Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Hospital Disaster Plan


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Bencana

Dosen pengampu : Ibu Nurhayati, S.Kep.,Ners,M.Kep

Disusun oleh kelompok 11 :

No Nama NIM
1 Dikdik Arif Sutisna 029PA22010
2 Dini Munggarani Purnama 029PA22011
3 Muhammad Bertrans Artha 029PA22031
4 Muthiya Aoliyan Naja 029PA22034
8 Tresna Alintia 029PA22059

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


POLTEKES YAPKESBI SUKABUMI
2023

1
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Hospital Disaster Plan” dengan lancar meskipun masih perlu perbaikan di
dalamnya.

Penulis berharap Makalah ini dapat berguna untuk menambah wawasan serta
pengetahuan kita. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan di dalam
Makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis
berharap ada kritik, saran dan usulan guna membangun terciptanya makalah yang
sempurna, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran dan kritik yang
membangun. Semoga Makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.

Sukabumi, 12 Desember 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................5
C. Tujuan........................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................6
A. Pengertian Bencana...................................................................................................6
B. Managemen Penaggulangan Bencana.......................................................................7
1. Penanganan Sebelum Bencana (Predisaster).............................................................8
2. Penanganan Saat Bencana (During disaster)..............................................................9
C. Penanganan Setelah Bencana (Post disaster)..........................................................10
D. Penanganan Bencana Di Rumah Sakit......................................................................11
BAB III...............................................................................................................................16
PENUTUP..........................................................................................................................16
A. Kesimpulan..............................................................................................................16
B. Saran........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bencana merupakan gangguan atau kekacauan fungsi sosial yang serius yang
menyebabkan meluasnya kerugian jiwa, materi atau lingkungan. Bencana terjadi ketika
sumber daya atau kapasitas yang tersedia sangat tidak memadai dalam mengatasi
ancaman (hazard). Bencana juga berarti proses dimana ada jarak antara kejadian alam
seperti tsunami, gempa bumi, badai dan sebagainya dengan kejadian bencana seperti
kehilangan, kematian dan sebagainya. Jarak antara kejadian alam dan kejadian bencana
sangat bergantung pada tingkat distribusi kerentanan yang terjadi (UU Penanganan
Bencana No. 24/2007).

Statistik bencana dunia tahun 1995-2006 menyebutkan bahwa trend bencana


terus menerus terjadi setiap tahun dengan jumlah korban dan kerugian ekonomis semakin
meningkat yang menunjukan bahwa bencana terjadi secara berkelanjutan. Bencana alam
yang terjadi di Indonesia antara lain Tsunami di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004
yang menelan korban kurang lebih 170.000 orang meninggal, 500.000 orang kehilangan
tempat tinggal dan belasan ribu anak jadi yatim piatu, bencana meluapnya Lumpur
Lapindo dan gempa bumi di Jogjakarta pada tahun 2007 yang menyebabkan banyak
korban menderita kerugian baik berupa kehilangan tempat tinggal, kerugian ekonomi dan
lain-lain.

Dampak bencana terhadap masyarakat antara lain kehilangan orang yang dicintai,
kehilangan rumah dan kepemilikan lain, kerusakan lingkungan, kerusakan struktur dan
fungsi sosial, trauma psikologis yang berkepanjangan respon pasca trauma akibat
keterpaparan terhadap korban cedera dan kematian, respon histeris saat bencana, tidak
adekuatnya koping strategis, kurangnya dukungan/support dan lain lain. Faktor yang
mempengaruhi respon individu terhadap bencana yang dialami adalah derajat atau tingkat
keterpaparan terhadap bencana, dan pandangan atau penerimaan individu terhadap
bencana yang dialami.

Managemen penanganan bencana telah memiliki dasar hukum atau peraturan


yang jelas secara Nasional dan Internasional. Rengelolaan bencana International antara
lain telah terbentuknya badan atau organisasi penanggulangan bencana antara lain
International Decade for Natural Disaster Reduction (IDNDR) tahun 1990-2000, World
Conference on Natural Disater Reduction di Yokohama tahun 1994, World Conferencefor
Disaster Reduction (WCDR) di Kobe tahun 2005. Organisasi tersebut melakukan
koordinasi dengan organisasi penanggulangan bencana lokal di daerah bencana dan
memberikan bantuan berupa materi, fasilitas dan personil dalam penanggulangan bencana
kepada negara negara di dunia.

4
Managemen penanggulangan bencana di Indonesia telah memiliki dasar hukum
yang jelas seperti yang tertuang dalam UU Penanggulangan Bencana No. 24 tahun 2007
bahwa kordinasi penanggulangan bencana yang sebelumnya dilaksanakan oleh Badan
Koordinasi Nasional (Bakornas) sesuai Keppres No. 11/2001 digantikan oleh Badan
Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam pasal-pasal UU No. 24/2007 telah
mengatur tanggung jawab dan wewenang organisasi atau lembaga nasional, daerah dan
internasional dalam penanggulangan bencana; mengatur hak dan kewajiban masyarakat,
managemen penanggulangan bencana yang terdiri dari pra bencana (Predisaster), selama
bencana (during diaster) dan setelah bencana (after disaster), serta mengatur proses
pendanaan, pengelolaan bantuan, pengawasan dan penyelesaian sengketa akibat bencana.
Meskipun setelah dilakukan evaluasi, kinerja Badan Nasional Penanggulangan Bencana
secara umum berjalan baik namun tidak efektif dalam menanggulangi masalah Lumpur
Lapindo.

Usaha penanggulangan bencana yang bersifat mengandalkan peran aktif Badan


Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas) memiliki banyak kelemahan antara lain
sangat tergantung pada stabilitas ekonomi negara, krisis keuangan negara dan utang luar
negeri sehingga mengalami masalah dalam pembiayaan persiapan dan pengadaan
personil, fasilitas, penyelesaian sengketa dengan korban bencana sehingga penekanan
bantuan yang diberikan hanya pada respon emergency (selama bencana) dan respon
pemulihan; hanya fokus pada bantuan fisik, material dan teknis semata serta hanya
fokuspada penyelesaian sengketa pada satuan keluarga..

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Bencana?
2. Bagaimana Manajemen penanggulangan bencana?
3. Bagaimana penanganan setelah bencana?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Bencana
2. Untuk mengetahui Bagaimana Manajemen penanggulangan bencana
3. Untuk mengetahui Bagaimana penanganan setelah bencana

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Bencana
Bencana merupakan gangguan atau kekacauan fungsi sosial yang serius yang
menyebabkan meluasnya kerugian jiwa, materi atau lingkungan. Bencana terjadi ketika
sumber daya atau kapasitas yang tersedia sangat tidak memadai dalam. mengatasi
ancaman (hazard). Beberapa tipe ancaman (hazards) yang menyebabkan bencana adalah
ancaman geofisik (Geo-hazard) seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus; ancaman
hidroklimatis (hydro-climatic hazard) seperti banjir, kebakaran hutan, kekeringan;
ancaman biologis (biological hazards) seperti penyebaran HIV, flu burung, epidemik,
ancaman tekhnologi (technological hazard) seperti kebakaran, polusi udara, kecelakaan
nuklir, industrial explosions, waste exposure, lumpur lapindo; dan ancaman sosial
(socialhazard) seperti kriminalitas/kekerasan, perang, konflik, kemiskinan absolut dan
terorisme.

Bencana juga berarti proses dimana ada jarak antara kejadian alam seperti
tsunami, gempa bumi, badai dan sebagainya dengan kejadian bencana seperti
kehilangan,kematian dan sebagainya. Jarak antara kejadian alam dan kejadian bencana
sangat bergantung pada tingkat distribusi kondisi kerentanan atau rawan bencana.
Kondisi rawan bencana atau kerentanan adalah kondisi atau karakteristik biologis,
hidrologis,klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan tekhnologi pada
suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah,
meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak
buruk bahaya tertentu.

Berdasarkan kecepatan terjadinya, bencana terbagi atas bencana yang terjadi


perlahan lahan (slow onset hazard) seperti kekeringan kelaparan, letusan gunung api, dan
banjir serta bencana yang terjadi secara tiba tiba (sudden onset hazard) yaitu ancaman
akibat fenomena fenomena alam seperti gempa bumi, badai, banjir, tanah longsor
tsunami, angin putting beliung yang terjadi tanpa peringatan dini yang menyebabkan
ketidaksiapan dalam menghadapi bencana. Berikut ini akan diuraikan definisi terminologi
tentang bencana yang terdapat dalam UU Penanggulangan Bencana No. 24 tahun 2007:

a. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau
faktor non alam maupun faktor manusia. sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis.

b. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi. tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.

c. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa non alam antara lain berupa gagal tekhnologi, gagal modernisasi, epidemi, dan
wabah penyakit.

6
d. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompokatau
antar komunitas masyarakat dan terror.

B. Managemen Penaggulangan Bencana


Dalam penanganan bencana perlu ada suatu organisasi atau sistem komando
kejadian bencana yang dibentuk oleh negara untuk menyusun panduan penanganan
bencana dan melakukan koordinasi terhadap personil, fasilitas, sistem komunikasi dan
transportasi dalam penanganan bencana. Organisasi ini sebelum menyusun Panduan
Penanganan Bencana (Emergency Operations Plan/EOP) terlebih dahulu melakukan
pengkajian terhadap lingkungan dan komunitas untuk mengetahui daerah yang beresiko
tinggi terkena bencana, tipe bencana yang mungkin terjadi baik bencana alam seperti
banjir, sunami, gunung meletus, maupun bencana akibat perbuatan manusia
misalnyakebakaran, kecelakaan dan lain lain. Pengkajian juga dilakukan terhadap fasilitas
penanganan bencana di tempat kejadian seperti tenaga/personil bantuan, transportasi,
farmakologi, alat dan bahan pertolongan kegawat daruratan (lokal facility), organisasi
penangan bencana lokal (Safety committee), kantor atau posko penanganan
bencana(Safety Officer or emergency department).

Setelah dilakukan pengkajian secara lengkap kemudian Penanganan Bencana


baik panduan antisipasi disusun. Panduan atau pencegahan bencan (Preparedness),
panduan penanganan saat bencana (during disaster)serta panduan penanganan setelah
bencana (Postdisaster). Komponen komponen penting yang terdapat dalam Panduan
Penanganan Bencana(EOP) adalah sebagai berikut:

a. Informasi secara cepat dan mudah. Fasilitas penanganan bencana (health carefacility)
harus dapat diakses dengan cepat dan mudah kapanpun dan dimanapunbencana terjadi
misalnya perlu ada jalur telepon emergency yang gratis, cepat danmudah ke kantor
atau fasilitas penanganan bencana. Jalur komunikasi secara internal dan eksternal.
b. Jalur komunikasi untuk koordinasi personil, fasilitas dan transportasi dalam
penanggulangan bencana harus jelas dansiaga termasuk informasi dari tempat kejadian
bencana ke posko atau rumah sakitr ujukan korban bencana
c. Perencanaan terhadap penanganan korban bencana (coordinated patient. care),
termasuk didalamnya triage korbaan bencana, sistem rujukan dan transportasi keposko
atau rumah sakit rujukan korban bencana.
d. Perencanaan keamanan terhadap korban, fasilitas dan personil terhadap kondisi
yangsangat parah dan mengancam.
e. Identifikasi sumber atau fasilitas penanganan bencana baik lokal, regional dan
negaraserta bagaimana menghubunginya.
f. Pedoman penanganan korban bencana, masyarakat, media dan strategi
pembagiantugas dalam tim.
g. Strategi managemen data korban dan kejadian bencana.
h. Penanganan respon pasca bencana
i. Pedoman penyelamatan diri bagi masyarakat dan melakukan latihan sebelum bencana
terjadi.

7
j. Antisipasi kebutuhan masyarakat setelah bencana seperti air bersih dan makananuntuk
jangka waktu yang lama.
k. Perkiraan insiden kejadian bencana serta strategi identifikasi bencana seperti alarm
bencana.

Personil dalam penanganan bencana harus memiliki pengetahuan dan


keterampilan yang baik dan ahli terhadap setiap kondisi bencana sehingga memiliki
kesiapan dan kesigapan dalam melakukan tindakan sesuai tugas dan perannya masing-
masing berdasarkan pedoman penanganan bencana yang telah ada.

Pedoman Penanganan bencana juga termasuk struktur atau alur penanganan


bencana beserta tugas dan peran masing masing mulai dari penanganan di daerah bencana
sampai transportasi dan persiapan posko atau rumah sakit rujukan korban bencana.
Petugas penanganan bencana juga harus memiliki pengetahuan tentang bahasa, latar
belakang budaya dan aspek spiritual yang ada pada berbagai komunitas. Hal inidilatar
bekangi oleh karena kesulitan bahasa dapat meningkatkan ketakutan dan frustasipara
korban, terdapat kepercayaan dan praktek spiritual yang berbeda terhadap
terapipengobatan, hygiene atau diet, waktu dan tempat khusus untuk berdoa, ritual
khususmenangani korban yang meninggal dan lain lain.

Managemen penanggulangan bencana di Indonesia telah memiliki dasar hukum


yang jelas seperti yang tertuang dalam UU Penanggulangan Bencana No. 24 tahun
2007bahwa kordinasi penanggulangan bencana yang sebelumnya dilaksanakan oleh
BadanKoordinasi Nasional (Bakornas) sesuai Keppres No. 111/2001 digantikan oleh
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam pasal pasal UU No. 24/2007
telah mengatur tanggung jawab dan wewenang organisasi atau lembaga nasional, daerah
daninternasional dalam penanggulangan bencana, mengatur hak dan kewajiban
masyarakat, managemen penanggulangan bencana yang terdiri dari pra bencana
(Predisaster), selamabencana (during diaster) dan setelah bencana (after disaster), serta
mengatur prosespendanaan, pengelolaan bantuan, pengawasan dan penyelesaian sengketa
akibat bencana.

Managemen penanggulangan bencana terdiri dari penanganan sebelum bencana


(predisaster), penanganan saat bencana (during disaster) dan penangan setelah bencana
(after disaster) selanjutnya akan diuraikan sebagai berikut:

1. Penanganan Sebelum Bencana (Predisaster)


Penanganan sebelum terjadinya bencana disebut juga tindakan pencegahan atau
prevention terdiri dari pengkajian faktor resiko bencana (risk assessment), Kegiatan
pencegahan bencana, mitigasi (disaster mitigation), peringatan dini, dan
kesiapsiagaan/tanggap darurat bencana (preparedness). Pengkajian terhadap faktor

resiko bencana terdiri dari pengkajian terhadap lingkungan atau keterpaparan terhadap
ancaman (hazard), analisis kerentanan dan kelompok yang rentan di masyarakat serta
analisis sumber atau kapasitas yang dapat digunakan dalam menghadapi bencana. Setelah

8
faktor resiko bencana teridentifikasi maka selanjutnya dilakukanpencegahan atau mitigasi
dalam rangka menghilangkan dan atau mengurangi faktor resiko atau ancaman bencana.

Tindakan pencegahan dan mitigasi terdiri dari manajemen lingkungan, upaya


fisik dan teknis dalam mengatasi faktor resiko bencana, regulasi/legislasi/kebijakan
pembangunan yang mendukung pencegahan bencana, upaya penyadaran dan peningkatan
kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana, serta membangun kemitraan dan
jaringan (networking) dalam persiapan bencana. Selain melakukan tindakan pencegahan
dan mitigasi, perlu juga dipersiapkan alat peringatan dini dan kesiapsiagaan dalam
menghadapi bencana. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada
suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Kegiatan peringatan dini dapat berupa
pemantauan yang terus menerus terhadap faktor resiko bencana disertai tanda alarm
peringatan akan terjadinya bencana.

Peringatan dini ini akan memberikan tanda kepada masyarakat agar siap siaga
untuk menyelamatkan diri dan keluarga, serta sebagai tanda kepada para petugas
penanggulangan bencana untuk mempersiapkan diri dalam membantu masyarakat dalam
menghadapi bencana Pemantuan secara terus menerus terhadap faktor resiko bencana
adalah dengan menggunakan tekhnologi untuk mendeteksi dan memprediksi resiko
timbulnya danterjadinya bencana seperti tsunami dan gunung meletus. Informasi atau
peringatan tentang resiko terjadinya bencana berupa alarm bencana disebarkan kepada
masyarakatmelalui media televisi dan radio. Tekhnologi terbaru adalah dengan
memberikan informasi tentang resiko bencana atau alarm bahaya melalui handphone
(HP) sehingga individu yang tidak bisa atau tidak sempat menonton televisi tetap
mendapatkan informasi sehingga dapat mempersiapkan diri terhadap kemungkinan
terjadinya bencana.

2. Penanganan Saat Bencana (During disaster)


Penanganan saat bencana terdiri dari evakuasi atau penyelamatan korban
bencanadan transportasi korban ke posko atau rumah sakit rujukan korban bencana.
Managemen penyelamatan korban bencana pada jumlah korban yang sangat banyak maka
perludilakukan tindakan triage. Triage adalah proses penentuan atau penyeleksian pasien
atau korban berdasarkanprioritas kebutuhan terhadap perawatan dan pengobatan. Dalam
penanganan bencanadengan korban yang banyak maka perlu dilakukan penyeleksian
pasien untuk menentukan korban yang perlu penanganan prioritas atau segera dan korban
yang bisa ditunda penanganannya.

Meskipun tindakan ini dapat dinilai tidak ethis karena cenderungmengabaikan


pasien atau korban lain yang juga membutuhkan pertolongan namun. tindakan triage
perlu dilakukan untuk memprioritaskan penanganan emergency kepadakorban dengan
kondisi yang lebih serius/parah dan perlu penanganan segera. Petugas triage melakukan
pemeriksaan atau pengkajian terhadap korban secaracepat. dan memberikan penanganan
emergency atau resusitasi sebelum diberikan penanganan tindakan penyelamatan lanjutan
atau dibawa ke posko atau rumah sakitrujukan penanganan bencana.

9
Seorang petugas triage memberikan tanda kepada pasienberdasarkan derajat
keseriusan kondisi dan prioritas kebutuhan terhadap tindakan emergency sehingga
petugas yang lain dapat langsung memberikan bantuan atau langsung membawa pasien
ke lokasi penanganan lanjutan. Perlu disiapkan alat alat dan pengobatan terhadap kondisi
emergency dan transportasi terhadap pasien ke poskoperawatan atau rumah sakit rujukan
bencana.

Kategori tanda triage yang diberikan adalah berdasarkan derajat keparahan dari
cedera yang dialami oleh korban. Terdapat berbagai tanda triage yang dapat digunakan di
beberapa negara dan perawat bencana harus memahami sistem yang ada di masyarakat
atau negara tersebut. Salah satu contoh sistem triage oleh North Atlantic Treaty
Organization (NATO) adalah dengan menggunakan kode warna yang terdiri dari warna
merah, kuning, hijau dan hitam. Masing masing warna memiliki perbedaan tingkatan
prioritas yang secara jelas diuraikan sebagai berikut:

C. Penanganan Setelah Bencana (Post disaster)


Penanganan setelah bencana meliputi pengkajian terhadap kerugian atau
kerusakan yang terjadi akibat bencana (damage assessment), rehabilitasi danrekonstruksi.
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publikatau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengansasaran
utama untuk normalisasi/berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan
dankehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana. Rekonstruksi adalah
pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca

10
bencana baikpada tingkat pemerintah maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh
danberkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum
danketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupanbermasyarakat pada wilayah pasca bencana. Selain rehabilitasi dan
rekonstruksi fisik sarana dan prasarana serta lingkungan juga perlu dilakukan rehabilitasi
terhadap mental dan psikologis korban bencana karenameskipun mengalami bencana
yang sama, beberapa individu dapat mengalami traumapsikologis yang berkepanjangan.
Beberapa respon yang biasanya terjadi adalah depresi,ansietas, gangguan psikosomatis
(fatigue, malaise, sakit kepala, gangguan salurangastrointestinal, kemerahan pada kulit),
posttraumatic disorder, keracunan zat, konflikinterpersonal, dan gangguan penampilan.

Faktor yang mempengaruhi respon individu terhadap bencana yang


dialamiadalah derajat atau tingkat keterpaparan terhadap bencana, kehilangan teman atau
orangyang dicintai, kehilangan rumah dan harta kepemilikan yang lain, tidak
adekuatnyakoping strategis, hilang atau kurang sumber dukungan atau support, serta
pandangan ataupenerimaan individu terhadap bencana yang dialami. Kondisi
keterpaparan terhadapkorban kematian, cedera, dan kekuatan bencana, respon histeris
saat bencana, aktivitaspetugas penananganan bencana dalam membantu korban dapat
menjadi keadaan yang menimbulkan gangguan emosional pada individu.

D. Penanganan Bencana Di Rumah Sakit


Pada situasi bencana aspek koordinasi dan kolaborasi diperlukan untuk mengatur
proses pelayanan terhadap korban dan mengatur unsur penunjang yang mendukung
proses pelayanan sehingga dapat berjalan sebagaimana mestinya. Penanganan bencana di
rumah sakit pada sistem penanganan bencana adalah sebagai berikut:

1. Penanganan Korban

Proses penanganan yang diberikan kepada korban dilakukan secepatnya untuk mencegah
resiko kecacatan dan atau kematian, dimulai sejak di lokasi kejadian (triase satu), area
berkumpul (collecting area) untuk proses evakuasi/transportasi ke IGD (triase dua) dan
area teras IGD (triase tiga). Kegiatan definitif dimulai sejak korban tiba di IGD.

Penanggung jawab : Ketua Tim Medical Suport

Tempat : lokasi kejadian/ area berkumpul/ teras IGD tempat perawatan definitif

Prosedur :

Di lapangan: Tim Pra Hospital

1. Berangkat ke lokasi kejadan harus bersama dengan tim, minimal 2 (dua)orang.

2. Menilai situasi sekitar (Rapid Health Assassment) dan segera laporkan kembali kepada
RSJD dr. Amino Gondohutomo.

3. Berkoordinasi lapangan dengan petugas lain di lapangan pada awal kejadian (POLISI,
SAR, PLN atau Dinas lain yang lebih berkompeten).

11
4. Setelah lokasi dinyatakan aman oleh pihak yang lebih berkompeten, segera lakukan
triage lapangan (triase satu) sesuai dengan berat ringan nya kasus (Hijau, Kuning, Merah)

5. Menentukan prioritas penanganan

6. Evakuasi korban ketempat yang lebih aman

7. Lakukan stabilisasi sesuai kasus yang dialami.

8. Lakukan triase evakuasi (triase dua) sesuai perkembangan kondisi korban selama di
tempat collecting area untuk menentukan prioritas transportasi korban ke IGD.

Di rumah sakit (IGD): Tim Intra Hospital

1. Lakukan triage Rumah Sakit (triase tiga) oleh tim medik.

2. Penempatan korban sesuai hasil triage.

3. Lakukan stabilisasi korban.

4. Berikan tindakan definitif sesuai dengan kegawatan dan situasi yang ada (Merah,
Kuning,Hijau atau hitam)

5. Perawatan lanjutan sesuai dengan jenis kasus (OK, ICU, atau ruang perawatan atau
kamar jenazah)

6. Lakukan rujukan bila diperlukan baik karena pertimbangan medis maupun tempat
perawatan.

2. Pengelolaan Barang Milik Korban

Barang milik korban hidup baik berupa pakaian, perhiasan, dokumen, dll
ditempatkan secara khusus untuk mencegah barang tersebut hilang maupun tertukar.
Sedangkan barang milik korban meninggal, setelah di dokumentasi oleh koordinator tim
forensik, selanjutnya diserahkan ke pihak kepolisian yang bertugas di forensik.

3. Pengosongan Ruangan Dan Pemindahan Pasien

Pada situasi bencana maka ruangan perawatan tertentu harus dikosongkan untuk
menampung sejumlah korban dan pasien-pasien diruangan tersebut harus dipindahkan ke
ruangan yang sudah ditentukan (lihat bahasan pengosongan ruangan)

4. Pengelolaan Makanan Korban dan Petugas

Makanan untuk pasien dan petugas, persiapan dan distribusinya dikoordinir oleh
Instalasi Gizi sesuai dengan permintaan tertulis yang disampaikan oleh kepala ruangan
maupun penanggungjawab pos. Makanan yang dipersiapkan dengan memperhitungkan
sejumlah makanan cadangan untuk antisipasi kedatangan korban baru maupun petugas
baru/ relawan.

12
5. Pengelolaan Tenaga Rumah Sakit

Pengaturan jumlah dan kualifikasi tenaga yang diperlukan saat penanganan


bencana. Tenaga yang dimaksud adalah SDM rumah sakit yang harus disiagakan serta
pengelolaannya saat situasi bencana

6. Pengendalian Korban Bencana dan Pengunjung

Pada situasi bencana internal maka pengunjung yang saat itu berada di RS
ditertibkan dan diarahkan pada tempat berkumpul yang ditentukan. Demikian pula korban
diarahkan untuk dikumpulkan pada ruangan/ area tempat berkumpul yang ditentukan.

7. Kordinasi Dengan Intansi lain

Diperlukannya bantuan dari instansi lain untuk menanggulangi bencana maupun


efek dari bencana yang ada. Bantuan ini diperlukan sesuai dengan jenis bencana yang
terjadi. Instansi terkait yang dimaksud adalah BPBD (Badan Penenggulangan Bencana
Daerah Jawa Tengah), Dinas Kesehatan Propinsi, Kepolisian, Dinas Pemadam
Kebakaran, SAR, PDAM, PLN, TELKOM, PMI, dan RS MITRA, Intitusi Pendidikan
Kesehatan, Perhotelan dan PHRI.

8. Pengelolaan obat dan bahan/alat habis pakai.

Penyediaan obat dan bahan/ alat habis pakai dalam situasi bencana merupakan
salah satu unsur penunjang yang sangat penting dalam pelayanan kesehatan, oleh karena
itu diperlukan adanya persediaan obat dan bahan/ alat habis pakai sebagai penunjang
pelayanan korban.

9. Pengelolaan Volunteer (relawan)

Keberadaan relawan sangat diperlukan pada situasi bencana.Individu/ kelompok


organisasi yang berniat turut memberikan bantuan sebaiknya dicatat dan diregistrasi
secara baik oleh Bagian SDM, untuk selanjutnya diikutsertakan dalam membantu proses
pelayanan sesuai dengan jenis ketenagaan yang dibutuhkan.

10. Pengelolaan Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan tetap dijaga pada situasi apapun termasuk situasi bencana
untuk mencegah terjadinya pencemaran maupun dampak dari bencana.

11. Pengelolaan Donasi

Pada keadaan bencana rumah sakit membutuhkan bantuan tambahan baik berupa
obat, bahan/ alat habis pakai, makanan, alat medis/ non medis, makanan, maupun
financial

12. Pengelolaan listrik, telepon dan air

13
Meningkatnya kebutuhan power listrik, instalasi air dan tambahan sambungan
telpon saat disaster membutuhkan kesiapsiagaan dari tenaga yang melaksanakannya.
Persiapan pengadaan maupun sambungannya mulai dilaksanakan saat aktifasi situasi
bencana di rumah sakit

13. Penanganan Keamanan

Keamanan diupayakan semaksimal mungkin pada area-area transportasi korban


dari lokasi ke IGD, pengamanan sekitar Triage dan IGD pada umumnya serta
pengamanan pada unit perawatan dan pos-pos yang didirikan

14. Pengelolaan Informasi

Informasi, baik berupa data maupun laporan dibuat sesuai dengan form yang
ditentukan sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran mengenai jumlah korban baik korban
hidup, korban meninggal, asal negara, tempat perawatan korban dan status evakuasi ke
luar rumah sakit. Informasi ini meliputi identitas korban, SDM dan fasilitas yang
diperlukan untuk penanganan korban.

15. Jumpa Pers

Informasi dari posko data merupakan sumber informasi yang akan digunakan
pihak Rumah sakit pada saat jumpa pers. Pihak Rumah Sakit yang menghadiri press
release adalah Direktur sebagai Komandan Rumah Sakit, Komandan Bencana, Ketua
Medikal support, dan Ketua manajement support.

16. Pengelolaan Media

Wartawan dari media cetak dan elektronik akan berada hampir 24 jam disekitar
rumah sakit untuk meliput proses pelayanan dan kunjungan tamu ke unit pelayanan,
bukan hanya berasal dari media regional, nasional tetapi juga internasional sehingga perlu
dikelola dengan baik.

17. Pengelolaan Rekam Medi

Semua korban bencana yang memerlukan perawatan dibuatkan rekam medis


sesuai dengan prosedur yang berlaku di Rumah Sakit. Pada rekam medis diberikan tanda
khusus untuk mengidentifikasi data korban dengan segera.

18. Identifikasi Korban

Semua korban bencana yang dirawat menggunakan label Identitas Bencana.


Label Identitas Bencana yang dipasangkan pada pasien berisi identitas dan hasil triage.
Setelah dilakukan tindakan life saving, label Identitas Bencana akan dilepas dan disimpan
pada rekam medik yang bersangkutan.

19. Pengelolaan Tamu/Kunjungan

14
Tamu dan kunjungan ke rumah sakit untuk meninjau pelaksanaan pelayanan
terhadap korban dilakukan berupa kunjungan formal/ non formal kenegaraan ataupun
oleh institusi, LSM, partai politik maupun perseorangan. Pengelolaannya diatur untuk
mencegah terganggunya proses pelayanan dan mengupayakan privacy korban. Tamu
kenegaraan dari negara lain maupun tamu kenegaraan RI dan tamu Gubernur akan
didampingi oleh direktur dan para Wakil Direktur. Tamu dari organisasi partai politik,
LSM, Institusi, LSM, dll diterima dan didampingi oleh Direktur RS

20. Pengeolaan Jenazah

Untuk kejadian bencana, jenazah akan langsung dikirim ke ruang jenazah.


Pengelolaan jenazah seperti identifikasi, menentukan sebab kematian dan menentukan
jenis musibah yang terjadi, penyimpanan dan pengeluaran jenazah dilakukan di kamar
jenazah.

21. Evakuasi Korban ke luar rumah sakit

Atas indikasi medis, sosial, politik dan hukum, maupun permintaan negara yang
bersangkutan atau atas permintaan keluarga seringkali pasien/ korban pindah ataupun
keluar dari Rsjd dr. amino gondohutomo untuk dilakukan perawatan di rumah sakit
tertentu di luar RSJD dr. Amino Gondohutomo. Perpindahan/ evakuasi korban ini
dilakukan atas persetujuan tim medis dengan keluarga maupun negara yang bersangkutan
bila korban adalah warga negara asing. Kelengkapan dokumen medik serta persetujuan
keluarga/ negara ybs diperlukan untuk pelaksanaan proses evakuasi.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam penanganan bencana perlu ada suatu organisasi atau sistem komando
kejadian bencana yang dibentuk oleh negara untuk menyusun panduan penanganan
bencana dan melakukan koordinasi terhadap personil, fasilitas, sistem komunikasi dan
transportasi dalam penanganan bencana. Organisasi ini sebelum menyusun Panduan
Penanganan Bencana (Emergency Operations Plan/EOP) terlebih dahulu melakukan
pengkajian terhadap lingkungan dan komunitas untuk mengetahui daerah yang beresiko
tinggi terkena bencana, tipe bencana yang mungkin terjadi baik bencana alam seperti
banjir, sunami, gunung meletus, maupun bencana akibat perbuatan manusia misalnya
kebakaran, kecelakaan dan lain lain. Managemen penanggulangan bencana terdiri dari
penanganan sebelum bencana (predisaster), penanganan saat bencana (during disaster)
dan penangan setelah bencana (after disaster).

B. Saran
1. Rumah Sakit berfokus menjadikan program penanggulangan bencana sebagai salah
satu program kerja tetap sehingga dapat meningkatkan kontinuitas program dan
motivasi karyawan dalam mengimplementasikan kebijakan Hospital Disaster Plan.
2. Rumah Sakit melakukan revisi dan perbaikan terhadap rencana penanggulangan
bencana yang sudah ada sebelumnya. Setelah selesai maka rencana tersebut
disosialisasikan supaya seluruh karyawan dapat mengetahui pedoman tersebut.
3. Melakukan pelatihan rutin kebencanaan dengan tema khusus minimal dua kali
dalam setahun dengan berbagai tema bencana supaya staf medis dan non medis
menjadi terlatih saat mengalami bencana yang sesungguhnya. Perawat merupakan
lini pertama yang dapat menyelamatkan pasien, maka perawat sangat memerlukan
materi pelatihan seperti evakuasi dan penanganan korban massal. Pelatihan
terhadap tim JHERT juga lebih diintensifkan supaya seluruh anggota tim mengerti
betul uraian tugasnya serta perannya saat bencana terjadi.
4. Tidak semua staf rumah sakit merupakan pegawai tetap, sebagian merupakan
pegawai tidak tetap. Namun saat bencana semua lapisan staf akan berperan, oleh
karena itu pelatihan yang dilakukan harus lebih menyeluruh dan melibatkan
seluruh pegawai walaupun bukan pegawai tetap. Pelatihan tersebut antara lain cara
evakuasi, penanganan kebakaran dan bantuan hidup dasar. Untuk pihak
manajemen, maka pelatihan yang dibutuhkan adalah tentang pembuatan hospital
disaster plan yang lebih sempurna.
5. Rumah sakit lebih terbuka dengan penelitian mendatang terkait dengan
kesiapsiagaan bencana, supaya hasil penelitian dapat digunakan untuk
memperbaiki kekurangan Rumah Sakit.

16
DAFTAR PUSTAKA

Nur Indayani. 2016. Hospital Disaster Plan. Makassar: Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin

Ardalan, A., dkk. (2014). Hospitals Safety from Disasters in I.R.Iran: The Results from
Assessment of 224 Hospitals. Plos Current, 1.

ADRRN. (2009). 2009 Terminologi Pengurangan Risiko Bencana. Bangkok: Asian


Disaster Reduction and Response Network with the assistance of UNISDR Asia
and the Pacific Offic

17

Anda mungkin juga menyukai