras namun berlangsung menerus selama beberapa jam
hingga beberapa hari yang kemudian disusul dengan hujan deras sesaat. Hujan juga dapat menyebabkan
terjadinya aliran permukaan yang dapat menyebabkan terjadinya erosi pada kaki lereng dan berpotensi
menambah besaran sudut kelerengan yang akan berpotensi menyebabkan longsor.
Dalam analisis spasial, data intensitas curah hujan diwujudkan dalam bentuk peta isohiet yaitu peta yang
menunjukkan deliniasi daerah dengan curah hujan yang sama. Berdasarkan peta isohiet tersebut, dapat
ditentukan penilaian intensitas curah hujannya.
Tata guna lahan merupakan bagian dari aktivitas manusia, secara umum yang dapat menyebabkan
longsor adalah yang berhubungan dengan pembangunan infrastruktur seperti pemotongan lereng yang
merubah kelerengan, hal ini juga akan merubah aliran air permukaan dan muka air tanah. Penggundulan
hutan maupun penggunaan lahan yang tidak memperhatikan ekosistem dapat pula memicu terjadinya
gerakan tanah dan erosi. Secara kuantitatif, faktor pemanfaatan lahan dapat dianalisis melalui variabel
jenis kegiatan dari pemanfaatan lahan yang terjadi.

Parfi Kh, mengajar Tata Ruang dan Lingkungan Hidup pada Magister Ilmu Lingkungan UNDIP

000000000000000000000000000000000000000
Gerakan Tanah
Mon, 11/08/2010 - 11:15 | admin

Gerakan tanah merupakan pergerakan massa tanah maupun massa batuan yang dalam keadaan
tertentu bergerak ke bawah, baik melalui bidang geser maupun jatuh bebas. Gerakan tanah dapat
terjadi karena gaya perlawanan tanah yang ada lebih kecil daripada gaya yang berusaha dan
bekerja dari luar. Parameter gerakan tanah, antara lain: sudut lereng, jenis tanah dan tebal tanah,
jenis batuan, kandungan air di dalam tanah, beban atau tekanan, curah hujan, keberadaan sumber
air, dan getaran.
Berdasarkan parameter tersebut, maka beberapa wilayah di Aceh memiliki klasifikasi Zona
Kerentanan Tanah yang dibuat oleh Direktorat Vulkanologi dan Migitasi Bencana Geologi
DESDM (2005) dengan klasifikasi sebagai berikut.
1. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan sangat rendah untuk terkena gerakan tanah. Pada
saat ini, jarang atau hampir tidak pernah terjadi gerakan tanah baru, kecuali pada daerah tidak
luas pada tebing sungai.
2. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Sangat Rendah
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan rendah untuk terkena gerakan tanah. Umumnya
pada zona ini jarang terjadi gerakan tanah jika tidak mengalami gangguan pada lereng, dan jika
terdapat gerakan tanah lama, lereng tetap mantap kembali. Gerakan tanah berdimensi kecil
mungkin dapat terjadi terutama pada tebing lembah (alur) sungai.
3. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Menengah.
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan menengah untuk terkena gerakan tanah. Pada zona
ini dapat terjadi gerakan tanah terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah sungai,
gawir, tebing jalan atau lereng jika lereng mengalami gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif
kembali akibat curah hujan tinggi dan erosi kuat.
4. Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi
Daerah yang mempunyai tingkat kerentanan tinggi untuk terkena gerakan tanah. Pada zona ini
sering terjadi gerakan tanah, sedangkan gerakan tanah lama dan gerakan tanah baru masih aktif
bergerak akibat curah hujan yang tinggi dan erosi yang kuat.
Gerakan tanah pada saat observasi lapangan, sering dijumpai di daerah dengan tingkat
kelerengan cukup terjal, baik terjadi secara alamiah maupun karena terpicu oleh aktivitas
manusia, seperti akibat galian untuk keperluan pengambilan material tanah dan batuan ataupun
penggundulan lereng.

Gambar 1. Peta Potensi Gerakan Tanah

00000000000000000000000000000000000000000000000000000000000

Gerakan Tanah/ Tanah Longsor.

GERAKANTANAH/ TANAH LONGSOR


Gerakantanah adalah suatu proses perpindahan massa tanah/batuan dengan arah tegak, miring
dari kedudukan semula karena pengaruh gravitasi, arus air atau beban dari luar. Gerakkantanah
dapat terjadi apabla gaya yang meluncur lebih besar dari gaya penahan. Gaya yang menahan
diantaranya adalah kuat geser dari batuan yang didalamnya ada unsure kohesi dan sudut dalam
tahanan geser. Sedangkan gaya yang meluncur dipengaruhi oleh berat massa dan sudut lereng.

Berdasarkan bentuk, jenis dan mekanisme, gerakantanah dapat dibedakan menjadi beberapa
klasifikasi, dengan menggunakan system berbeda antara lain di dasarkan pada:

a. Susunan massa yang pindah (Penk, 1924)

b. Apa yang tampak (Heim, 1932)

c. Kecepatan perpindahan (Stewart Sharpe, 1938)

d. Jenis material dan mekanisme gerakan (Varnes 1958, 1978)

Secara singkat uraian gerakan tanah yang terjadi pada gerakan tanah adalah sebagai berikut
(sumber PPTP, Bandung):

1. Runtuhan (Fall)

Jenis gerakantanah ini bergerak dengan sedikit atau tanpa perpindahan geser antara material,
lebih banyak bergerak melalui media udara dengan cara dengan cara jatuh bebas, meloncat
atau mengelinding. Runtuhan biasanya terjadi pada lereng terjal sampai tegak, biasanya ini
terjadi kaena adanya pemotongan lereng yang tidak memperhitungkan nilai kestabilan
lerengnya.

2. Rebahan (Topples)

Jenis gerakantanah ini bergerak di bawah pengaruh momen putar dengan letak titik poros
putaran di bawah titik pusat gravitasi masa. Biasanya terjadi pada batuan di lereng sangat terjal
sampai tegak yang mempunyai bidang – bidang diskontinuitas hampir tegak, dipengaruhi oleh
tekanan air pada retakan – retakan lebih sering terjadi pada lereng tanah.

3. Longsoran (Slide)
Jenis gerakantanah ini bergerak di sepanjang satu atau beberapa bidang lincir, longsoran ini
dibedakan dalam 2 janis :

1. Longsoran Rotasi atau nendatan (Slump) longsoran ini bergerak pada bidang lincir
berbentuk cekung, di bawah pengaruh gaya momen putar yang titik porosnya terletak
di atas titik pusat gravitasi.

2. Gerakan dengan betuk blok atau pecahan masa koheren, baik batuan maupun tanah
yang bergerak bersama bidang geser atau di atas material yang telah berubah bentuk
akibat dari pembuburan (Liquified)atau aliran plastis dari material pada bagian bawah.

4. Pancaran Lateral (Lateral Spreed)

Jenis gerakantanah ini bergerak dengan cara translasi pada kemiringan landai sampai datar.

5. Aliaran (Flows)

Gerakantanah ini dapat terjadi pada batuan, tetapi lebih sering terjadi pada bahan rombakan
atau tanah berbutir halus, aliran pada batuan dan pada bahan rombakan/tanah bergerak
dengan mekanisme yang berbeda. Aliran biasanya terjadi pada bahan rombakan (debris), tanah
berbutir halus (pasir halus, lanau, lempung) atau lempung yang membubur. Bentuk
gerakantanah ini di bedakan menjadi aliran bahan rombakan (debris flow), aliran tanah (earth
flow) dan aliran lumpur (mud flow).

6. Gabungan atau Kompleks

Gerakan tanah ini bergerak dengan mekanisme gabungan dari dua dari lima jenis gerakan yang
telah diuraikan di atas. Banyak gerakantanah bersifat kompleks sehingga satu jenis gerakan
biasanya berlanjut dengan gerakantanah jenis yang lainnya.

FAKTOR – FAKTOR TERJADINYA GERAKANTANAH

1. Hujan

Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya
intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan
air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau
rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan.Ketika hujan, air akan
menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal
musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada
tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat.Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan
longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar
lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah
longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan
berfungsi mengikat tanah.

2. Lereng terjal

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal
terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng
yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya
mendatar.

3. Tanah yang kurang padat dan tebal

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih
dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya
tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap
pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.

4. Batuan yang kurang kuat

Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil,
pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila
mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada
lereng yang terjal.

5. Jenis tata lahan

Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya
genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat
butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi
longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya
tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran
lama.

6. Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin, dan
getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan
dinding rumah menjadi retak.

7. Susut muka air danau atau bendungan

Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang,
dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang
biasanya diikuti oleh retakan.

8. Adanya beban tambahan

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan
memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada
daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya
ke arah lembah.

9. Pengikisan/erosi

Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat penggundulan
hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.

10. Adanya material timbunan pada tebing

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan


tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan
sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi
penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.

11. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung)

Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:


Bidang perlapisan batuan ,Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar Bidang
kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat. Bidang kontak antara batuan
yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air). Bidang
kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat ,Bidang-bidang tersebut
merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang luncuran tanah longsor.

12. Penggundulan hutan

Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air
tanah sangat kurang.

13. Daerah pembuangan sampah

Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak
dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan, seperti yang
terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini menyebabkan
sekitar 120 orang lebih meninggal.

000000000000000000000000000000000000000

MACAM GERAKAN TANAH

Solifluction

A. EARTH FLOW Creep

Rapit Flows

Debris Slides & Slump

B. LANDSLIDES Rock Slides


Rock falls

Plastic out flows

C. SUBSIDENCE Compaction

Collapse

EARTH FLOW (RAYAPAN TANAH)

= Gerak tanah berbutir halus (basah atau kering) lambat (perlahan-lahan / merayap).

Penggerak : Gravitasi dan Air

 Solifluction :

 Gerakan perlahan lapisan tanah pada lereng.

 Tanahnya berair : basah  seperti bubur

 Terutama di daerah dingin (Permafrost)

 Creep :

 Gerakkan sangat perlahan (lebih lambat dari solifluction). Sukar diamati dalam waktu singkat.

 Tanahnya relatif kering.

 Terutama di daerah tropis.

 Rapid Flows :
 Gerakan sekikit lebih cepat dari solifluction.

 Terjadi pada saat hujan lebat.

 Lapisan tanah permeabel berselingan dengan tanah yang kurang permeabel (lapisan pasir / pasir
kerikilan berselingan dengan lempung).

 Jalan Raya dan KA pada Earth flow  akan bergeser secara perlahan-lahn.

 Gedung dan Bangunan lainnya  akan retak / miring.

LAND SLIDES (Longsor)

= Gerak lapisan tanah permukaan (bisa juga bersama batuan dasarnya) yang terletak di bagan atas lereng /
tebing; gerakan relatif cepat.

* Penggerak : Gravitasi & Hujan dan Gempa

 Debris Slides & Slump

 Gerakan lapisan batuan pada tebing yang curam, dapat juga terjadi pada lereng yang agak landai jika :
kadar air tertambah atau susunan butir berubah atau beban di atasnya bertambah.

 Debris = runtuh; Slump = melorot

 Rock Slides

 Gerakan batuan dasar pada lereng yang berlapis, atau bidang sesar, atau kekar yang searah lereng.

 Umumnya terjadi karena :

 Terputusnya bidang (Lereng) tersebut oleh penggalian dibagian bawah, misal : galian pembuatan jalan.

 Lereng menjadi lebih curam oleh orogenik.

 Proses pelapukan yang berlanjut.


Land Slides = A movement ofamass of soil or rock wich is usually visibly swift.

 ROCK FALLS

 Runtuhnya (jatuh) batuan dasar pada tebing yang curam.

 Berhubungan erat dengan system Kekar (diaklas) dan air yang masuk ke dalam rekahnnya.

 SUBSIDENCE

= Gerak turun lapisan tanah permukaan (bagian atas) karena di bawahnya :

 Lapisan bersifat plastis (liat) atau

 Kurang kompak atau

 Berongga / ruang kosong (Gua).

 PLASTIC out flows

 Lapisan bawah permukaan bersifat plastik (a.l : lempung) – karena pembebanan (tertekan) bergerak
kesamping/keluar dari bawah beban  lapisan di atasnya turun.

 Compaction:

 Lapisan bawah permukaan yang berporositas tinggi akan mengompak (memepat/menipis) karena beban
dari atasnya  lapisan atas turun.

 Lapisan tanah yang berporositas tinggi sebagin besar berisi air tanah. Jika air tanah tersebut di ambil
secara berlebihan – terjadi juga kompaksi  subsidensi.

 COLLAPSE

 Terjadi pelarutan *) lapisan tanah bawah permukaan  Gua / Rongga bawah permukaan  Atap Gua
(bagian atasnya) runtuh.
 Runtuhnya (amblas) bagian atas (atap) dapat juga terjadi pada PENAMBANGAN BAWAH PERMUKAAN.

 SISTEM LERENG ????

*) MPB / Batuan yang mudah larut adalah :

- Halit (Salt), fluorit dan garam Alkali lainnya.

- Kalsit (Gamping) dan garam Alkali tanah lainnya.

- Batuan yang dominan Feldspar.

000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000000

massa Gerakan

Gerakan massa adalah pergerakan lereng turun bahan bumi di bawah pengaruh gravitasi.
Detasemen dan pergerakan material bumi terjadi jika stres yang dikenakan lebih besar dari
kekuatan material yang menahannya di tempat. Kekuatan geser adalah ukuran jika perlawanan
dari bahan tanah untuk dipindahkan. Para saling partikel tanah meningkatkan kemampuan bahan
untuk tinggal di tempat. Akar tanaman juga membantu mengikat partikel tanah bersama.
Tegangan geser pada dasarnya merupakan suatu fungsi dari gaya yang diberikan oleh berat
material di bawah pengaruh gravitasi yang bekerja ke arah lereng bawah. Kemiringan permukaan
menentukan jumlah stres yang terjadi pada bahan bumi. Air mendestabilkan lereng bukit dengan
menciptakan tekanan dalam ruang pori bahan bumi. Air menyusup menjadi bahan lereng jenuh
partikel tanah pada kedalaman dengan mengisi ruang-ruang pori antara. Berat air berbaring di
atas menciptakan tekanan air yang mendorong partikel tanah terpisah. Hal ini mengurangi
gesekan antara mereka dan memungkinkan mereka untuk lolos satu sama lain. Bahan digerakkan
ketika tegangan geser dikenakan pada permukaan melebihi kekuatan geser. Gerakan ini,
khususnya dalam kasus slide dan kemerosotan, adalah sepanjang pesawat kegagalan. Pesawat
kegagalan dapat menjadi lapisan yang jelas dari tanah liat atau batu karang di mana menetapkan
bahan permukaan stabil. Manusia menginduksi gerakan massa ketika menundukkan lereng untuk
beban yang melebihi kemampuannya untuk menahan gerakan. Orang membangun rumah di
lereng bukit indah sering menemukan rumah mereka terancam oleh tanah longsor. Undercutting
dari lereng bukit selama pembangunan jalan umum menciptakan lereng yang tidak stabil
membuat mereka rentan terhadap kegagalan.

Jenis gerakan massa

Rangkak tanah hampir tak terlihat dengan mata telanjang karena merupakan yang paling lambat dari
semua jenis gerakan massa. Rangkak tanah umumnya terjadi di beberapa meter teratas permukaan dan
dapat dicapai dengan ekspansi dan kontraksi dari tanah. Misalnya, ketika air dalam tanah membeku es
menekan partikel-partikel tanah ke luar tegak lurus terhadap lereng. Setelah pemanasan, es mencair
dan tanah ditarik menuruni lereng di bawah pengaruh gravitasi. Lebih banyak beku-mencair siklus tanah
lereng bergerak perlahan ke bawah. Dalam banyak kasus orang tidak mungkin dapat mengatakan bahwa
rayapan tanah yang terjadi dengan hanya memeriksa permukaan. Namun, pohon yang tumbuh di
permukaan menjalani merayap akan memiliki batang melengkung atau akar yang melengkung. Dinding
penahan patah dan rel kereta api melengkung juga menunjukkan merayap dalam tindakan.

Sebuah slide adalah lembaran bahan yang tergelincir di atas pesawat gagal berakhir di mana saja dari
satu meter untuk kemiringan ke bawah kilometer. Slide menghasilkan bekas luka cekung sementara
kemerosotan cenderung menghasilkan lereng curam atau paparan tebing. Pohon patah dan bengkok
dan slide bisa mengubur tanah menuruni lereng. Menggali ke dalam tanah terkubur dan menganalisis
isinya dapat memberitahu kita tentang umur dan apa lingkungan itu seperti ketika slide terjadi.

Figure 17.9 La Conchita, CA 2005 longsor


Courtesy USGS (Sumber)

La Conchita, California telah mengalami tanah longsor yang menghancurkan dalam beberapa tahun
terakhir. Lereng tidak stabil dimobilisasi oleh air hujan menyebabkan tanah longsor dan aliran puing-
puing yang terlihat pada Gambar 17.9. Kota ini terletak pada jalur sempit pantai 250 m (800ft) lebar
antara garis pantai dan 180 m (600ft) tebing di atasnya. Hujan Luar Biasa dan tingkat air tanah naik
disebabkan lereng gagal, untungnya tidak ada yang terbunuh. Namun, pada tahun 2005, satu tahun
tidak normal curah hujan yang tinggi menyebabkan lereng gagal lagi, kali ini mengubur struktur dan
menewaskan 10 orang.

000000000000000000000000000000000000

Mass wasting
Dari Wikipedia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Talus kerucut yang dihasilkan oleh wasting massa, sebelah utara pantai Isfjord, Svalbard,
Norwegia.
Misa buang di Palo Duro Canyon, Texas Barat (2002)
Sebuah Rockfall di Grand Canyon National Park

Mass wasting, juga dikenal sebagai gerakan lereng atau gerakan massa, adalah proses geomorfik
dimana tanah, pasir, regolith, dan rock lereng bawah bergerak di bawah gaya gravitasi. Jenis
massa membuang-buang termasuk creep, slide, arus, topples, dan jatuh, masing-masing dengan
fitur sendiri karakteristik, dan berlangsung lebih dari rentang waktu dari detik ke tahun. Wasting
massa terjadi pada lereng baik darat dan kapal selam, dan telah diamati di Bumi, Mars, Venus,
dan bulan Jupiter Io.

Ketika gaya gravitasi yang bekerja pada lereng melebihi kekuatannya melawan, kemiringan
kegagalan (wasting massa) terjadi. Kekuatan material lereng dan kohesi dan jumlah gesekan
internal antara bantuan bahan menjaga stabilitas lereng dan dikenal secara kolektif sebagai
kekuatan geser lereng itu. Sudut yang curam kemiringan kohesi dapat menjaga tanpa kehilangan
stabilitas dikenal sebagai sudut atas istirahat. Ketika lereng memiliki sudut ini, kekuatan geser
dengan sempurna counterbalances Gaya gravitasi yang bekerja di atasnya.

Wasting massa dapat terjadi pada tingkat yang sangat lambat, terutama di daerah yang sangat
kering atau daerah-daerah yang menerima curah hujan yang memadai sehingga vegetasi telah
stabil permukaan. Hal ini juga dapat terjadi pada kecepatan yang sangat tinggi, seperti di slide
batu atau tanah longsor, dengan konsekuensi bencana, baik misalnya, langsung dan tertunda,
hasil dari pembentukan bendungan longsor.

Faktor-faktor yang mengubah potensi massa membuang meliputi: perubahan sudut kemiringan;
melemahnya bahan oleh pelapukan; kadar air meningkat, perubahan tutupan vegetasi, dan
overloading.

Pentingnya air di buang massa

Air dapat meningkatkan atau menurunkan stabilitas lereng tergantung pada jumlah yang ada. Sedikit air
dapat memperkuat tanah karena tegangan permukaan air tanah memberikan banyak kohesi. Hal ini
memungkinkan tanah untuk menahan erosi lebih baik daripada jika itu kering. Jika air terlalu banyak air
yang dapat bertindak untuk meningkatkan tekanan pori, mengurangi gesekan, dan mempercepat proses
erosi dan menghasilkan berbagai jenis massa wasting (yaitu lumpur, tanah longsor, dll). Sebuah contoh
yang baik dari ini adalah untuk memikirkan sebuah istana pasir. Air harus dicampur dengan pasir agar
kastil untuk menjaga bentuknya. Jika terlalu banyak air ditambahkan pasir menyapu, jika air tidak cukup
ditambahkan pasir jatuh dan tidak bisa menjaga bentuknya.

Jenis gerakan massa

Jenis gerakan massa dibedakan berdasarkan bagaimana tanah, regolith atau rock bergerak lereng
bawah secara keseluruhan.
Gigil

Tanah merayap adalah proses jangka panjang. Kombinasi gerakan kecil dari tanah atau batuan
dalam arah yang berbeda dari waktu ke waktu diarahkan oleh gravitasi secara bertahap lereng
bawah. Para curam lereng, semakin cepat creep. Creep membuat pohon dan semak kurva untuk
menjaga tegak lurus mereka, dan mereka dapat memicu tanah longsor jika mereka kehilangan
pijakan akar mereka. Permukaan tanah dapat bermigrasi di bawah pengaruh siklus pembekuan
dan pencairan, atau suhu panas dan dingin, merayap ke bagian bawah lereng membentuk
terracettes. Hal ini terjadi pada tingkat yang tidak terlihat dengan mata telanjang.
Tanah longsor

Tanah longsor, juga disebut longsoran, adalah sebuah gerakan yang cepat dari sebuah massa
besar di bumi dan batuan menuruni bukit atau gunung. Flowage Sedikit atau tidak ada bahan
terjadi di lereng diberikan sampai hujan lebat dan pelumasan yang dihasilkan oleh air hujan yang
sama memfasilitasi pergerakan bahan, menyebabkan tanah longsor terjadi. Bentuk umum dari
tanah longsor adalah kemerosotan, slide puing-puing, longsoran batu, batu yang jatuh, jatuh
puing dan longsoran
Arus

Gerakan tanah dan regolith yang lebih menyerupai perilaku fluida disebut aliran. Ini termasuk
longsor, lumpur, aliran puing-puing, aliran bumi, lahar dan sturzstroms. Air, udara dan es sering
terlibat dalam memungkinkan gerak fluidlike material.
Topples

Topples contoh ketika blok batu pivot dan jatuh dari lereng.
Kemerosotan

Sebuah tergelincir dari bahan batu koheren sepanjang permukaan melengkung penurunan.
Kemerosotan melibatkan massa tanah atau bahan lain meluncur sepanjang permukaan
melengkung (berbentuk seperti sendok). Membentuk, kecil berbentuk bulan sabit tebing, lereng
curam atau tiba-tiba di ujung atas lereng. Ada dapat lebih dari satu lereng curam menuruni
lereng.
Air terjun

Penurunan, termasuk Rockfall, adalah tempat regolith Cascades menuruni lereng, tapi bukan dari
volume yang cukup atau viskositas untuk berperilaku sebagai aliran. Jatuh dipromosikan dalam
batuan yang ditandai dengan adanya retakan vertikal. Niagara adalah hasil dari meremehkan air
serta meremehkan gelombang. Mereka biasanya terjadi pada lereng yang sangat curam seperti
tebing. Material batuan dapat melonggarkan oleh gempa bumi, hujan, tanaman akar wedging,
memperluas es, antara lain. Akumulasi dari bahan batuan yang telah jatuh dan berada di dasar
struktur yang dikenal sebagai lereng.

00000000000000000000000000000000000000000000000

Translational Slide: gerakan yang cukup cepat dari unit paralel material terhadap pesawat kelemahan di
lereng, seperti patah tulang pada batu atau akumulasi air

Slump: slide lebih lambat dari bahan yang tidak dikonsolidasi pada lereng melengkung, juga
disebut geser rotasi

Creep: bertahap pergerakan material lereng menurun pada tingkat yang sangat lambat, antara 1-
10mm/yr

Menggulingkan: akhirnya lebih gerak akhir batuan menuruni lereng sebuah


Fall: sangat gerakan cepat di mana bahan jatuh bebas dari sebuah tebing atau menggertak Sebuah
gerakan massa yang sangat cepat di mana blok yang baru terlepas dari batu tiba-tiba jatuh dari lereng
curam atau tebing.

Arus: kental cairan seperti gerakan dari kotoran. Tipe ini dibagi lagi menjadi:

puing arus: gerakan batuan didukung oleh matriks berlumpur

lumpur: massa bahan, kebanyakan berbutir halus, yang mengandung banyak air

earthflows: gerakan cairan halus bahan

lahar: gerakan yang mengandung abu dan material vulkanik lainnya; juga disebut lahar
00000000000000000000000000000000000000000

Longsoran Tanah atau gerakan tanah adalah proses perpindahan masa batuan / tanah akibat gaya
berat (gravitasi). Longsoran tanah telah lama menjadi perhatian ahli geologi karena dampaknya
banyak menimbulkan korban jiwa maupun kerugian harta benda. Tidak jarang pemukiman yang
dibangun di sekitar perbukitan kurang memperhatikan masalah kestabilan lereng, struktur
batuan, dan proses proses geologi yang terjadi di kawasan tersebut sehingga secara tidak sadar
potensi bahaya longsoran tanah setiap saat mengancam jiwanya.

Faktor internal yang menjadi penyebab terjadinya longsoran tanah adalah daya ikat (kohesi)
tanah/batuan yang lemah sehingga butiran-butiran tanah/batuan dapat terlepas dari ikatannya dan
bergerak ke bawah dengan menyeret butiran lainnya yang ada disekitarnya membentuk massa
yang lebih besar. Lemahnya daya ikat tanah/batuan dapat disebabkan oleh sifat kesarangan
(porositas) dan kelolosan air (permeabilitas) tanah/batuan maupun rekahan yang intensif dari
masa tanah/batuan tersebut. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempercepat dan menjadi
pemicu longsoran tanah dapat terdiri dari berbagai faktor yang kompleks seperti kemiringan
lereng, perubahan kelembaban tanah/batuan karena masuknya air hujan, tutupan lahan serta pola
pengolahan lahan, pengikisan oleh air yang mengalir (air permukaan), ulah manusia seperti
penggalian dan lain sebagainya.

Tipe-tipe longsoran tanah

Berdasarkan tipenya, longsoran tanah dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu:

a. Longsoran tanah tipe aliran lambat (slow flowage ) terdiri dari:

1. Rayapan (Creep): perpindahan material batuan dan tanah ke arah kaki lereng dengan
pergerakan yang sangat lambat.
2. Rayapan tanah (Soil creep): perpindahan material tanah ke arah kaki lereng
3. Rayapan talus (Talus creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari material talus/scree.
4. Rayapan batuan (Rock creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari blok-blok batuan.
5. Rayapan batuan glacier (Rock-glacier creep): perpindahan ke arah kaki lereng dari
limbah batuan.
6. Solifluction/Liquefaction: aliran yang sangat berlahan ke arah kaki lereng dari material
debris batuan yang jenuh air.

b. Longsoran tanah tipe aliran cepat (rapid flowage) terdiri dari :

1. Aliran lumpur (Mudflow) : perpindahan dari material lempung dan lanau yang jenuh air
pada teras yang berlereng landai.
2. Aliran masa tanah dan batuan (Earthflow): perpindahan secara cepat dari material debris
batuan yang jenuh air.
3. Aliran campuran masa tanah dan batuan (Debris avalanche): suatu aliran yang meluncur
dari debris batuan pada celah yang sempit dan berlereng terjal.

c. Longsoran tanah tipe luncuran (landslides) terdiridari :

1. Nendatan (Slump): luncuran kebawah dari satu atau beberapa bagian debris batuan,
umumnya membentuk gerakan rotasional.
2. Luncuran dari campuran masa tanah dan batuan (Debris slide): luncuran yang sangat
cepat ke arah kaki lereng dari material tanah yang tidak terkonsolidasi (debris) dan hasil
luncuran ini ditandai oleh suatu bidang rotasi pada bagian belakang bidang luncurnya.
3. Gerakan jatuh bebas dari campuran masa tanah dan batuan (Debris fall): adalah luncuran
material debris tanah secara vertikal akibat gravitasi.
4. Luncuran masa batuan (Rock slide): luncuran dari masa batuan melalui bidang
perlapisan, joint (kekar), atau permukaan patahan/sesar.
5. Gerakan jatuh bebas masa batuan (Rock fall): adalah luncuran jatuh bebas dari blok
batuan pada lereng-lereng yang sangat terjal.
6. Amblesan (Subsidence): penurunan permukaan tanah yang disebabkan oleh pemadatan
dan isostasi/gravitasi.

Faktor penyebab longsoran tanah


Faktor-faktor yang mempengaruhi longsoran tanah dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu faktor
yang bersifat pasif dan faktor yang bersifat aktif.

a. Faktor yang bersifat pasif pada longsoran tanah adalah:

1. Litologi: material yang tidak terkonsolidasi atau rentan dan mudah meluncur karena
basah akibat masuknya air ke dalam tanah.
2. Susunan Batuan (stratigrafi): perlapisan batuan dan perselingan batuan antara batuan
lunak dan batuan keras atau perselingan antara batuan yang permeable dan batuan
impermeabel.
3. Struktur geologi: jarak antara rekahan/joint pada batuan, patahan, zona hancuran, bidang
foliasi, dan kemiringan lapisan batuan yang besar.
4. Topografi: lereng yang terjal atau vertikal.
5. Iklim: perubahan temperatur tahunan yang ekstrim dengan frekuensi hujan yang intensif.
6. Material organik: lebat atau jarangnya vegetasi.

b. Faktor yang bersifat aktif pada longsoran tanah adalah:

1. Gangguan yang terjadi secara alamiah ataupun buatan.


2. Kemiringan lereng yang menjadi terjal karena aliran air.
3. Pengisian air ke dalam tanah yang melebihi kapasitasnya, sehingga tanah menjadi jenuh
air.
4. Getaran-getaran tanah yang diakibatkan oleh seismisitas atau kendaran berat.
Di bawah ini diperlihatkan 5 tipe longsoran tanah yang didasarkan atas cara dan mekanisme
longsorannya, yaitu tipe runtuhan, tipe aliran, tipe luncuran, tipe nendatan, dan tipe rayapan.

Metoda penanggulangan dan pencegahan bahaya longsoran tanah

Penanggulangan dan pencegahan bahaya longsoran tanah dapat dilakukan dengan berbagai cara
dan metoda, baik yang berkaitan dengan tipe longsoran dan faktor penyebabnya. Terdapat
beberapa tipe longsoran tanah yang dapat ditanggulangi melalui rekayasa keteknikan, seperti
membuat terasering di kawasan perbukitan yang berlereng terjal agar lereng menjadi stabil, atau
struktur pondasi bangunannya menggunakan tiang pancang hingga mencapai kedalaman tertentu
sehingga dapat menahan bangunan jika terjadi longsoran tanah. Untuk dapat mengetahui secara
detil tentang tipe dan faktor penyebab longsoran tanah di suatu wilayah, maka diperlukan
penyelidikan geologi secara detail dan komprehensif sehinga dapat diketahui secara pasti
sebaran, lokasi, jenis gerakan tanahnya serta kestabilan wilayah di daerah tersebut. Peta
kestabilan wilayah dan lokasi gerakan tanah merupakan out-put dari penyelidikan geologi yang
berguna untuk perencanaan tataguna lahan.

Pada gambar di bawah ini diperlihatkan beberapa lokasi pemukiman yang terlanjur ada di
kawasan rawan bencana geologi, terutama bahaya tanah longsor. Dalam gambar tampak lokasi
pemukiman yang berada di sekitar suatu jalur patahan (kiri) dan kawasan pemukiman yang
berada di kaki perbukitan yang rentan terhadap longsoran tanah (kanan). Pada gambar tampak
pemukiman yang tersebar hingga mencapai kawasan yang berada di lereng-lereng berbukitan
tanpa memperhitungkan faktor kestabilan lerengnya yang berpotensi longsor. Penelitian geologi
untuk kerentanan longsoran tanah umumnya melibatkan pemetaan dan kajian terhadap
karakteristik tanah dan batuan. Sifat tanah/struktur tanah yang harus diteliti adalah: kekerasan,
klastisitas, permeabilitas, plastisitas, dan komposisi mineralnya, terutama untuk tanah yang
tersusun dari mineral lempung (mineral montmorilonite) yang dapat memicu terjadinya gerakan
tanah, sedangkan untuk batuan yang dikaji adalah jenis dan struktur batuannya, terutama untuk
lapisan batuan yang lemah dan banyak rekahannya (kekarnya).

Faktor hidrologi juga harus menjadi perhatian dalam penyelidikan, terutama mengenai
penyebaran pola pengaliran, sebaran mata air dan mata air panas, serta lapisan-lapisan batuan
permeable yang berhubungan dengan air tanah. Keterlibatan faktor pemicu gerakan tanah harus
dikaji dan dievaluasi, seperti:

1. cuaca dan iklim guna mengetahui hubungan antara periode curah hujan dengan
longsoran.
2. data air bawah tanah sebelum dan sesudah terjadi longsoran.
3. catatan kegempaan untuk menentukan hubungan antara longsoran dengan gempa bumi.
4. catatan mengenai pembukaan dan penggalian lahan dan aktivitas di atas lahan yang
kemungkinan melebihi beban atau penambangan tanah pada lereng-lereng bukit.

Penelitian bawah permukaan diperlukan guna mengetahui hubungan 3 (tiga) dimensinya serta
mendapatkan contoh batuan yang diperlukan untuk diuji di laboratorium, seperti pengujian kuat
tekan (shear-strength), sensitivitas batuan, serta sifat-sifat keteknikan lainnya. Begitu juga
dengan sifat dan struktur tanah perlu dilakukan pengujian baik di laboratorium maupun
pengujian lapangan dengan cara pembuatan sumuran uji (testpit), pembuatan paritan uji
(trenches) dan pemboran. Observasi air tanah perlu dilakukan untuk mendapatkan data-data
tinggi muka air, tekanan air, dan arah aliran. Penyelidikan geofisika dapat juga dilakukan untuk
mendapatkan data data tentang ketebalan lapisan tanah dan kedalaman batuan dasar.

Pada tipe gerakan tanah jenis luncuran rotasional (slumping), resistensi geser batuan akan
semakin meningkat jika masa batuan/tanah dipindahkan ke arah bagian belakang luncuran.
Menstabilkan suatu longsoran yang komplek seringkali melibatkan pengendalian eksternal dan
internal dari pengaliran air. Air yang jatuh dan mengalir di permukaan lahan yang berlereng
harus di alirkan dan diusahakan jangan sampai diam ditempat. Pada beberapa lereng perlu dibuat
agar supaya aliran air lancar serta dihindarkan jangan sampai air terjebak pada bagian undak
lereng. Untuk mencegah aliran air yang masuk ke dalam rekahan (kekar) batuan, maka batuan
harus ditutup dengan lempung, aspal atau dengan material yang impermeable.

Aliran air bawah tanah harus dikurangi guna menghindari meningkatnya resistensi geser batuan.
Untuk mengurangi aliran air bawah tanah dilakukan dengan cara memindahkannya melalui
terowongan air yang dibuat secara horizontal atau dengan bantuan pipa perforasi, sumur vertikal
atau dibuat paritan (trench) yang diisi kembali dengan material yang kasar dan permeable.

Menstabilkan struktur untuk meningkatkan resistensi geser merupakan cara yang paling efektif
sebelum longsoran terjadi dibandingkan apabila longsoran sudah terjadi. Jenis yang sangat
umum dari masa batuan/tanah diletakkan sebagai beban dan ditempatkan pada bagian luar dari
masa longsoran untuk menahan reaksi gerakan ke atas, sedangkan bagian dasar berfungsi sebagai
penopang kearah lateral untuk bagian tepi dari masa longsoran, bagian pinggir atau lereng yang
sudah dikupas diisi untuk mencegah gerakan ke arah kaki lereng. Dinding yang dibuat dari
semen atau beton akan berguna untuk menahan laju masa batuan/tanah yang tidak stabil.

Untuk gerakan tanah yang berada di lereng bukit, pencegahan dapat dilakukan dengan cara
memasang tiang pancang, namun demikian untuk menahan luncuran masa batuan/tanah yang
aktif pemasangan tiang pancang tidak akan mampu menahan gerakan masa batuan/tanah tersebut
dan hal ini disebabkan karena perpindahan debris tanah yang mampu melewati tiang pancang,
atau membuat tiang pancang menjadi miring dan bahkan mematahkannya. Hal yang lebih
ekstrim adalah tiang pancang meluncur bersamaan dengan luncuran tanah. Resistensi geser pada
masa batuan atau tanah yang tidak stabil dapat meningkat karena pemadatan dan pengerasan
internal melalui injeksi semen, aspal atau bahan kimia tertentu.

Masalah longsoran yang terjadi di reservoir bendungan adalah masalah yang berkaitan dengan
luncuran masa batuan/tanah yang bersifat lepas dan erosi yang cepat. Luncuran masa
batuan/tanah dan erosi di dalam reservoir bendungan dapat mengakibatkan banjir yang cukup
besar dan bahkan bendungan dapat mengalami retak atau hancur. Kecepatan rembasan yang
terjadi melalui luncuran debris dapat memperbesar rembasan, yaitu melalui pelarutan atau
perpindahan sedimen yang berukuran halus dan dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
breakout dibawah poros bendungan. Pengendalian rembasan yang melewati badan bendungan
dari jenis luncuran debris dapat di lakukan dengan cara menyuntik material/bahan penstabil atau
dengan cara bagian belakang bendungan ditutupi dengan material lempung, disiram semen, atau
dilapisi oleh bahan yang bersifat tidak lolos air. Apabila cara-cara tersebut diatas tidak bisa
dilakukan maka disarankan untuk dilakukan pendangkalan bagian dasar reservoir agar supaya
keamanan menjadi meningkat atau dengan cara menguras atau mengalirkan air yang terdapat
dalam reservoir melalui saluran pembuangan atau dengan cara memotong saluran.

Sumber : Bahaya Geologi, Djauhari


Noor

Anda mungkin juga menyukai