Anda di halaman 1dari 7

IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN BANJIR DAN LONGSOR DENGAN METODE

SPASIAL (SSOP BANJIR DAN LONGSOR) PROVINSI PAPUA BARAT


Oleh : Danang J.W. Wijaya, S.Hut

Bencana banjir dan longsor yang belakangan sering terjadi hamper di seluruh wilayah
Indonesia merupakan bencana alam yang terjadi hampir pada setiap datangnya musim penghujan
dengan intensitas yang tinggi atau ekstrem. Perubahan iklim yang komplek mengakibatkan
perubahan terhadap cuaca dan hujan yang ekstrem, hal tersebut menjadikan faktor dominan
terjadinya banjir dan tanah longsor. Sebenarnya telah banyak upaya yang dilakukan oleh pihak
pemerintah untuk mengantisipasi bencana banjir dan longsor, yaitu teknik rehabilitasi yang
berdasarkan prinsip-prinsip konservasi dan model-model pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(DAS) secara terpadu yang melibatkan berbagai sektor terkait sampai teknik perubahan cuaca
secara manual. Kejadian banjir seperti tersebut diatas lebih diartikan sebagai banjir limpasan
(discharge overland flow) atau lebih dikenal dengan istilah banjir kiriman (bandang), dan banjir
ini berasal dari aliran limpasan permukaan yang merupakan bagian dari hujan yang mengalir di
permukaan tanah sebelum masuk ke sistem sungai. Kondisi bio-geofisikal dan curah hujan yang
khusus/unik, banjir limpasan ini dapat membentuk banjir bandang (flash flood). Peringatan dini
banjir semacam ini tidak mudah, untuk itu perlu diprediksi lahan-lahan yang menjadi sumber
asal banjir, sehingga sebelum terjadi banjir pada musim penghujan, lahan -lahan yang menjadi
sumber asal banjir tersebut telah diantisipasi.
Kejadian bencana alam yang sering menyertai pada setiap musim penghujan tiba adalah
bencana tanah longsor (land slide), yaitu gugurnya masa batuan bersama dengan material lain ke
lereng bagian bawah secara gravitasi yang dipicu oleh suatu bidang peluncur. Sebagai pemicu
yang dapat bersifat sebagai bidang peluncur diantaranya adalah struktur geologi yang berupa
bidang sesar yang menembus hingga batuan induk, kondisi geomorfologi yang memiliki bentuk
lahan perbukitan dengan kelerengan permukaan terjal, memiliki tebal solum dengan beban
vegetasi berat diatasnya, serta dipicu dengan curah hujan tinggi. Kejadian tanah longsor ini juga
dicirikan oleh adanya gerakan masa batuan yang bergerak dalam waktu yang singkat dan begitu
cepat, serta justru sering terjadi pada malam hari dimana manusia dalam kondisi tidur atau tidak
beraktivitas.
Bencana alam banjir dan tanah longsor yang terjadi di Indonesia ditentukan oleh banyak
hal, pertama adalah karakteristik DAS dari aspek bio-geofisikal yang mampu memberikan ciri
khas tipologi DAS tertentu, kedua adalah aspek meteorologis-klimatologis terutama karakteristik
curah hujan yang mampu membentuk badai ataupun hujan normal, ketiga adalah aspek sosial
ekonomi masyarakat terutama karakteristik budaya yang mampu memicu terjadinya kerusakan
DAS, sehingga wilayah DAS tersebut tidak mampu lagi berfungsi sebagai penampung,
penyimpan, dan penyalur air hujan yang baik. Ketiga aspek tersebut secara garis besar dapat
dipakai sebagai dasar penentuan apakah wilayah DAS itu ataupun bagian DAS mana (hulu,
tengah, hilir) termasuk kritis berat ataupun potensial kritis. Dengan kata lain, apakah wilayah
DAS itu ataupun bagian DAS mana yang sudah termasuk klasifikasi rawan bencana atau sangat
rawan bencana. Sehingga sebelum terjadi bencana banjir dan tanah longsor di wilayah DAS
tersebut sudah diketahui terlebih dahulu di wilayah DAS atau di bagian DAS mana yang rawan
atau sangat rawan bencana, dengan demikian dapat dilakukan antisipasi atau dapat berbuat
sesuatu sebelum bencana itu datang.

Prosedur Pengendalian Banjir dan Longsor untuk mendapatkan gambaran awal atau selidik
cepat tentang kekritisan DAS (banjir dan tanah longsor). Langkah awal yang perlu dilakukan
adalah mengklasifikasikan wilayah DAS atau bagian DAS menurut arahan fungsi lahan melalui
pendekatan konservasi. Pengklasifikasian wilayah DAS atau bagian DAS selanjutnya didasarkan
satuan-satuan lahan sebagai dasar manajemen lahan melalui pendekatan kemampuan lahan.
Identifikasi kerusakan DAS setiap satuan lahan pada wilayah DAS atau bagian DAS
rawan/sangat rawan atau kritis/sangat kritis digunakan sebagai dasar manajemen DAS melalui
pendekatan ekosistem dan kelembagaan. Penerapan model satuan-satuan lahan sebagai dasar
manajemen DAS berfungsi untuk menentukan lokasi prioritas tindakan rehabilitasi hutan dan
lahan ataupun menentukan lokasi prioritas tindakan konservasi (vegetatif atau sipil-teknis) dalam
rangka pengendalian bencana banjir dan longsor
A. Banjir
Banjir adalah debit aliran air sungai yang secara relatif lebih besar dari biasanya/normal akibat
hujan yang turun di hulu atau di suatu tempat tertentu secara terus menerus, sehingga tidak dapat
ditampung oleh alur sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi daerah
sekitarnya (Paimin,dkk,2009). Banjir dapat digolongkan menjadi 2 : Banjir Limpasan dan Banjir
Genangan. Yang membedakan adalah Banjir limpasan merupakan potensi penyebab banjir
bandang karena kondisi lahan yang miring sedangkan banjir genangan merupakan daerah yang
rawan terkena genangan banjir.
Parameter banjir limpasan :
a. Kemiringan lereng,
b. Tutupan vegetasi,
c. Infiltrasi tanah (jenis tanah), dan
d. Timbunan air permukaan (depression storage) (pola aliran dan kerapatan alur sungai)
Parameter banjir genangan :
a. Tutupan vegetasi/penggunaan lahan,
b. Infiltrasi tanah/batuan,
c. Bentuk Lahan,
d. Drainase (tekstur dan kedalaman tanah), dan
e. Kemiringan lereng
B. Tanah Longsor
Longsor merupakan salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah
yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan oleh gaya gravitasi dan
meluncur di atas suatu lapisan kedap yang jenuh air (bidang luncur) (Paimin,dkk,2009).
Tanah Longsor terjadi jika dipenuhi 3 keadaan, yaitu :
1. Lereng cukup curam,
2. Terdapat bidang peluncur di bawah permukaan tanah yang kedap air, dan
3. Terdapat cukup air (dari hujan) di dalam tanah di atas lapisan kedap, sehingga tanah jenuh air.
Faktor alami yang berperan dalam tanah longsor adalah : (1) hujan harian kumulatif 3 hari
berurutan, (2) lereng lahan, (3) geologi/batuan, (4) keberadaan sesar/patahan/gawir, (5)
kedalaman tanah (regololit) sampai lapisan kedap; sedangkan aspek manajemen meliputi :
penggunaan lahan.
Metode Analisis Spasial Pengendalian Banjir dan Tanah Longsor
1. Data spasial yang dibutuhkan, Peta dasar : peta administrasi , peta jalan , peta sungai dan peta
tematik : Peta kelerengan, peta tanah, peta penggunaan lahan, peta tutupan lahan, peta curah
hujan, peta geologi, peta managemen lahan.
2. Data spasial tersebut distandarisasi, meliputi :
- Bentuk dan jenis data yang dikumpulkan
- Skala Peta
- Sistem referensi koordinat
- Up-dating data
3. Pemrosesan dengan aplikasi SSOP Banjir dan Tanah longsor yang merupakan tool khusus
dalam Arc-GIS 9.3
4. Keluar out put peta daerah rawan banjir dan tanah longsor

Out Put :
Peta Banjir limpasan :
Peta Longsor :
Foto Banjir Limpasan Kabupaten Teluk Wondama :

Daftar Pustaka :
Departemen Kehutanan. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
DitJen. RLPS. Dit. RLKT. Jakarta. 31 pp.

Kementerian Kehutanan. 2011. Petunjuk Teknis Sistem Standar Operasi Prosedur (SSOP)
Penanggulangan Banjir Dan Tanah Longsor (P.7/DAS-V/2011). Direktorat Perencanaan Dan
Evaluasi Pengelolaan Das Ditjen Bina Pengelolaan Das Dan Perhutanan Sosial. Jakarta

Paimin, Sukresno, dan Purwanto. 2006. Sidik Cepat Degradasi Sub Daerah Aliran Sungai (Sub
DAS). Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.

Paimin, Sukresno, dan Purwanto. 2009. Teknik Mitigasi Banjir dan Tanah Longsor. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai