Masalah landas kontinen adalah salah satu masalah yang rumit dalam
perkembangan Hukum Laut dewasa ini. Masalah utamanya adalah soal batas tertularnya,
terutama karena sangat kaburnya kriteria “exploitability” yang diakui oleh Konvensi
Geneva 1958. Karena kekaburan tersebut, maka beberapa negara ingin agar batas Landas
Kontinen tersebut ditetapkan saja dengan kedalaman atau jarak yang pasti, misalnya sejauh
TERBATAS
TERBATAS
2
kedalaman air 200 meter atau sejauh 200 mil dari garis dasar yang dipakai untuk mengukur
lebar laut wilayah. Walau bagaimanapun landas kontinen yang ditetapkan oleh Konvensi
Geneva 1958 bukanlah batas continental.
Landas Kontinen yaitu suatu dataran luas (Shelf) di lepas pantai yang umumnya
kedalamannya tidak lebih dari 200 meter, dan merupakan perpanjangan alamiah dari
daratan. Pengertian tersebut hanya didasarkan atas unsur-unsur geomorfologi serta
geografis dan tidak ada hubungannya dengan masalah sumber alam yang terkandung di
dalamnya. Dan karena sifat alamiahnya itu tidak senantiasa dapat diharapkan bahwa
semua kontinen pulau atau daratan akan memiliki landas kontinen tersebut. Pencaharian
sumber alam terutama minyak bumi sudah berkembang sejak lama dan eksplorasi dan
eksploitasi minyak tersebut tidak sulit untuk dilakukan di perairan dangkal dan hal ini
sudah dilakukan oleh Amerika di lepas pantai teluk Meksiko sampai sejauh 40 mil pada
tahun 1916. Dengan demikian hubungan antar sumber alam dengan daerah lepas pantai
sebenarnya sudah dimulai. Meskipun belum berkembang menjadi tuntutan atas wilayah
sumber alam itu sendiri. Perjanjian internasional pertama (bilateral) yang melakukan claim
wilayah sumber alam meskipun tidak di bawah nama landas kontinen tetapi “submarine
area” adalah perjanjian antara Inggris dan Venezuela pada tahun 1942 untuk menentukan
batas wilayah eksplorasi dan eksploitasi minyak yang terletak antara daratan
Venezuela dengan Trinidad yang menjadi koloni Inggris pada tahun 1945. Amerika
untuk mencukupi kebutuhan sumber alamnya telah mengeluarkan proklamasi No. 2667.
Tuntutan Amerika tersebut bukanlah tuntutan teritorial, karena yang dituntut hanyalah
sumber alam yang terletak di landas kontinen Amerika. Sedangkan status dari perairan di
atas landas kontinen dinyatakan tetap berlaku kebebasan-kebebasan seperti kebebasan
yang berlaku di laut bebas. Sampai dengan proklamasi Presiden Truman tersebut di atas,
belum ada batas-batas pengertian landas kontinen menurut ketentuan hukum, sehingga
pengertian “jurisdiction and control” atas sumber alam dan atas wilayah landas kontinen
dalam arti geologis. Perumusan di atas yang sebenarnya harus memberikan rasa keadilan
dan kepastian hukum bagi kegiatan negara-negara di lepas pantai, tetapi dengan adanya
kalimat “200 metres or beyond that limit, to where the depth of the superjacent waters
admits of the exploitation”, timbulnya ketidakadilan dan ketidakpastian, karena banyak
negara yang ternyata tidak mempunyai shelf atau shelfnya kecil, dan juga bahwa hak
negara atas sumber alam di landas kontinen digantungkan kepada kemampuan teknologi.
TERBATAS
TERBATAS
3
TERBATAS
TERBATAS
4
yang berhadapan berdasarkan atas konvensi yang baru, pengertian landas kontinen dalam
arti geologi masih berpengaruh, dan hal ini akan dihubungkan dengan pengertian “natural
prologation” seperti tertera pada konvensi yang baru”. (Hanjar)
TERBATAS
TERBATAS
5
Vietnam didaerah Laut Cina Selatan dengan pulau terluarnya adalah Pulau Sekatung
(Provinsi Riau Kepulauan, Kabupaten Natuna); f. Philipina di daerah utara Selat Makasar,
dengan pulau-pulau terluarnya adalah Pulau Marore dan Miangas yang terletak di Provinsi
Sulawesi Utara; g. Republik Palau di daerah utara Laut Halmahera, dimana pulau
terluarnya adalah Pulau Fani, Fanildo dan Bras (Provinsi Papua); h. Australia disekitar
selatan Pulau Timor dan Pulau Jawa; i. Timor Leste disekitar wilayah Maluku dan NTT
dengan pulau terluarnya adalah P Asutubun (Provinsi Maluku), Pulau Batek (Provinsi
NTT), Pulau Wetar (Provinsi Maluku); j. Papua Nugini disekitar wilayah Jayapura dan
Merauke (tidak memiliki pulau terluar).
TERBATAS
TERBATAS
6
dilakukan oleh negara-negara sebelum menggunakan cara-cara lain ialah dengan cara
perundingan. Perundingan adalah langkah pertama untuk menyelesaikan sengketa-
sengketa internasional dan bagian terbesar perjanjian-perjanjian mengenai penyelesaian
damai mengakui serta menerimanya; c. Jasa-jasa baik dan perantara pendamai. Bila
pihak yang berselisih tidak suka menyelesaikan perbedaan-perbedaan pendapatnya dengan
perundingan, atau bilamana perundingan-perundingan tidak menghasilkan saling
pengertian, sebuah negara ketiga bisa mengusahakan penyelesaian melalui jasa-jasa
baiknya (good offices) atau perantaranya untuk mendamaikan (mediation). Bantuan
tersebut bisa diadakan karena permintaan salah satu atau kedua belah pihak yang
bersengketa ataupun karena atas inisiatifnya sendiri. Perantaraan secara kolektif juga bisa
dilakukan oleh beberapa negara. Seperti dalam bulan Agustus 1947 maka Dewan
Keamanan PBB mengajukan jasa-jasa baiknya untuk penyelesaian secara damai sengketa
antara Republik Indonesia dengan Kerajaan Belanda, sehingga dalam bulan Nopember
1947 ditentukan komisi jasa-jasa baik yang terdiri dari Belgia, Australia dan Amerika
Serikat; d. Konsiliasi/Mempertemukan (conciliation). Konsiliasi adalah proses
penyelesaian sengketa dengan melalui suatu komisi yang terdiri dari orang-orang dengan
tugas untuk mencari kejelasan fakta-fakta dan (umumnya setelah mendengarkan pihak-
pihak yang bertentangan dan setelah berusaha mencapai suatu persesuaian) membuat
laporan yang berisikan saran-saran penyelesaiannya, tetapi yang tidak mengikat. Secara
historis, konsiliasi dapat dianggap suatu pengembangan/penyelesaian di luar komisi-komisi
internasional Commissions of Inquiry dan lain-lain. Sebanarnya konsiliasi berada diantara
proses oleh komisi-komisi internasional tadi dan proses arbitrasi dan penyelesaian dengan
jalan hukum. Perbedaannya dengan Commissioins of Inquiry terletak dalam tujuan
utamanya, yaitu commissioins ini bertugas menerangkan fakta-fakta dengan harapan
setelah itu pihak-pihak yang berselisih dapat menyelesaian perselisihannya/sengketanya
secara langsung/tanpa perantara; sedangkan tujuan utama konsiliasi ialah jasa-jasa komisi
perorangan yang secara aktif mempertemukan pihak-pihak yang bersengketa sampai
didapatkan persetujuan; e. Arbitrasi (Penengahan). Arbitrasi berarti penentuan
penyelesaian perselisian/sengketa antara negara melalui keputusan legal dari satu (umpire)
atau lebih, ataupun pengadilan/mahkamah yang dipilih oleh pihak-pihak yang bersengketa
di luar Mahkamah Internasional; f. Penyelesaian peradilan/hukum (Mahkamah
Internasional). Mahkamah Arbitrasi yang bersipat permanen di Den Haag tidaklah bisa
dianggap sebagai mahkamah peradilan dalam pengertian yang bisa. Hal tersebut,
TERBATAS
TERBATAS
7
TERBATAS
TERBATAS
8
Kewajiban untuk tukar menukar pendapat bila timbul sengketa antar negara
(Pasal 283 UNCLOS 1982). Bila pihak yang berselisih tidak suka menyelesaikan
perbedaan-perbedaan pendapatnya dengan perundingan, atau bilamana perundingan-
perundingan tidak menghasilkan saling pengertian, sebuah negara ketiga bisa
mengusahakan penyelesaian melalui jasa-jasa baiknya (good offices) atau perantaranya
untuk mendamaikan (mediation). Bantuan tersebut bisa diadakan karena permintaan salah
satu atau kedua belah pihak yang bersengketa ataupun karena atas inisiatifnya sendiri.
Perantaraan secara kolektif juga bisa dilakukan oleh beberapa negara. Seperti dalam bulan
Agustus 1947 maka Dewan Keamanan PBB mengajukan jasa-jasa baiknya untuk
penyelesaian secara damai sengketa antara Republik Indonesia dengan Kerajaan Belanda,
sehingga dalam bulan Nopember 1947 ditentukan komisi jasa-jasa baik yang terdiri dari
Belgia, Australia dan Amerika Serikat. Dalam Konvensi Den Haag untuk penyelesaian
Damai daripada Sengketa-sengketa Internasional disebutkan antara lain : a. Bahwa negara-
negara ketiga yang tidak ada hubungannya dalam suatu sengketa berhak mengajukan jasa-
jasa baiknya atau perantaraannya, dan hal tersebut tidak boleh dianggap sebagai tindak
permusuhan; b. Jasa-jasa baik dan perantaraan bersifat sopan dan tidak mengikat; c.
Penerimaan suatu perantaraan tidak bertujuan mengganggu, menghambat atau
mengganggu mobilisasi atau tindakan militernya, bilamana perang telah pecah sebelum
diterimanya persiapan perang lainnya ataupun operasi-operasi perantaraan; terkecuali
bilamana suatu persetujuan telah menetapkan yang lain (hal yang sebaliknya). Perlu
TERBATAS
TERBATAS
9
diingat bahwa nilai daripada jasa-jasa baik dan perantaraannya untuk penyelesaian secara
baik konflik-konflik internasional adalah besar sekali. Karenanya, maka dalam Piagam
PBB juga disebutkan bahwa setiap negara anggota maupun Sekretariat Jenderal PBB.
Untuk menyelesaikan setiap sengketa atau setiap situasi. Yang bisa menjurus ke arah
keretakan internasional atau menyebabkan suatu persengketaan, dengan mengajukan
kepada Dewan Keamanan atau sidang umum. (Hanjar)
Dari uraian diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa laut, khususnya ZEEI
sebagai suatu bagian wilayah yang menjadi tanggung jawab suatu negara tertentu memiliki
eksistensi yang spesifik dan memerlukan pengaturan secara tersendiri disesuaikan dengan
situasi dan kondisi yang ada di lingkungan laut itu sendiri. Sejarah perkembangan hukum
laut sudah membuktikan adanya kekhususan eksistensi laut sebagai suatu bagian wilayah
yang menjadi tanggung jawab suatu negara, yaitu dapat dilihat dari penetapan bagian
wilayah laut sebagai bagian wilayah suatu negara yang didasarkan pada kesepakatan
bersama negara-negara sebagai akibat dari adanya kepentingan negara yang bersangkutan.
Kekhususan eksistensi laut, khususnya ZEEI ini adalah wilayah tersebut berawal dari
wilayah bersama semua bangsa, yang kemudian karena adanya kepentingan keamanan
lingkungan laut secara bersama, disamping kepentingan lain negara-negara pantai dan
negara-negara kepulauan, timbul kesepakatan untuk memberikan kedaulatan, hak dan
kewajiban atas bagian wilayah laut tertentu sesuai dengan rezim hukum yang berlaku.
Disini arti kedaulatan melekat penegakan hukum, dimana bagi Indonesia penegakan
hukum untuk terselenggaranya kedaulatan di ZEEI belum didukung peraturan perundang-
undangan secara penuh, dalam arti baru diatur tentang bagaimana memeriksa dan
membawa/mengawal kapal yang berdasarkan bukti kuat telah melakukan kegiatan yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara
untuk proses pembuktian sampai dengan pengajuan tuntutan perkara ke pengadilan dan
pelaksanaan putusan hakim masih bergantung pada pengaturan KUHAP yang dapat
dikatakan kurang relevan bagi penegakan hukum di ZEEI.
TERBATAS