Oleh
Rizcha Tasliya
2009200140011
Penanganan Bencana
Dalam penanganan bencana tanah longsor di Desa Sambungrejo, Kecamatan Grabag,
Kabupaten Magelang diawali dengan pemulihan tanah. Menurut BPBD Kabupaten Magelang
dan Dinas PUPR pemulihan tanah longsor dilakukan berdasarkan:
1. Penguatan tanah atau jalan dengan menggunakan talud (diding penahan tanah)
2. Reboisasi berdasarkan klasifikasi tanah yang cocok dengan vegetasi.
3. Metode penggantian tanah yang baik juga harus diperhatikan.
4. Rumah harus dibangun berdasarkan rekomendasi dari Dinas PUPR (Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat).
5. Prinsip Back Better and Safer merupakan prinsip dalam penanganan pasca
bencana contohnya ketika rumah warga terdampak longsor sehingga rusak, dan
tidak dapat ditinggali kembali maka secara regulasi harus dipindah, agar dapat
dilakukan relokasi serta dibangunkan oleh pemerintah rumah yang lebih baik dan
lebih aman. Rumah tersebut akan dipindahkan di tempat yang tidak berpotensi
longsor dan harus sesuai dengan tata ruang maupun kajian biologi serta dibangun
dengan kontruksi yang kuat.
6. Pemasangan terpal sepanjang 20 meter di daerah retakan tanah.
Bukit yang terkena longsor masih gundul sehingga Dinas Lingkungan Hidup dan
BPBD Kabupaten Magelang dan Kehutanan menyarankan yntuk menanam rumput vertiver.
Rumput vetiver memiliki karakteristik fisik dengan tinggi diantara 1,5-2,5 meter,
perakarannya dalam dan massif, hingga dapat menembus lapisan dalam tanah maksimal 15
cm. Apabila ditanam di lereng-lereng keras dan memiliki banyak bebatuan, pada ujungujung
akar rumput vetiver akan masuk menembus dan membentuk semacam jangkar yang kuat
(Susilawati, 2016).
1.2 Tsunami
Tsunami , (bahasa Jepang: “gelombang pelabuhan”) juga disebut gelombang laut
seismic biasanya disebabkan oleh gempa bumi bawah laut , tanah longsor di bawah air atau
pantai , atau letusan gunung berapi. Tsunami terjadi setelah terjadinya gempa bumi atau
impuls pembangkit lainnya terjadi, rangkaian gelombang dan progresif menyebar jauh di atas
permukaan laut dalam lingkaran yang terus melebar. Di perairan dalam, Tsunami dapat
bergerak dengan kecepatan 800 km (500 mil) per jam. Panjang gelombangnya sangat besar,
sekitar 100 hingga 200 km (60 hingga 120 mil), namun memiliki amplitudo
gelombang(ketinggian) sangat kecil, hanya sekitar 30 sampai 60 cm (1 sampai 2 kaki)
(Encyclopaedia Britannica, 2020).
Prabencana Tsunami
a) Ketahui tanda-tanda sebelum tsunami terjadi, terutama setelah gempa (intensitas
gempa lama dan terasa kuat, air laut surut, bunyi gemuruh dari tengah lautan, banyak
ikan menggelepar di pantai yang airnya surut, dan tanda-tanda alam lain).
b) Cepat berlari ke tempat yang tinggi dan berdiam diri di sana untuk sementara waktu
setelah satu gempa besar mengguncang.
c) Segera menjauhi pantai dan tidak perlu melihat datangnya tsunami atau menangkap
ikan yang terdampar di pantai karena air surut.
d) Mengetahui tingkat kerawanan tempat tinggal akan bahaya tsunami dan jalur evakuasi
tercepat ke dataran yang lebih tinggi.
Saat Bencana
a) Setelah gempa berdampak pada rumah Anda, jangan berupaya untuk merapikan
kondisi rumah. Waspada gempa susulan!
b) Jika Anda berada di rumah, usahakan untuk tetap tenang dan segera membimbing
keluarga untuk menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi dan aman. Tidak
semua gempa memicu tsunami.
c) Jika mendengar sirine tanda bahaya atau pengumuman dari pihak berwenang
mengenai bahaya tsunami, Anda perlu segera menyingkir dari daerah pantai.
Perhatikan peringatan dan arahan dari pihak berwenang dalam proses evakuasi.
d) Jika telah sampai di daerah tinggi, bertahanlah disana karena gelombang tsunami yang
kedua dan ketiga biasanya lebih besar dari gelombang pertama serta dengarkan
informasi dari pihak yang berwenang melalui radio atau alat komunikasi lainnya.
e) Tsunami tidak datang sekali, tetapi bisa sampai lima kali. Oleh karena itu, sebelum
ada pengumuman dari pihak berwenang bahwa kondisi telah aman, janganlah
meninggalkan tempat evakuasi karena seringkali gelombang yang datang kemudian
justru lebih tinggi dan berbahaya.
f) Apabila Anda berada di kapal atau perahu yang tengah berlayar, upayakan untuk tetap
berlayar dan menghindari wilayah pelabuhan.
g) Hindari jalan melewati jembatan. Anda dianjurkan untuk melakukan evakuasi dengan
berjalan kaki.
h) Jangan kembali sebelum keadaan dinyatakan aman oleh pihak berwenang.
i) Bagi Anda yang melakukan evakuasi menggunakan kendaraan dan terjadi kemacetan,
segera kunci dan tinggalkan kendaraan serta melanjutkan evakuasi dengan berjalan
kaki.
pascabencana
a) Tetap utamakan keselamatan dan bukan barang-barang Anda. Waspada dengan
instalasi listrik dan pipa gas.
b) Anda dapat kembali ke rumah setelah keadaan dinyatakan aman dari pihak
berwenang.
c) Jauhi area yang tergenang dan rusak sampai ada informasi aman dari pihak
berwenang.
d) Hindari air yang menggenang karena kemungkinan kontaminasi zat-zat berbahaya dan
ancaman tersengat aliran listrik.
e) Hindari air yang bergerak karena arusnya dapat membahayakan Anda.
f) Hindari area bekas genangan untuk menghindari terperosok atau terjebak dalam
kubang.
g) Jauhi reruntuhan di dalam genangan air karena sangat berpengaruh terhadap
keamanan perahu penyelamat dan orang-orang di sekitar.
h) Berpartisipasi dalam kaporisasi sumber-sumber air bersih, perbaikan jamban dan
saluran pembuangan air limbah.
i) Hati-hati saat memasuki gedung karena ancaman kerusakan yang tidak terlihat seperti
pada fondasi.
j) Perhatikan kesehatan dan keselamatan keluarga dengan mencuci tangan
menggunakan sabun dan air bersih jika Anda terkena air genangan tsunami.
k) Apabila Anda terluka, dapatkan perawatan kesehatan di pos kesehatan terdekat.
Dengarkan berita atau informasi mengenai kondisi air, serta di mana mendapatkan
bantuan tenda darurat, pakaian, dan makanan. Buanglah makanan yang terkontaminasi
air genangan.
l) Hindari lokasi yang masih terkena bencana, kecuali jika pihak berwenang
membutuhkan relawan.
m) Tetap di luar gedung yang masih dikelilingi genangan air. Bersihkan sarang nyamuk
dan serangga lainya.
Britannica, T. E. (2020, October 29). Encyclopædia Britannica. Retrieved januari 05, 2021,
from Encyclopædia Britannica: https://www.britannica.com/science/tsunami
Cam, W. C.-N. (2012, August). Technologies forClimate Change Mitigation Building Sector.
Retrieved january 6, 2020, from https://www.uncclearn.org/wp-
content/uploads/library/unep223.pdf
GP Ganapathy dan CL Hada . (2012). Landslide Hazard Mitigation in the Nilgiris District,
India – Environmental and Societal Issues. International Journal of Environmental
Science and Development, 1-6.
what is climate change. (n.d.). Retrieved 1 6, 2020, from australia academy of science:
https://www.science.org.au/learning/general-audience/science-climate-change/1-
what-is-climate-change
Wisyanto, Weka Mahardi, Teuku Alvisyahrin, Juriono. (2008, 7 9). Retrieved 1 6, 2021, from
TSUNAMI COUNTERMEASURES: An Action Plan for Indonesia:
https://www.pwri.go.jp/icharm/training/ctdpcourse/pdf/action_indonesia.pdf
Zakiah Hidayati and Mafazah Noviana. (2018). Non-structural measures for landslide
(creeping type) in Selili Hill Samarinda. AIP Conference Proceedings 1977 (pp.
040006-1 s/d 040006-9). samarinda: AIP Publishing.
Gunawan, H., Budianto, A., Prambada, O., McCausland, W., Pallister, J., & Iguchi, M.
(2019). Overview of the eruptions of Sinabung Volcano, 2010 and 2013–present and
details of the 2013 phreatomagmatic phase. Journal of Volcanology and Geothermal
Research, 382, 103-119.
Luthfi, M., Suppasri, A., & Comfort, L. K. (2020). The 22 December 2018 Mount Anak
Krakatau volcanogenic tsunami on Sunda Strait coasts, Indonesia: tsunami and
damage characteristics. Natural Hazards & Earth System Sciences, 20(2).
Mannen, K., Yukutake, Y., Kikugawa, G., Harada, M., Itadera, K., & Takenaka, J. (2018).
Chronology of the 2015 eruption of Hakone volcano, Japan: geological background,
mechanism of volcanic unrest and disaster mitigation measures during the crisis.
Earth, Planets and Space, 70(1), 68.
Eyidoğan, H. Report on the seismological characteristics and effects of the 30 October 2020
Samos-Kuşadası Bay earthquake (Mw7. 0) in the western Aegean Sea.
Rahman, A. (2015). KAJIAN MITIGASI BENCANA TANAH LONGSOR DI
KABUPATEN BANJARNEGARA. GEMA PUBLICA : Jurnal Manajemen dan
Kebijakan Publik, 1(1), 1-14.
Shan, Y., Guan, D., Hubacek, K., Zheng, B., Davis, S. J., Jia, L., ... & Schellnhuber, H. J.
(2018). City-level climate change mitigation in China. Science advances, 4(6),
eaaq0390.
Dewi, I. K., & Istiadi, Y. (2016). Mitigasi bencana pada masyarakat tradisional dalam
menghadapi perubahan iklim di kampung naga kecamatan salawu kabupaten
tasikmalaya (disaster mitigation on traditional community against climate change in
kampong naga subdistrict salawu tasikmalaya). Jurnal Manusia dan Lingkungan,
23(1), 129-135.
Tictona, R. P., Marantika, S. B., Hendriawan, S. A., Daifullah, B., Krisnawan, G., &
Kurniasih, Y. (2020). MANAJEMEN BENCANA TANAH LONGSOR DI DESA
SAMBUNGREJO KECAMATAN GRABAG KABUPATEN MAGELANG. JMAN
jurnal mahasiswa Administrasi negara, 4(2), 16-25.
TANGGUH, T. T. BENCANA.