Anda di halaman 1dari 24

I.

HASIL KONFERENSI JENEWA 1958

 Convention on the Territorial Sea and the Contiguous Zone,


10 September 1964
 Convention on the High Seas, 30 September 1962
 Convention on Fishing and Conservation of the Living
Resources of the High Seas, 20 Maret 1966
 Convention on the Continental Shelf, 10 Juni 1964
NOTES : Dalam konferensi ini, gagal menetapkan berapa lebar laut
teritorial

II. KONFERENSI HUKUM LAUT KEDUA TAHUN 1960


Kegagalan Konferensi Hukum Laut Pertama Tahun 1958 untuk
menetapkan lebar laut teritorial telah menyebabkan diadakannya
Konferensi Hukum Laut yang kedua pada bulan Maret 1960 di Jenewa.
Konferensi ini dihadiri oleh 88 negara, termasuk Indonesia dan khusus
membicarakan masalah lebar laut teritorial.
Beberapa usul yang diajukan dalam Konferensi terkait lebar lau
teritorial, antara lain :
a. AS – CANADA
Menyarankan ditetapkannya 6 mil laut teritorial ditambah
dengan 6 mil ‘exclusive fishing zone’, usul ini dikenal dengan
nam ‘six-plus-sis proposal’
b. Golongan 12 mil (termasuk Indonesia)
Indonesia mengeluarkan pernyataan sikap mengenai wilayah
perairan Indonesia melalui Deklarasi pada tanggal 13
Desember 1957 atau dikenal juga dengan Deklarasi Djuanda.
Penetapan batas laut teritorial yang lebarnya 12 mil yang
diukur dari garis-garis yang menghubungkan titik-titik yang
terluar pada pulau-pulau Negara RI akan ditentukan dengan
Undang-Undang.
c. Usul lainnya hanya mengakui 12 mil untuk wilayah perikanan
saja

III. KONVENSI HUKUM LAUT III 1974-1982


Banyak negara baru setelah tahun 1958. Timbulnya masalah-
masalah baru diantaranya masalah hak melintas, kekayaan alam dasar
laut dan perlindungan lingkungan laut. Sehingga, tunuttan-tuntutan dari
negara-negara baru ini antaranya :
1. Negara pantai memperoleh kewenangan seluas dan sebanyak
mungkin ke laut guna mengmankan sumber-sumber kekayaan
alam di sepanjang pantai untuk kepentingan rakyat.
2. Memelihara lingkungan laut guna menjaga ekologi
3. Memelihara keamanan dan keselamatan pantai dan negaranya.
Menurut Mochtar Kusumatmadja faktor diadakannya KHL III, yaitu :
1. Banyaknya negara berkembang yang baru sebagian besar
berasal dari Benua Afrika
2. Pertumbuhan kebutuhan manusia pada laut sebagai sumber
kemakmuran, sumber kekayaan hayati laut semakin
bertambah penting
3. Keinginan negara-negara maritim atas jaminan
kepentingan mereka atas pelayaran dan akses yang bebas
terhadap SDA laut.
Majelis umum PBB berdasarkan Resolusi Nomor 3067 (XXVIII)
menyerukan kepada negara-negara untuk melaksanakan KHL III. Akhirnya
KHL III diadakan di Caracas, Venezuela pada akhir Desember 1973 dan
selanjutnya dilaksanakan di New York dan Jenewa secara silih berganti dan
akhirnya KHL III sitanda tangani pada tanggal 10 Desember 1982 di Montego
Bay, Jamaika.
Arti penting KHL III dalam HI, KHL III dianggap merupakan a
moment of modern international law. Sebagai monumen hukum internasional
modern, KHL III tersebut sangat penting artinya bagi masyarakat internasional
terkait dengan pengaturan-pengaturan laut. Persoalan-persoalan yang tidak
dapat dipecahkan oleh konferensi-konferensi hukum laut sebelumnya, berhasil
dipecahkan dalam konferensi ini. KHL III juga memberikan keseimbangan
kepentingan antara negara-negara pantai dengan negara-negara maju.
Hal- hal yang termuat dalam KHL III, yaitu :
1. Negara pantai memiliki kedaulatan teritorial sampai 12 mil, tetapi
kapal-kapal asing diizinkan melakukan lintas damai melalui perairan
tersebut
2. Kapal dan pesawat udara dari semua negara diizinkan melakukan lintas
transit melalui selat yang dipergunakan bagi pelayaran internasional,
negara di sepanjang selat bisa mengatur navigasi dan segi-segi lintas
lainnya
3. Negara kepulauan adalah negara yang terdiri dari satu kelompok atau
kelompok pulau yang saling berhubungan memeiliki kedaulatan atas
laut wilayah yang tertutup oleh garis selat dari kepulauan tersebut,
negara lain berhak melakukan lintas di garis yang ditetapkan
4. Negara pantai memiliki hak berdaulat atas ZEE 200 mil laut dalam
hubungannya dengan SDA dan kegiatan ekonomi tertentu. Negara-
negara lain memiliki kebebasan penerbangan di kawasan tersebut serta
meletakkan kabel bawah laut dan jaringan pipa
5. Negara yang hanya dikelilingi daratan dan letak geografisnya tidak
menguntungkan memiliki kesempatan turut mengekploitasi bagian
penangkapan ikan berdasarkan prinsip sederajat bila negara pantai tidak
dapat melakukannya sendiri
6. Negara pantai memeiliki hak berdaulat atas eksplorasi dan ekploitassi
landass kontinen
7. Semua negara menikmati kebebasan pelayaran tradisional, lintas
penerbangan, penelitian ilmiah dan penangkapan ikan di laut bebas dan
wajib bekerjasama dengan negara-negara lain untuk mengelola dan
melestarikan sumber-sumber hayati.

8. Laut wilayah, ZEE dan landas kontinen dari kepulauan akan ditentukan
sesuai dengan ketentuan yang bisa diterapkan atas wilayah daratan
9. Negara yang berbatasan dengan laut tertutup atau setengah tertutup
diharapkan bekerjasama dalam pengelolaan sumber daya hayati dan
dalam kebijakan dan kegiatan lingkungan dan penelitian
10. Negara yang dikelilingi hanya oleh daratan memeiliki akses ke dan dari
laut, dan bebas melakukan transit melalui negara transit
11. Semua kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di wilayah dasar laut
internasional berada di bawah kekuasaan Internasional Seabed
Authority
12. Negara-negara terikat untuk mencegah dan mengendalikan pencemaran
laut dan dapat dituntut atas kerusakan yang disebabkan oleh
pelanggaran kewajiban mereka untuk memerangi pemcemaran laut
13. Semua penelitian ilmiah ZEE dan landas kontinen harus disetujui oleh
negara pantai
14. Negara-negara terikat untuk menggalakkan pembangunan dan alih
teknologi laut “berdasarkan ketentuan dan syarat yang adil dan masuk
akal” dengan memperhatikan secara seksama semua kepetingan yang
sah
15. Negara berkewajiban menyelesaikan sengketa mereka secara damai
sejauh meyangkut penafsiran atau penerapan konvensi. Sengketa dapat
diajukan ke Internayional Tribunal for the Law of teh Sea, Mahkama
Internasional atau Badan Arbitrasi.

IV. KEADAAN LAUT SEBELUM KONVENSI HUKUM LAUT 1958


V. GARIS PANGKAL DAN GARIS BATAS ANTAR NEGARA

A. Garis Pangkal

Garis imajiner yang ditarik pada pantai pada waktu air laut
surut. Garis pangkal merupakan suatu garis awal yang menghubungkan
titik-titik terluar yang diukur pada kedudukan garis air rendah (low
water line), dimana batas-batas ke arah laut, seperti laut teritorial dan
wilayah laut lainnya diukur. Garis pangkal merupakan acuan dalam
penarikan batas terluar dari wilayah-wilayah perairan tersebut.

B. Macam-Macam Garis Pangkal

 Normal Baseline
 Straight Baseline
 Archipelagic Baseline

C. Normal Baseline

Garis pangkal yang ditarik pada pantai waktu air laut surut
dengan mengikuti lekukan-lekukan pantai.

D. Straight Baseline

Garis pantai yang ditarik dari pantai pada waktu air laut surut,
tetapi penarikannya tidak mengikuti lekukan pantai, melainkan dengan
menghubungkan titik-titk atau ujung-ujung terluar dari pantai.
Garis ini bermula pada sengketa perikanan yang terjadi antara
Inggris dan Norwegia (Anglo Norwegian Fisheries Case) yang diatur
dalam Keputusan Mahkama Internasional (ICJ / Internasional court of
justice) pada tahun 1951 (Garis Pangkal Lurus).

Garis pangkal lurus, garis air rendah yang menghubungkan


titik-titk pangkal berupa titk-titik terluar dari pantai daratan utama suatu
negara atau dari pantai pada gugugsan pulau dimukanya.
Ketentuan hukum pada Konvensi Hukum Laut 1982 (UNCLOS
1982), yang mengatur mengenai garis pangkal lurus adalah pada Pasal 7
UNCLOS 1982. Tempat garis pangkal lurus dapat ditarik, antara lain :
- Ditempat-tempat dimana garis pantai menjorok jauh ke dalam dan
menikung ke dalam daratan atau
- Jika terdapat suatu pulau, deretan ataupun gugusan pulau
disepanjang pantai di dekatnya.
Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 7 ayat (1) UNCLOS bahwa
garis pangkal lurus hanya dapat diterapkan oleh negara yang memiliki
garis pantai yang menjorok dan menikung jauh ke dalam.
Selain itu juga dapat diterapkan pada negara yang memiliki
Delta (Pasal 7 ayat (2)). Delta sungai atau Kuala adalah endapan di
muara sungai yang terletak di lautan terbuka, pantai atau danau sebagai
akibat dari berkurangnya laju aliran air saat memasuki laut.
NAMA : ADIBAH FARADILLAH ZHAFIRA
NIM : D10120182
KELAS / BT : B / BT13
TANGGAL : 12 OKTOBER 2022
PERTEMUAN :6
DOSEN : ANDI NURUL ISNAWIDIAWINARTI, SH., MH

CATATAN
a) Straight Archipelagic Baseline untuk negara yang diakui secara hukum
sebagai negara kepulauan (secara internasional)
b) Titik pangkal yang satu dengan titik pangkal yang lain tidak boleh
lebiiih dari 100 mil
c) Banyak titik pangkal yang ada di wilayah Indonesia yang belum
didaftarkan
d) Untuk negara yang berhadapan garis pangkalnya maka, harus dibagi
dua : 6 mil A dan 6 mil B
e) Zona tambahan fungsinya sebagai proteksi apabila ada serangan dari
luar.

I. Straight Archipelagic Baseline


Garis pangkal yang menghubungkan titik-titik terluar pulau-pulau atau
karang kering terluar kepulauan.
Suatu negara kepulauan dapat menarik garis-garis pangkal lurus
kepulauan (straight archipelagic baseline) berupa garis-garis air terendah yang
menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau dan karang kering dari wilayah
negara tersebut.
Pasal 46 Ayat 1 UNCLOS : Negara kepulauan adalah suatu negara yang
seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-
pulau lain.
Pasal 46 Ayat 2 UNCLOS : Gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan
diantaranya dan wujud alamiah lainnya yang satu sama lain mempunyai
hubungan yang erat. Satu kesatuan geografis, ekonomi dan politik yang hakiki
dan secara historis dianggap demikian.
Ketentuan hukum pada Konvensi Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982),
yang mengatur mengenai garis pangkal lurus kepulauan, diatur pada Pasal 47
UNCLOS.
Pasal 47 Ayat 1 UNCLOS : Apa yang menjadi syarat utama penarikan garis
pangkal lurus kepulauan? Garis pangkal lurus kepulauan harus meliputi pulau-
pulau utama dari negara kepulauan. Perbandingan antara perairan dan
daerah darata, termasuk atol, harus berkisar antara 1:1 sampai 1:9 .
Pasal 47 Ayat 2 UNCLOS : Adakah pembatasan untuk menerapkan garis
pangkal lurus kepulauan ? 1 . Panjang setiap garis pangkal tidak boleh
melebihi 100 mil laut kevuali bahwa panjang 3% dari jumlah seluruh garis-
garis pangkal yang terbentuk dapat mencapai panjang maksimum 125 mil laut.
Pasal 47 Ayat 3 UNCLOS : 2. Garis pangkal lurus kepulauan tidak boleh
menyimpang terlalu jauh dari konfigurasi umum kepulauan tersebut.
Pasal 47 Ayat 4 UNCLOS : 3. Tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi surut,
kecuali : a. Di atasnya telah dibangun mercusuar atau instalasi serupa secara
tetap selalu berada di atas permukaan laut, b. Elevasi surut tersebut terletak
seluruhnya atau sebagian pada jarak yang tidak melebihi lebar laut teritorial dari
pulau yang terdekat.
Pasal 47 Ayat 5 UNCLOS : 4. Garis pangkal demikian tidak boleh memotong
laut teritorial negara lain dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif.

II. Penetapan Garis Pangkal Kombinasi


Negara pantai dapat saja penetapan garis pangkal dalam rangka
mengukur lebar laut teritorialnya dengan mengkombinasikan kedua macam
garis pangkal atau ketiga macam garis sesuai dengan situasi geografisnya.
III. Titik-Titik Dalam Penentuan Garis Pangkal

1. Karang
2. Mulut sungai
3. Teluk
4. Pelabuhan
5. Tempat berlabuh ditengah laut
6. Elevasi surut

IV. Garis Batas Antara Dua Negara Atau Lebih

 Tidak boleh salah satu atau kedua pihak menetapkan batas luar dari laut
teritorialnya melewati median line
 Penetapan garis pangkal dengan mengesampingkan midian line dapat di
kesampingkan dengan historical rights dan special circumstances
Ketentuan penetapan garis batas laut teritorial berdasarkan median line
tidak berlaku apabila, terdapat alasan historis atau keadaan khusus lain yang
menyebabkan perlunya menetapkan batas laut teritorial menurut cara yang
berlainan.
Penetapan garis batas laut antara negara-negara yang pantainya
berhadapan atau berdampingan diatur dalam pasal 15 UNCLOS yaitu dengan
cara :
a) Median Line / Equidistance Line
b) Histirical Reasons / Special Circumstances
Pasal 15 UNCLOS : Dalam hal pantai dua negara yang letaknya berhadapan
maupun berdampingan, tidak satupun diantaranya berhak untuk menetapkan
batas laut teritorialnya melebihi garis tengah yang titik-titiknya sama jaraknya
dari titik-titik terdekat pada garis pangkal darimana lebar laut teritorial
masing-masing negara diukur, kecuali ada persetujuan sebaliknya antara
mereka.

NAMA : ADIBAH FARADILLAH ZHAFIRA


NIM : D10120182
KELAS / BT : B / BT13
TANGGAL : 19 OKTOBER 2022
PERTEMUAN :7
DOSEN : DR. ZULKARNAIN, SH., MH

Hukum adalah kumpulan aturan yang mengatur wilayah laut antar


sebuah negara yang bila dilanggar mendapatkan sanksi. Fungsi dari laut sendiri
ada bebagai macam, antaranya :
- Sumber pangan
- Iklim
- Tempat hidup keanekaragaman hayati
- Sumber mata pencaharian

Laut lepas dimana batas 200 mil dalam pengawasan negara pantai
tidak bisa dimiliki oleh siapapun tetapi bisa diberi ISA (Otoritas/Otoriti) yang
diperuntukkan sebagai warisan bersama manusia.

TUGAS KELOMPOK
Resensi buku :
- Print
- Buat PPT Perbab
Judul bukunya bebas, minggu depan presentasi dan kirim ke email bapak.

Anda mungkin juga menyukai