Anda di halaman 1dari 3

BAB VII

REZIM PULAU DALAM HUKUM LAUT INTERNASIONAL

A. PENDAHULUAN
Sebagaimana telah dibahas dalam Bab It, Pasal 46 Konvensi Hukum Laut 1982 memuat
unsur pulau sebagai salah satu komponen dalam pengertian negara kepulauan
B. DEFINISI PULAU SEBELUM DAN MENURUT KONVENSI HUKUM LAUT 1982
Dalam upaya memberikan pengertian palau sebelum Konvensi Hukum Laut 1982,
pertama-tama kita perlu merujuk pada Konferensi Liga Bangsa-Bangsa mengenai
Kodifikasi Hukum Internasional (Konferensi Kodifikasi Den Haag) Tahun 1930, yang
meliputi 3 masalah yakni:
1. Kewarganegaraan
2. Perairan teritorial: dan
3. Tanggung jawab untuk kerugian yang timbulkan dalam wilayahnya terhadap
pribadi atau kekayaan orang asing
Dalam hubungannya dengan persoalan pulau tersebut, Sub Komite 11 Konferensi
Kodifikasi Den Haag Tahun 1930 memberikan definisi pulau sebagai berikut:
“pulau merupakan suatu daratan yang dikelilingi oleh air dan yang ada di atas
permukaan air pada waktu air pasang”
Dari bunyi ketentuan di atas nampak bahwa pulau merupakan suatu daratan yang
dibentuk secara alamiah yang dikelilingi oleh air dan yang ada di atas permukaan air
pada waktu air pasang.
Dari uraian di atas, nampak bahwa definisi pulau yang dirumuskan dalam Konferensi
Kodffikasi Den Haag Tahun 1930 merupakan definisi pertama rnengenai pulau, yang
kemudian dikuatkan ofeh Konvensi atukum Laut Jenewa 1 1958 dan Konvensi Hukum
Laut 1982.
Dalam hubungan ini penting pula dikemukakan Pasal 10 ayat 2 Konvensi Hukum Laut
Jenewa I 1958 mengenai Laut Teritorial dan Jalur Tambahan, yang menyatakan bahwa
laut terhonal dari suatu pulau ditetapkan berdasarkan ketentuan umum mengenai garis
pangkal. Hal ini berarti bahwa setiap pulau, dengan tidak melihat besar atau kecil
wilayahnya, dapat memiliki laut teritorialnya serdiri. Atas dasar hal itu, pulau ked dapat
dipergunakan sebagai garis pangkal untuk mengukur lebar laut tentorial, dan jalur
tambahan.
Merujuk pada uraian di atas tampak bahwa Konvensi Hukurn Laut jenewa 1 1958
mengenai Laut Teritorial dan Jalur Tambahan mengakui pulau sebagai garis pangkal
yang dapat dipergunakan untuk mengukur lebar laut teritonal, dan jalur tambahan.
Definisi pufau ini ditetapkan kembali dalam Konvensi Hukum Laut 1982 dengan
menambah zona maritim baru, yaitu zona ekonomi eksklusif. Akan tetapi, Konvensi
Hukurr Laut 1982 mensyaratkan hanya batu karang yang dapat mendukung kehidupan
manusia atau memiliki kehidupan ekonomi yang manclin yang berhak untuk mendapat
zona ekonomi eksklusif atau fandas kontinennya.
C. Karakteristik Pulau
Sehubungan dengan karakteristik pulau, menurut hukum internasionai paling tidak ada
7 karakteris-tik tradisional yang harus dipenuhi oleh suatu pulau, yaitu:
1. Suatu Willayah Daratan
agar suatu pulau dapat menjadi pengertian yuridis, makasyaratnya harus
memenuhi dua unsur. Pertama, daratan yang terbentuk harus
bersambung dengan dasar laut agar mempunyai karakteristik sebagai
pulau. Kedua, daratan tersebut harus merupakan terra firma (wilayah
daratan luas) yang stabil
2. Dibentuk secara alamiah
Pencantuman kalimat "dibentuk secara alarniah" dalam definisi pulau
menurut Pasal 121 ayat 1 Konvensi Hukum Laut 1982 (kursip peneliti)
berarti bahwa kriteria pulau ini tidak mencakup pulau buatan dengan
kapasitasnya untuk membentuk zona-zona maritim.
3. Ukuran Wilayahnya Cukup Luas
Kriteria ukuran luasnya pulau ini tidak ditetapkan dalam definisi pulau
yang dikemukakan di atas. Oleh karena itu, baik Konferensi Kodifikasi
Den HaagTahun 1930 maupun Pasal 10 (1) Konvensi Hukum Laut
Jenewa 1958 mengenai Laut Teritorial dan Jalur Tambahan tidak
menetapkan kfiteria ukuran besar atau kecilnya suatu pulau. Namun
demikian, sejumlah pakar hukum laut internasional menggunakan kriteria
ukuran pulau sebagai salah satu syarat untuk menentukan status pulau
penuh. Dafam katan ini menarik pendapat McDougal dan Burke yang
menyatakan bahwa apabila ada wilayah daratan yang cukup luas, maka
tidak perlu dipersoalkan jenis-jenis daratannya selama wilayah tersebut
mampu membentuk laut teritorial.
4. Dikelilingi oleh Air
Definisi pulau ini sesungguhnya dianggap rebih penting daripada
persyaratan suatu pulau harus dikelilingi oleh air. Apabila sebuah pulau
tersambung ke daratan dengan tanah tandus atau melalui pembangunan
dam, maka tanah tandus tersebut tidak dianggap sebagai sebuah pulau.
5. Ada di atas Permukaan Air Pada Waktu Air Pasang
Berdasarkan pada definisi pulau yang dikemukakan di atas, maka pulau
harus berada di atas pemiukaan air baik pada waktu air pasang maupun
pada waktu air surut,"' Berdasarkan hal itu, maka perbedaan antara pulau
dan bagian daratan yang hanya timbul di atas permukaan air di waktu
pasang surut menjadi penting. Karena hanya pulau yang tetap berada di
atas permukaan air yang mempunyai status pulau penuh menurut hukum
intemasional, sehingga mempunyai kapasitas untuk membentuk zona
maritim.
6. Tempat Untuk Didiami oleh Manusia
Hal yang penting adalah wilayah yang layak didiami oleh manusia harus
merupakan wilayah yang dapat mendukung kehidupan manusia atau
memiliki kehidupan ekonomi yang mandiri sesuai dengan ketentuan Pasal
121 ayat 3 Konvensi Hukum Laut 1982.
7. Mempunyai Kelangsungan Hidup di Bidang Ekonomi
ketentuan Pasal 121 ayat 3 Konvensi Hukum Laut 1982 yang
mendiskualifikasi batu karang yang tidak dapat mendukung kehidupan
manusia atau tidak memiliki kehidupan ekonomi yang mandiri untuk tidak
dapat mempunyai zona ekonomi eksklusif atau landas kontinennya
sendiri. Bagaimana pun kriteria kelangsungan hidup di bidang ekonomi
suatu pulau, laut dan sumber daya alamnya sangat penting da1am
menyokong kehidupan manusia.

Anda mungkin juga menyukai