PEMBAHASAN
1
ke dalam laut, sampai akhirnya di suatu tempat tanah tersebut jatuh curam di
kedalaman laut. Dasar laut di banyak tempat dipisahkan dari tanah di pantai oleh
lereng kontinen yang menurut istilah geologis adalah merupakan bagian dari
kontinen itu sendiri. Lereng kontinen di beberapa tempat menyimpan deposit
minyak dan gas bumi dan dasar laut dikenal sebagai sumber hayati, terutama
perikanan laut. Daya tarik atas sumber-sumber alam dan hayati di bawah laut pada
mulanya terbatas kepada ekploitasi batu bara dan penangkapan berjenis-jenis ikanii.
2
b) Pengumuman Pemerintah Indonesia
Di Indonesia sendiri Landas Kontinen mendapat perhatian lebih ialah
sekitar Tahun 1969, dimana Pemerintah Indonesia mengeluarkan Pengumuman
tertanggal 17 Februari 1969 dengan memuat pokok-pokok sebagai berikut :
3
kekayaan alamnya. Selanjutnya pada Pasal 77 ayat 2 konvensi tersebut
merumuskan bahwa hak-hak seperti pada ayat 1 tersebut adalah bersifat
eksklusif dalam pengertian bahwa jika negara pantai tidak mengeksplorasinya
maupun mengeksploitasi sumberdaya alamnya, tidak ada seorang atau suatu
negara pun dapat melakukan aktivitasnya itu atau melakukan klaim atas
landasan kontinen tersebut tanpa persetujauan dari negara pantai. Berdasarkan
Pasal tersebut maka negara pantai memikili hak-hak antara lain: (1) Hak
eskplorasi dan eksploitasi; (2) Hak untuk memasanng kabel dan pipa saluran;
(3) Hak memberikanwewenang melakukan pengeboran pada Landas Kontinen;
dan (4) Hak membangun dan mempergunakan pulau buatan, instalasi dan
bangunan. Selain itu, terdapat beberapa kewajiban antara lain: (1) Kewajiban
untuk melakukan pembayaran atau sumbangan; (2) Kewajiban untuk
menetapkan batas/delimitasi landas kontinen; dan (3) Kewajiban untuk
mencegah, mengurangi dan mengendalikan pencemaran lingkungan lautvi.
Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) adalah zona mana dalam zona tersebut
sebuah negara pantai mempunyai hak atas kekayaan alam di dalamnya, dan berhak
menggunakan kebijakan hukumnya, kebebasan bernavigasi, terbang di atasnya,
ataupun melakukan penanaman kabel dan pipa. Konsep dari ZEE muncul dari
kebutuhan yang mendesak. Sementara akar sejarahnya berdasarkan pada
kebutuhan yang berkembang semenjak tahun 1945 untuk memperluas batas
jurisdiksi negara pantai atas lautnya, sumbernya mengacu pada persiapan untuk
UNCLOS III.
Konsep dari ZEE telah jauh diletakan di depan untuk pertama kalinya oleh
Kenya pada Asian-African Legal Constitutive Committee pada Januari 1971, dan
pada Sea Bed Committee PBB di tahun berikutnya. Proposal Kenya menerima
support aktif dari banyak Negara Asia dan Afrika. Dan sekitar waktu yang sama
banyak Negara Amerika Latin mulai membangun sebuah konsep serupa atas laut
patrimonial. Dua hal tersebut telah muncul secara efektif pada saat UNCLOS
dimulai, dan sebuah konsep baru yang disebut ZEE telah dimulaivii.
4
Konvensi Hukum Laut 1982 menetapkan pengaturan tentang daerah maritim
d luar tetapi bersambung dengan laut territorial yang disebut Zona Ekonomi
Eksklusif (the Exclusive Economic Zone atau disebut juga sebagai Patriomonial
Sea) yang luasnya tidak boleh melebihi 200 mil dari garis pangkal yang dipakai
untuk mengukur laut teritorialviii.
5
penelitian dengan diterimanya/tidaknya permohonan yang diajukan
kepada pemerintah.
Untuk melindungi sumber-sumber daya alam hayati yang berada di luar laut
territorial, agar pemenuhan kebutuhan protein hewani untuk bahan makanan rakyat
i
Alma Manuputty dkk. Bahan Ajar Hukum Laut (PIP), Fakultas Hukum Unhas. 2011. Hal. 18
ii
Chairul Anwar. Horizon Baru Hukum Laut Internasional. Jakarta: Penerbit Djambatan, 1989. Hal. 54
iii
Anneka Saldian Mardhiah . ‘’Landas Kontinen’’
http://annekasaldianmardhiah.blogspot.co.id/2013/04/hukum-laut-internasional_19.html diakses 14
Mei 2016
iv
Chairul Anwar. Op.Cit. Hal. 56-57
v
Anneke Saldian Mardhiah. Loc.Cit.
vi
Ibid.
vii
Wikipedia. ‘’Zona Ekonomi Eksklusif’’ https://id.wikipedia.org/wiki/Zona_Ekonomi_Eksklusif
diakses 14 Mei 2016
viii
Chairul Anwar. Op.Cit. Hal. 45
ix
P.Joko Subagyo. Hukum Laut Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineke Cipta. 2009. Hal. 69-71.
6
Indonesia akan lebih terjamin. Karena melihat kemungkinan akan terjadinya kian
yang ditangkap itu berlebihan, sehingga pada suatu saat akan mengakibatkan
kurangnya persediaan sumber protein hewani bagi kehidupan manusia di masa
mendatang. Sehingga perlu diadakan pembatasan dalam bentuk perjanjian, baik
perjanjian bilateral maupun multilateral.
Selanjutnya, sebagai konsekuensi logis dari alasan pertama, sehingga negara
pantai mendapat jaminan bahwa sumber protein yang cadangkan bagi bangsa dan
generasi berikutnya akan tetap terpelihara, dan kepastian yang kini diperoleh
dengan batas-batas yang jelas didalam mana negara yang bersangkutan mempunyai
hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber-sumber daya lam hayati yang
beraneka ragam didalamnya. Kini semua hal yang disebut di atas sebagian besar
sudah mampu dilakukan, dan tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa ZEE
Indonesia adalah benar-benar merupakan “jaminan masa depan bangsa’. Dalam
kaitan inilah maka apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia
dalam pengumuman pada tanggal 21 Maret 1980 tentang ZEE Indonesia seluas 200
mil laut yang diukur dari garis pangkal laut wilayah kemudian dituangkan dalam
Undang-undang No. 5 tahun 1983 adalah merupakan suatu tindakan yang sangat
tepat. x
x
Alma Manuputty dkk. Op.Cit. Hal. 64
7
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
Landas Kontinen
8
2.3 Pengaturan tentang Dasar Laut pada Landas Kontinen dan ZEE
a) Kawasan Dasar Laut
Di wilayah laut teritorial dan laut lepas, di bawah air lautnya dikenal
adanya dasar laut dengan berbagai kekayaan yang ada, hal ini disebut sebagai
kawasan dasar laut. Dan karena berada di bawah ketentuan hukum yang berbeda
maka kawasannya pun berbeda pula, yaitu:
Kawasan dasar laut nasional, yaitu tidak berbeda dengan wilayah territorial
lainnya yang dikendalikan dengan hukum nasionalnya dalam mengupayakan
atau menikmati kepentingan kawasan dasar laut nasional. Kwasan ini
merupakan bagian tanggung jawab suatu Negara dalam pergaulan
internasional, terlepas apakah pengelolaannya dilakukan oleh negara yang
bersangkutan atau negara lain meskipun dalam prakteknya negara pengelola
yang bertanggung jawab atas perubahan dan peristiwa yang terjadi di
wilayah tersebutxi.
Kawasan dasar laut internasional terdiri dari dasar laut dan tanah di
bawahnya yang terletak diluar batas yuridiksi nasional, yaitu di luar batas-
batas zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang berada di bawah
yuridiksi negara pantai. Kawasan ini diumumnkan sebagai wilayah dan
sumber-sumber kekayaan alamnya yang diperuntukkan bagi umat manusia
sebagai warisan umum umat manusia dan tidak ada suatu negarapun yang
dapat melakukan klaim atau melaksanakan kedaulatannya atas bagian,
wilayah dan sumber-sumber alamnya karena semua hak kekayaan alam
wilayah ini diabadikan kepada kemanusiaan keseluruhannyaxii.
9
masih memuat ketentuan lama, yaitu tentang landas kontinen yang telah
mendapat pengaturan pada konvensi sebelumnya, namun memberikan
pengertian yang lebih jelas dengan diterapkannya kepastian batas terluar landas
kontinen. Ternyata dengan kehadiran ZEE dalam Konvensi Hukum Laut 1982
memiliki pengaturan yang sama dengan yang diatur dalam landas kontinen,
yaitu mengenai hak berdaulat negara pantai atas sumber kekayaan alam di dasar
laut dan tanah di bawahnya maupun hal-hal lain yang menyangkut landas
kontinen dan ZEE . Berikut adalah penjelasan lebih rinci tentang adanya Pasal
yang mengatur dasar laut di landas kontinen dan ZEE atau sebaliknya.
10
non hayati lainnya pada dasar laut dan tanah dibawahnya , bersama
dengan organisme hidup yang tergolong jenis sedenter yaitu organisme
yang pada tingkat yang sudah dapat dipanen dengan tidak bergerak berada
pada atau di bawah dasar laut atau tidak dapat bergerak kecuali jika
berada dalam kontak fisik tetap dengan dasar laut atau tanah di
bawahnya.’’ Sedangkan untuk ZEE terdapat pada Pasal 56 ayat (1) huruf a.
adapun yang termasuk sumber kekayaan mineral dalam pembahasan ini
seperti minyak dan gas bumi, sedangkan yang termasuk sumber organisme
hidup yang tergolong jenis sedenter, seperti koral, bunga karang, tripang,
tiram mutiara, kulit mutiara, rumput laut serta udang dan kepiting. Namun
ada beberapa pertentangan mengenai status dari udang dan kepiting, apakah
termasuk jenis sedenter atau bukan, hal ini penting untuk menentukan
apakah udang kepiting tunduk pada ketentuan landas kontinen.
11
bangunan-bangunan sehubungan dengan kegiatan dasar laut dan tanah di
bawahnya, negara pantai berkewajiban memperhatikan dengan semestinya
penangkapan ikan, perlindungan lingkungan laut dan hak-hak serta
kewajiban negara lain seperti pemasangan pemeliharaan kabel dan pipa
bawah laut, instalasi-instalasi dan bangunan dan juga keselamatan
pelayaran.
Jika dilihat sekilas mengenai landas kontinen dan ZEE yang mengatur hak
berdaulat negara pantai atas sumber kekayaan alam di dasar laut dan tanah
dibawahnya. ZEE sebagai ketentuan baru seolah ingin mempersempit ruang lingkup
12
landas kontinen yang rumusannya telah ada sejak UNCLOS 1958. Namun dalam
Pasal 56 ayat (3) UNCLOS 1982 menyatakan ‘’Hak-hak yang tercantum dalam
pasal ini berkenaan dengan dasar laut dan tanah di bawahnya harus dilaksanakan
sesuai Bab VI.’’ (Bab IV:Landas Kontinen). Demikian juga mengenai hak berdaulat
atas kekayaan alamnya di dasar laut dan tanah di bawahnya di ZEE, meskipun tidak
dinyatakan sebagai hak eksklusif, tetapi sejalan ketentuan Pasal 56 ayat (3) tersebut
di atas hak-hak tersebut tetap dianggap sebagai hak eksklusif negara pantai. Pasal
68 UNCLOS 1982 bagi jenis ikan sedenter di ZEE pengaturannya tunduk pada
Pasal 77 mengenai landas kontinen, oleh karena ketentuan ZEE tunduk pada
ketentuan landas kontinen juga berlaku sebagaimana Pasal 56 ayat (3) UNCLOS
1982. Begitu pula tentang pulau-pulau buatan, instalasi dan bangunan dengan Pasal
80 UNCLOS 1982 yang memberlakukan mutatis mutandis pada Pasal 60 UNCLOS
1982. Hal ini penunjukkan bahwa landas kontinen dan ZEE hidup berdampingan
dalam UNCLOS 1982 dan saling melengkapi dalam pengaturan mengenai kegiatan
dasar laut dan tanah di bawahnya tanpa yang satu melenyapkan yang lainnya.
13
3.1 Kesimpulan
1. Perkembangan hukum laut dalam hal Landas Kontinen dimulai dari adanya
proklamasi Trauman oleh Presiden Amerika Serikat Tahun 1945, Konvensi
Hukum Laut 1958 dan Konvensi Hukum Laut 1982. Kemudian dalam Pasal
76 UNCLOS 1982, Landas Kontinen yaitu daerah dasar laut dan tanah di
bawahnya yang berada diluar laut teritorial yang merupakan kelanjutan
alamiah dari daratan sampai batas terluar tepian kontinen atau sampai jarak
200 mil laut diukur dari garis pangkal.
2. ZEE sendiri meruapakan konsep baru yang teruang dalam UNCLOS 1982
yang muncul akibat tindakan sepihak dalam landas kontinen melalui
Proklamasi Truman. Rezim ZEE menginginkan yuridiksi yang lebih luas
dalam memanfaatkan laut diluar laut teritorialnya. Menurut Pasal 57
UNCLOS 1982 ZEE adalah suatu daerah diluar laut teritorial yang
lebarnya tidak boleh melebihi 200 mil, diukur dari garis pangkal yang
digunakan untuk mengukur laut teritorial. Pada wilayah ZEE sama
rezimnya dengan zona tambahan, yaitu hanya berlaku hak berdaulat bagi
negara yang berpantai diantara lain untuk melakukan eksplorasi,
eksploitasi, konservasi dan pengelolaan SDA, hak penerbangan udara,
pendirian dan pengggunaan pulau buatan, riset imiah, dan penanaman
kabel serta jalur pipa. Untuk Indonesia sendiri diatur dalam UU No.5
Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
14
Pasal 68 menyatakan tunduk pada Pasal 77 tentang landas kontinen
sebagaimana Pasal 53 ayat (3) sebelumnya serta bahwa Pasal 80 tentang
landas kontinen menyatakan Pasal 60 dapat berlaku perubahan-perubahan
yang diperlukan mengenai pulau-pulau buatan, instalasi dan bangunan. Hal
ini pun menunjukkan bahwa adanya Pasal dalam landas kontinen dan ZEE
yang mengatur hal yang sama adalah untuk saling melengkapi dalam
pengaturan mengenai kegiatan dasar laut dan tanah di bawahnya, ini dapat
dikarenakan historis yang mana landas kontinen yang lahir terlebih dahulu
belum mengatur secara eksplisit mengani dasar laut yang kemudian
muncullah ZEE untuk lebih menjelaskan lebih jauh.
3.2 Saran
15