Anda di halaman 1dari 15

1.

1 Latar Belakang Masalah

Pada abad ke 16 dan ke 17, Negara-negara kuat maritim diberbagai kawasan


Eropa saling merebutkan dan memperdebatkan melalui berbagai cara untuk
menguasai lautan di dunia ini. Negara- negara tersebut yaitu adalah Negara-negara
yang terkenal kuat dan tangguh di lautan yaitu antara Spanyol dan Portugis.
Berbagai Konvensi dilakukan mulai Konvensi Hukum Laut 1958, Konvensi
Hukum Laut 1960 hingga melahirkan Konvensi Hukum Laut 1982 yang memuat
mengenai rezim-rezim laut.

Konvensi Hukum Laut 1982 yang memuat ketentuan-ketentuan baru yang


dianggap sebagai perkembangan dari Hukum Laut Internasional antara lain
diterimanya rejim hukum zona ekonomi eksklusif dan rejim hukum Negara
kepulauan. Selain memuat ketentuan-ketentuan baru ternyata memuat juga
ketentuan lama, yaitu konsepsi landas kontinen yang telah mendapat pengaturan
dalam Konvensi Hukum Laut 1958, tetapi dalam perkembangannya memberi
rumusan yang lebih jelas karena telah mendapat kepastian dalam menentukan
batas terluar landas kontinen . Dengan diterimanya rejim hukum zona ekonimi
eksklusif dalam Konvensi Hukum Laut 1982 hal ini memberi pengaruh terhadap
rejim hukum landas kontinen, karena kedua rejim hukum ini mempunyai kaitan
dalam pengaturan yang sama mengenai dasar laut dan memerlukan pemecahan
atau pengaturan lebih lanjut dalam pelaksanaannya. Kemudian, pertanyaan yang
kemudian muncul adalah Mengapa ada Pasal yang mengatur mengenai dasar laut
pada landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif atau sebaliknya? Hal ini pun tak
lepas dari ketenntuan yang terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982.

PEMBAHASAN

2.1 Landas Kontinen


Konsep Landas Kontinen untuk pertama kalinya dikemukakan oleh seorang
Spanyol yaitu Odon de buen pada Konferensi Perikanan di Madrid tahun 1926.
Pada saat itu peringatan landasan kontinen tidak dikaitkan dengan kepentingan
perikanani. Menurut summer teori dari landas kontinen terutama didasarkan kepada
suatu fakta geologis bahwa di sepanjang sebagian besar pantai, tanahnya menurun

1
ke dalam laut, sampai akhirnya di suatu tempat tanah tersebut jatuh curam di
kedalaman laut. Dasar laut di banyak tempat dipisahkan dari tanah di pantai oleh
lereng kontinen yang menurut istilah geologis adalah merupakan bagian dari
kontinen itu sendiri. Lereng kontinen di beberapa tempat menyimpan deposit
minyak dan gas bumi dan dasar laut dikenal sebagai sumber hayati, terutama
perikanan laut. Daya tarik atas sumber-sumber alam dan hayati di bawah laut pada
mulanya terbatas kepada ekploitasi batu bara dan penangkapan berjenis-jenis ikanii.

a) Proklamasi Presiden Trauman tentang Landas Kontinen


Berbicara mengenai pranata hukum laut, khususnya tentang Landas
Kontinen, pertama kalinya berawal dari adanya Proklamasi Presiden Amerika
Serikat Harry S Truman pada tanggal 28 September 1945 yang didasarkan pada
tindakan penguasaan sepihak, ialah dengan tujuan memanfaatkan,
mengamankan, dan mencadangkan kekayaan mineral dasar laut (seabed) dan
tanah di bawahnya (subsoil) yang berbatasan dengan pantai Amerika Serikat
untuk kepentingan rakyat dan bangsa Amerika Serikatiii.

Tindakan pemerintah Amerika Serikat terkait dataran kontinen


(Continental Shelf) ini didasarkan atas pendapat ahli-ahli geologi minyak bumi
bahwa bagian-bagian tertentu dari dataran kontinen di luar batas 3 mil
mengandung endapan-endapan minyak bumi yang sangat berharga yang
memungkinkan untuk mengeksploitasikan secara teratur suatu daerah di bawah
permukaan laut (submarine area).

Proklamasi Trauman Tahun 1945 menimbulkan reaksi dari sejumlah


negara, reaksi pertama datang dari Mexico dengan Deklarasi Presiden Mexico
tanggal 29 Oktober 1945. Kemudian negara-negera Latin Amerika lainnya
seperti Argentina, Chili, Costa Rica, Honduras dan Peru, menuntut hak atas
landas kontinen dan mengklaim atas kedaulatan terhadap perairan di atas landas
kontinen dan sumber-sumber perikanan di dalamnya. Negara-negara lainnya
seperti Equador, Panama, dan Salvador mengadakan klain sejauh 200 mil dari
perairan pantai mereke unruk kepentingan perikananiv.

2
b) Pengumuman Pemerintah Indonesia
Di Indonesia sendiri Landas Kontinen mendapat perhatian lebih ialah
sekitar Tahun 1969, dimana Pemerintah Indonesia mengeluarkan Pengumuman
tertanggal 17 Februari 1969 dengan memuat pokok-pokok sebagai berikut :

1) Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam Landas Kontinen


Indonesia adalah milik eksklusif Negara Indonesia;
2) Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas Landas
Kontinen dengan Negara tetangga melalui perundingan;
3) Jika tiada perjanjian garis batas, maka batas Landas Kontinen Indonesia
adalah suatu garis yang ditarik ditengah-tengah antara pulau terluar
Indonesia dengan titik terluar wilayah Negara tetangga;
4) Klaim di atas tidak mempengaruhi sifat serta status daripada perairan di atas
Landas Kontinen Indonesia, maupun ruang udara di atasnya.

Pengumuman tersebut dianggap sebagai dasar kebijakan untuk membuat


perjanjian-perjanjian bilateral dengan Negara-negara tetangga, hal tersebut
ditunjukkan dengan untuk pertama kalinya Indonesia melakukan perjanjian garis
batas Landas Kontinen dengan Malaysia di Tahun 1969, yang kemudian disusul
oleh perjanjian-perjanjian bilateral lainnya . Pengumuman yang disampaikan
Indonesia di Tahun 1969 tersebut dikukuhkan dengan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1973.

Yang disebut dengan Landas Kontinen Indonesia berdasarkan Pasal 1 UU


No. 1 Tahun 1973 adalah meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari area di
bawah permukaan laut yang terletak di luar laut territorial, sepanjang kelanjutan
alamiah wilayah daratan hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu
jarak 200 mil laut dari garis pangkal dari mana lebar laut territorial diukur, dalam
hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut, hingga paling jauh
350 mil laut sampaidengan jarak 100 mil laut dari garis kedalamanv.

c) Kewenangan Negara Pantai


Pada Pasal 77 ayat 1 Konvensi Hukum Laut 1982 merumuskan bahwa
negara pantai melaksanakan hak berdaulat (soverign right) pada landasan
kontinennya untuk tujuan mengeksplorasinya serta mengeksploitasi sumber

3
kekayaan alamnya. Selanjutnya pada Pasal 77 ayat 2 konvensi tersebut
merumuskan bahwa hak-hak seperti pada ayat 1 tersebut adalah bersifat
eksklusif dalam pengertian bahwa jika negara pantai tidak mengeksplorasinya
maupun mengeksploitasi sumberdaya alamnya, tidak ada seorang atau suatu
negara pun dapat melakukan aktivitasnya itu atau melakukan klaim atas
landasan kontinen tersebut tanpa persetujauan dari negara pantai. Berdasarkan
Pasal tersebut maka negara pantai memikili hak-hak antara lain: (1) Hak
eskplorasi dan eksploitasi; (2) Hak untuk memasanng kabel dan pipa saluran;
(3) Hak memberikanwewenang melakukan pengeboran pada Landas Kontinen;
dan (4) Hak membangun dan mempergunakan pulau buatan, instalasi dan
bangunan. Selain itu, terdapat beberapa kewajiban antara lain: (1) Kewajiban
untuk melakukan pembayaran atau sumbangan; (2) Kewajiban untuk
menetapkan batas/delimitasi landas kontinen; dan (3) Kewajiban untuk
mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan lautvi.

2.2 Zona Ekonomi Eksklusif

Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) adalah zona mana dalam zona tersebut
sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak
menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya,
ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari
kebutuhan yang mendesak. Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada
kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk memperluas batas
jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada persiapan untuk
UNCLOS III.

Konsep dari ZEE telah jauh diletakan di depan untuk pertama kalinya oleh
Kenya pada Asian-African Legal Constitutive Committee pada Januari 1971, dan
pada Sea Bed Committee PBB di tahun berikutnya. Proposal Kenya menerima
support aktif dari banyak Negara Asia dan Afrika. Dan sekitar waktu yang sama
banyak Negara Amerika Latin mulai membangun sebuah konsep serupa atas laut
patrimonial. Dua hal tersebut telah muncul secara efektif pada saat UNCLOS
dimulai, dan sebuah konsep baru yang disebut ZEE telah dimulaivii.

4
Konvensi Hukum Laut 1982 menetapkan pengaturan tentang daerah maritim
d luar tetapi bersambung dengan laut territorial yang disebut Zona Ekonomi
Eksklusif (the Exclusive Economic Zone atau disebut juga sebagai Patriomonial
Sea) yang luasnya tidak boleh melebihi 200 mil dari garis pangkal yang dipakai
untuk mengukur laut teritorialviii.

a) Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia


Berdasarkan undang-undang dasar Republlik Indonesia nomor 5 tahun
1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia menyebutkan bahwa :

“Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah jalur di luar dan berbatasan


dengan laut wilayah Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan
undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi
dasar laut, tanah di bawahnya dan air di atasnya dengan batas terluar 200
(dua ratus) mil laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia”.

b) Hak dan Kewajiban Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI)


 Adapun berikut ini hak-hak pada ZEE Indonesia :
1. Hak berdaulat untuk melakukan eskplorasi dan eksploitasi pengelolaan
dan berupaya untuk melindungi, melestarikan sumber daya alam yaitu
menjaga dan memelihara keutuhan ekosistem laut. Hak berdaulat ini
tidak sama dengan kedaulatan penuh yang dimiliki dan dilaksanakan
atas laut wilayah maupun perairan pedalaman.
2. Hak untuk melaksanakan penegakan hukum dilakukan oleh aparat yang
menangani secara langsung, dalam upaya untuk menciptakan,
memelihara dan mempertahankan perdamaian.
3. Hak untuk melaksanakan hot pursuit terhadap kapal-kapal asing yang
melakukan pelanggaran atas ketentuan-ketentuan ZEEI.
4. Hak esklusif untuk membangun, mengizinkan dan mengatur
pembangunan, pengoperasian dan penggunaan pulau-pulau buatan,
instalasi-instalasi dan bangunan-bangunannya.
5. Hak untuk menentukan kegiatan penelitian ilmiah berupa penelitian-

5
penelitian dengan diterimanya/tidaknya permohonan yang diajukan
kepada pemerintah.

 Adapun kewajiban ZEE Indonesia yang berupa kewajiban hukum internasional:


1. Menghormati hak-hak negara lain dalam melakukan pelayaran maupun
penerbangan, yang merupakan kebebasan dari Negara-negara dalam
melintasi wilayah dimaksud, dan kebebasan dalam melakukan
pemasangan kabel-kabel dan pipa-pipa di bawah laut.
2. Kewajiban bagi Pemerintah Indonesia untuk menentukan jumlah
tangkapan yang diperbolehkan, sehingga diketahui secara pasti berapa
jumlah tangkapan secara keseluruhan dan kemampuan negara Indonesia
mengusahakan lingkungan dan tangkapannyaix.

Sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konvensi hukum laut PBB III 1982,


disamping mempunyai hak berdaulat atas kekayaan alam di ZEE, Indonesia juga
harus mengakui hak-hak negara lain yang ada di ZEE tersebut, antara lain
kebebasan berlayar dan terbang diatasnya, hak-hak tertentu negra-negara yang tidak
berpantai (landlocked-States) dan negara-negara secara geografis kurang beruntung
(geographically disadvantaged States). Kebebasan menangkap ikan sebagai salah
satu kebebasan yang ada di laut lepas, memang pada prinsipnya tetap berlaku,
namun kebebasan ini sesuai dengan perkembangan yang ada dewasa ini, telah
mempunyai beberapa pembatasan.

Untuk melindungi sumber-sumber daya alam hayati yang berada di luar laut
territorial, agar pemenuhan kebutuhan protein hewani untuk bahan makanan rakyat

i
Alma Manuputty dkk. Bahan Ajar Hukum Laut (PIP), Fakultas Hukum Unhas. 2011. Hal. 18
ii
Chairul Anwar. Horizon Baru Hukum Laut Internasional. Jakarta: Penerbit Djambatan, 1989. Hal. 54
iii
Anneka Saldian Mardhiah . ‘’Landas Kontinen’’
http://annekasaldianmardhiah.blogspot.co.id/2013/04/hukum-laut-internasional_19.html diakses 14
Mei 2016
iv
Chairul Anwar. Op.Cit. Hal. 56-57
v
Anneke Saldian Mardhiah. Loc.Cit.
vi
Ibid.
vii
Wikipedia. ‘’Zona Ekonomi Eksklusif’’ https://id.wikipedia.org/wiki/Zona_Ekonomi_Eksklusif
diakses 14 Mei 2016
viii
Chairul Anwar. Op.Cit. Hal. 45
ix
P.Joko Subagyo. Hukum Laut Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineke Cipta. 2009. Hal. 69-71.

6
Indonesia akan lebih terjamin. Karena melihat kemungkinan akan terjadinya kian
yang ditangkap itu berlebihan, sehingga pada suatu saat akan mengakibatkan
kurangnya persediaan sumber protein hewani bagi kehidupan manusia di masa
mendatang. Sehingga perlu diadakan pembatasan dalam bentuk perjanjian, baik
perjanjian bilateral maupun multilateral.
Selanjutnya, sebagai konsekuensi logis dari alasan pertama, sehingga negara
pantai mendapat jaminan bahwa sumber protein yang cadangkan bagi bangsa dan
generasi berikutnya akan tetap terpelihara, dan kepastian yang kini diperoleh
dengan batas-batas yang jelas didalam mana negara yang bersangkutan mempunyai
hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber-sumber daya lam hayati yang
beraneka ragam didalamnya. Kini semua hal yang disebut di atas sebagian besar
sudah mampu dilakukan, dan tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa ZEE
Indonesia adalah benar-benar merupakan “jaminan masa depan bangsa’. Dalam
kaitan inilah maka apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia
dalam pengumuman pada tanggal 21 Maret 1980 tentang ZEE Indonesia seluas 200
mil laut yang diukur dari garis pangkal laut wilayah kemudian dituangkan dalam
Undang-undang No. 5 tahun 1983 adalah merupakan suatu tindakan yang sangat
tepat. x

x
Alma Manuputty dkk. Op.Cit. Hal. 64

7
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Landas Kontinen

8
2.3 Pengaturan tentang Dasar Laut pada Landas Kontinen dan ZEE
a) Kawasan Dasar Laut
Di wilayah laut teritorial dan laut lepas, di bawah air lautnya dikenal
adanya dasar laut dengan berbagai kekayaan yang ada, hal ini disebut sebagai
kawasan dasar laut. Dan karena berada di bawah ketentuan hukum yang berbeda
maka kawasannya pun berbeda pula, yaitu:
 Kawasan dasar laut nasional, yaitu tidak berbeda dengan wilayah territorial
lainnya yang dikendalikan dengan hukum nasionalnya dalam mengupayakan
atau menikmati kepentingan kawasan dasar laut nasional. Kwasan ini
merupakan bagian tanggung jawab suatu Negara dalam pergaulan
internasional, terlepas apakah pengelolaannya dilakukan oleh negara yang
bersangkutan atau negara lain meskipun dalam prakteknya negara pengelola
yang bertanggung jawab atas perubahan dan peristiwa yang terjadi di
wilayah tersebutxi.
 Kawasan dasar laut internasional terdiri dari dasar laut dan tanah di
bawahnya yang terletak diluar batas yuridiksi nasional, yaitu di luar batas-
batas zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang berada di bawah
yuridiksi negara pantai. Kawasan ini diumumnkan sebagai wilayah dan
sumber-sumber kekayaan alamnya yang diperuntukkan bagi umat manusia
sebagai warisan umum umat manusia dan tidak ada suatu negarapun yang
dapat melakukan klaim atau melaksanakan kedaulatannya atas bagian,
wilayah dan sumber-sumber alamnya karena semua hak kekayaan alam
wilayah ini diabadikan kepada kemanusiaan keseluruhannyaxii.

b) Dasar Laut yang terdapat pada Landas Kontinen dan ZEE


Perkembangan hukum laut internasional modern dimulai sejak
berakhirnya Perang Dunia II yang kemudian melahirkan Konvensi Hukum Laut
I 1958 (UNCLOS I), Konvesi Hukum Laut II 1960 (UNCLOS II) hingga
Konvensi Hukum Laut III 1982 (UNCLOS III) yang digunakan sampai
sekarang. Sebelumnya pada UNCLOS I dan UNCLOS II tidak memuat
ketentuan mengenai ZEE, kemudian tertuang dalam UNCLOS III yang juga
xi
P.Joko Subagyo. Op.Cit. Hal. 39
xii
Chairul Anwar. Op.Cit. Hal. 92

9
masih memuat ketentuan lama, yaitu tentang landas kontinen yang telah
mendapat pengaturan pada konvensi sebelumnya, namun memberikan
pengertian yang lebih jelas dengan diterapkannya kepastian batas terluar landas
kontinen. Ternyata dengan kehadiran ZEE dalam Konvensi Hukum Laut 1982
memiliki pengaturan yang sama dengan yang diatur dalam landas kontinen,
yaitu mengenai hak berdaulat negara pantai atas sumber kekayaan alam di dasar
laut dan tanah di bawahnya maupun hal-hal lain yang menyangkut landas
kontinen dan ZEE . Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang adanya Pasal
yang mengatur dasar laut di landas kontinen dan ZEE atau sebaliknya.

1. Hak Eksplorasi dan Eksploitasi


Dalam UNCLOS 1982 di landas kontinen tertuang dalam Pasal 77
ayat (1) ‘’Negara pantai menjalankan hak berdaulat di landas kontinen
untuk tujuan mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber kekayaan
alamnya. ’’ Ketentuan ini merupakan pembatasan kepada negara pantai
dalam menjalankan hak berdaulat untuk mengeksplorasi dan
mengekploitasi kekayaan alamnya. Dalam hal ini landas kontinen tidak
dianggap sebagai wilayah negara pantai. Hak negara pantai di landas
kontinen dinyatakan sebagak hak eksklusif dalam arti apabila negara pantai
tidak mengeksploitasinya, tidak seorangpun dapat melakukannya tanpa
persetujuan tegas dari negara pantai tersebut. Di ZEE kepada negara pantai
diberikan hak-hak berdaulat yang lebih luas lagi, yaitu selain untuk tujuan
eksploirasi dan eksploitasi sumber kekayaan alam hayati di perairan ZEE
juga meliputi kekayaan alam non hayati di dasar laut dan tanah di
bawahnya. Selain itu juga hak berdaulat berkenaan dengan kegiatan-
kegiatan lain untuk keperluan eksploirasi dan eksploitasi dan pemakaian
pulau-pulau buatan, instalasi dan bangunan, riset ilmiah serta PPLH. Untuk
ZEE hak-hak tersebut tertuang dalam Pasal 56 ayat (1) UNCLOS 1982.

2. Jenis Ikan Sedenter


Untuk landas kontinen ketentuannya yang mengaturnya terdapat
pada Pasal 77 ayat (4) yang menyatakan ’’Sumber kekayaan alam tersebut
dalam Bab ini terdiri dari sumber kekayaan mineral dan sumber kekayaan

10
non hayati lainnya pada dasar laut dan tanah dibawahnya , bersama
dengan organisme hidup yang tergolong jenis sedenter yaitu organisme
yang pada tingkat yang sudah dapat dipanen dengan tidak bergerak berada
pada atau di bawah dasar laut atau tidak dapat bergerak kecuali jika
berada dalam kontak fisik tetap dengan dasar laut atau tanah di
bawahnya.’’ Sedangkan untuk ZEE terdapat pada Pasal 56 ayat (1) huruf a.
adapun yang termasuk sumber kekayaan mineral dalam pembahasan ini
seperti minyak dan gas bumi, sedangkan yang termasuk sumber organisme
hidup yang tergolong jenis sedenter, seperti koral, bunga karang, tripang,
tiram mutiara, kulit mutiara, rumput laut serta udang dan kepiting. Namun
ada beberapa pertentangan mengenai status dari udang dan kepiting, apakah
termasuk jenis sedenter atau bukan, hal ini penting untuk menentukan
apakah udang kepiting tunduk pada ketentuan landas kontinen.

Oleh karena di perairan di atas landas kontinen 200 mil yang


berhimpit dengan ZEE adalah perairan ZEE yang pengaturannya tunduk
pada ketentuan landas kontinen, terlihat pada Pasal 68 tentang jenis sedenter
UNCLOS 1982 ‘’Bagian ini tidak berlaku bagi ikan jenis sedenter
sebagaimana diartikan dalam Pasal 77 ayat 4.’’ Dengan ketentuan ini
dimaksudkan, bahwa persediaan jenis ikan di ZEE, tidak termasuk
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 7 ayat (4). Dengan demikian jenis ikan
sedenter di ZEE yang berhimpit dengan landas kontinen termasuk jenis ikan
di dasar laut. Sedangkan perairan di atas landas kontinen di luar 200 adalah
laut lepas yang tunduk pada ketentuan hukum laut lepas.

3. Hak Membangun dan Mempergunakan Pulau-Pulau Buatan, Instalasi


serta Bangunan
Untuk ZEE dalam Pasal 60 ayat (2) UNCLOS 1982 menyatakan
negara pantai mempunyai yurisdiksi eksklusif atas pulau-pulau buatan,
instalasi-instalasi dan bangunan, dan termasuk yurisdiksi (kewenangan)
bertalian dengan peraturan bea-cukai, fiskal, keselamatan, kesehatan dan
imigrasi. Selain hak dan yurisdiksi tersebut, dalam pelaksanaan
membangun dan mempergunakan pulau-pulau buatan, instalasi dan

11
bangunan-bangunan sehubungan dengan kegiatan dasar laut dan tanah di
bawahnya, negara pantai berkewajiban memperhatikan dengan semestinya
penangkapan ikan, perlindungan lingkungan laut dan hak-hak serta
kewajiban negara lain seperti pemasangan pemeliharaan kabel dan pipa
bawah laut, instalasi-instalasi dan bangunan dan juga keselamatan
pelayaran.

Untuk menjaga keselamatan pelayaran maupun keselamatan pulau-


pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan di ZEE negara pantai
berhak untuk menetapkan zona keselamatan di sekeliling pulau-pulau
buatan, instalasi dan bangunan. Penetapan zona keselamatan ini tidak
boleh mengganggu penggunaan alur laut yang diakui penting bagi
pelayaran internasional. Pulau buatan, instalasi dan bangunan tersebut
tidak mempunyai status pulau dan tidak mempunyai laut teritorial sendiri.
Apabila ditinggalkan atau tidak dipakai lagi, untuk keselamatanpelayaran,
negara pantai berkewajiban untuk membongkar pulau-pulau buatan,
instalasi-instalasi dan bangunan. Demikian juga mengenai kewenangan
eksklusif negara pantai yang berkaitan dengan fiskal, kesehatan,
keselamatan dan keimigrasian tidak berlaku untuk seluruh ZEE, tetapi
hanya terbatas pada pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan bangunan di
ZEE, karena sudah mendapat pengakuan internasional sebagai daerah
tidak tetap Negara pantai. Demikian penjelasdan mengenai hak eksklusif
pantai untuk membangun dan mempergunakan pulau-pulau buatan,
instalasi-instalasi dan bangunan di ZEE. Sedangkan untuk landas kontinen
terdapat dalam Pasal 80 UNCLOS 1982 yang menyatakan ‘’Pasal 60
berlaku mutatis mutandis untuk pulau buatan, instalasi dan bangunan di
atas landas kontinen.’’ Artinya bahwa Pasal 60 yang mengatur pula-pulau
buatan instalasi-instalasi dan bangunan ZEE berlaku perubahan-perubahan
yang diperlukan atau penting.

Jika dilihat sekilas mengenai landas kontinen dan ZEE yang mengatur hak
berdaulat negara pantai atas sumber kekayaan alam di dasar laut dan tanah
dibawahnya. ZEE sebagai ketentuan baru seolah ingin mempersempit ruang lingkup

12
landas kontinen yang rumusannya telah ada sejak UNCLOS 1958. Namun dalam
Pasal 56 ayat (3) UNCLOS 1982 menyatakan ‘’Hak-hak yang tercantum dalam
pasal ini berkenaan dengan dasar laut dan tanah di bawahnya harus dilaksanakan
sesuai Bab VI.’’ (Bab IV:Landas Kontinen). Demikian juga mengenai hak berdaulat
atas kekayaan alamnya di dasar laut dan tanah di bawahnya di ZEE, meskipun tidak
dinyatakan sebagai hak eksklusif, tetapi sejalan ketentuan Pasal 56 ayat (3) tersebut
di atas hak-hak tersebut tetap dianggap sebagai hak eksklusif negara pantai. Pasal
68 UNCLOS 1982 bagi jenis ikan sedenter di ZEE pengaturannya tunduk pada
Pasal 77 mengenai landas kontinen, oleh karena ketentuan ZEE tunduk pada
ketentuan landas kontinen juga berlaku sebagaimana Pasal 56 ayat (3) UNCLOS
1982. Begitu pula tentang pulau-pulau buatan, instalasi dan bangunan dengan Pasal
80 UNCLOS 1982 yang memberlakukan mutatis mutandis pada Pasal 60 UNCLOS
1982. Hal ini penunjukkan bahwa landas kontinen dan ZEE hidup berdampingan
dalam UNCLOS 1982 dan saling melengkapi dalam pengaturan mengenai kegiatan
dasar laut dan tanah di bawahnya tanpa yang satu melenyapkan yang lainnya.

2.4 Otorita Dasar Laut Internasional


Konvensi menetapkan bahwa Kawasan Dasar Laut Internasional dan
kekayaan alam yang terkandung di dasar laut dan tanah di bawahnya merupakan
warisan umat manusia, yang artinya tidak ada satu negara atau badan hukum atau
orang boleh melaksanakan pemilikan atas salah satu bagian dari kawasan tersebut.
Oleh karena itu, pengelolaannya dilaksanakan oleh suatu badan internasional, yaitu
Otorita Dasar Laut Internasional (International Seabed Authority) yang berdiri pada
tanggal 16 november 1994 dan beroperasi penuh pada Juni 1996 serta memiliki
kantor pusat di Kingston, Jamaika, setelah berlakunya UNCLOS 1982. Badan
Otorita atau juga biasa disingkat ISA mempunyai badan-badan utama, yaitu
Majelis, Dewan, Sekretariat, Komisi Hukum dan Teknik, Komite Keuangan dan
Perusahaan. ISA didirikan karena memiliki fungsi utama untuk mengatur
penambangan dasar laut dalam dan untuk memberikan penekanan khusus untuk
memastikan bahwa lingkungan laut dilindungi dari efek berbahaya

13
3.1 Kesimpulan

1. Perkembangan hukum laut dalam hal Landas Kontinen dimulai dari adanya
proklamasi Trauman oleh Presiden Amerika Serikat Tahun 1945, Konvensi
Hukum Laut 1958 dan Konvensi Hukum Laut 1982. Kemudian dalam Pasal
76 UNCLOS 1982, Landas Kontinen yaitu daerah dasar laut dan tanah di
bawahnya yang berada diluar laut teritorial yang merupakan kelanjutan
alamiah dari daratan sampai batas terluar tepian kontinen atau sampai jarak
200 mil laut diukur dari garis pangkal.

2. ZEE sendiri meruapakan konsep baru yang teruang dalam UNCLOS 1982
yang muncul akibat tindakan sepihak dalam landas kontinen melalui
Proklamasi Truman. Rezim ZEE menginginkan yuridiksi yang lebih luas
dalam memanfaatkan laut diluar laut teritorialnya. Menurut Pasal 57
UNCLOS 1982 ZEE adalah suatu daerah diluar laut teritorial yang
lebarnya tidak boleh melebihi 200 mil, diukur dari garis pangkal yang
digunakan untuk mengukur laut teritorial. Pada wilayah ZEE sama
rezimnya dengan zona tambahan, yaitu hanya berlaku hak berdaulat bagi
negara yang berpantai diantara lain untuk melakukan eksplorasi,
eksploitasi, konservasi dan pengelolaan SDA, hak penerbangan udara,
pendirian dan pengggunaan pulau buatan, riset imiah, dan penanaman
kabel serta jalur pipa. Untuk Indonesia sendiri diatur dalam UU No.5
Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

3. Dalam perkembangannya landas kontinen muncul terlebih dahulu daripada


ZEE yang kemudian kedua konsep hukum laut tersebut mengatur hal yang
sama mengenai dasar laut serta tanah di bawahnya. Hal ini kemudian
berkaitan dengan hak eskplorasi dan eksploitasi kekayaan alam, jenis ikan
sedenter dan pembangunan pulau-pulau buatan, instalasi-instalasi dan
bangunan yang berada dan atau sehubungan dengan kegiatan dasar laut dan
tanah di bawahnya. Namun terkait masalah tersebut, Pasal 53 ayat (3)
UNCLOS 1982 menyatakan bahwa hak berdaulat kekayaan alam tunduk
pada ketentuan pada Bab VI tentang landas kontinen yang juga terdapat
pada UNCLOS 1982. Selanjutnya, Untuk jenis ikan sedenter di ZEE pada

14
Pasal 68 menyatakan tunduk pada Pasal 77 tentang landas kontinen
sebagaimana Pasal 53 ayat (3) sebelumnya serta bahwa Pasal 80 tentang
landas kontinen menyatakan Pasal 60 dapat berlaku perubahan-perubahan
yang diperlukan mengenai pulau-pulau buatan, instalasi dan bangunan. Hal
ini pun menunjukkan bahwa adanya Pasal dalam landas kontinen dan ZEE
yang mengatur hal yang sama adalah untuk saling melengkapi dalam
pengaturan mengenai kegiatan dasar laut dan tanah di bawahnya, ini dapat
dikarenakan historis yang mana landas kontinen yang lahir terlebih dahulu
belum mengatur secara eksplisit mengani dasar laut yang kemudian
muncullah ZEE untuk lebih menjelaskan lebih jauh.

4. Dalam kawsan dasar laut internasional terdapat suatu badan internasional


yaitu Otorita Dasar Laut Internasional (International Seabed Authority yang
memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan.

3.2 Saran

Agar pengaturan baik itu ZEE maupun Landas Kontinen ataupun


rezim-rezim laut lainnya dapat tertuang secara jelas dalam peraturan
perundang-undangan supaya tidak menimbulkan kesalahpahaman dan
persepsi yang berbeda-beda.

15

Anda mungkin juga menyukai